You are on page 1of 3

Mega Proyek Jalan Tol yang Mengorbankan Dua Kawasan Konservasi Rakyat dan Anggaran Rp 6,3 Triliyun

REP | 07 March 2011 | 12:35 Dibaca: 1225 Komentar: 2 2 aktual

Ilustrasi By http://sibukforever.blogspot.com Pembangunan Mega Proyek Jalan Tol sepanjang sekitar 99 kilometer yang menghubungkan Kota Samarinda dan Kota Balikpapan yang menembus Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto dan Hutan Lindung Sungai Manggar (HLSM) sudah seharusnya tidak dilanjutkan mengingat mega proyek infrastruktur tersebut tidak berpihak pada kepentingan konservasi dan kesejahteraan rakyat. Mega proyek ini akan menelan anggaran sebesar Rp 6,3 Trilyun dan DPRD Propinsi Kalimantan Timur sudah menyepakati Rp 2 Trilyun untuk pembangunan mega proyek pada tahap awal, sementara anggaran Propinsi Kaltim pertahunnya sekitar Rp 8 trilyun. Sementara saat ini telah ada jalan poros penghubung Kota Balikpapan - Samarinda sepanjang 115 kilometer yang selalu digunakan oleh masyarakat luas sebagai infrastruktur utama dalam menggerakkan sector perekonomian mikro dan makro[1]. Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan hutan yang dikenal dengan keanekaragaman hayati tinggi dan salah satu kawasan hutan dirterocarpaceae dataran

rendah yang ada di Kalimantan Timur. Sudah sejak lama Tahura menjadi salah satu hutan penelitian dan mencetak para rimbawan/ti dari dalam dan luar negeri serta dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk keberlangsungan kehidupannya. Carut marutnya pengelolaan kawasan hutan oleh pemerintahlah yang menyebabkan semakin terdegradasinya kawasan Tahura Bukit Soeharto sehingga semakin banyak ancaman eksploitasi sumberdaya alam seperti pertambangan batu bara skala besar, perkebunan kelapa sawit dan pembangunan mega proyek infrastruktur yang tidak tepat sasaran bagi kepentingan rakyat bawah. Mega proyek jalan tol hanya bermanfaat bagi masyarakat kelas menengah ke atas dan tidak menyentuh kepentingan rakyat bawah yang selama ini berdiam di sekitar Tahura Bukit Soeharto dan cenderung merupakan bagian dari persiapan infrastruktur untuk pengangkutan produksi-produksi sumber daya alam yang dieksploitasi seperti kelapa sawit dan tidak menutup kemungkinan batubara. Status Tahura Bukit Soeharto dilegalkan dengan SK Mentan No. 318/Kpts-Um/II/1982 sebagai Hutan Lindung (HL) Bukit Soeharto seluas + 27.000 ha dan tata batas HL Bukit Soeharto November 1984 s/d Januari 1985 direalisasikan seluas + 23.000 ha. Perubahan fungsi HL Bukit Soeharto seluas + 23.800 ha dan perluasannya (HP eks ITCI) seluas + 41.050 ha menjadi Hutan Wisata (HW), sehingga luas keseluruhan + 64.850 ha. Tata batas HW Bukit Soeharto November 1989 s/d Februari 1990 sepanjang 171,150 km dan luas 61.850 ha (dikeluarkan 3000 ha untuk translok Kelurahan Sungai Merdeka, kecamatan Samboja SK Gubernur/1985). Penetapan Taman Hutan Wisata (TWA) Bukit Soeharto seluas 61.850 ha dengan SK Menhut No.270/Kpts-II/1991 tanggal 20 Mei 1991. Dan perubahan Fungsi TWA Bukit Soeharto menjadi Tahura Bukit Soeharto dengan keputusan Menhut No.419/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 [2]. Dalam konteks Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP), Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam pembangunan mega proyek jalan tol telah mengusulkan revisi RTRWP Kaltim. Beberapa kawasan dalam Tahura diusulkan dirubah menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) atau Areal Penggunaan Lain (APL), yaitu; buffer sisi kiri-kanan jalan selebar masing-masing 250 m sepanjang jalan utama Balikpapan - Samarinda, Semboja km 38 Balikpapan lewat timur dan rencana Jalan TOL Balikpapan - Samarinda. Dan kawasan pemukiman transmigrasi Semoi, di bagian barat Tahura. Dalam buffer sisi jalan utama Balikpapan - Samarinda - Semboja - Balikpapan juga termasuk beberapa desa dan kawasan kecamatan Samboja. Di bagian barat, sebagai kompensasi diusulkan perubahan KBNK (APL) menjadi bagian dari Tahura. Mencermati usulan perubahan RTRWP Kaltim di kawasan Tahura Bukit Soeharto, maka disepakati bahwa buffer sepanjang sisi kiri-kanan jalan tidak diakomodasikan, karena akan membuat fragmentasi Tahura. Terkait dengan pemukiman di sepanjang jalan, disepakati untuk mengeluarkan beberapa kawasan pemukiman setelah terlebih dahulu mengadakan analisis sosekbud dan biofisik di kawasan tersebut. Pemukiman di sekitar kota kecamatan Semboja dikeluarkan dari kawasan Tahura menjadi APL. Usulan perubahan ini akan memutus dan membagi Tahura menjadi 2 (dua) bagian kawasan di pinggang sempit kota kecamatan Samboja, di bagian utara yang lebih luas dan bagian selatan relatif kecil. Karena las an efisiensi pengelolaan dan fungsi kawasan, kawasan selatan diusulkan perubahan fungsinya dari Tahura menjadi HL, hal ini karena kawasan ini menjadi terpisah dan lebih kecil, secara fungsi akan lebih cocok menjadi HL karena di kawasan ini juga terdapat danau, terdapat sungai, sebagian berupa rawa, berada di pinggir pantai dan merupakan kawasan yang menjaga tata air untuk Kota Balikpapan [3].

Seperti diketahui bahwa jalan tol ini adalah salah satu mega proyek ambisius Gubernur Kalimantan Timur yang menghubungkan tiga kota, yaitu; Balikpapan, Samarinda dan Bontang dengan memakan pendanaan yang sangat besar yaitu Rp 6,3 Trilyun dan mengorbankan dua kawasan konservasi rakyat yaitu; Tahura Bukit Soeharto dan HLSM dengan rincian 24 km masuk dalam Tahura Bukit Soeharto dan 8 km masuk HLSM. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Timur memprediksi bahwa pembangunan jalan tol yang melintas di Tahura Bukit Soeharto dan Hutan Lindung Sungai Manggar akan semakin memperparah dan berefek domino terhadap kondisi Tahura, di tengah banyak dan maraknya ijin Kuasa Pertambangan dan Kelapa Sawit di Kalimantan Timur. Jalan tol yang dibangun juga tidak akan berdampak bagi ekonomi rakyat bawah, sehingga sangat besar potensi jalan tol tersebut digunakan untuk transportasi pengangkutan hasil produksi industri keruk sumber daya alam seperti kelapa sawit, pertambangan dan lainnya. Anggaran pembangunan jalan tol sebesar Rp 6,3 Trilyun adalah angka yang sangat dahsyat jika dibandingkan dengan total anggaran Propinsi Kaltim tahun 2011 yang hanya sebesar Rp 7,2 Trilyun. Potensi penyelewengan dan korupsi dalam proyek juga sangat dimungkinkan, mengingat dana yang dikucurkan dalam proyek adalah pertermin sehingga terdapat potensi sustainable corruption dalam mega proyek jalan tol. Sehingga diperlukan aksi secara bersama di pemerintahan pusat untuk menolak mega proyek jalan tol yang sudah mulai berjalan ini.

You might also like