You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN

Syok merupakan suatu keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan dan sel. Karena hipoksia, pada syok terjadi gangguan metabolisme sel, sehingga dapat timbul kerusakan ireversibel pada jaringan organ vital. 1 Berdasarkan hemodinamik dan mekanisme terjadinya, syok dibagi menjadi syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok obstruktif, syok distributif, dan syok anafilaktik. Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok tiap tahun, meskipun penyebabnya berbeda tiap-tiap negara.2 Secara patologis, apapun penyebabnya, syok menyebabkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung akan menyebabkan penurunan aliran darah sistemik, penurunan nutrisi jaringan (otak, jantung, ginjal dan jaringan tubuh lainnya), penurunan nutrisi vaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan volume darah yang kembali ke jantung dan akhirnya akan lebih memperberat curah jantung. Penatalaksanaan syok pada prinsipnya bertujuan untuk mengembalikan perfusi jaringan kembali ke keadaan normal. Untuk itu selain menemukan penyebab syok, sangat penting menstabilkan aliran darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki.2 Terapi cairan seringkali merupakan terapi inisial pada pasien syok yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, sehingga diharapkan dapat mengoreksi sistem sirkulasi tubuh. Dalam memberikan cairan sebagai terapi syok harus pula dipertimbangkan tentang komposisi elektrolit yang terkandung dalam cairan tersebut, karena tubuh memiliki sistem regulasi yang berfungsi mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Syok merupakan suatu keadaan dimana sistem sirkulasi tidak dapat memenuhi kebutuhan perfusi jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel. Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan nonvital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru- paru, dan ginjal).3 2.2 Klasifikasi, Etiologi. dan Patogenesis Secara umum syok dapat diklasifikasikan menjadi :3 1. Syok hipovolemik Syok hipovolemik disebut juga sebagai syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume intravaskular, baik karena perdarahan maupun karena hilangnya cairan tubuh. Penurunan volume intravaskular ini menyebabkan penurunan volume intraventrikuler kiri pada akhir diastol yang akhirnya menyebabkan berkurangnya kontraktilitas jantung dan menurunnya curah jantung. Syok hipovolemik disebabkan oleh : Kehilangan darah/syok hemoragik misalnya karena trauma, perdarahan gastrointestinal Kehilangan plasma : luka bakar Kehilangan cairan dan elektrolit misalnya karena muntah, diare, keringat yang berlebih Patogenesis dan Patofisiologi Syok Hipovolemik3 Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung adalah antara lain trauma abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus 2

obstruksi, dan peritonitis. Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume cairan intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena sentral, hipotensi arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon jantung yang umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada orang tua atau karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada tingkat kegawatan syok. 2. Syok kardiogenik Syok kardiogenik didefinisikan sebagai kegagalan pompa jantung (pump failure). Syok ini diakibatkan oleh terjadinya penurunan daya kerja jantung yang berat, misalnya pada: Penyakit jantung iskemik, seperti infark Obat-obat yang mendepresi jantung Gangguan irama jantung Patogenesis yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan darah rendah,insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari kehilangan masif jaringan otot ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga merupakan kibat dari ketidak seimbangan yang terus-menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh koroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan alira darah secara memadai sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas respon kompensatorik seperti perangsangan simpatik. Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu.

Patogenesis dan Patofisiologi Syok Kardiogenik3

Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah siklus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya terjadinya asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut mengganggu fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia. 3. Syok Obstruktif Syok tipe ini terjadi karena adanya hambatan terhadap aliran darah yang menuju ke jantung (venous return), sering terjadi akibat : Tamponade jantung Pneumotoraks Emboli paru.

4. Syok Distributif Syok distributif diartikan sebagai maldistribusi aliran darah oleh karena adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan Seperti halnya tipe kolaps kardiovaskular lainnya, syok distributif juga dikarakterisasi oleh perfusi jaringan yang inadekuat, dengan manifestasi klinis berupa perubahan kondisi mental, takikardi, hipotensi, maupun oliguria. Syok ini terjadi pada: Syok septik Syok neurogenik misalnya karena Cedera medula spinalis atau batang otak Patogenesis Syok Septik3 Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang berada dalam darah/endotoksin. Jamur dan jenis bakteri juga dapat menjadi penyebab septicemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi. Hal ini dapat disebabkan karena penimbunan cairan disirkulasi mikro, pembentukan pintasan arteriovenus dan penurunan tahanan vaskuler sistemik, 4

kebocoran kapiler menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Beberapa faktor predisposisi syok septic adalah trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid jangka panjang, imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering terjadi pada bayi baru lahir usia di atas 50 tahun, dan penderita gangguan sistem kekebalan. Patogenesis Syok Neurogenik3 Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh darah pada capacitance vessels. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal atau anestesi umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. 5. Syok Anafilaktik Syok anafilaktik merupakan suatu gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan terjadi dilatasi arteriola sehingga venous return menurun. Misalnya: reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa. Patogenesis Syok Anafilaktik3 Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau Immediate type reaction. Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :

Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran napas atau saluran makan ditangkap oleh makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (IgE) spesifik untuk antigen tersebut. IgE ini kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.

Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk allergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh IgE spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang disebut preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators.

Fase Efektor, yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet Activating Factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi, demikian juga dengan leukotrien.

2.3 Stadium-stadium Syok Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat system yang terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini bermasalah dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer meningkat. Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 stadium atau fase yaitu:3 1. Fase Kompensasi Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun. 2. Fase Progresif Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun,

hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, venous return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bridikinin) yang ikut memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas system retikuloendotelial rusak, integritas mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi jaringan. 3. Fase Irrevesibel/Refrakter Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea. asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di

2.4 Gejala Klinis dan Diagnosis 2.4.1 Syok hipovolemia Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.4 Gejala klinis syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah.Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul. 4,5 Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting.6 Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.7 Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan berdasarkan persentase volume darah yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.7

Tabel. 2.1 penderita.5

Perkiraan kehilangan cairan dan darah berdasarkan presentasi

Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari syok. Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain. Diantaranya tamponade jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher), tension pneumothorax (deviasi trakea, suara napas melemah unilateral), dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis).5 2.4.2 Syok kardiogenik Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tandatanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.5 Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari 90 mmHg), diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital : 5,7
1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam 2. Gangguan mental, gelisah, sopourus 3. Akral dingin

10

4. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat

kardial.
5. Meningkatnya adrenalin, glukosa, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin

plasma serta menurunnya kadar insulin plasma. Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolik. Hipovolemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada syok kardiogenik, disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular ke interstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika.5 Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg).5 Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut: 5
1. Tensi turun : sistolik < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari

semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.


2. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2. 3. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal,

rendah sampai meninggi.


4. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi. 5. Resistensi sistemis. 6. Asidosis. 2.4.3 Syok sepsis

Pada anamnesis sering didapatkan riwayat demam tinggi yang berkepanjangan, sering berkeringat dan menggigil, riwayat pernah mendapatkan tindakan medis/pemebedahan.8 Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan demam tinggi, akral dingin, tekanan darah turun < 80 mmHg dan disertai penurunan kesadaran. Pemeriksaan Laboratorium
pada p emeriksaan

darah menunjukkan

jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti

11

urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.8 2.4.4 Syok neurogenik Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik dari anamnesis biasanya terdapat cedera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).4 Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.4 2.4.5 Syok anafilaktik Pada anamnesis didapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.6,7 Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik sampai buruk, kesadaran compos mentis sampai koma, hipotensi, takikardi, pada pemeriksaan kepala dan leher ditemukan sianosis, dispneu, konjungtivitis, lakrimasi, edema periorbita, perioral, rinitis, pada thorax didapatkan aritmia sampai arrest pulmo bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing, abdomen terdapat nyeri tekan, bising usus meningkat, dan pada ekstremitas dapat dijumpai urtikaria dan edema. 2.5 Penatalaksanaan Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.

12

Prinsip Dasar Penanganan Syok Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan khusus untuk: menstabilkan kondisi pasien, memperbaiki volume cairan sirkulasi darah, mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.

Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok Terapi Syok Secara Umum

2.5.1

I. Penatalaksanaan awal A. Pemeriksaan Fisik 8,9 Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. 1. Airway dan Breathing Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%. Pada pasien cedera servikal perlu dilakukan imobilisasi. Pada pasien dengan syok hipovolemik memberikan ventilasi tekanan positif dapat mengakibatkan terjadinya penurunan aliran balik vena, cardiac output, dan memperburuk syok. Untuk memfasilitasi ventilasi maka dapat diberikan oksigen yang sifat alirannya high flow. Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak 10-12 L/menit.10 2. Sirkulasi Kontrol pendarahan dengan: Mengendalikan pendarahan Memperoleh akses intravena yang cukup Menilai perfusi jaringan

Pengendalian pendarahan:

13

Dari luka luar tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan). Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah PASG (Pneumatic Anti Shock Garment). Pendarahan internal operasi Posisi pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien dengan hipotensi dengan menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan badannya akan meningkatkan venous return. Pada pasien hipotensi yang hamil dengan cara memiringkan posisinya ke sebelah kiri juga meningkatkan aliran darah balik ke jantung. 3. Disability : pemeriksaan neurologi Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. 4. Exposure : pemeriksaan lengkap Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi hipotermi pada penderita. 5. Dilatasi Lambung : dekompresi Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. 6. Pemasangan kateter urin Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.

14

B. Akses pembuluh darah8 Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Selain itu, teknik intraoseus juga dapat dilakukan pada pasien dewasa dengan hipotensi.10 Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah arteri. C. Terapi Awal Cairan8, 11 Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan mengganti volume darah yang hilang berikutnya ke dalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama sedangkan NaCl fisologis adalah pilihan kedua. Jumlah cairan yang diberikan adalah berdasarkan hukum 3 untuk 1, yaitu memerlukan sebanyak 300 ml larutan elektrolit untuk 100 ml darah yang hilang. Sebagai contoh, pasien dewasa dengan berat badan 70 kg dengan derajat perdarahan III membutuhkan jumlah cairan sebanyak 4.410 cairan kristaloid. Hal ini didapat dari perhitungan [(BB x % darah untuk masing-masing usia x % perdarahan) x 3], yaitu [70 x 7% x 30% x 3].8 Jumlah darah pada dewasa adalah sekitar 7% dari berat badan, anak-anak sekitar 8-9% dari berat badan. Bayi sekitar 9-10% dari berat badan.12 Pemberian cairan ini tidak bersifat mutlak, sehingga perlu dinilai respon penderita untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan.8,13 Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi

15

perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab syok yang lain. Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan 1-2 L cairan kristaloid, pada pasien anak diberikan 20 cc/kg BB II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ8 A. Umum Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal, tetapi tidak memberi informasi tentang perfusi organ. B. Produksi urin Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian volume yang memadai menghasilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik menandakan resusitasi yang tidak cukup. C. Keseimbangan Asam-Basa Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena takipneu. Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap syok dini tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang terlalu lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang normothermic harus diobati dengan cairan darah dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan pendarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut. III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:8

16

1. Respon cepat Penderita cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan maintenance. 2. Respon sementara (transient) Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang masih berlangsunya. 3. Respon minimal atau tanpa respon Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi segera. Perbedaan masing-masingnya tampak pada tabel berikut. Tabel 2.2 .Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal 8 Respon Cepat Tanda vital Kembali normal Respon Sementara ke Perbaikan sementara kemudian Dugaan Kehilangan Minimal kembali turun (10- Sedang-masih ada (20-40%) Banyak Sedang-banyak Type specific Sangat mungkin Perlu Berat (>40%) Banyak Banyak Emergency Hampir pasti Perlu tek. Darah dan nadi Tanpa Respon Tetap abnormal

darah Kebutuhan kristaloid Kebutuhan darah Persiapan darah Operasi Kehadiran bedah

20%) Sedikit Sedikit Type specific &

dini

crossmatch Mungkin ahli Perlu

Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi cairan bisa dinilai dari parameter-parameter berikut:

17

Capilary refill time < 2 detik MAP 65-70 mmHg O2 sat >95% Urine output >0.5 ml/kg/jam (dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak) Shock index = HR/SBP CVP 8 to12 mm Hg ScvO2 > 70% (normal 0.5-0.7)

IV. Transfusi Darah8 Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian cairan. a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell. Pemberian cairan adekuat dapat memperbaiki cardiac output tetapi tidak memperbaiki oksigensi sebab tidak ada penambahan jumlah dari media transport oksigen yaitu hemoglobin. Pada keadaan tersebut perlu dilakukan tranfusi. Beberapa indikasi pemberian tranfusi PRC adalah:12 1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau perdarahan derajat III 2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid 3. Memperbaiki delivery oksigen 4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6-8 gr/dl. Fresh frozen plasma diberikan apabila terjadi kehilangan darah lebih dari 20-25% atau terdapat koagulopati dan dianjurkan pada pasien yang telah mendapat 5-10 unit PRC. Tranfusi platelet diberikan apada keadaan trombositopenia (trombosit <20.000-50.000/mm15) dan perdarahan yang terus berlangsung. Berikut indikasi dan unit pemberian:14

18

Tabel 2.3. Indikasi dan unit pemberian tranfusi produk darah14

b. Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched. Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya sementara atau singkat. Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan untuk penderita dengan pendarahan exsanguinating. c. Autotransfusi Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya dipertimbangkan untuk penderita dengan hemothoraks berat. 2.5.2 Terapi Kausal Tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang. Infus cairan tetap menjadi pilihan pertama dalam menangani pasien hamil. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.

2.5.2.1 Syok Hemoragik

19

Gambar 2.1 Tatalaksana Syok hemoragik15 2.5.2.2 Syok kardiogenik Berdasarkan penelitian yang terdahulu, terapi pilihan untuk syok tipe ini adalah percutaneus coronary intervention (PCI) atau bypass arteri koroner. Dengan terapi ini maka angka kematian dapat turun dalam 1 tahun pertama. PCI terbaik dilakukan saat onset dengan kejadian infark sekitar 90 menit sampai 12 jam pertama. Jika fasilitas seperti ini tidak ada, maka terapi dengan trombolitik dapat dipertimbangkan. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian trombolitik pada tekanan darah yang rendah tidak dapat mengakibatkan lisis thrombus di pembuluh darah. Tatalaksana dimulai dengan manajemen ABC. Pada pasien yang sangat sesak dapat dipertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik. Pemberian vasopresor intravena baik untuk meningkatkan inortropik dan memaksimalkan perfusi ke miokardium yang iskemik. Yang perlu diperhatikan, pemberian vasopresor itu sendiri dapat berakibat peningkatan denyut jantung yang pada akhirnya akan memperluas infark yang telah terjadi. Sehingga penggunaan vasopresor di sini harus digunakan secara hati-hati. Beberapa vasopresor yang dapat diberikan seperti: 16,17

20

Dopamin, dengan dosis tinggi mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen miokard, dosis yang digunakan 5-10 mcg/kg/min Dobutamin selain memiliki sifat inortropik tetapi juga memiliki efek vasodilatasi sehingga dapat mengurangi preload dan afterload Norepinefrin per infus dapat diberikan pada syok kardiogenik yang refrakter, obat ini dapat mengakibatkan peningkatan afterload, dosis yang dapat digunakan 0.5 mcg/kg/min Preparat nitrat atau morfin digunakan untuk analgetik, tetapi perlu diingat

bahwa keduanya dapat mengakibatkan hipotensi sehingga jangan sampai memperparah keadaan syok pasien dengan pemberian preparat ini. Alat yang dapat membantu pasien dalam syok kardiogenik secara mekanis yakni intraaortic balloon pump (IABP) bermanfaat terutama pada syok kardiogenik yang sudah tidak dapat ditangani dengan obat-obatan. 16 Antiagregasi trombosit seperti aspirin tersedia dalam 81 mg, 325 mg, 500 mg, dapat menurunkan mortalitas akibat infark miokard. Vasodilator yang juga dapat digunakan adalah nitrogliserin IV yang bekerja dengan merelaksasikan otot polos pembuluh darah sehingga menurunkan resistensi perifer. 16 2.5.2.3 Syok neurogenik Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. 6 1. 2. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg). Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik

21

juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.10 3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi. 4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :11,12 Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. Norepinefrin Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus. Epinefrin Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik Dobutamin

22

Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer. 2.5.2.4 Syok septik Pada SIRS (systemic inflammation response syndrome) dan sepsis, bila terjadi syok ini karena toksin atau mediator penyebab vasodilatasi. Prinsip utama semua syok tetap ABC. Pengobatan berupa resusitasi cairan segera dan setelah kondisi cairan terkoreksi, dapat diberikan vasopressor untuk mencapai MAP optimal. Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bila ada perbaikan preload. Dapat dipakai dopamin, norepinephrine dan vasopressin. Untuk menurunkan suhu tubuh yang hiperpireksia dapat diberikan antipiretik. Pengobatan lainnya bersifat simtomatik. Pengobatan kausal dari sepsis.18 Pemilihan antibiotik untuk sepsis biasanya secara empiris dapat digunakan: vankomisin, ceftazidim, cefepime, ticarcilin, pipercilin, imipenem, meropenem, cefotaxim, klindamisin, metronidazol. 2.5.2.5 Syok anafilaktik Penatalaksanaan syok anafilaktik tergantung tingkat keparahan, namun yang terpenting harus segera dilakukan evaluasi jalan napas, jantung dan respirasi. Bila ada henti jantung paru, lakukan resusitasi jantung paru. Terapi awal diberikan setelah diagnosis ditegakkan. Untuk terapi awal, berikan adrenalin 1 : 1.000, 0,3 ml sampai maksimal 0,5 ml, subkutan atau im, dapat diulang 2-3 kali dengan jarak 15 menit. Pasang torniket pada proksimal dari suntikan infiltrasi dengan 0,1 0,2 adrenalin 1 : 1000. Lepaskan torniket setiap 10-15 menit. Tempatkan pasien dalam posisi terlentang dengan elevasi ekstremitas bawah (kecuali kalau pasien sesak). Awasi jalan napas pasien, periksa tanda-tanda vital tiap 15 menit. Bila efek terhadap adrenalin kurang, berikan difenhidramin hidroklorida, 1 mg/kg BB sampai maksimal 50 mg im atau iv perlahan-lahan.

23

Bila terjadi hipotensi (tekanan sistolik < 90 mm Hg), segera berikan cairan iv yang cukup. Bila tidak ada respon, berikan dopamin 400 g (2 ampul) dalam cairan infus glukosa 5 % atau Ringer laktat atau NaCL 0,9% atau dekstran, untuk mempertahankan tekanan darah sistolik 90-100 mmHg. Bila terjadi bronkospasme persisten, berikan oksigen 4-6 liter/menit. Bila tidak terjadi hipotensi, berikan aminofilin dosis 0,5-0,9 mg/kg BB/jam. Berikan aerosol -2 agonis tiap 2-4 jam, misalnya 0,3 ml metaproterenol dalam larutan garam melalui nebulasi atau adrenalin 0,1-0,3 ml setiap 2 -4 jam. Untuk mencegah relaps (reaksi fase lambat), berikan hidrokortison 7 10 mg/kg BB iv lalu lanjutkan hdrokortison suntikan 5 mg/kg BB iv tiap 6 jam sampai 48-72 jam. Awasi adanya edema laring, jika perlu dilakukan trakeostomi. Bila kondisi pasien stabil, berikan terapi suportif dengan cairan selama beberapa hari, pasien harus diawasi karena kemungkinan gejala berulang minimal selama 12-24 jam. Kematian dapat terjadi dalam 24 jam pertama. 2.6 Prognosis Prognosis syok hipovolemik tergantung derajat kehilangan cairan. Bila keadaan klinis pasien dengan syok anafilaktik masih ringan dan penanganan cepat dilakukan maka hasilnya akan memuaskan. Prognosis pada syok neurogenik tergantung penyebab syok tersebut. Sedangkan pada syok sepsis baik apabila penatalaksaan hemodinamik cepat dan segera mengetahui bakteri/virus penyebab infeksi.8

BAB III
24

KESIMPULAN
Syok merupakan suatu keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan dan sel. Karena hipoksia, pada syok terjadi gangguan metabolisme sel, sehingga dapat timbul kerusakan ireversibel pada jaringan organ vital. Syok membutuhkan penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk dengan amat cepat. Secara klinis syok ditandai dengan pucat, dingin, berkeringat, nadi lemah, hipotensi, bertambahnya kecepatan pernafasan dan takikardi dengan penurunan tekanan darah sistemik dengan tekanan sistole di bawah 70 mmHg, penurunan volume urine dan terjadinya iskemia yang mengakibatkan turunnya perfusi jaringan Syok dapat diklasifikasikan menjadi syok hipovolemik yang dapat disebabkan karena perdarahan dan dehidrasi, syok kardiogenik yang diakibatkan kegagalan pompa jantung, syok obstruktif akibat adanya hambatan terhadap aliran darah yang menuju ke jantung, syok distributif yang diantaranya terdiri dari syok neurogenik dan syok septik, dan syok anafilaktik yang merupakan suatu gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan terjadi dilatasi arteriola sehingga venous return menurun. Secara umum penatalaksanaan syok adalah dengan cara memperbaiki perfusi jaringan, mencari penyebab, mengatasi penyebab, mengatasi komplikasi dan mempertimbangkan terapi lanjutan. Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan khusus untuk menstabilkan kondisi pasien, memperbaiki volume cairan sirkulasi darah, mengefisiensikan sistem sirkulasi darah, setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.

DAFTAR PUSTAKA
25

1. Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. 119-24. 2. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. 1997. 89-115 3. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1, edisi 4.1995. Jakarta: EGC.
4. Japardi,

Iskandar.

2002.

Manifestasi

Neurologik

Shock

Sepsis.

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf 5. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 499. 6. Schwarz A, Hilfiker ML.Shock. update October 2004 http:/www/emedicine.com/ped/topic3047 7. Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science Ltd, 2003 8. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. 1997. 89-115 9. Rifki. Syok dan penanggulangannya. FKUA. Padang.1999 10. Kolecki P, author. Hypovolemic shock [monograph on the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment 11. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency Surgery. 2006. 1-14 12. Martel MJ. Hemorrhagic shock. J Obstet Gynaecol Can. Vol 24 (6). 2002. 504-11 13. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock: Helpful or harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001

26

14. Bozeman P W. Shock, Hemorrhagic. 2007 [cited May 5th 2013]. http://www.emedicine.com 15. Demling RH, Wilson RF. Decision making in surgical care. B.C. Decker Inc. 1988.64 16. Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine [monograph on the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2013 May 4]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment 17. Lenneman A, Ooi HH, editors. Cardiogenic shock. [monograph on the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2013 May 4]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/152191-treatment 18. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical updates emergency case]. FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008

27

You might also like