You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN

I.1 INTERAKSI OBAT Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi respons tubuh terhadap pengobatan terdapat faktor interaksi obat . obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dalam lingkungan , atau dengan zat lain. Dalam bab ini uraian dibatasi hanya pada interaksi antar obat (obat resep maupun obat bebas). Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Interaksi obat adalah suatu peristiwa dimana efek suatu obat dipenagruhi obat lain. Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia dari lingkungan dan obat lain. Interaksi obat terjadi bila dua atau lebih obat digunakan bersama sama interaksi ini mungkin mengakibatkan bertumbuhnya atau berkurangnya efek obat. Interaksi dapat menguntungkan atau merugikan. Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan . interaksi yang menguntungkan misalnya , 1. Penisilin dengan probenesid : probenesid menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penisilin dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektivitasnya dalm terapi gonore. 2. Kombinasi hipertensi , meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping 3. Kombinasi obat antikanker juga meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping. 4. Kombinasi obat anti TBC, memperlambat timbulnya resistensi kuman terhadap obat. 5. Antagonisme efek toksik obat oleh antidotnya masing masing. 6. Mekanisme Interaksi Obat Interaksi diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dalam proses farmakokinetik maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai dengan perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paro dsb. Interaksi farmakokinetik diakibatkan oleh perubahan laju atau tingkat absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.

Interaksi farmakodinamik biasanya dihubungkan dengan kemampuan suatu obat untuk mengubah efek obat lain tanpa mengubah sifat-sifat farmakokinetiknya. Interaksi farmakodinamik meliputi aditif (efek obat A =1, efek obat B = 1, efek kombinasi keduanya = 2), potensiasi (efek A = 0, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 2), sinergisme (efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 3) dan antagonisme (efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 0). Mekanisme yang terlibat dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek pada jaringan atau reseptor. Inkompatibilitas terjadi di luar tubuh antara obat yang tidak dapat dicampur. Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara kimiawi atau fisik, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat. Secara umum suatu interaksi obat dapat digambarkan sebagai suatu interaksi antar suatu obat dan unsur lain yang yang dapat mengubah kerja salah satu atau keduanya, atau menyebabkan efek samping tak diduga. Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu. Risiko kesehatan dari Interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal. Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi juga terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau tekanan darah tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obat dikhususkan pada interaksi obat dengan obat.

BAB II ISI II.1 Prinsip Interaksi Farmakodinamik Interaksi pada reseptor, interaksi pada sitem reseptor yang sama biasanya merupakan antagonisme antara agonis dan antagonis / loker dari reseptor yang bersangkutan. Interaksi fisiologik yang sama dapay dilihat menghasilkan peningkatan atau penurunan respons. Perubahan dalam kesetimbangan cairan dan elektrolit dapt mengubah efek obat , terutama yang bekerja pada jantung, transmisi neuromuskular dan ginjal. Ikatan obat dengan tubuh, dan apabila obat dengan reseptor yang lain maka tidak menghasilkan efek. Salah satu faktor yang dapat mengubah respon terhadap obat adalah pemberian bersamaan dengan obat-obat lain. Ada beberapa mekanisme dimana obat dapat berinteraksi, tetapi kebanyakan dapat dikategorikan secara farmakokinetik ( absorpsi, distribusi, metabolisme, eksresi), farmakodinamik, atau toksisitas kombinasi. Pengetahuan tentang mekanisme dimana timbulnya interaksi obat yang diberikan sering bermanfaat secara klinik, karena mekanisme dapat mempengaruhi baik waktu pemberian obat maupun metode interaksi. Bebereapa interaksi obat yang penting timbul akibat dua mekanisme atau lebih. Akibat interaksi obat dapat terjadi keadaan : a) Sumasi (adiktif). b) Sinergisme , contoh : Sulfonamid mencegah bakteri untuk mensintesa dihidrofolat, sedangkan trimetoprim menghambat reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kedua obat ini bila diberikan bersama-sama akan memiliki efek sinergistik yang kuat sebagai obat anti bakteri. c) Antagonisme, contoh : Antagonis reseptor beta ( beta bloker) mengurangi efektifitas obat-obat bronkhodilator seperti salbutamol yang merupakan agonis beta reseptor. d) Potensiasi, contoh : banyak diuretika yang menurunkan kadar kalium plasma, dan yang akan memperkuat efek glikosid jantung yang mempermudah timbulnya toksisitas glikosid.

Pemberian suatu obat ( misal obat A) dapat mengubah efek obat lain (misal obat B) dengan cara : (1) Mengubah efek obat B tanpa mempengaruhi konsentrasi di cairan jaringan (disebut interaksi farmakodinamik), atau (2) Mengubah konsentrasi obat B yang mencapai tempat kerja (disebut interaksi farmakokinetik ).

BAB III PEMBAHASAN III.1 Interaksi Farmakodinamika Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dari interaksi obat yang penting dalam klinik. Berbeda dengan interaksi farmakokinetik, interaksi farmakodinamik seringkali dapat di ekstrapolasikan ke obat lain yang segolongannya dengan yang berinteraksi, karena penggolongan obat memang berdasarkan persamaan efek farmakodinamiknya. Di samping itu, kebanyakan interaksi farmakodinamiknya dapat diramalkan kejadiannya, karena itu dapat dihindarkan bila dokter mengetahui mekanisme kerja obat ynag bersangkutan dan menggunakan logikanya.

III.2 Contoh Contoh Interaksi pada Farmakodinamika Obat-obat yang cenderung menyebabkan Interaksi Obat 1.Obat yang memiliki ikatan obatprotein yang tinggi.

Obat yang memiliki ikatan obat-protein tinggi cenderung dominan, akibatnya obat tersebut dapat mendesak obat lain yang terikat protein sehingga terbebaskan, akibatnya kadar obat bebas dalam darah meningkat dengan tajam,

Contoh obat : Aspirin, Fenilbutazon, Sulfanilamid, walfarin dll 2.Obat-obat yang menstimulasi atau menginhibisi metabolisme obat lain

Interaksi ini merugikan atau menguntungkan tergantung dari sifat obatnya masing-masing. Contohnya : Obat aktif adalah metabolitnya Misalnya :Prednison Prednisolon Procainamid N-Asetil Procainamid Maka obat yang menstimulasi metabolisme akan menyebabkan meningkatnya kadar obat aktif dalam darah, Obat aktif adalah obat aslinya, Misalnya

:Captoril, furosemid, methyldopa dllMaka obat yang menstimulasi metabolisme akan menyebabkan menurunnya kadar obat aktif dalam darah, Obat yg menstimulasi Contoh Antikonvulsan(fenitoin, karbamazepin, fenobarbital); Rifampisin; griseofulvinObat yg menginhibisi ciprofloksasin 3. Obat-obat yang mempengaruhi fungsi Renal Obat-obat golongan ini dapat mengubah kliren ginjal obat lain, misalnya obat-obat diuretic. Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut presipitan, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut objek. Contoh presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Object drug biasanya bersifat mempunyai kurva dose-response yang curam (narrow therapeutic margin), dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh : digoksin, gentamisin, warfarin objeko, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral, dan obatobat sistem saraf pusat. Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas: 1. Interaksi secara kimia atau farmasetis 2. Interaksi secara farmakokinetik 3. Interaksi secara fisiologi 4. Interaksi secara farmakodinamik Interaksi secara farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain pada atau dekat sisi reseptornya. Pada kenyataaanya interakPada kenyataanya banyak obat yang berinteraksi obat terjadi tidak hanya dengan satu mekanisme tetapi melibatkan dua atau lebih mekanisme. Akan tetapi secara umum mekanisme interaksi obat dalam tubuh dapat dijelaskan atas dua mekanisme utama, yaitu interaksi farmakokinetik dan contoh :Allopurinol; kloramfenikol; cimetidine; metronidazol; INH;

interaksi farmakodinamik. Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan, atau dengan obat lain. Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang menguntungkan, misalnya (1) Penicillin dengan probenesit: probenesit menghambat sekresi penilcillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore; (2) Kombinasi obat anti hipertensi: meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping: (3) Kombinasi obat anti kanker: juga meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping (4) kombinasi obat anti tuberculosis: memperlambat timbulnya resistansi kuman terhadap obat; (5) antagonisme efek toksik obat oleh antidotnya masing-masing. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai. Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena (1) Dokumentasinya masih sangat kurang; (2) Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi berupa penurunan efektifitas seringkali diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit; selain itu, terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk diingat; (3) Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual ( populasi tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang berpenyakit parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu ), penyakit tertentu ( terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah), dan faktor- faktor lain ( dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik. Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.
7

Selanjutnya akan dibahas mekanisme interaksi yang lebih terinci , masing masing dengan beberapa contohnya yang penting dalam klinik dan menyangkut obat yang sering digunakan. Ini harus dibedakan dari interaksi yang tidak mempengaruhi hasil terapi dan yang baru dilihat pada percobaan hewan atau in vitro yang jumlahnya lebih banyak.

a. Interaksi obat pada reseptor Reseptor Kolinergik/ muskarinik Agonis Asetilkolin , fisostigmin Antagonis Atropin, propantelin,

fenotiazin, kuinidin Nikotinik neuromuskular Adrenergik -1 Antihistamin dopanergik Histamin Estrogen Opioid b. Interaksi fisiologik Obat A Hipnotik Obat B Analgesik Efek narkotik, Depresi SSp meningkat Asetilkolin Norepinefrin, epinefrin. Antikolinergik Dopamin Histamin Estrogen Morfin, nalorfin Fenotiazin Difenhidramin, prometazin Klomifen Nalokson, nalorfin Galamin, d- tubokurarin Fentolamin, fenotiazin.

antihistamin, antikonvulsi Antihipertensi diuretik, penghambat SSP Efek obat antihipertensi

meningkat Diazoksid Antikoagulan Hidralazin, Aspirin Menyebabkan hipotensi berat Efek obat antikoagulan

meningkat Antidiabetik Beta bloker Efek obat antidiabetik

meningkat Haloperidol Metildopa Bingung, tremor, gejala

ekstrapiramidal

Amfetamin

Llitium

Stimulasi amfetamin.

SSP

oleh

obat

c. Contoh perubahan kesetimbangan cairan dan elektrolit Obat A Digitalis Obat B Diuretik, amfoteresin B Efek Hipokalemia oleh obat B toksisitas oleh obat A Penghambat neurromuskular Diuretik, amfoteresin B kompetitif Hipokalemia oleh obat B hiperpolarisasi oleh obat A meningkat Digitalis suksinilkolin Penglepasan K yang cepat dari dalam sel otot oleh obat B aritmia ventrikel oleh obat A. Litium NaHCO3 Obat ekskresi ginjal B obat meningkatkan A melalui obat A

efek

menurun. Antihistamin Antikolinergika Antidepresan berlebihan Kodein Digoksin Denyut jangtung akan tidak teratur / tidak normal karena pemakaian dengan kodein Antiaritmatika Antidepresan Efeknya dapat menimbulkan pada jantung. Disopiramida Biperiden Efek konergiknya berlebihan yang

BAB IV KESIMPULAN

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Ada beberapa mekanisme dimana obat dapat berinteraksi, tetapi kebanyakan dapat dikategorikan secara farmakokinetik ( absorpsi, distribusi, metabolisme, eksresi), farmakodinamik, atau toksisitas kombinasi Interaksi pada reseptor, interaksi pada sitem reseptor yang sama biasanya merupakan antagonisme antara agonis dan antagonis / loker dari reseptor yang bersangkutan. Interaksi fisiologik yang sama dapay dilihat menghasilkan peningkatan atau penurunan respons. Perubahan dalam kesetimbangan cairan dan elektrolit dapt mengubah efek obat , terutama yang bekerja pada jantung, transmisi neuromuskular dan ginjal. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat pada sistem reseptor , tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergis, atau antagonism. Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dari interaksi obat yang penting dalam klinik.

10

DAFTAR PUSTAKA

Mutschler, E., 1985, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi, 88-93, Penerbit ITB ,Bandung Farmakologi dan Terapi edisi IV http://www.drugs.com/drug_information.html Center for Drug Evaluation and Research (CDER). In Vivo Drug Metabolism/Drug Interaction Studies Study Design, Data Analysis, and Recommendations for Dosing and Labeling.1999

11

You might also like