You are on page 1of 2

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan A. POWER His yang sempurna bila terdapat : a. Kontraksi yang simetris b. Kontraksi aling kuat ataua danya dominasi di fundus uteri c. Sesudah itu terjadi relaksasi Pada tiap kontraksi tekanan tersebut meningkat, disebut amplitudo atau intensitas his yang mempunyai deua bagian : 1. Bagian pertama peningkatan tekanan yang agak cepat 2. Bagian kedua penurunan tekanan yang agak lamban Aktrivitas miometrium dimulai saat kehamilan. Pada seluruh trimester kehamilan dapat dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mmHg yang tidak teratur. His sesudah kehamilan 30 minggu terasa lebih kuat dan lebih sering. Sesudah 36 minggu aktivitas uterus lebih meningkat lagi sampai persalinan mulai. Jika persalinan mulai, yakni pada permulaan kala I, frekuensi dan amplitudo his meningkat. Amplitudo his meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2 sampai 4 kali tiap 10 menit. Juga durasi his meningkat dari hanya 20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala I atau ada permulaan kala II. His yang sempurna dan efekltif bila ada koordinasi dari gelombang kontraksi, sehingga kontraksi simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40 sampai 60 mmHg yang berdurasi 60 90 detik dengan jangka wantu antara kontraksi 2 sampai 4 menit. Jika amplitudo dan his terlalu tinggi, maka dapat mengurangi pertukaran O2 . terjadilah hipoksia janin dan timbul gawat janin yang secara klinik dapat ditentukan dengan antara lain menghitung detak jantung janin ataupun dengan pemeriksaan kardiotokografi. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap kontraksi rahim adalah besar rahim, besar janin, berat badan ibu, dan lain-lain. Namun, dilaporkan tidak adanya perbedaan hasil pengukuran tekanan intrauteruskala II antara wanita obese dan tidak obese. Pada kala II ibu menambah kekuatan uterus yang sudah optimum itu dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen akibat ibu melakukan kontraksi diagfragma dan otot-otot dinding abdomen yang akan lebih efisien jika badan ibu dalam keadaan fleksi dan glotis tertutup. Dagu ibu di dadanya, badan dalam fleksi dan kedua tangan menarik pahanya dekat pada lutut. Dengan demikian, kapala/bokong janin didorong membuka diagfragma pelvis dan vulva, setelah anak lahir kekuatan his tetap ada untuk pelepasan dan pengeluaran uri. Pada kala III atau kala uri yang berlangsung 2 sampai 6 menit, amplitudo his masih tinggi kurang lebih 60 sampai 80 mmHg, tetapi frekuensinya berkurang. Hal ini disebut aktivitas uterus menurun. Sesudah 24 jam pascapersalinan intensitas dan frekuensi his menurun. Di tingkat sel mekanisme kontraksi ada dua, yaitu : 1. Akut , diakibatkan masuknya ion kalsium (Ca2+) ke dalam sel yang dimulai dengan depolarisasi membran sel. Meningkatnya konsentrasi Ca2+ bebas dalam sel memicu satu reaksi berantai yang menyebabkan pembentukan hubungan (cross-bridges) antara filamen aktin dan miosin sehingga sel berkontraksi. 2. Kronik, diakibatkan pengaruh hormon yang memediasi transkripsi gen yang menekan atau meningkatkan kontraktilitas sel yaitu CAP (Contraction Associated-proteins) Kontraksi uterus umumnya tidak seberapa sakit, tetapi kadang-kadang dapat mengganggu sekali. Juga pada waktu menyusui, ibu merasakan his yang kadang-kadang mengganggu akibat refleks pengeluaran oksitosin. Oksitosin membuat uterus berkontraksi di samping membuat otot polos di sekitar alveola berkontraksi pula, sehingga air susu ibu dapat ke luar.perasaan sakit pada his mungkin disebabkan oleh iskemia dalam korpus uteri tempat terdapat banyak serabut saraf dan diteruskan melalui saraf sensorik di pleksus hipogastrik ke sistem saraf pusat. Sakit dipinggang sering terasa pada kala pembukaan dan bila bagian bawah uterus turut berkontraksi

sehingga serabut sensorik turut terangsang. Pada kala II perasaan sakit disebabkan oleh peregangan vagijna, jaringan-jaringan dalam panggul, dan perineum. Sakit ini dirasakan di pinggang, dalam panggul dan menjalar ke paha sebelah dalam. Tenaga Meneran (kekuatan sekunder) Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah, tenaga yang mendorong janin keluar selain his terutama di sebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. Tenaga ini serupa dengan tenaga meneran saat buang air besar, tetapi jauh lebih kuat lagi. Waktu kepala sampai pada dasar panggul, timbul suatu refleks yang mengakibatkan pasien menekan diafragmanya ke bawah, mengkontraksikan otot-otot perutnya, dan menutup glottisnya. Tenaga meneran ini hanya dapat berhasil kalau pembukaan sudah lengkap dan paling efektif sewaktu kontraksi rahim. Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah yakni bersifat mendorong keluar. Ibu ingin meneran, usaha mendorong ke bawah dibantu dengan usaha volunter yang sama dengan yang di lakukan saat buang air besar (meneran). Otot-otot diafgrama dan abdomen ibu berkontraksi dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir. Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan intraabdominal. Tekanan ini menekan uterus pada semua sisi dan menambah kekuatan untuk mendorong janin keluar. Kekuatan sekunder tidak memengaruhi dilatasi serviks, tetapi setelah dilatasi serviks lengkap, kekuatan ini cukup penting untuk mendorong janin keluar dari uterus dan vagina. Apabila dalam persalinan ibu melakukan valsava manuver(meneran) terlalu dini, dilatasi serviks akan terhambat. Meneran akan menyebabkan ibu lelah dan menimbulkan trauma serviks. Tanpa tenaga mengejan ini anak tidak dapat lahir, misalnya pada penderita yang lumpuh otot-otot perutnya. Tenaga mngejan ini juga melahirkan placenta setelah placenta lepas dari dinding rahim. Sumber : Obstetri Fisiologis. 1983, Ilmu Kebidanan. 2011 dan Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan, 2011

You might also like