You are on page 1of 43

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Talas

(colocasia

esculenta)

merupakan

karbohidrat

yang

dibutuhkan manusia dalam memperoleh energi untuk menunjang aktifitas sehari-hari. Namun pemanfaatannya belum signifikan meskipun bahan bakunya mudah untuk didapatkan. Talas mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, sebab itu dapat digunakan pengganti makanan pokok. Talas mempunyai manfaat yang besar untuk bahan makanan utama. Selain itu talas dapat digunakan sebagai bahan baku industri dibuat tepung yang selanjutnya diproses menjadi makanan bayi, kue-kue, dodol talas, dan Biskuit. Biskuit merupakan makanan kecil ringan yang sudah

memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini dapat dibuktikan dengan tersedianya biskuit di hampir semua toko di perkotaan maupun hingga warung-warung di pelosok desa. dan sebagian masyarakat cenderung menyukai makanan siap santap yang pada umumnya mengandung karbohidrat, garam, protein dan lemak tinggi. Namun, tidak dipungkiri juga bahwa sebagian masyarakat sudah peduli dengan kualitas gizi makanan sehingga masyarakat lebih selektif dalam menentukan jenis makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi.

Proses pembuatan biskuit pada umumnya berbahan baku tepung terigu, sehingga pada penelitian ini dilakukan penambahan talas (colocasia esculenta) dan tapioka untuk memanfaatkan bahan baku lokal, berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan talas dan tapioka sebagai bahan subtitusi dengan tepung terigu untuk menghasilkan biskuit yang dapat diterima oleh konsumen. 2. Rumusan Masalah Talas sangat melimpah khususnya di Sulawesi selatan di

daerah bantaeng, Jeneponto dan Bulukumba. Namun, masyarakat kurang memanfaatkan talas tersebut untuk diolah menjadi produk makanan (cemilan). Talas kaya akan karbohidrat yang tinggi dan kebanyakan dikonsumsi hanya dalam bentuk umbi rebus, goreng, kripik dan dodol. Talas dapat diolah dengan berbagai macam produk olahan baru seperti biskuit, Pada penelitian akan dilakukan pembuatan biskuit gabin dari talas kukus, namun belum diketahui berapa persen penambahan talas dan tepung tapioka pada pembuatan biskuit gabin ? 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui formulasi terbaik dari semua perlakuan biskuit gabin. 2. untuk mengetahui hasil uji proksimat yang meliuputi kadar air dan lemak serta mengetahui hasil uji organoleptik.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi pengoptimalan pengolahan talas dan tepung tapioka sebagai alternatif dalam pembuatan biskuit gabin yang memiliki nilai gizi tinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Talas (colocasia esculenta) Tanaman talas merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang memiliki peranan cukup strategis tidak hanya sebagai sumber bahan pangan, dan bahan baku industri tetapi juga untuk pakan ternak. Oleh karena itu tanaman talas menjadi sangat penting artinya didalam kaitannya terhadap upaya penyediaan bahan pangan karbohidrat non beras. Pengembangan industri pengolahan hasil dan agroindustri serta komoditi strategis sebagai pemasok devisa melalui ekspor (anonim 2011a). Jenis jenis tanaman talas ada beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut (anonim 2011a).: a. Talas jepang atau satoimo (colocasia esculenta var

antiquorum) Salah satu jenis talas yang mempunyai peranan penting adalah Talas Jepang atau Satoimo. Berdasarkan penelitian diJepang, Satoimo terbukti mampu menghambat kolesterol dalam darah, mengandung unsur K (Kalium) yang tinggi dan mineral serta karbohidrat. Tanaman ini dapat dibudidayakan pada berbagai lahan dari daratan rendah hingga daratan tinggi di atas 800 m dpl. Apabila dibudidayakan secara baik akan menghasilkan 30 ton/ha dengan lama panen 5 6 bulan.

b. Talas bogor (Colocasiaesculenta L. Schoott ) Talas Bogor ini mengandung kristal yang menyebabkan rasa gatal. Terdapat keanekaragaman pada bentuk daun, warna pelepah, bentuk dan rasa umbi serta kandungan kristal. Untuk pertumbuhan talas yang baik diperlukan tanah yang kaya akan humus dan berdrainase baik. Masa tanam yang tepat adalah sebelum musim hujan. Talas berkembang biak dengan anakan, sulur umbi anakan atau pangkal umbi serta bagian pelepah daunnya. Anakan ini perlu dibuang agar umbi induk bisa tumbuh menjadi besar. Tanaman dipanen setelah berumur 6 9 bulan. Tanaman ini terdapat atau diusahakan petani di pekarangan dan di lading ladang dekat rumah. c. Talas Belitung ( Xanthosoma sagitifolium ) Talas Belitung merupakan tumbuhan menahun yang

mempunyai umbi batang maupun batang palsu yang sebenarnya adalah tangkai daun. Umbinya digunakan sebagai bahan makanan dengan cara direbus ataupun digoreng.Pada umumnya tanaman ini diusahakan petani di pekarangan sekitar rumah dan di kebun. Ratarata hasil per rumpun berkisar antara 0,25 20kg. B. Kandungan Gizi Talas Talas adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin seperti . Umbi talas dapat diolah dengan dikukus, direbus vitamin C, E, asam folat, potassium, Mg serta serat kasar,

mineral

dan

juga

karbohidrat

atau

digoreng

setelah

dipotong-potong kecil. Daun talas dapat dipakai sebagai pembungkus. Daun talas juga dapat dimakan dan dijadikan pembungkus makanan yang dikenal sebagai buntil (Anonim, 2011b).
Tabel 1. Kandungan gizi talas Kandungan gizi

Talas mentah

Talas rebus

Energi (kal) 120 108 Protein (g) 1,5 1,4 Lemak (g) 0,3 0,4 Hidrat arang total (g) 28,2 25,0 Serat (g) 0,7 0,9 Abu (g) 0,8 0,8 Kalsium (mg) 31 47 Fosfor (mg) 67 67 Besi (mg) 0,7 0,7 Karoten total 0 0 Vitamin B1 (mg) 0,05 0,06 Vitamin C (mg) 2 4 Air (g) 69,2 72,4 Bagian yang dimakan (%) 85 100 Sumber : Dewi Sabita Slamet dan Ignatius Tarwotjo (1980).

Talas mempunyai kandungan gizi yang hampir seimbang antara karbohidrat dan mineralnya. Sebab itu bisa di gunakan sebagai bahan baku pengganti makanan pokok. Talas juga mengandung sejumlah mineral dan vitamin seperti vitamin C, E, asam folat, potassium, Mg serta serat kasar (Anonim 2011b). C. Tepung Terigu Tepung adalah suatu bahan pangan yang direduksi ukurannya dengan cara digiling sehingga memiliki ukuran antara 150-300 m. Tepung memberikan struktur dasar pada quick bran.

Biskuit memerlukan tepung dari golongan soft dan weak dengan

kandungan protein yang rendah. Biasanya pada pembuatan biskuit digunakan tepung terigu dengan kadar protein 7-8 %(soft).

Namun dengan perkembangan teknologi pengolahan pangan maka dibuatlah tepung non gandum sebagai substitusi tepung terigu seperti tepung tapioka, tepung talas, dan lain-lain. Pemakaian tepung ini selain manfaat dari komposisinya yang mengandung nutrisi juga untuk meningkatkan potensi produk lokal. Di dalam pengolahan biskuit sendiri selain dapat mempengaruhi tekstur produk akhir juga meningkatkan nilai gizi berupa energi (whiteley, 1971). Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam

pembuatan produk bakery dan kue. Secara garis besar ada dua jenis tepung gandumm yaitu tepung gandum keras (strong flour) dan tepung gandum lunak (soft flour). Tepung gandum keras digunakan untuk membuat roti dan produk-produk yang dibuat dengan melibatkan proses fermentasi serta puff pastry, tepung terigu lunak biasanya digunakan untuk membuat kue dan biskuit. Perbedaan utama dari kedua jenis tepung tersebut adalah glutennya, dimana tepung terigu keras mengandung gluten sekitar 13% sedangkan tepung terigu lunak kandungan glutennya sekitar 8,3%. Gluten inilah yang bertanggung jawab terhadap sifat pengembangan adonan tepung terigu setelah ditambah air dan ditambah bahan pengembang atau difermentasi menggunakan ragi ( Apriyanto, 2006).

Tepung terigu memiliki kandungan pati yang cukup tinggi yakni sekitar 70%, juga mengandung air, protein, mineral, gula dan lemak yang dapat dilihat pada table 1 : Table 1. Komposisi Kimia Tepung Terigu
komponen Pati Air Protein Mineral Gula lemak Kadar (%) 70 14 11,5 0,4 1 1

Sumber : sediaoetama, 1993 Gluten akan rusak bila : Jumlah kadar abunya terlalu tinggi, waktu pengadukan adonan kurang, atau waktu pengadukan adonan berlebih. Gluten akan lunak dan lembut bila : diberikan gula, diberikan lemak, diberikan asam (proses fermentasi) (Astawan ,Made, 2004). D. Tepung Tapioka Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih. Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi (Anonim, 2010).

Tapioka kaya karbohidrat dan energi, Tepung ini juga tidak mengandung gluten sehingga aman bagi yang alergi. Tapioka juga dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu pada pembuatan kue yang tidak memerlukan pengembangan, juga digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pengikat dalam industri pangan (Anonim 2012). E. Biskuit Biskuit merupakan produk pangan hasil pemanggangan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir kurang dari 5%.Biasanya formulasi biskuit dibuat dengan diperkaya bahan-bahan tambahan seperti lemak, gula (ataupun garam) serta bahan pengembang. Biskuit dibuat dengan bermacam-macam jenis, terutama dibedakan atas keseimbangan yang ada antara bahan utama tepung, gula, lemak, dan telur. Kemudian juga bahan tambahan seperti coklat, buah-buahan, dan rempah-rempah yang memiliki pengaruh terhadap cita rasa (Omobuwoajo, 2003). Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan dari warna, aroma, cita rasa, dan kerenyahannya. Kerenyahan merupakan karakteristik mutu yang sangat penting untuk diterimanya produk kering. Kerenyahan salah satunya ditentukan oleh kandungan protein dalam bentuk gluten tepung yang digunakan . Sifat masing-masing biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan, proporsi gula dan lemak, kondisi dari bahan-bahan tersebut pada saat

ditambahkan dalam campuran (missal ukuran kristal), metode pencampuran (batch, kontinyu, kriming, pencampuran satu tahap), penanganan adonan dan metode pemanggangan (Matz, 1991). F. Aspek Pengolahan Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). a. Pencampuran Pencampuran bahan harus diperhatikan agar menghasilkan biskuit yang berkualitas. Tahap pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk

memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus. Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage, multiple-stage dan

continous. Pada metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan. Pada multiple-stage, mungkin terdiri dari dua tahap atau lebih. Pertama yang dicampur adalah lemak dan gula., kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan input karena proses yang kontinu (Anonim , 2010).

10

b. Pembentukan /pemipihan dan pencetakan Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan biskuit dibentuk lembaran-lembaran dan dipotong-potong dengan pisau pemotong atau alat pencetak biskuit, pada tahap pencetakan yang harus diperhatikan adalah ketebalannya. Ketebalan biskuit harus sama agar warna yang dihasilkan seragam dan menarik (Anonim, 2010). c. Pengovenan Pada proses pengovenan yang harus diperhatikan adalah temperatur/suhu dan waktu/lama pengovenan. Untuk pengovenan biskuit membutuhkan temperatur 160 0C dan lama pengovenan 20 menit. Bila temperatur lebih dari 160 0C maka dalam waktu kurang dari 20 menit biskuit cepat matang bagian luarnya tetapi bagian dalamnya belum matang. Sedangkan bila temperatur yang digunakan kurang dari 1600C maka akan dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mematangkan, hal ini berarti pemborosan bahan bakar (Buckle, 1987). G. Bahan Tambahan a. Susu Skim Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk yang merupakan hasil pengeringan dari susu segar. Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung.

11

Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi

produk (Aliem,1995). Susu skim disebut juga padatan susu tanpa lemak (PTSL) adalah bagian yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung utama zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah didalam makanannya, karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu, dan skim milk juga digunakan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan yohurt. (Buckle et al, 1987). Susu skim adalah susu bubuk tanpa lemak yang dibuat dengan cara pengeringan atau spray dryer untuk menghilangkan sebagian air dan lemak tetapi masih mengandung laktosa, protein, mineral, vitamin yang larut lemak, dan vitamin yang larut air (B12). Kandungan Skim Milk Powder sama dengan kandungan yang terdapat dalam susu segar tetapi berbeda dalam kandungan lemaknya yaitu 1%. Skim Milk Powder digunakan untuk mencapai kandungan solid non fat pada produk dan sebagai sumber pro et al tein serta memperbaiki tekstur pada produk akhir (Buckle et al, 1987).

12

Susu yang digunakan adalah susu skim/susu bubuk. Fungsi susu dalam pembuatan biskuit yaitu menambah nilai gizi, menambah rasa dan aroma. Susu harus memiliki butiran halus, aroma harum khas susu, tidak apek, bersih dari kotoran, warna sesuai dengan aslinya dan tidak menggumpal. Susu yang berkualits bergizi baik akan dengan menghasilkan aroma dan produk rasa biskuit gurih yang dan

tinggi

yang

harum (Smith, 1972). b. Garam Dapur (NaCl) Garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam basa yang digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa asin. Natrium dan klorida dapat membantu tekanan osmosik disamping juga membantu keseimbangan asam dan basa. Natrium sendiri mempunyai reaksi alkalis, sedangkan klorida mempunyai reaksi asam. Natrium, klor,kalsium, magnesium, belerang dan air merupakan unsur-unsur mineral (Winarno, 2004). Dalam pembuatan biskuit garam berfungsi memberi rasa dan aroma, memperkuat gluten dan memberi warna lebih putih (Aliem,1995). Dalam pembuatan biskuit garam digunakan dalam adonan dan bahan pelapis adonan sehingga menghasilkan produk biskuit yang renyah.

13

c. Lemak dan Pengemulsi Lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit

berfungsi untuk memperbaiki citarasa dan penampilan serta memerangkap udara. Adanya lemak dalam makanan membuat masakan menjadi enak. Shortening adalah suatu istilah komersil yang digunakan untuk memberi maksud yang mana minyak atau lemak. Bahan ini banyak digunakan dalam biskuit, pie, pizza, pudding, krim dan mayonaise. Sumber dari minyak kebanyakan datang dari tumbuhan, sedang lemak diambil dari hewan. Oleh karena itu, perlu dipastikan dari mana bahan shortening ini berasal. (Smith, 1972). Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit, karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, manambah aroma dan menghasilkan tekstur produk yang renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit yaitu dapat berasal dari lemak susu

(butter) atau dari lemak nabati (margarine) atau campuran dari keduanya (Anonim, 2011c). d. Gula (sukrosa) Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau 14

kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam cairan sukrosa (sirup). Sukrosa merupakan gula asli, namun pada pembuatan sirup dimana sukrosa dilarutkan dalam air dan dipanaskan maka sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert atau gula buatan (Winarno, 2004). Gula yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah gula halus agar mudah larut dan hancur dalam adonan. Gula harus benar-benar kering dan tidak menggumpal. Gula yang tidak kering akan mempengaruhi adonan karena adonan akan

menggumpal, sedangkan adonan yang menggumpal tidak bisa bercampur rata dengan bahan lainnya sehingga rasanya tidak merata dan kemungkinan besar hasil pembakaran tidak merata. Pemakaian kadar gula yang tinggi apabila tidak diimbangi dengan kadar lemak yang dengan komposisi tepat akan menghasilkan biskuit keras (Aliem, 1995). e. Baking Powder Baking powder sebagai leavening agent (bahan

pengembang) dipakai secara luas dalam produksi kue kering. Baking powder merupakan bahan pengembang hasil reaksi asam dengan natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan berlangsung baking powder menghasilkan gas Co2 dan residu yang tidak bersifat merugikan pada biscuit. Fungsi baking powder dalam

15

pembuatan biscuit adalah mengembangkan adonan dengan sempurna, menyeragamkan remahan (crumb) dan menjaga kue agar tidak rusak (Aliem, 1995). f. Air Air yang digunakan dalam pembuatan biskuit harus memenuhi syarat-syarat air yang layak untuk pengolahan makanan, yaitu : bersih, tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mengandung bahan kimia dan tidak terdapat mikrobiologis yang mematikan. Dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, maka biskuit yang dihasilkan akan bersih, sehat dan aman untuk dikonsumsi. Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai pelarut bahan secara merata, memperkuat gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan (Aliem,1995). g. Sirup Menurut kadar fruktosanya ,sirup fruktosa diklasifikasi menjadi 2 jenis : sirup fruktosa 42 (HFS 42) dan sirup fruktosa 55 (HFS 55). Sirup fruktosa umumnya di peroleh dari proses enzimatik pati. Jenis uji terdiri dari : Keadaan , kimia dan mikrobiologi Sirup Fruktosa memiliki tingkat kemanisan 2,5 kali lebih tinggi dibanding sirup glukosa dan 1,41,8 kali lebih tinggi dibanding gula sukrosa. Sirup Fruktosa juga memiliki Glikemik lebih rendah (322) daripada glukosa (1384), sedangkan indeks

16

glikemik untuk sukrosa sebesar (872).Rasa sirup (gula) fruktosa itu juga lebih alamiah seperti manisnya buah segar asli, sampai ia diberi nama fruktosa, yang lebih kurang berarti gula

buah-buahan (Anonim 2011c). Fungsi sirup/gula cair dalam biskuit adalah (Anonim 2011c) : sebagai pemanis dan pembentuk flavor. Brown sugar dan sucrose syrup merupakan sumber penting flavor biscuit sebagai pembentuk struktur dan kekerasan (pada short dough). Sucrose dalam jumlah banyak akan memberikan tekstug glassy yang kuat sebagai flavour untuk membantu pewarnaan pada permukaan selama

pemanggangan.

17

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan januari

2012 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan teknologi Pertanian, Fakultas pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah pisau, panci, talenan, sendok, kompor, baskom, gelas ukur, timbagan analitik, timbangan kasar, oven, wadah aluminium, loyang kue, thermometer, dan mixer. Bahan-bahan yang digunakan adalah talas, garam dapur (NaCl), aluminium foil, tepung terigu, tepung tapioca, lecitin, susu bubuk, sirup, lemak, sada kue, tissue rol. C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian pendahuluan Perbandingan talas kukus, tepung tapioca dan tepung terigu : A 1 = 60 : 10 : 30 % A2 = 50 : 20 : 30 % A3 = 40 : 30 : 30 % gula pasir,

18

Tahap ini adalah untuk mengetahui formulasi talas kukus, tepung tapioca dan tepung terigu yang baik untuk pembuatan biscuit yang disukai panelis. Pada pra penelitian telah dilakukan pembuatan biscuit gabin, adapun hasil penelitian pendahuluan ini yaitu formulasi perbandingan antara talas kukus, tepung tapioka dan tepung terigu adalah 50 : 20: 30 % yang terbaik dari semua perlakuan. 2. Prosedur penelitian Pembuatan talas kukus Dalam penelitian ini dilakukan pengukusan talas, talas disortasi dengan membuang talas yang telah rusak kemudian dibuang kulitnya (dikupas) lalu dilakukan pencucian, talas dipotong-potong kemudian direndam 20 menit dengan Nacl, dikukus hingga matang dengan 1000C selama 20 menit lalu dihaluskan. Pembuatan talas biskuit gabin a. Telur sebanyak 10 gr dikocok dengan gula 10 gr kemudian ditambahkan lemak nabati 6 gr, sodium bikarbonat 0,80 gr, garam 1 gr, sirup 3 gr selama 5-10 menit. b. Setelah tercampur rata ditambahkan dengan campuran tepung terigu + tapioca + talas kukus. dan susu skim 10 gr

19

A 1 = 60 % talas + 10 % tapioka +30 % tepung terigu A2 = 50 % talas + 20 % tapioka + 30 % tepung terigu A3 = 40 gr talas +30 % tapioca + 30 %tepung terigu

c. Diaduk merata kemudian dibentuk pipih lalu dilakukan pencetakan. d. Dipanggang kedalam oven 1600C selama 20 menit. D. Metode analisa pengamatan a. Kadar air (Sudarmadji dkk., 1997) 1. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya. 2. Bahan yang dikeringkan dalam oven suhu 100-1050C selama 3-5 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan

ditimbnag. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan. 3. Dihitung kadar airnya dengan rumus:
Kadar air = (berat awal berat akhir) x 100% Berat akhir

20

b. Kadar lemak Kadar lemak ditentukan dengan metode socxhlet.

Prosedur kerja penentuan kadar lemak sebagai berikut : 1. Ditimbang dengan teliti kurang lebih 1 gram sampel.

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan chloroform mendekati skala. 2. Kemudian ditutup rata, dikocok dan dibiarkan semalam. Himpitkan dengan tanda skala 10 ml dengan pelarut lemak yang sama dengan memakai pipet, lalu dikocok hingga homogeny. Kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam tabung reaksi. 3. Dipipet 5 cc ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (a gram). Lalu diovenkan pada suhu 100oC selama 3 jam. 4. Dimasukkan ke dalam desikator lebih kurang 30 menit, kemudian ditimbang (b gram). 5. Dihitung kadar lemak dengan menggunakan persamaan : Kadar lemak = Dimana : P = Pengenceran = 10/2 = 2 E. Uji organnoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh penelis (konsumen). Metode pengujian yang dilakuakan adalah metode hedonik (uji kesukaan) meliputi: warna, aroma, tekstur dan rasa

21

dari

produk

yang

dihasilkan.

Dalam

metode penilaian

hedonik

ini

panelis

penelis

diminta

memberikan

berdasarkan

tingkat kesukaan. Skor yang digunakan adalah 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak suka). F. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam peneitian ini adalaha data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan.

22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kadar Air Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan

kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Juga mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno, 2004). Kadar air biskuit gabin berbagai perlakuan dapat dilihat

di gambar 1. Kisaran kadar air biskuit gabin adalah 6,99 % sampai 8,83%. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan I yakni 60 % Talas kukus ditambahkan 10 % tepung tapioka dan 30 % tepung terigu

sedangkan kadar air terendah terdapat pada perlakuan III yakni 40 % talas kukus ditambahkan 30 % tepung tapioka dan 30 % tepung terigu.

8.5 8 kadar air (%) 7.5 7 6.5 6

8.33

7.51 6.99

A1

A2

A3

perlakuan A1= 60%:10%:30%, A2 = 60%:20%:30%, A3= 40%:30%:30%

Gambar 1: Hasil Analisa Kadar Air Biskuit Gabin Berbagai Perlakuan

23

Hasil analisa sidik ragam (lampiran 01b) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kadar air yang nyata diantara ketiga perlakuan dalam pembuatan biskuit gabin. Proses pemanggaman mengakibatkan kadar air pada biskuit gabin berkurang sehingga menghasilkan kadar air yang tidak berbeda nyata. B. Kadar Lemak Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak seringkali ditambahkan dengan sengaja kebahan makanan dengan berbagai tujuan (Winarno, 2004). Lemak merupakan sumber energi selain karbohidrat yang dibutuhkan oleh manusia. Lemak terbagi dari lemak nabati dan hewani yang tersedia di alam. Kadar lemak biskuit gabin berbagai perlakuan dapat dilihat di gambar 2. Kisaran kadar lemak biskuit gabin adalah 13,11% sampai 13,60% Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan I yakni 60% Talas kukus ditambahkan 10% tepung tapioka dan 30% tepung terigu sedangkan kadar lemak terendah terdapat pada perlakuan III yakni 40 % talas kukus ditambahkan 30% tepung tapioka dan 30 % tepung terigu .

24

13.6 13.6 13.5 kadar lemak (%) 13.4 13.3 13.2 13.1 13 12.9 12.8 A1 A2 A3 13.11 13.49

perlakuan A1= 60%:10%:30%, A2 = 60%:20%:30%, A3= 40%:30%:30%

Gambar 2: Hasil Analisa Kadar Lemak Biskuit Gabin Berbagai Perlakuan Hasil analisa sidik ragam (lampiran 02b) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kadar Lemak yang nyata diantara ketiga perlakuan dalam pembuatan biscuit gabin. Proses pengolahan dilakukan

penambahan lemak/margarin yang sama pada setiap perlakuan sehingga mengakibatkan kadar lemak pada biscuit gabin menghasilkan kadar Lemak yang tidak berbeda nyata. C. Uji Organoleptik Uji organoleptik atau uji indera merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian

organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu

25

dan kerusakan lainnya dari produk. Hasil uji organoleptik terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur pada pembuatan Biskuit Gabin dapat dilihat dalam gambar 3.
warna 5 4 3 2 rasa 1 aroma perlakuan A1 perlakuan A2 perlakuan A3

tekstur

Gambar 3: Hasil Uji Organoleptik biskuit gabin berbagai perlakuan. a. Warna Warna merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu dan secara visual warna tampil lebih dahulu dan kadang kadang sangant menentukan, sehingga warna dijadikan atribut organoleptik yang penting dalam satu bahan pangan (Winarno, 2004). ) Hasil uji organoleptik pada warna dapat dilihat pada gambar 3. Kisaran warna biskuit gabin adalah 3,15% sampai 3,69% perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yakni 50 gr talas kukus ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30% tepung terigu sedangkan perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A3 yakni 40% talas kukus ditambahkan 30% tepung tapioka dan 30% tepung terigu.

26

Penilaian

terhadap

parameter

warna

pada

gambar

menunjukkan bahwa biskuit gabin dari ketiga perlakuan mempunyai nilai yang hampir sama. Hal ini didukung dari hasil analisis sidik ragam (lampiran 03b) bahwa warna biskuit gabin tidak berbeda nyata di antara ketiga perlakuan. Dapat disimpulkan bahwa panelis agak menyukai warna biskuit gabin dari ketiga perlakuan. Hal ini karena biskuit gabin yang dihasilkan tidak jauh beda dengan biskuit gabin yang sering panelis konsumsi yaitu agak kuning kecoklatan.
b. Aroma

Aroma

merupakan

faktor

yang

sangat

penting

untuk

menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk, sebab sebelum dimakan biasanya konsumen terlebih dahulu mencium aroma dari produk tersebut untuk menilai layak tidaknya produk tersebut dimakan. Aroma yang enak dapat menarik perhatian konsumen lebih cenderung menyukai makanan dari aroma

(Winarno, 2004). Hasil uji organoleptik pada Aroma dapat dilihat pada gambar 3. Kisaran Aroma biskuit gabin adalah 3,72% sampai 3,23% perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan A1 dan A2 yakni 60% Talas kukus ditambahkan 10 % tepung tapioka dan 30% tepung terigu dan 50% talas kukus ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30% tepung

27

terigu sedangkan perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A3 yakni 40 % talas kukus ditambahkan 30 gr tepung tapioka dan 30 % tepung terigu. Penilaian terhadap aroma pada gambar 3 menunjukkan bahwa biskuit gabin dari ketiga perlakuan mempunyai nilai yang hampir sama. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 04b) menunjukkan bahwa respon panelis terhadap aroma biskuit gabin yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Panelis agak menyukai aroma biscuit gabin dari ketiga perlakuan
c. Tekstur

Tekstur pada produk biskuit berhubungan dengan komposisi dan jenis bahan baku yang digunakan. Tepung terigu merupakan komponen utama pada sebagian besar adonan biskuit, sereal, dan kue kering. Memberikan tekstur yang elastis karena kandungan glutennya dan menyediakan tekstur padat setelah dipanggang (McWilliams, 2001),. Tekstur merupakan keseluruhan penilaian terhadap bahan makanan yang dirasakan oleh mulut. Tekstur memiliki pengaruh penting terhadap makanan misalnya tingkat kerenyahan, tipe permukaan, kekerasan dan lain-lain yang menentukan apakah makanan tersebut layak disukai (tranggono dan Sutardi, 1990). Oleh karena itu, tekstur memiliki peranan dalam penilaian produk seperti biskuit.

28

Hasil uji organoleptik pada tekstur dapat dilihat pada gambar 3. Kisaran Tekstur biskuit gabin adalah 2,9% sampai 3%

perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yakni 60% Talas kukus ditambahkan 10% tepung tapioka dan 30% tepung terigu sedangkan perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A2 yakni 50% talas kukus ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30% tepung terigu. Penilaian terhadap tekstur biskuit gabin pada gambar 3 menunjukkan bahwa tekstur biskuit gabin mempunyai penilaian yang sama. Hasil analisa sidik ragam (lampiran 06b) menunjukkan bahwa respon panelis terhadap tekstur biskuit gabin tidak berbeda nyata diantara ketiga perlakuan. Panelis agak menyukai biskuit gabin tersebut dari semua perlakuan
d. Rasa

Rasa atau cita rasa sangat sulit dimengerti secara ilmiah karena selera manusia yang sangat beragam. Secara umum rasa dapat dibedakan menjadi asin, manis, pahit dan pedas. Rasa merupakan salah satu dalam menentukan mutu bahan makanan (Winarno 2004). Hasil uji organoleptik pada tekstur dapat dilihat pada gambar 3. Kisaran Rasa biskuit gabin adalah 3,26 % sampai 3,59% perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yakni 50% talas kukus ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30% tepung terigu. sedangkan

29

perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A1 dan A3 yakni 60% Talas kukus ditambahkan 10% tepung tapioka dan 30% tepung terigu dan perlakuan A3 yakni 40% talas kukus ditambahkan 30% tepung tapioka dan 30% tepung terigu Penilaian terhadap rasa biskuit gabin dalam gambar 3 menunjukkan bahwa rasa biskuit gabin dari ketiga perlakuan mempunyai nilai yang hampir sama. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 05b) menunjukkan bahwa respon panelis tidak berbeda nyata terhadap rasa biskuit gabin dari ketiga perlakuan. Panelis agak menyukai rasa biskuit gabin tersebut dari semua perlakuan. .

30

V.KESIMPULAN DAN SARAN

A. kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Proses pengolahan biskuit gabin dari talas kukus dimulai dari pembuatan adonan sampai kalis kemudian dibentuk adonan selanjutnya adonan dipipihkan, kemudian dicetak dan dioven selama 20 menit dengan suhu 1600C. 2. Uji Proksimat
-

Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan talas kukus 60% + 10 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu dan terendah terdapat pada perlakuan penambahan talas kukus 40% + 30 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu.

kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan talas kukus 60% + 10 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu dan terendah terdapat pada perlakuan penambahan talas kukus 40% + 30 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu.

3.

Perlakuan penambahan talas kukus dan tepung tapioka terhadap biskuit gabin manis tidak mempengaruhi warna, rasa, aroma dan tekstur, sementara itu respon panelis terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur biskuit gabin manis agak suka sampai suka.

B. Saran Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan penelitian

mengenai umur simpan biskuit gabin.

31

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2010. Komposisi dan Proses Pembuatan Biskuit.http://lordbroken.wordpress.com/2010/06/08/komposisidanproses-pembuatan-biskuit . Akses tanggal 6 desember 2011, Makassar. Anonim 2011a.Talas.http://www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/Talas.pdf. Akses tanggal 6 desember 2011. Makassar. Anonim.2011b.KandunganTalas:http://spentibafamily.blogspot.com/2011/ 04/kandungan-talas.html. Akses tanggal 6 desember 2011. Makassar. Anonim, 2011c. Lemak Makanan. http://id.wikipedia.org/wiki/lemakmakanan/. Akses Tanggal 19 januari 2012. Makassar. Anonim,2011d.Biskuit.http://yuphyyehahaa.blogspot.com/2011/06/biscuit. html. Akses Tanggal 19 januari 2012. Makassar. Anonim2012.TepungTapioka/.http://www.scribd.com/doc/24470702/Tepu ng-Tapioka. Akses tanggal 6 desember 2011. Makassar. Apriyantono, A., 2006. Bahan http://dunia.pelajar-islam.or.id. Makassar. Pembuat Bakery dan Kue. Akses tanggal 6 desember 2011.

Astawan ,Made. Tepung Terigu. 2004. Dan Nasi http://www.gizi.net Akses Tanggal 10 januari 2012 Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta Matz & Matz TD.1978. cooke AVI.co.Inc,Westport.connecticut. & cracer technology.

Munandar, Aliem Iskak. 1995. Teori Pastry. Yogyakarta : Akademi Kesejahteraan Sosial Tarakanita Yogyakarta. Omobuwoajo , T.O. 2003. Compotisional characteristics and sensory quality of biscuit, Prawn Cracer and Fried Chips Produced From Breedfruit. I.Food Sci & emernging tech. 4 (219-225)

32

Smith. W. H. 1972. Biscuit, Crackers and Cookies Technology Production and Management. London : Aplied Science Publisher : LTD. Whitely PR. 1971. Biskuit Manufacture. Applied Science Publishing, Ltd. London. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia. Pengolahan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

33

34

Diagram alir pembuatan Talas Kukus Talas

Sortasi/pembersihan

pengupasan

pengirisan

Perendaman 20 menit dengan larutan garam

Pengukusan 20 menit dengan suhu 1000C

Dihaluskan

Talas kukus

Gambar 04. Diagram alir pembuatan tepung Talas kukus

35

PEMBUATAN BISKUIT GABIN

Perlakuan : A1 = 60 gr talas kukus + 10 gr tepung tapioka + 30gr tepung terigu A2 = 50 gr talas kukus + 20 gr tepung tapioka + 30 tepung terigu A3 = 40 gr talas kukus + 30 gr tepung tapioka + 30 tepung terigu

Gula pasir 10 gr susu bubuk 10 gr Telur 10 gr

Pengadukan dengan mixer sampai kalis

lemak nabati 6 gr,


S. bikarbonat 0,80 gr, garam 1 gr sirup 3 gr Bentuk adonan/dipipihkan

pencetakan

Oven 20 menit (160 C)

BISKUIT GABIN

PENGAMATAN

Analisa Sensori Warna Tekstur Rasa Aroma Daya kembang roti

Analis Kimia Kadar air Kadar Abu

Gambar 05.

Pembuatan biskuit gabin Bahan Baku talas

36

Lampiran 01a. Tabel Rata-Rata Hasil Analisa kadar air 3 kali ulangan perlakuan ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 total rata 2 1 6.61 7.99 8.3 22.9 7.63 2 7.26 5.11 6.64 19.01 6.34 3 8.64 10.09 7.77 26.50 8.83 total 22.51 23.19 22.71 68.41 22.80 rata 2 7.5 7.73 7.57 22.80 7.60

Lampiran 01b.Tabel Hasil Analisa sidik ragam kadar air 3 kali ulangan F tabel sumber db jk KT F hitung keragaman 5% 1% Perlakuan 2 9.35 4.677 2.7451621 6.94 18 Galat 4 6.82 1.704

Lampiran 02a.Tabel Rata-Rata Hasil Analisa kadar lemak 3 ulangan perlakuan ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 total rata2 1 14.42 13.72 12.66 40.8 13.6 2 14.35 13.83 12.29 40.47 13.49 3 14.02 13.37 11.94 39.33 13.11 total 42.79 40.92 36.89 120.6 40.2 rata2 14.26 13.64 12.29 40.2 13.4

Lampiran 02b. Tabel Hasil Analisa sidik ragam kadar lemak 3 ulangan F tabel Sumber F DB JKT KT keragaman hitung 5% 1% perlakuan 2 6.52 3.26 2.12 6.94 18 galat 4 6.13 1.53

37

Lampiran 03a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik Untuk Warna Biskuit Gabin Total Panelis warna warna PANELIS warna P2 P1 P3 Total jml total 2 total 2 1 5.00 3.67 3.00 11.67 47.44 136.11 2 3.67 4.33 2.00 10.00 36.22 100.00 3 3.00 4.00 2.33 9.33 30.44 87.11 4 3.00 3.00 3.33 9.33 29.11 87.11 5 2.67 3.33 3.33 9.33 29.33 87.11 6 3.33 3.33 2.67 9.33 29.33 87.11 7 2.00 5.00 4.00 11.00 45.00 121.00 8 3.67 3.00 3.33 10.00 33.56 100.00 9 3.67 4.33 4.00 12.00 48.22 144.00 10 2.33 4.00 4.00 10.33 37.44 106.78 11 4.00 2.67 2.00 8.67 27.11 75.11 12 3.67 4.00 4.00 11.67 45.44 136.11 13 3.67 3.33 3.00 10.00 33.56 100.00 Total 43.67 48.00 41.00 132.67 472.22 jml tot2 153.89 182.44 135.89 1367.56 total2 1906.78 2304.00 1681.00 17600.44

Lampiran 03b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji Organoleptik Untuk Warna Biskuit Gabin . F tabel sumber keragaman db jk KT F hitung 1% 5% Contoh 2 1.92 0.96 2.53 5.61 3.4 panelis 12 4.56 0.38 Galat 24 14.45 0.60 Total 38 20.93

38

Lampiran 04a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik Untuk Aroma Biskuit Gabin Total Panelis Aroma Aroma Aroma Panelis P1 P2 P3 total jml Total2 Total2 1 5.00 4.00 2.00 11.00 45.00 121.00 2 3.67 4.00 3.33 11.00 40.56 121.00 3 3.67 3.33 1.67 8.67 27.33 75.11 4 3.33 3.67 3.00 10.00 33.56 100.00 5 3.67 3.33 3.00 10.00 33.56 100.00 6 3.00 3.00 3.00 9.00 27.00 81.00 7 3.33 3.67 4.67 11.67 46.33 136.11 8 3.33 3.67 3.33 10.33 35.67 106.78 9 3.67 4.33 4.33 12.33 51.00 152.11 10 3.33 4.00 4.00 11.33 43.11 128.44 11 4.67 3.67 2.00 10.33 39.22 106.78 12 4.00 3.67 4.00 11.67 45.44 136.11 13 3.67 4.00 3.67 11.33 42.89 128.44 Total 48.33 48.33 42.00 138.67 510.67 jml Total2 183.44 181.22 146.00 1492.89 Total2 2336.11 2336.11 1764.00 19228.44

Lampiran 04b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji Organoleptik Untuk Aroma Biskuit Gabin . F tabel sumber keragaman DB JK KT F hitung 1% 5% Contoh 2 2.06 1.03 0.67 5.61 3.4 Panelis 3 4.59 1.53 Galat 24 10.98 0.46 Total 38 17.63

39

Lampiran 05a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik Untuk Rasa Biskuit Gabin Total Panelis Rasa Panelis P1 Rasa P2 Rasa P3 total jml Total2 Total2 1 4 4 3 11.00 41.00 121.00 2 3.67 4.33 3.00 11.00 41.22 121.00 3 1.67 4.33 3.00 9.00 30.56 81.00 4 3.00 2.33 3.67 9.00 27.89 81.00 5 3.33 3.33 3.00 9.67 31.22 93.44 6 3.33 3.00 2.67 9.00 27.22 81.00 7 2.33 3.67 4.33 10.33 37.67 106.78 8 3.33 3.00 3.67 10.00 33.56 100.00 9 3.33 5.00 4.33 12.67 54.89 160.44 10 3.33 3.67 3.67 10.67 38.00 113.78 11 3.67 2.33 2.00 8.00 22.89 64.00 12 4.00 4.00 4.00 12.00 48.00 144.00 13 3.33 3.67 3.67 10.67 38.00 113.78 total 42.33 46.67 44.00 133.00 472.11 jml total2 142.78 174.89 154.44 1381.22 total2 1792.11 2177.78 1936.00 17689.00

Lampiran 05b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji Organoleptik Untuk Rasa Biskuit Gabin . F tabel sumber keragaman DB JK KT F hitung 1% 5% Contoh 2 0.74 0.37 0.16 5.61 3.4 Panelis 3 6.84 2.28 Galat 24 10.97 0.46 Total 38 18.55

40

Lampiran 06a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik Untuk Tekstur Biskuit Gabin Total Panelis Tekstur Tekstur Tekstur Panelis P1 P2 P3 Total jml Total2 total2 1 4.00 3.33 2.67 10.00 34.22 100.00 2 3.00 4.00 3.00 10.00 34.00 100.00 3 2.33 3.33 2.00 7.67 20.56 58.78 4 2.33 2.00 3.33 7.67 20.56 58.78 5 3.00 3.00 2.67 8.67 25.11 75.11 6 3.00 3.33 3.00 9.33 29.11 87.11 7 3.00 3.00 3.00 9.00 27.00 81.00 8 3.33 3.00 3.00 9.33 29.11 87.11 9 4.33 3.67 3.33 11.33 43.33 128.44 10 2.33 3.00 3.33 8.67 25.56 75.11 11 2.00 2.00 3.00 7.00 17.00 49.00 12 2.00 2.33 2.00 6.33 13.44 40.11 13 3.33 3.00 3.33 9.67 31.22 93.44 Total 38.00 39.00 37.67 114.67 350.22 Jml Tot 2 117.33 121.22 111.67 1034.00 Total2 1444.00 1521.00 1418.78 13148.44

Lampiran 06b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji Organoleptik Untuk Tekstur Biskuit Gabin. F tabel F sumber keragaman DB JK KT hitung 1% 5% Contoh 2 0.07 0.04 0.01 5.61 3.4 Panelis 3 7.53 2.51 Galat 24 5.48 0.23 Total 38 13.08

41

Gambar 06 : Talas (Colocasia Esculenta)

42

Gambar 07 : Biskuit Gabin Manis

43

You might also like