You are on page 1of 22

BAB5 ANALGESIA DAN ANESTESIA OBSTETRIK Pendahuluan Analgesia adalah hilangnya atau perubahan modus dan persepsi nyeri.

Keadaaan mi dapat bersifat lokal dan meliputi sebagian kecil dan area tubuh; regional dan meliputi bagian yang lebih besar; atau terjadi secara sistemik. Analgesia dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu hipnosis (sugestif), medikamentosa sistemik, bahan aktif yang dapat bekerja secara regional atau hahan inhalasi. Anestesia adalah kehilangan persepsi sensorik secara total dan mungkin disertai dengan kehilangan kesadaran. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai bahan dan tehnik. Dalam bidang obstetrik, anestesia regional dilakukan dengan teknik ariestesi lokal (epidural atau spinal) dan anestesia umum yang rnenggunakan iriedikamentosa sistemik dan intubasi endotrakeal. Batasan dan kedua istilah diatas sering menimbulkan kebingungan dalam persiapan atau aplikasinya secara operasional. Untuk menghindarkan kesalahan penafsiran, analgesia lebih sering diartikan sebagai perubahan modus persepsi nyeri. Anestesia lebih banyak melibatkan berbagai sistern organik atau fungsi tubuh sebagai konsekuensi dan hilangnya kewaspadaan mental dan persepsi terhadap berbagai jenis sensasi (rangsang sensorik). Analgesia juga sering dianggap sebagai bagian dan anestesia, yang juga mencakup amnesia, relaksasi, dan hilangnya berbagai refleks terhadap sensasi nyeri. Penggunaan berbagai tehnik dan medikarnentosa analgesia-anestesia, hanis diaplikasikan secara profisien pada kasus-kasus obstetrik sehingga dapat memberi rasa nyaman dan arnan bagi sang ibu dan tidak menimbulkan efek negatifterhadap bayinya. Sensasi Nyeri Dalam bidang obstetrik, sensasi nyeri lebih banyak dihubungkan dengan respons seorang ibu atau calon ibu terhadap stimulus iritatif pada organ reproduksi (abortus, rangsangan peritoneal pada kehamilan ekiopik terganggu, infeksi organ genitalia eksterna dan interna, proses persalinan) dimana ha! tersebut diterima oleh reseptor sensorik sebagai rasa tidak nyaman atau nycri. Tingkatan sensasi nyeri dan akibat yang ditimbulkannya akan memberikan respons dalam kisaran yang sangat lebar dan bersifat individual. Mulai dan hanya rasa kurang nyaman hingga teriakan histerikal yang sangat hebat. Tugas klinisi atau tenaga penolong lainnya bagi ibu-ibu yang sedang menghadapi proses persalinan adalah memberikan bantuan secara tepat dan adekuat sehingga rasa nyeri atau tidak nyaman dapat dikendalikan atau ditoleransi dengan baik selama proses persalinan dan melahirkan bayinya. Upaya tersebut juga sangat bervariasi, mulai dan memberikan dukungan dan perhatian hingga pemberian anestesia spinal. Rambatan sensorik tersebut dapat berasal dan pleksus utenina, hipogastrika (inferior, media, dan superior), rantai torakal bawah dan lumbal, segment T1O-U segment spinal dan S2-S4 (pleksus pudendal dan perineal).

Teknik Analgesia Tanpa Medikamentosa Perubahan modus nyeri tidak sernata-mata dilakukan dengan medikamentosa tetapi juga dapat dilakukan dengan berbagai tehnik yang lebih alarniah. Upaya mi dapat berupa cara atau tehnik tertentu, diantaranya adalah: Psikoprofilaksis Hipnosis Komunikasi alih nycri atau verbokain Psikoprofilaksis Tehnik yang menerapkan prinsip penurunan ketegangan atau kecernasan untuk induksi (menimbulkan) relaksasi sehingga parturien dapat mentoleransi nyeri secara memadai. Untuk melaksanakan teknik mi, para klinisi atau petugas kesehatan, selain harus sangat inenguasai aspek teknis persalinan dan proses melahirkan bayi, juga harus mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi mental klien untuk mentoleransi sensasi nyeri serta dapat meyakinkan klien bahwa persalinan adalah peristiwa alami dan hal mi sudab terjadi sejak adanya peradapan manusia di muka burni mi. Tingkat efektifitas metode mi sangat variatif, mulai dan 10-20% hingga 70-80% karena motivasi dan kesiapan mental klien secara individual sangat menentukan keberhasilan tehnik mi. Hipnosis Hipnosis merupakan tehnik untuk merubah modus persepsi nyeri dengan mempengaruhi mental klien untuk berkonsentrasi pada sugesti verbal dan somatosensonik dan penolong persalinan. Sugesti tersebut dapat berupa memfokuskan status emosional klien pada hal- hal yang menenangkan dan memori masa lalu yang menyenangkan sehingga klien berada pada kondisi mental yang dapat dikendalikan oleh penolong persalinan. Tehnik mi sudah mengalarni masa pasang-surut untuk diaplikasikan dalam persalinan atau prosedur klinik obstetni lainnya. Pada hipnosis, tenaga penolong harus dapat mengkombinasikan sugesti, konsentrasi, relaksasi dan motivasi untuk menghilangkan sensasi nyeri atau mengubah modulasi nyeri menjadi sesuatu yang tidak dirasakan atau terjadi pengurangan kecernasan dan rasa takut ataupun ketegangan emosional. Verbokain Tehnik mi lebih sesuai diistilahkan dengan pengalihan sensasi nyeri ke sensasi memori tentang pengalaman yang lebih mencemaskan, mencekam ataupun mengingatkan halhal yang membahagiakan dibandingkan dengan nyeri yang dirasakan. Diperlukan beberapa data tentang latar belakang kehidupan, keluarga, dan pengalaman hidup klien berkaitan dengan bahan atau materi yang akan dikomunikasikan selama proses persalinan atau juga saat prosedur klinik dijalankan. Misalnya, tentang jumlah anak, pekerjaan, peristiwa atau kejadian penting dalam hidupnya sehingga sensasi nyeri dapat dialihkan pada keinginan untuk bertahan hidup dan kuat secara mental demi kebahagian keluarga atau kerinduan untuk segera bertemu dengan keluarga.

Bahan Analgesia, Amnesia Dan Anestesia Gambaran umum dan hal-hal yang harus diperhatikan: Bila pasien siap secara mental dan fisik maka hal mi akan sangat mengurangi kebutuhan penggunaan obat-obatan pengurang rasa nyeri atau tindakan anestesia Perhatikan secara individual tentang kebutuhan perhatian, dukungan ataupun obatobatan pengendali nyeri karena hal mi tidak dapat digeneralisasi untuk semu klien Ketahui dengan baik jenis obat-obatan yang kan diberikan bagi parturien, terutama cara pemberian, keuntungan, keamanan, efek samping, reaksi yang tak dinginkan Semua analgesia yang diberikan pada ibu hamil akan melewati berier plasenta. Obatobatan yang diberikan secara sistemik akan memberikan efek yang lebih besar dibandingkan dengan pemberian regional atau lokal. Walaupun beberapa obat memberi efek yang menguntungkan bagi ibu tetapi dapat menimbulkan efek merugikan pada bayi. Obat yang baik adalah dapat memberi kenyamanan bagi ibu dan tidak menimbulkan efek depresifpada bayi. Aspek farmakologis A. Cara Pemberian Obat-obatan analgesia dan anestesia dapat diberikan secara per oral ataupun parenteral. Peniberian parenteral dapat di lakukan melalui subkutan, intrainuskuler, dan intravena. Sedativa, penenang, dan analgesia pada umumnya diberikan .secara intramuskuler dan hanya untuk keadaan tertentu saja, obatobatan mi diberikan secara intravena. Keuntungan pemberian secara intravena adalah: Berkurangnya variabilitas konsentrasi obat akibat kurangnya serapan obat pada lapisan lemak atau otot Dapat segera aktifbekerja Dapat dilakukan titrasi dosis dibandingkan pemberian dosis penuh secara intramuskuler Dosis efektifakan lebih rendah karena efek kerja obat yang segera Kerugian dan pemberian secara intravena adalah kemungkinan ekstravasasi bahan obat-obatan dan efek depresifbila terjadi kelebihan dosis. B. Faktor fisik dan kimiawi Obat-obat anestesia mencapai sd-se! tubuh melalui dinding membran sel yang terkomposisi dan unsur lemak. Membran mi tidak dapat dialui oleh obat-obat yang terionisasi tetapi dengan sangat mudah dilalui oleh obat non-ionisasi. Obat anestesia lokal yang mempunyai cincin arornatik yang terlarut dengan baik pada unsur lemak membran sel. Bahan-bahan lipofilik akan dengan mudab memasuki sel-sel tubuh.

Tingkat kebasaan dengan rasio kation dan bahan anestesia sangat menentukan cara kerja obat tersebut karena sifat basa tersebut akan mempermudah difusi dan penetrasi anestesi lokal, sedangkan dalam bentuk kation akan lebih menimbulkan analgesia lokal saat bahan aktif obat terpapar pada sistem syaraf setempat. Faktor fisik lain yang berpengarih adalah berat molekul bahan aktif suatu obat. Obat dengan berat molekul sama atau kurang dan 600 akan sangat mudah untuk melalui sawar un sedangkan bila berat molekulnya diatas 1000 maka bahan obat tersebut tidak dapat melewati sawar un (barier plasenta). Berat molek dan bahan anestesia lokal berkisar diantara 200-300 sehingga sebagian besar obat-obatan mi akan berdifusi melalui sawar un dengan mudah. C. Transfer melalul sawar uri Selain kelarutan dalam lemak, bentuk basa dan kation, dan berat molelcul, ada faktor lain yang menyebabkan bahan obat dengan mudah melalui sawar un. Berbagai faktor tersebut adalah kecepatan dan cara pemberian obat, distnibusi, metaboljsrne dan ekskresi metabolit obat oleh sistem metabolisme yang ada pada ibu maupun bayi. Beberapa penyakit pada ibu hamil seperti hipertensi, diabetes, pre-eklampsia-eklampsia dapat berpengaruh terhadap distribusi obat ke bayi. Pada kehamilan lewat waktu, ketebalan rnembran sawar un akan sangat jauh berkurang. Pada beberapa spesies, pengurangan itu dapat mencapai 10 kali, yaitu dan 25 JIm pada kehamilan muda menjadi 2 Irn pada kehamilan aterm. Adanya pengurangan ketebalan membran sawar un, rnenyebabkan transfer atau difusi bahan aktif obat-obatan tertentu dengan rnudah memasuki sirkulasi bayi. Beberapa kondisi seperti obstruksi ortocaval, hipotensi atau skuestrasi intervilosurn dapat menyebabkan paparan obat-obatan tertentu dengan membran sawar un menjadi lebih lama dan rnenyebabkan difusi dan penetrasi yang lebih banyak pula. Kadar pH darah pada permukaan fetal plasenta lebih rendah 0,1-0,2 daripada perrnukaan maternal sehingga bila terjadi difusi obat-obatan seperti anestesi lokal, morfin, mepenidine, dan propanolol akan terperangkap di bagian permukaan fetal plasenta karena obat-obatan tersebut menjadi bentuk terionisasi akibat perbedaan equilibrium pH diantara 2 permukaan plasenta. Sebagai kesimpulan, kecepatan transfer obat-obatan melalui sawar uri tergantung dari faktor-faktor berikut ini: Kelarutannya dalam lemak Tingkat ionisasi obat Aliran daran plasenta Berat molekul obat Ikatannya dengan protein

D. Distribusi pada bayi Setelah obat-obatan terdeposit pada bagian maternal plasenta dan melewati sawar un, masuk ke vena umbilikalis dan didistribusikan (85%) ke hepar dan vena cava inferior. Sebagian kecil obat-obatan, tidak masuk ke dalam sikius hepatik tetapi Langsung ke vena cava inferior melalui duktus venosus. Konsentrasi obat tersebut akan mengalami sedikit pengenceran bila darah dan vena cava inferior bergabung dengan darah dan eksteremitas inferior dan superior, visera abdominalis, dan juga dan daerah thoraks. Konsentrasi akhir dan obat-obatan ditemukan paa atrium kin (setelah masuk langsung dan atrium kanan melalui forarnen ovale) dan pada urnumnya akan lebih rendah dan yang ditemukan pada vena cava inferior. Karena susunan syaraf pusat merupakan area yang kaya vaskularisasi maka organ ini akan menerima sebagian besar konsentrasi obat yang masuk ke dalam sirkulasi fetus. Obat-obatan yang melalui sikius hepatik akan terikat dengan protein atau di metabolisme oleh jaringan hepar. Serapan obat-obatan oleh jaringan fetus dapat terjadi secara cepat, baik melalui pemberian intravena ataupun epidural. Bahan aktif obat-obat anestesia atau analgesia dapat ditemukan dalam sirkulasi fetus dalam 1-2 menit setelab pemberian parenteral. Janingan yang kaya unsur lemak seperti otak, hepar dan ginjal akan menyerap banyak obat-obatan yang merniliki kelarutan (solubi litas) tinggi dalam lemak. Narkotika dan sedativa dimetabolisme lebih lambat oleh jaringan hepar fetus jika d ibandingkan dengan obat-obatan analgesia non-narkotika atau anestesia. Oleh sebab itu, pengaruh narkotika dan sedativa masih akan terlihat pada neonatus yang terpapar bahan tersebut saat berada di dalam uterus. Ekskresi obat-obatan oleh fetus, juga akan mengalami perlambatan apabila terjadi gangguan fungsi ginjal in1utero atau dalam masa neonatal dini. Jenis Analgesia, Amnesia dan Anestesia yang Spesifik A. Anestesia dan Analgesia Inhalasi Di-nitrogen oksida merupakan bahan anestesi inhalasi yang paling sering digunakan untuk tindakan bedah mayor obstetrik. Halothane dan isoflurane dalam konsentrasi rendah (0,5-0,7%) sering juga digunakan sebagai suplemen di-nitrogen oksida untuk anestesi umum endotrakeal. Dalam dosis sub-anestesia, 50% N20 dalam oksigen membeni efek analgesia yang memadai untuk nycri persalinan tetapi penggunaannya harus dilaksanakan oleh tenaga yang terampil dan berpengalaman. Beberapa jenis hah an anestesia inhalas i seperti methoxyflurane, cyclopropane dan trichloroethylene tidak banyak digunakan lagi saat mi karena mempunyai banyak efek samping yang merugikan ibu maupun bayi yang dikandungnya. B. Sedativa (Hipnotika) Penggunaan sedativa-hipnotika bertujuan untuk mengurangi kecemasan atau reaksi cemas dan menimbulkan rasa mengantuk (tidur). Jika psikoprofilkasis tidak banyak menolong, maka dapat digunakan sedativa-hipnotika untuk menatalaksana fase laten

kala I. Penggunaan sedativa-hipnotika secara tepat dan benar akan membuat klien menjadi tenang dan merasa nyaman. Pada klien atau parturien yang sadar penuh, obat ini tidak memberikan efek analgesia atau amnesia tetapi bila digunakan terlalu dini pada kala I, kadang-kadang dapat mengganggu kemajuan proses persalinan. Penggunaan barbiturat tanpa suplementasi bahan analgesia, tidak akan menimbulkan efek menenangkan dan rasa nyaman. Saat ini, pembenan golongan barbiturat secara tunggal sudah ditinggalkan karena susunan syaraf pusat bayi sangat sensitif terhadap bahan mi dan sering menyebabkan depresi sentral pada neonatus. Pada dosis tinggi, dapat terjadi apnea periodik dan kelumpuhan motorik sementara pada parturien atau ibu-ibu yang barn melahirkan. C. Penenang dan Amnestika Selain membuat klien menjadi tenang, obat-obatan yang tergolong sebagai penenang sering digunakan bersamaan dengan sedativa untuk memperkuat efek hipnotika. Dan beberapa pengalaman para praktisi, disimpulkan bahwa penenang dapat memperkuat efek analgesia tetapi dalam praktiknya, hal tersebut tidak terbkti kebenarannya. Obat penenang yang paling sering digunakan adalah diazeparn (Valium) dan hydroxyzine (Atarax, Vistaril). Di masa lalu, penggunaan scopolamine sebagai penenang di bidang obsteterik sangat populer, tapi bahan mi sekarang tidak digunakan lagi karena terbukti tidak mempunyai efek analgesik, memberikan efek sedasi ringan, dan anmesia berat. Penggunaan diazepam selama persalinan, sedapat mungkin harus dihindarkan karena merniliki masa paruh kimiawi yang panjang, sehingga efek sedasi pada klien rnasih terus berlangsung walaupun persalinan telah selesai. Diazepani sangat mudah melalui sawar un dan ditemukan dalam konsentrasi yang sangat bermakna pada plasma bayi untuk menimbulkan kernicterus (terutama pada bayi prernatur), hipotonia, hipotermia dan rnenghilangkan variabilitas antar denyut (beat-to-beat) jantung bayi baru lahir. Kontroversi penggunaan diazepam juga disebabkan kandungan benzoat natriurn dan asam benzoat sebagai penyangga bahan aktif diazepam dimana bahan penyangga mi merupakan penghambat yang kuat dan proses pengikatan kompeks albumin-bilirubin sehingga terdapat peningkatan bilii-ubjn bebas dalam sirkulasi bayi. Sebaliknya, pada penggunaan midazolam (benzodiazepine dengan efek kerja jangka pendek dan larut lebih baik dalam air) karena tidak menimbulkan efek merugikan seperti yang terjadi pada penggunaan diazepam. Midazolam merupakan anxiolitika yang poten (3-4 kali lebih kuat dan diazepam) dengan sedikit perlambatan mulai efek kerja obat setelah pemberian intravena tetapi setelah mencapai efek terapetik yang diinginkan, obat mi akan diekskresikan dengan cepat. Dosis yang aman adalah 0,075 mg/kg BB untuk anxiolitika dan mengurangi amnesia anterograde.

Bagaimanapun, dalam keadaan mendesak, diazepam seringkali digunakan dan cukup efektif untuk menatalaksana kejang pada neonatus, gejala lucut narkotika (opium) dan tetanus neonatorum sehingga keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan harus dapat dipertimbangkan secara matang dan tepat. D. Analgesia Narkotika Obat-obatan analgesia sistemik (termasuk narkotika) umumnya digunakan pada kala I persalinan karena dapat menghilangkan rasa nyeri dan karenanya dapat membangun semangat klien dalam menghadapi persalinan. Bahan-bahan yang paling sering digunakan adalah codein 60 mg intramuskuler, meperidine (Demerol, Pethidinide) 50100 mg intramuskuler atau 25-50 mg intravena secara titrasi atau drip. Walaupun dahulu sering dikombinasikan dengan scopolamine tetapi karena timbul efek samping yang merugikan seperti mual dan muntah, penekanan refleks batuk, stasis penemaan dan pengurangan frekuensi, intensitas dan durasi kontraksi uterus maka pengunaan kombinasi ini tidak pemah digunakan lagi belakangan ini. Morfin tidak lagi digunakan sebagai analgesia dalam persalinan karena dapat tcrjadi depresi pernafasan herat pada neonatus dibandingkan dengan analgesia narkotika yang lain. Bayi prernatur, berat badan lahir rendah, dengan persalinan traumatik atau partus lama, lebih rentan terhadap pengaruh buruk morfin atau golongan narkotika lainnya dibandingkan dengan bayi normal. Fentanyl merupakan analgesia narkotika sintetik yang paling sering digunakan dalam bidang obstetrik dan dapat diberikan secara sistemik maupun melalui ruang epidural. Bila dikombinasikan dengan sejumlah kecil dan dalam konsentrasi yang rendah dan bupivacaine melalui pemberian secara epidural, kontrol nyeri menjadi sangat efektif dan tingkat keberhasilannya cukup tinggi. E. Thiobarbiturat Anestesia intravena seperti thiopental (Penthotal) dan thiamylal (Surital) digunakan secara luas dalm prosedur bedah umum. Bagaimanapun, dalam waktu kurang dan 4 menit setelab pemberian secara intravena, konsentrasi bahan mi dalam darah ibu dan bayi mencapai tingkatan yang sama. Dengan dosis 1,5-2 mg/kg BB, thiopental dapat menimbulkan kehilangan kesadaran dan reflek protektif saluran pernafasan ibu atau klien sehingga penggunaan anestesia intravena mi secara arnan hanya dimungkinkan apabila disertai dengan tindakan anestesia umum endotrakeal. F. Bahan dengan Potensiasi Efek Analgesia dan Anestesia Phenothiazine merupakan medikamentosa yang mampu memperkuat (potensiasi) efek menenangkan dan analgesia, amnestika, dan anestesi umum. G. Ketamin

Ketamin menimbulkan efek anestesia melalui interupsi disosiatifalur aferens persepsi kortikal (memindahkan persepsi korteks tentang stimulus sensorik dan fungsi luhur pada tingkat korteks serebri). Pada dosis rendah (0,25-0,5 mg/kg BB) yang diberikan secara intravena, dapat menimbulkan efek analgesia tanpa klien mengalami hilangnya kesadaran atau berbagai refleks protektif. Rentang keamanan ketamin relatif sempit sehingga klinisi atau petugas kesehatan terlatih harus terampil untuk mengarnankan dan menjaga kelancaran saluran pernafasan apabila klien kehilangan kesadaran. Pada prosedur seksio sesaria, ketamin lebih sering digunakan untuk induksi anestesia umum dan diberikan dengan dosis 1-2 mg/kg BB secara intravena, kemudian diikuti dengan pemberian pelemas otot (muscle relaxant) dan intubasi trakea. Terhadap sistem kardiovaskuler, ketaniin meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan curah jantung sehingga memberi efek yang menguntungkan bagi klien dengan hipotensi akibat perdarahan atau komplikasi persalinan lairmya yang dapat mengakibatkan turunnya tekanan darah. Efek menguntungkan tersebut hanya bermanfaat apabila pada waktu yang bersamaan dilakukan koreksi hipovolernia atau upaya restorasi kehilangan cairan tubuh atau volume darah dalam sistem sirkulasi. Salah satu efek yang mungkin akan membatasi penggunaan ketamin dalam obsterik adalah efek halusinogenik pada mereka yang mendapat preparat ini. Anestesia Regional Anestesia regional dilakukan dengan menginfiltrasikan zat anestesi lokal disekitar syaraf perifer cabang syaraf spinalis pada segmen tertentu yang menerima impuls sensorik dan area inervasi segmen tersebut. Pada keadaan tertentu dan untuk mengurangi efek samping yang merugikan dan bahan anestesia lokal, blokade regional seningkali dikombinasikan dengan analgesia golongan narkotika. Jenis-jenis dan blokade syaraf regional adalah: Blokade epidural lumbal Blokade epidural kaudal Blokade sub-arachnoid (spinal) Blokade pudendal Penggunaan analgesia regional yang digabungkan dengan anestesia lokal, dapat membeni hasil pengendalian nyeri yang maksimal dan efek samping yang minimal. Gangguan atau risiko komplikasi terhadap ibu dan bayi yang dikandungnya, berhanding lurus dengan jumlah dosis hahan anestesia yang diberikan (dosis akumulatif telah rnelewati ambang batas keamanan). Keamanan pemberian bahan anestesia regional sangat tergantung dari: ketersediaan dan ketepatan pemilihan zat anestesia lokal, penapisan klien,

pengetahuan operator tentang keuntungan dan keterbatasan berbagai jenis anestesia lokal, profisiensi dalam mengantisipasi dan mengatasi kornplikasi yang mungkin terjadi. Penggunaan anestesia konduksi dan umum dalam bidang obstetrik memerlukan pengetahuan dan kelerampilan tersendini (khusus) yang terkait dengan pemantauan secara melekat tentang kondisi ibu dan bayi yang dikandungnya. Seleksi klien Calon pengguna yang sesuai untuk prosedur anestesia regional adalah wanita yang sehat (tanpa penyulit atau kelainan medik yang memerlukan perhatian khusus) dan dewasa (baik secara fisik maupun emosional). Wanita muda yang secara emosional tidak stabil atau disertai dengan kelainan medik (preeklampsia-eklampsia, hipotensi, hipovolemia). Klien dengan reaksi cemas, rasa takut yang berlebihan, psikoneurotik atau psikosis juga tidak sesuai untuk prosedur anestesia regional. Pasien dengan gangguan pernafasan atau penyakitjantung, dapatjuga menjalani prosedur anestesia regional tetapi bila prosedur bedah akan memakan waktu lebih larna dan masa kerja anestesi regional atau berkepanjangan maka prosedur anestesi umum yang sesuai dan dilakukan oleh tenaga ahli yang berpengalaman, akan memberi hasil kerja yang lebih baikjika dibandingkan dengan anestesia regional. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dosis akurnulatif yang melampaui tingkat keamanan penggunaan anestesia lokal, dapat sangat membahayakan keselamatan klien. Selain itu, reaksi cernas dan rasa tidak nyaman selama prosedur anestesia regional/lokal serta pioses tindakan operatif itu sendiri, dapat ineningkatkan sekresi epinefrin dan konsumsi oksigen sehingga dapat menimbulkan gangguan sirkulasi dan kecukupan oksigenasi jaringan atau dikenal dengan dekompensasi kardiorespiratorik. Beberapa jenis penyakit kelainan katup jantung, prosedur anestesia umum lebih dipertimbangkan daripada anestesia regional. Persiapan klien Pengenalan dan pengetahuan yang lengkap dan baik tentang riwayat atau latar belakang kondisi kesehatari klien, kedekatan hubungan klien-operator, kematangan emosional dan kerjasama yang baik dan klien adalah elemen-elemen penting dalam rnenyiapkan seorang klien sebagai kandidat untuk prosedur anestesia regional atau umum. Klien dan suaminya harus memperoleh informasi dan mengerti tentang kegunaan prosedur analgesia selama persalinan ataupun kemungkinan perlunya tindakan seksio sesaria sejak dini dan tentunya disesuaikan dengan kondisi keliarnilan serta ramalan tentang kemajuan proses persalinan nantinya. Beberapa mrnah sakit sudah menerapkan sistem penapisan klien yang mungkin akan mengalami penyulit dan gangguan proses

persalinan normal serta kesesuaian jenis analgesia/anestesia yang akan diberikan apabila memang diperlukan. Bahan Anestesia Lokal Blokade impuls nyeri yang dihantarkan melalui syaraf perifer yang menginervasi suatu area dengan jalan mengharnbat potensial kerja syaraf apabila lapisan aksonnya terpapar oleh zat aktif yang terkandung dalam larutan anestesia lokal. Bahan anestesia lokal akan memodifikasi permiabilitas ion membran syaraf sehingga muatan listik pada permukaan membran tersebut terjaga seperti pada keadaan normal (resting potensial). Semakin kecil ukuran serabut syaraf, akan sernakin besar tingkat sensitivitasnya terhadap anestesia lokal karena pengaruh zat aktif dalam bahan anestesia terhadap serabut syarafsecara individual akan berbanding lurus dengan diameter (potongan melintang) serabut syaraf Sensasi terhadap sentuhan. nyeri, temperatur sekitar, dan kapasitas kontrol vasomotor akan lebih cepat pulih (apalagi bila diberjkan dalam dosis kecil) dibandingkan dengan penerimaan persepsi terhadap tekanan dan fungsi motorik otot lurik pascaprosedur anestcsia regional.

Pengecualian dan mekanisme diatas adalah sensitivitas dan serabut syaraf otonom yang aktifitasnya dihambat oleh anestesia lokal karena cakupan inervasi dan pengaruh syaraf tersebut lebih luas dan syaraf sensorik. F{anya bahan anestesia non-iritatif, tidak terjadi atau meninggalkan efek sisa (fungsi serabut syaraf pulih kembali secara sempuma) dan tingkat toksisitasnya rendah yang dapat memenuhi persyaratan klinis sebagai bahan atau obat anestesia di bidang obstetrik.

Semua obat anestesia mempunyai sejumlah efek samping yang tidak diinginkan berkaitan dengan jumlah dosis yang diberikan apabila diabsorbsi secara sistemik. Obatobatan ini juga dapat menstimulasi susunan syaraf pusat dan rnenyehabkan bradikardia, hipertensi, atau stimulasi respirasi pada level medula oblongata. Pada level subkorteks atau korteks, obat-obatan mi menimbulkan kecemasan, iritabilitas, dan konvulsi. Bila stimulasi pada level tersebut berlangsung lama maka dapat terjadi konvulsi grand-ma! (seperti epilepsi) yang diikuti dengan depresi sentral, hilangnya kontrol vasornotorik, hipotensi, depresi pernafasan, dan koma. Adakalanya terjadi episode depresi kardiovaskuler tak langsung sebagai akibat efek vasodilatasi dan depresi terhadap kerja miokardial. Keadaan mi mirip dengan kerja dan kinidin sehingga hal mi dapat menerangkan mengapa lodocaine dapat digunakan untuk pengobatan beberapa jenis aritmia kordis. Chioroprocaine (Nesacaine) merupakan derivat ester yang dibuat dengan chior substitusi pada posisi 2 cincin aromatik benzene dan procaine. Tak diperlukan degradasi enzimatik hepatik karena dimetabolisme oleh cholinesterase plasma. Bahan mi bekerja secara cepat dan derajat toksisitasnya rendah terhadap bayi. Waktu paruhnya 21 detik di dalam darah orang dewasa dan 43 detik di dalam darah bayi. Potensi kioroprocaine hampir sama dengan lidocaine dan mepivacaine dan 3 kali iebih kuat dan procaine. Waktu mulai kerja berkisar antara 6-12 menit dan bertahan higga 30- 60 menit, tergantung dan jumlah dosis yang diberikan. Saat mi, penggunaan bahan mi jauh berkurang karena ditemukan arachnoiditis dan neuropati pascapenggunaan. Oleh karena itu, tingkat keasaman larutan chloroprocaine 3% (untuk penggunaan epidural) dikurangi dengan jalan mengurangi kandungan metabisulfat menjadi 0.5 mg/m/ . Bupivacaine merupakan derivat amida yang minip dengan lidocaine dan mepivacaine tetapi struktur fisiokimianya sangat berbeda. Kelarutan dalam lemak sangat baik, ikatan dengan plasma protein ibu cukup kuat, dan durasi kerja yang Iebih lama (panjang). Bahan anestesia mi dapat diberikan dalam dosis kecil secara kontinu untuk mengurangi blokade motorik tanpa mengurangi kemampuan blokade sensorik. Cara mi juga dapat mengurangi kejadian hipotensi dan konvulsi yang teijadi dimasa-masa sebelumnya. Penelitian Zador dkk pada tahun 1995 menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada kemajuan persalinan dan kontraksi uterus antara klien yang mendapatkan analgesia epidural (continuous drip) dengan kelompok kontrol. Penelitian mi menggunakan infus epidural kontinu dengan 0.125% bupivacaine dengan kecepatan 14 mi/jam, 0.75% chioro procaine dengan kecepatan 27 mI/jam, dan 0.75% lidocaine dengan kecepatan 14 mI/jam selama kala I persalinan. Baxin, Chesnut, dan McDonald dkk masing-masing meneliti efek pemberian bahan anestesia lokal (0.375%, 0.0625%,

dan 0.0625 bupivacaine) yang dikombinasikan dengan 0.0002% fentanyl meialui infus epidural pada primipara selama fase aktif kala I persalinan menunjukkan bahwa tidak terjadi perpanjangan waktu selama fase tersebut, yang terjadi justru sebaliknya, fase aktif kala I pada kelompok perlakuan secara bermakna lebih singkat danipada kelompok kontrol. Cara membuat larutan kombinasi tersebut adalah dengan mencampurkan 60 rnikrograni (mcg) sufentanil, 75 mg bupivacaine, dan 200 mikrogram epinefrin dalam 30 ml pelarut isotonik yang kemudian dimasukkan ke dalam 90 ml larutan garam fisiologis (NaC1 0.9n) sehingga keseluruhan larutan menjadi 120 ml. Konsentrasi akhir masing-masing bahan dalam larutan tersebut menjadi 0.5 mcg sufentanil, 0.62 5 mg bupivacaine dan 1.6 mcg epinefrin. Seperti telah dijelaskan sebelunmya, bupivacaine diikat baik dengan protein ibu sehingga rasio konsentrasinya pada sirkulasi bayi iebih kecil daripada ibunya (10: 3) dibandingkan dengan lidocaine (10 : 5). Bupivacaine juga tidak menurunkan tonus otot bayi seperti halnya pada pemberian lidocaine dan mepivacaine. Dengan berbagai bukti tersebut diatas maka penggunaan bupivacaine untuk anestesia regional menjadi lebih populer saat ini. Analgesia Lokal Infiltrasi Infiltrasi lokal dan larutan ancstesia dalam konsentrasi rendah (yang diencerkan) pada umumnya akan mempercepat efek kerja bahan mi karena sasaran yan g dituju adalah serabut-serabut syaraf yang halus (berdiameter kecil). Yang harus diingat adalah kemungkinan toksisitas sistemik bila bahan anestesia mencakup area yang sangat luas atau diperlukan infiltrasi secara berulang-kali. OIeh sebab itu, penting sFkali untuk menghitung dan menyiapkan jumlah miligram dalam larutan dan bahan anestesi yang akan digunakan agar tidak melewati dosis maksimal apabila larutan tadi digunakan seluruhnya. Tidak dianjurkan untuk menginfiltrasikan bahan anestesi lokal pada atau disekitar area yang sedang mengalami peradangan karena absorbsi zat-zat aktif dalam larutan tersebut dapat terjadi secara cepat akibat adanya peningkatan vaskularisasi di daerah peradangan. Terlebih lagi, injeksi atau penyuntikan disekitar area inflamasi dapat menimbulkan atau memperberat infeksi. Analgesia Regional A. Blokade Epidural Lumbalis Berbagai kemudahan dan keuntungan dan tehnik analgesia blokade epidural lumbalis menyebabkan metode mi lebih disukai oleh para obstetrikus. Tehnik blokade mi dapat diberikan secara injeksi sekaligus (bolus) atau melalui tetesan infus untuk digunakan selama persalinan, kala pengeluaran atau seksio sesaria. Sering juga ditambahkan analgesia narkotika untuk meningkatkan efektifitas pengendalian nyeri. Blokade epidural lumbalis barn digunakan apabila parturien dipastikan telah inpartu. Dosis yang

diberikan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Dapat digunakan kateter khusus (epidural) pada saat tindakan operalif atau analgesia pascaoperatif. Umumnya akan terjadi sedikit perpanjangan waktu kala II scbagai akibat dan blokade parsial syaraf motorik sehingga kadang-kadang diperlukan tindakan ekstraksi vakum atau cunam rendah. Kemajuan pada kala 1 tidak mengalami hambatan dan jarang sekali terjadi pengaruh atau efek yang merugikan pada bayi. Tehnik blokade epidural harus tepat dan benar karena dapat terjadi absorbsi cepat bila salah rnelakukaimya. Reaksi absorbsi cepat dan dalam dosis yang cukup besar dapat menimbulkan hipotensi, bradikardia, halusinasi dan konvulsi, nyeri pada belakang pinggang, dan prestesia. Blokade epidural dapat rnenghilangkan nyeri daerah inervasi T10 dan LI pada kala I dan T10 dan S5 pada kala II persalinan.
Prosedur : Injeksikan 3 ml larutan 1.5% lidocaine (atau bahan yang serupa) kedalam kateter sebgai dosis ujicoba. Bila anestesla spinal tidak terjadi setelah 5-10 menit, berikan tambahan dosis sebanyak 5 ml lagi. Pemberian 10 ml larutan anestesia sebagai jumlah standar dapaf menghilangkan nyeri pda area inervasi segmen tertentu secara perlahan tapi pasti. Setelah terjadi blokade penghantaran impuls nyeri, dosis ulangan dapat diberikan Setiap 60-90 menit atau berikan larutan anestesia melalui infus dengan kecepatan 8-12 ml/jam dapat mempertahankan hilangnya sensasi nyeri selama persalinan. Bupivacaine paling sering digunakan untuk blokade epidural.

B. Blokade Kaudalis Blokade kaudalis merupakan blokade epidural juga tetapi lokasi pemberian bahan anestesi dimasukkan melalui ruang segmen kaudalis. Walaupun tehnik mi cukup baik untuk blokade sakralis selama kala II persalinan tetapi kerugiannya sangat membatasi penggunaannya belakangan mi. Penurunan dan kepala bayi ke arah perineum selama kehamilan atenn, dapat menyebabkan hiatus sakralis sulit dikenali. Keadaari mi akan menyulitkan para anestesiologist untuk melakukan tehnik blokade sakralis secara baik dan tepat. Banyaknya laporan tentang kejadian luka tusuk pada rektum dan tengkorak bayi (yang disebabkan oleh jarum epidural) menyebahkan para anestesiologist kurang menyukai tehnik mi. Blokade epidural lumbalis dianggap lebih arnan daripada tehnik blokade epidural sakralis.

Gambar 2-1: Anestesia Epidural Kaudalis

C. Anestesia Spinalis Anestesia spinalis sering digunakan untuk menghilangkan nycri pada kala II dan III persalinan. Bahan anestesia dengan efek kerja singkat, Iebih terpilih untuk prosedur anestesia spinalis. Bahan anestesia dengan efek kerja sungkat adalah 5% lidocaine dengan dosis 50 mg, sedangkan yang mempunyai efek kerja lebih panjang adalah tetracaine 1% dengan dosis 4mg.

Beberapa keuntungan anestesia spinalis adalah: Bagi ibu Tidak menyebabkan fetal hipoksia (kecuali bila terjadi hipotensi pada ibu) Perdarahan lebih sedikit Klien atau parturien tetap sadar Relaksasi dasar panggul dan segmen bawah jalan lahir Secara teknis Tidak pelu tambahan anestesia inhalasi atau obat analgesia lainnya Prosedurnya cukup mudah untuk dikerjakan Efek analgesia akan tinibul dalam waktu yang relatif singkat tingkat keberhasilannya lebih baik dan blokade kaudalis dosis yang diberikan relatifkecil jarang terjadi komplikasi berat dan bila terjadi, mudah ditanggulangi Beberapa keterbatasan anestesia spinalis adalah: Sefalgia pascaprosedur (1-2%) Perlu tindakan untuk niempercepat kala II (penurunan kemampuan kcrja syaraf motorrk) Dapat terjadi reaksi yang merugikan (misalnya, hipotensi) Gagal respiratorik (larutan anestesia naik melalui batang syaraf spinal ke level torakal akibat penyuntikan yang kuat dan cepat atau gradien gravitasi akibat pasien mungubah posisinya)
Proseduranestes,a spina/is Injeksikan (pada peroode antar 2 kontraksi) 50 mg larutan lidocaine 5% atau 4 mg larutan tetrcaine 1% dalam/arufan glukosa 10% secara pertahan-lahan ke dalam ruang inter vertebralis 3 atau 4 Posisi pasien pada saat pemberian larutan tersebut adalah berbaring pada satu sisi atau duduk tegak lurus: Naikkan ganjaI dengan bntal ketinggian kepala kilen segera setelah penyuntikan. Atur posisi ranjang atau meja persalinan untuk menjaga larutan anestesia tetap setinggi atau sekitar umbilikus klien. Efek maksimal dari blokade sptnalis akan terjadi dalam waktu 3-5 menit dan dapat bertahan hingga 1 jam atau lebih Periksa dan catat tekanan darah dan frekuensi pernafasan setiap 3 menit dalam 10 menit pertama dan setiap 5 menit untuk periode selanjutnya Berikan oksigen untuk mengatasi depresi pernafasan atau hipotensi ringan Bila tekanan darah turun hingga dibawah 20% dari tekanan normal sebelumnya atau tekanan sistolik turun hingga dibawah 100 mmHg dan tidak memberikan respons terhadp perubahan posisi atau pemberian cairan infus maka berikan obat-obatan vasopresor, seperti misalnya efedrine sebanyak 5-10 mg secara intravena.

D. Blokade Paraservikal Blokade paraservikal tidak banyak lagi digunakan untuk kasus-kasus obstetrik karena dianggap kurang aman dan nienimbulkan berbagai efek samping yang merugikan

seperti misalnya: bradikardia (8-18%), asidosis, depresi pernafasan, dan trauma pada bayi. Pada ibu dapat terjadi perdarahan atau konvulsi akibat intravasasi zat anestesia. E. Blokade Pudendal Blokade pudendal lebih populer sebagai pengendali nyeri pada area yang terbatas. Blokade yang tepat dan benar, tidak akan menyebabkan depresi pada bayi dan daerah cakupan blokade pudendal adalah regio perineum dan sekitarnya. Penyuntikan 10 ml lidocaine 10% pada dasar spina iskiadika akan memberikan efek analgesia selama 30-45 menit. Pemberian larutan anestesia dapat dilakukan secara transkutaneal atau melalui vagina. Tehnik transvaginal lebih mudah dilakukan daripada transkutaneal. Untuk tehnik transvaginal diperlukan terompet Iowa yang ujungnya ditempatkan pada ligamentum sakrospinosum (dengan tuntunan ujung jan-jan tangan) yang berjalan sejajar dan di posterior dan syaraf dan arteri pudenda. Sulit sekali untuk mengetahui atau merasakan apakah ujung jarum telah menembus ligamentum sakrospinosum dan larutan anestesia dapat diinfiltrasikan secara aman. OIeh karena itu, sebaiknyatehnik mi dilakukan oleh orang yang telah berpengalaman dan lakukan dulu aspirasi sebelum menginfiltrasikan larutan anestesia untuk mencegah intravasasi. Karena sulit untuk menentukan ketepatan titik infiltrasi maka efek analgesia juga bervariasi, yaitu mulai dan 4-5 menit hingga 10-12 menit pascainfiltrasi larutan anestesia. Prosedur Palpasi spina iskiadika melalui dinding vagina. Secara perlahan, tempatkan selubung pemandu jarum pada spina iskiadika. Setelah penempatan tersebut berjalan baik, masukkan jarum ke dalam selubung (terompet Iowa) dan tusukkan pada ligamentum sakrospinosum sedalam 0.5 cm. Lakukan aspirasi, bila tidak mengenai pembuluh darah, infiltrasikan larutan anestesia lokal pada dasar spina sebanyak 5 ml sambil jarum ditarik perlahan-lahan. Lakukan hal yang sama pada spina iskiadika yang sebelahnya Keluarkan jarum dan isi kembali dengan larutan anestesia, kemudian arahkan pemandu jarum (terompet,) ke tuberositas iskiadika. Masukkan jarum suntik ke dalam terompet dan tusukkan ujung jarum ke bawah lapisan mukosa di daerah tersebut dan inflltrasikan 3 ml larutan anestesia untuk menghambat impuls nyeri dan syaraf hemorroidalis inferior dan femoralis cutaneous lateralis. Lakukan hal yang sama pada tube rositas iskiadika lainnya. Bila diperlukan, dapat ditambahkan infiltrasi subkutan pada puncak labium mayus kiri dan kanan, 2 cm kiri dan kanan dari klitoris dengan kedalaman sekitar 1 cm dari kulit, berikan dalam jumlah 5 ml lidocaine 1% untuk blokade impuls nyeri melalui syarafilio-inguinal dan genitocruralis.

Gambar 2-4: Blokade Syaraf Pudendus Efek Samping Anestesia Spinal atau Epidural Walaupun sangat jarang terjadi tetapi bukan tidak mungkin tcrjadi komplikasi fatal pada anestesia spinal atau epidural. Catatan penggunaan bupivacaine 0.75% untuk anestesia spinal dan epidural untuk seksio sesaria dan tahun 1978 hingga 1983 rnernperlihatkan adanya beberapa kasus kematian ibu. Kejadian ini berkaitan dengan absorbsi secara cepat (venous uptake) larutan anestesia yang kemudian menimbulkan depresi miokardial dan tidak memberi respons yang adekuat terhadap upaya resusitasi yang sesuai dan memadai. Sebagian besar efek samping atau komplikasi yang tidak diinginkan dan bahan anestesia, terjadi akibat blokade sekunder syaraf simpatis yang berjalan sejajar dengan ramus depan (anterior) segmen torakalis dan lumbalis superior (segmen torakolumbal). OIeh sebab itu, mekanisme kompensasi fisiologis protektif yang dinamis menjadi terganggu. Tekanan vaskuler di daerah lumbal akan tui-un sebagai akibat dan hilangnya resistensi arterial dan pengumpulan darah vena yang merefleksikan gagalnya mekanisme kompensasi yang dikaitkan dengan mencoba mengubab posisi klien (misalnya, posisi Trendelenburg). Bila segmen T1-T5 mengalami blokade maka inervasi simpatis kardialis akan menurunkan frekuensi jantung dan kontraktiljtas miokardial. Sekresi epinefrin dan medula adrenalis akan tertekan dan bersamaan dengan itu, efek parasimpatis tanpa perimbangan simpatis akan melarnbatkan denyut jantung

dan mengaktifkan reflek vagal. Bila keadaan mi juga diikuti dengan hipotensi dan hipovolemia, dapat dipastikan akan terjadi syok kardiogenik. Upaya untuk mengurangi efek samping atau komplikasi yang merugikan adalah dengan melakukan secara benar tehnik blokade spinal-epidural, membatasi jumlah atau volume larutan dan konsentrasi zat anestesia yang akan dipergunakan. Pencegahan dan Penanganan Kelebihan Dosis Anestesi Lokal Untuk mencegah terjadinya kelebihan dosis, sebaiknya gunakan konsentrasi yang paling rendah (jumlah terkecil dalam larutan terbanyak) tetapi masih mempiinyai efek anestesia atau analgesia yang cukup memadai (adekuat). Karena adanya distensi berlebihan dan pembuluh darah dan peningkatan absorbsi pada orang hamil maka risiko intravasasi dan terjadinya reaksi toksik bahan anestesia menjadi lebih tinggi. Reaksi toksik atau kelebihan dosis bahan anestesia ditandai dengan gejala iritasi pada susunan syaraf pusat berupa konvulsi yang terjadi secara menyeluruh, dengan intensitas tinggi dan kadang-kadang tanpa didahului dengan gejala-gejala awal. Oleh sebab itu, selain berhati-hati dalam tehnik dan prosedur pemberian bahan anestesia, seorang petugas kcschatan harus dapat dengan segera mengenali gejala-gejala awal kelebihan dosis bahan anestesia berupa denging pada telinga, diplopia, kehas perioral, meracau atau berbicara dengan artikulasi yang tidak jelas. Bila terjadi hal-hal demikian, pastikan bahwa jalan nafas tetap lancar (bebas), berikan oksigen mumi (bila perlu, lakukan bantuan pernafasan), dan bila timbul kejang-kejang urnum, segera berikan thiopental 50 mg atau midazolam 1-2 mg secara parenteral. Analgesia Intrapartum Sebelum melaksanakan pemberian analgesia intraparturn, pastikan dulu bahwa petugas pelaksana telah mengenali latar belakang, kondisi kesehatan dan kematangan emosional dan seorang parturien. Saat mi, pada kala I dan II persalinan, hanya diberikan analgesia tanpa amnesia untuk pengendali nyeri. Para parturien lebih menyukai tetap sadar selama persalinan dan secara emosional, ingin membantu dokter atau penolong persalinan agar proses persalinan berjalan lancar dan alamiah. Salah pilih bahan anestesia, tidak saja dapat menimbukan rasa tidak nyaman tetapi lebih dan itu, dapat membuat parturien mengalarni komplikasi yang tidak diinginkan.

Tabel 5-2: Dosis toksik bahan anestesia yang digunakan dalam persalinan
Bahan Anestesia Lidocaine Dosis Toksik 5 mg/kg BB (polos)

Bupivacaine Chioroprocaine Tetracaine

7 mgg BB (dengan jg/kg BB* 10mg/kg BB 1mg/kg BB

Rentang dos/s paling bawah dimana dapat terjadi hentijantung Penatalaksanaan Kala I Kala I persalinan pada primipara biasanya dibagi dalam 3 fase. Nyeri yang terjadi pada fase I atau tahap dini persalinan cukup ditanggulangi dengan komunikasi alih nyeri atau verbokain apabila edukasi antepartum tentang proses persalinan telah difahami dengan baik. Blokade epidural dapat dilakukan apabila proses inpartu telah dipastikan atau telah memasuki fase aktif kala I persalinan. Sensasi nyeri pada fase 2 dapat diatasi dengan blokade segmental epidural yang disertai dengan dukungan moril, hipnotika-sedativa atau penenang. Pada fase 3, dapat dilakukan blokade segmental kaudalis, dikombinasikan dengan analgesik dan penenang. Sebagai pengganti prosedur mi, dapat dilakukan blokade epidural kaudalis. Penatalaksanaan Kala II A. Blokade Epidural Bila pengendalian nyeri pada kala I menggunakan blokade epidural maka metode mi akan dilanjutkan untuk hal sama pada kala II persalinan. Dengan blokade epidural inisial secara segmental maka hanya sekitar 3-5% parturien akan juga mengalami blokade sakralis. Untuk analgesia hingga dermatoma perinealis, harus diberikan dosis tambahan sekitar 10-12 ml bahan anestesia agar area blokade mencapai dermatorna yang lebih lebar. Berikan cukup waktu untuk kerja maksimal bahan anestesia karena dosis tambahan tersebut baru akan efektif setelah 10-12 menit pascainfiltrasi (mencapai dermatoma sakralis). Bila blokade rnenggunakan kateter kaudal, maka gunakan 10 ml lidocaine 2% untuk diinfiltrasikan pada ruang epidural kaudalis. Bahan anestesia mi mencapai efek analgesia di regio perineum atau dermatoma sakialis setelah 5-8 menit, dihitung dan saat pemberian. Konsentrasi 2% lidocaine lebih terpilih karena akan memberikan cfek blokade total impuls sensorik dan parsial impuls motorik dan ramus pudendus. Tehnik blokade epidural kaudalis lebih mudah, cukup efektif dan jarang mengalami kegagalan. B. Blokade Subarachnoid Karena cukup efektifuntuk mengendalikan sensasi nyeri dan relaksasi otot perineum, maka blokade subarachnoid sering digunakan untuk kala II persalinan. Prosedur mi sering dilakukan pada posisi duduk atau sctengah miring pada satu sisi tubuhllateral. Posisi yang disebutkan teraithir, akan lebih memberi rasa nyaman untuk klien. Selaiii aspek tehnik, yang paling penting untuk diperhatikan adalah jumlah dosis yang akan diberikan. Sejumlah 4 mg tetracaine 1% atau 6-8 mg bupivacaine 0.75% atau 50 mg

lidocainc 5% dianggap cukup memadai untuk blokade dermatoma T10-S5. Waktu kerja efektif bahan anestesi tersebut berlangsung sekitar 50-70 menit sehingga hanya dapat digunakan apabila kala II persalinan dapat diselesaikan dalam waktu tersebul. Salah satu keuntungan blokade subarachnoid adalah waktu mulai kerja efektifbahan mi tergolong cepat dan cakupan kendali nyeri dan relaksasi motorik yang baik. Untuk keamanan penggunaan prosedur mi, pantau secara ketat pola perubahan level blokade sensorik dan tekanan darah. Khusus untuk tekanan darah, pantau dan catat kondisi tekanan darah (untuk menghindarkan hipotensi mendadak) parturien setiap 2-3 menit dalam 10 menit pertama dan setiap 5 menit dalam 30 menit berikutnya. C. Blokade Pudendal Walaupun blokade pudendal dianggap memadal untuk kala II persalinan tetapi tehnik pemberian yang sulit, menyebabkan prosedur mi tidak digunakan secara populer. Hal lain yang meyebahkan metode mi kurang disukai adalah tidak adelcuatnya cakupan area analgesia pada regio perineum. Untuk memperluas cakupan analgesia pada area tersebut, umun-mya diberikan infiltrasi bahan anestcsia lokal pada pertengahan simfisis pubis dan pertengahan antara simfisis dan spina iskiadika kanan dan kiri. D. Masalah khusus (Ekstraksi Cunam) Anestesia regional seperti blokade lumbal, epidural kaudalis atau sub-arahnoid lebih dipilih karena memberikan cakupan analgesia yang cukup luas dan relaksasi otot-otot panggul. Analgesia Pada Kasus Obstetrik Patologik Gawat-Janin Akut Gawat janin akut sering terjadi selama intrapartum dan seringkali tidak didahului dengan tanda-tanda awal seperti misalnya adanya mekoneum yang kental, bradikardia atau adanya gambaran deselerasi lambat pada grafik pemantauan elektronik denyut jantung bayi. Bila dilakukan pemantauan kardiotokografi bayi secara menetap, variabilitas perubahan dan grafik denyrutjantung bayi dapat diikuti dengan seksama dan dikenali secara lebih dini. Karena perfusi uterus berkaitan erat dengan kondisi tekanan darah, dapat diasumsikan bila terjadi defisit hingga 20% atau lebih maka bayi akan mengalami hipoksia berat atau gawat janin akut. Oleh karena itu, semua kemungkinan terjadinya hipotensi harus dapat dihindarkan, termasuk komplikasi ikutan dan anestesia spinal. Walaupun telah diberikan cairan sebelum prosedur blokade spinal dan juga menjaga posisi parturien agar tekanan darah tetap stabil tetapi timbulnya hipotensi tetap tidak dapat dicegah atau diramalkan sebeluinnya.

Pada gawat janin akut, blokade spinalis tidak menjadi pilihan utama karena kemungkinan terjadinya hipotensi relatif tinggi sehingga dapat menyebabkan kematian bayi sebelum dilahirkan. Penggunaan anestesi umurn lebih terpilih asalkan pemberian narkotika aau barbiturat dilakukan secara hati-hati dan tidak berlebihan. Lagi pula, apabila seksio sesar harus dilakukan segera, analgesia dengan blokade epidural akan mengurangi waktu yang sangat berharga untuk menyelamatkan bayi. Gawat Janin Kronik Gangguan terhadap keselamatan bayi yang lebih rumit akan terjadi apabila gawat janin kronik tertutupi oleh gawat janin akut. Sebagai contoh; pre-eklampsia atau eklampsia, kehamilan lewat waktu, hipertensi dalam kehamilan atau diabetes melitus merupakan faktor predisposisi terjadinya gawat janin kronik tetapi pada bila terjadi gawat-janin pada pcriode intrapartum maka faktor tersebut lebih banyak diabaikan dan kondisi mi akan dianggap sebagai gawat-janin akut. Penurunan tekanan darah dalam derajat yang ringan sekalipun, akan menyebabkan derajat gawat-janin kronik menjadi lebih berat. Prosedur kendali nyeri yang dipilih untuk kondisi kronik seperti mi adalah analgesia sistemik yang minimal atau blokade segmental epidural. Masalah Maternal Pre-eklampsia dan Eklampsia Kondisi ini merupakan penyulit yang sulit ditangani dan menjadi penyebab dan 20% kematian ibu per tahun.Penyakit mi menyebabkan spasme umum arterial. Makin tua usia gestasi, akan sernakin banyak terjadi perpindahan cairan dan pembuluh darah ke kompartemen ekstra vaskuler sehingga terjadi hipovolemia relatif. Natrium dan kiorida banyak tertahan di ruang ekstra seluler sehingga kedua elektroljt ml dalam konsentrasi sub-normal di dalam cairan intra vaskuler. Sekitar 50% dan penderita eklampsia mengalami perdarahan miokardial atau nekrosis fokal. Gangguan utama sistem syaraf pusat diakibatkan oleh vasospasme serebralis. Oleh sebab itu, penting sekali untuk mengetahui kondisi sistem susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler sebelum masuk periode intrapartum atau melakukan prosedur anestesia. Pemberian Magnesium Sulfat dapat mengurangi kebutuhan analgesia dan restorasi cairan sebelum anestesia spinal dapat mencegah terjadinya hipotensi yang berat. Hipotensi yang disebabkan oleh komplikasi blokade regional dapat memperburuk kondisi pasien dan bayi yang dikandungnya. Pasien dengan gangguan hemodinamik (menurunnya volume darah per denyutan jantung, defisit cairan intravaskuler, dan naiknya tahanan vaskuler secara sistemik) harus dipantau dan ditatalaksana secara ketat sehingga pemberian cairan Ringer Laktat 1-2 liter sebelum prosedur anestesia epidural tidak rnernbebani kerja pam dan jantung serta efek hipotensi yang disebabkan prosedur

mi dapat dicegah dengan baik. Prosedur bloikade spinal dan epidural tidak dianjurkan bila pre-eklampsia dan eklampsia disertai dengan komplikasi koagulopati. Anestesia Pada Seksio Sesaria Anestesia Regional a. Blokade epidural lumbalis b. Blokade subarachnoid Anestesi umum dan lokal a. Persiapan pasien b. Prosedur

You might also like