You are on page 1of 4

Kerusakan Hutan Kalimantan Rugikan Negara 241 Triliun

Akibat Lalainya Pengawasan Pemda


Minggu, 24 Juli 2011 , 02:18:00 WIB

RMOL.Kebijakan otonomi daerah sudah berlangsung selama sepuluh tahun. Pemerintah daerah mendapat kewenangan yang lebih luas mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Hanya saja tidak semua Pemerintah Daerah mampu mengelola sumber daya alam dengan baik. Misalnya, dalam pengelolaan hutan. Berdasarkan kajian Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kerusakan di empat provinsi di Kalimantan diperkirakan mencapai Rp 241 triliun. Itu merupakan data hasil perhitungan yang kami terima dari pada Gubernur, dan data yang kami minta secara langsung kepada Bupati-bupati. Data ini merupakan data kerusakan lingkungan komulatif selama otonomi daerah. Sebab, ternyata daerah yang seharusnya mengelola, malah nggak melakukannya, kata Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) Kemenhut, Darori kepada Rakyat Merdeka di Kantornya, Jakarta, pekan lalu. Darori mengungkapkan, saat ini memang telah terjadi pergeseran modus perusakan hutan. Bila sebelumnya yang marak kasus penebangan liar, maka saat ini kasus yang marak adalah kasus pembukaan hutan dan penambangan liar (illegal mining). Sedikitnya ada sekitar 2.000 kasus pembukaan hutan dan penambangan liar (illegal mining) yang terjadi di Indonesia. Yang paling banyak terjadi itu di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan, ujarnya. Darori menjelaskan, berdasarkan data yang Kemenhut miliki, perusakan hutan yang terjadi di wilayah Kalimantan Tengah mencapai lebih dari 7,5 juta hektar. Rinciannya, kasus pengerusakan perkebunan sekitar 282 kasus dengan luas lebih dari 3,3 juta hektar, dan kasus kerusakan akibat pertambangan liar mencapai 629 kasus dengan luas lebih dari 3,5 juta hektar. Kemenhut memperkirakan kerugian akibat masalah ini adalah sekitar Rp 158,5 triliun, tuturnya. Pada provinsi Kalimantan Timur, Kemenhut mencatat kerusakan wilayah hutan hingga 1,4 juta hektar. Untuk areal perkebunan mencapai lebih 86 kasus dari 720 ribu hektar. Kemudian wilayah yang rusak akibat dijadikan daerah pertambangan ada 223 kasus dengan wilayah kerusakan mencapai 774 ribu hektar. Total perkiraan kerugian negara mencapai Rp 31,5 triliun. Di Kalimantan Barat, kerusakan yang terjadi mencapai 2,2 juta hektar, dengan luas wilayah yang rusak akibat digunakan untuk daerah perkebunan mencapai lebih dari 2,1 juta hektar akibat 169 kasus perusakan. Untuk pertambangan Kemenhut mencatat ada 384 kasus, dengan daerah yang rusak mencapai 3,6 juta hektar, dengan total kerugian negara mencapai Rp 47,5 triliun. Kerusakan pada provinsi Kalimantan Selatan lebih dari 215 ribu hektar, 20 kasus pembukaan untuk perkebunan dengan wilayah yang rusak lebih dari 76 ribu hektar. 101 kasus pertambangan merusakkan 138 ribu hektar. Total kerugiannya mencapai sekitar Rp 3,5 triliun.

Darori menyakini, kerusakan empat provinsi di Kalimantan itu lebih besar daripada di daerah lain. Kunci paling besar Kalimantan. Sumatera sudah lama bangun perkebunan, jadi sudah sedikit wilayah yang ada. Sementara untuk Indonesia bagian timur banyaknya digunakan untuk pertambangan, tuturnya. Saat ini pun Kemenhut sudah membentuk tim, dan melakukan koordinasi dengan kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Satgas Anti Mafia Hukum, dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Tim tersebut bersama dengan Kemenhut turun ke lapangan untuk mengatasi masalah pengerusakan hutan secara langsung. Tujuannya untuk mempercepat penanggulangan masalah pengerusakan hutan. Rencananya tanggal 26 Juli mendatang tim akan ke Sulawesi Tenggara untuk melakukan peninjauan. Jadi nanti kalau masalah lingkungannya kita serahkan ke KLH, kalau masalah korupsinya kita serahkan kepada KPK. Sejauh ini sudah ada 6 bupati yang kita serahkan kepada KPK, tuturnya. Aktor Intelektual Tidak Pernah Tertangkap M Ali Yacob, Anggota Komisi IV Pemerintah perlu segera melakukan evaluasi terkait besarnya dampak kerusakan wilayah hutan di setiap provinsi. Salah satunya dengan mengaktifkan peran tim yang dibentuk Kemenhut bersama beberapa instansi terkait untuk melakukan peninjauan terhadap kebijakan dari pemerintah provinsi. Mungkin diperlukan adanya kesepakatan bersama antara tim dengan pemerintah setempat, guna menanggulangi masalah kerusakan hutan ini. Setahu saya, di Aceh cara ini cukup berhasil. Pemerintah Aceh sudah membuat peraturan untuk mengatasinya, dan telah dijalankan dengan baik, kata anggota Komisi IV DPR, M Ali Yacob, kemarin. Anggota Fraksi Demokrat ini menilai, selama ini penanganan masalah kerusakan hutan memang masih banyak kekurangan. Menurutnya,penyebab utama terjadinya kerusakan wilayah hutan antara lain masalah lemahnya pengawasan. Diakuinya, sejauh ini pemerintah belum bisa melakukan pengawasan secara menyeluruh terhadap areal hutan. Pemerintah hanya bisa mengawasi bagian pinggir hutan saja. Itu pun tidak tercover semua. Karena luasnya wilayah hutan. Waktu kami ke Aceh, dan melakukan pemantauan melalui helikopter yang ada, kami melihat daerah pinggiran hutan itu cukup bagus. Tapi saat kami melihat kebagian dalamnya, ternyata sudah banyak yang rusak, ujarnya. Selain itu, masalah tidak pernah tertangkapnya para aktor intelektual dari kejahatan tersebut. Sayangnya sampai saat ini yang ditangkap baru para pelaku dilapangannya saja. Orang-orang

yang bertanggungjawab lannya, yang bersembunyi di luar negeri, seperti di Singapura tidak pernah tertangkap. Akibatnya, tidak ada efek jera, sesalnya. Anggota DPR dari daerah pemilihan Aceh Darussalam I ini menilai, kunci untuk menyelesaikan masalah perusakan hutan bisa dengan cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkerja disekitar wilayah tersebut. Alasannya, dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, maka tidak ada lagi warga yang akan memanfaatkan daerah tersebut untuk kepentingan siapapun. Tak hanya itu, dengan meningkatkan kesejahteraan warga di daerah sekitar, maka warga akan membantu melakukan pengawasan terhadap wilayah sekitar hutan. Dalam kunjungan kerja kami melihat ada kasus di mana warga sekitar sendiri yang menangkap para pelaku perusakan. Kalau ini bisa dilakukan penjagaan terhadap wilayah hutan menjadi lebih maksimal. Tapi ini juga tergantung dari law inforcement dari pemerintah juga, pungkasnya. Kemenhut Lebih Ahli Boy Rafli Amar, Kabagpenum Mabes Polri Kepolisian sudah berkomitmen untuk menindak tegas siapa saja yang melakukan penambangan secara ilegal di kawasan hutan yang mengakibatkan perusakan lingkungan hutan. Kalau melanggaran Undang-undang, kepolisian akan memprosesnya secara hukum, kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Mabes Polri, Boy Rafli Amar, kemarin. Menurutnya, tidak semua hutan yang rusak dilakukan dengan cara ilegal, karena sesuai Undangundang pemanfaatan hutan dapat digunakan untuk penambangan. Kita lihat dulu kategorinya, karena tidak semua penambangan itu illegal, dan hutan yang rusak tidak selalu dilakukan secara ilegal, semua ada ketentuannya. Bisa jadi ada eksploitasi penambangan dan alih fungsi hutan yang tentunya harus ada izin dari instansi terkait seperti Kementerian Kehutanan, pin-tanya. Dijelaskan, Polri tidak sendiri dalam menindak para pelaku penjarahan dan perusak hutan, apalagi penambangan illegal yang sudah jelas-jelas merugikan lingkungan dan negara. Dalam mengidentifikasi kejahatan hutan, polisi selalu bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan. Supaya penanganannya lebih jelas, kepolisian selalu bertindak sesuai dengan peraturan dan data-data akurat serta berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Kami juga selalu berkonsultasi dengan Kemenhut, karena mereka yang lebih ahli, tuturnya. Negara Rugi Dua Kali Lipat Dedy Ratih, Manager Kampanye dan Advokasi WALHI

Pemerintah tidak serius menangani praktik penambangan illegal yang marak terjadi di Pulau Kalimantan. Praktik tersebut sudah terjadi sejak lama, tapi tidak ada langkah konkret penanganannya dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan aparat penegak hukum. Illegal mining sudah marak terjadi sejak 2005 sampai sekarang. Ini sengaja didiamkan atau pemerintah pura-pura tidak tahu praktik busuk tersebut. Kalaupun menindak illegal minning, baru sekarang ini saja, itupun tidak maksimal. Kalau terus seperti ini negara kita akan semakin rugi, kata Manajer Kampanye dan Advokasi Lingkungan Hutan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Deddy Ratih, kemarin. Menurutnya, akibat illegal mining negara dirugikan dua kali lipat, yakni kerusakan lingkungan hutan, dan penjarahan hasil tambangan illegal mining. Meski demikian, pemerintah tidak pernah dan belajar dari hal tersebut. Sudah pasti hasil tambang dari praktek ilegal tersebut tidak akan memberikan kontribusi kepada negara, ini namanya perampokan hutan dan hasil bumi. Belum termasuk kerugian ekologi. Susah sekali mengembalikan ekosistem hutan yang telah rusak dan memerlukan waktu yang lama, terangnya. Dijelaskan, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum juga sering berlaku tidak adil terhadap pelaku perusakan ekosistem. Masyarakat yang menebang satu pohon di hutan diproses secara hukum dan di penjara, tetapi untuk menindak perusahaan perusak hutan untuk penambangan secara besar-besaran tidak berani. Kepolisian dan instansi terkait hanya berani menindak masyarakat lemah, tapi tidak berani melakukan proses hukum terhadap perusahaan yang melakukan perambahan hutan dan illegal minning. Ini sungguh tidak adil dan menyakitkan, sesalnya. Demi kelestarian lingkungan hutan dan kelangsungan makhluk hidup, diharapkan pemerintah lebih serius lagi mengatasi masalah ini dan menindak tegas oknum pemerintah dan aparat penegak hukum yang terbukti mendiamkan atau bahkan ikut serta dalam praktik illegal mining dan perusakan hutan. Undang-undangnya sudah jelas, sekarang tinggal bagaimana ketegasan pemerintah melaksanakannya. Aparat penegak hukum yang terlibat juga harus ditindak secara tegas. Jangan sampai akibat rusaknya hutan mengakibatkan terjadi bencana alam yang merugikan banyak manusia, tegasnya. [rm]
http://www.rmol.co/read/2011/07/24/34048/Kerusakan-Hutan-Kalimantan-Rugikan-Negara-241Triliun-

You might also like