You are on page 1of 57

REFERAT

MORBUS HANSEN

Marissa Anggraeni 030.08.155 Pembimbing dr. Nurhasanah, Sp.KKPowerpoint Templates

Page 1

PENDAHULUAN
Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, adalah sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae yang intraseluler obligat. Mycobacterium leprae yang secara primer menyerang saraf tepi dan secara sekunder menyerang kulit serta organ-organ lain12 Kusta memiliki dua macam tipe gejala klinis yaitu pausibasilar (PB) dan multibasilar (MB). Penyakit kusta masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat dunia terutama di Negara berkembang Kusta bukan penyakit keturunan, tetapi merupakan penyakit menular. Penyakit menular ini pada umumnya mempengaruhi kulit dan saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan manifestasi klinis yang luas.1

Powerpoint Templates

Page 2

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, dikenal sejak 1400 tahun SM, yakni kustha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Kata lepra disebut dalam kitab Injil yang mencakup beberapa penyakit kulit lainya. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.

Powerpoint Templates

Page 3

Epidemiologi Penyakit Kusta

Secara Global

Kusta menyebar luas ke seluruh dunia, dengan adanya perpindaham penduduk maka penyakit ini bisa menyerang di mana saja.

di Indonesia

Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk Pada pertengahan tahun 2000 jumlah penderita kusta terdaftar di Indonesia sebanyak 20.742 orang

Powerpoint Templates

Page 4

Etiologi
Mycobacterium leprae - pleomorf lurus, batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat - ukuran 0,3-0,5 x 1-8 mikro - Basil ini berbentuk batang gram positif dan bersifat tahan asam, - tidak bergerak dan tidak berspora, - dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok, termasuk masa irreguler besar yang disebut globi - Mycobacterium ini termasuk kuman aerob

Powerpoint Templates

Page 5

Penularan Lepra
Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 27 x 24 jam

Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulangulang. Powerpoint Templates

Page 6

Faktor yang mempermudah timbulnya kuman


kuman kusta yang masih utuh (solid) Sebagian manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%) Keadaan rumah yang berjejal,kemiskinan 10 sampai 20 tahun 30 sampai 50 tahun Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita
Powerpoint Templates Page 7

Kuman

Imunitas

Keadaan Lingkungan

Umur

Jenis Kelamin

Masa inkubasi
Penyakit ini jarang sekali ditemukan pada anak-anak dibawah usia 3 tahun; meskipun, lebih dari 50 kasus telah ditemukan pada anak-anak dibawah usia 1 tahun, yang paling muda adalah usia 2,5 bulan. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.

Reservoir
Sampai saat ini manusia merupakan satu-satunya yang diketahui berperan sebagai reservoir.

Powerpoint Templates

Page 8

Patogenesis
Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh berkaitan dengan Sistem Imunitas Selular (SIS) Kuman akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) selanjutnya akan mengaktivasi To sehingga To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2. - mengaktifasi dari eosinofil. - mengaktifasi dari makrofag - mengaktifasi sel B untuk menghasilkan IgG dan IgE - mengaktifasi sel mast.

Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan.11

Powerpoint Templates

Page 9

Pada kusta tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua kuman di fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia langhans. Bila infeksi ini tidak segera di atasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan disekitarnya.5,7 Sel Schwan merupakan sel target untuk pertumbuhan Mycobacterium lepare, disamping itu sel Schwan berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalm sel Schwan, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif

Powerpoint Templates

Page 10

Patogenesis Kusta

Kerusakan

Saraf

pada

Pasien

M.Leprae memiliki bagian G domain of extracellular matriks protein laminin 2 yang akan berikatan dengansel schwaan mel alui reseptor dystroglikan lalu akan mengaktifkan MHC kelas II setelah itu mengaktifkan CD4+. CD4+ akan mengaktifkan Th1 dan Th2 dimana Th1 dan Th2 akan menga ktifkan makrofag. Makrofag gagal memakan M. Leprae akibat adanya fenolat glikol ipid I yang melindunginya di dalam makrofag. Ketidakmampuan makrofag akan mera ngsang dia bekerja terus-menerus untuk menghasilkan sitokin dan GF yang lebih banyak lagi. Sitokin dan GF tidak mengenelai bagian self atau nonself sehingga akan merusak saraf dan saraf yang rusak akan diganti dengan jaringan fibrous sehingga terjadilah penebalan saraf tepi. Sel schwann Powerpoint Templates merupakan APC non professional.

Page 11

Patogenesis Reaksi Kusta Suatu keadaan akut pada perjalanan penyakit kusta yangg kronik Penyebab utama kerusakan saraf dan cacat Dapat terjadi pada awal, selama & setelah terapi Pembagian : Reaksi tipe I ~ reversal hipersensitifitas tipe IV Reaksi tipe II ~ ENL hipersensitifitas tipe III Ke-2 tipe reaksi ini dpt berlangsung ringan berat

Powerpoint Templates

Page 12

Klasifikasi Penyakit Kusta


Klasifikasi Internasional, Madrid (1953) Klasifikasi untuk kepentingan riset /klasfikasi Ridley-Jopling (1962). Klasifikasi untuk kepentingan program kusta /klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988)

Salah satu tipe penyakit kusta yang tidak termasuk dalam klasifikasi Ridley dan jopling, tetapi diterima secara luas oleh para ahli kusta yaitu tipe indeterminate (I). lesi biasanya berupa makula hipopigmentasi dengan sedikit sisik dan kulit di sekitarnya normal. Lokasi biasanya di bagian ekstensor ekstremitas, bokong atau muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi atau sedikit penebalan saraf. Diagnosis tipe ini hanya dapat ditegakkan, Powerpoint Templates bila dengan pemeriksaan Page 13 histopatologik.

Powerpoint Templates

Page 14

Powerpoint Templates

Page 15

TT

BT

BB

BL

LL

Pausibasiler (PB)

Multibasiler (MB)

Cell Mediated Immune


Bakterioskopik
Powerpoint Templates Klasifikasi Ridley-Joping, 1992 Page 16

klasifikasi Ridley dan Jopling


Tipe tuberkoloid (TT) makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang regresi atau cemntral healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsnata. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak adanya kuman merupakan tanda terdapatnya respons imun pejamu yang adekuat terhadap kuman kusta. Templates Powerpoint

Page 17

klasifikasi Ridley dan Jopling


Tipe borderline tubercoloid (BT)

Powerpoint Templates

makula atau plak yang sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid. Adanya gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.
Page 18

klasifikasi Ridley dan Jopling


. Tipe mid borderline (BB)

tipe yang paling tidak Lesi dapat berbentuk makula infiltratif. Permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan cenderung simetris Lesi sangat bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk, ataupun distribusinya. lesi punched out yang merupakan ciri khas tipe ini.

Powerpoint Templates

Page 19

klasifikasi Ridley dan Jopling


Tipe borderline lepromatosa(BL) Secara klasik lesi dimulai dengan makula menyebar ke seluruh badan. papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa nodus tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian tengah tampak normal dengan pinggir dalam infiltrat lebih jelas dibandingkan dengan pinggir luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan hilangnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba Powerpoint Templates pada tempat predileksi Page 20

klasifikasi Ridley dan Jopling


Tipe lepromatosa (LL)
Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa, berkilap, berbatas tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis. Distribusi lesi khas, yakni di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai bawah penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk fasies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis dan keratis. deformitas pada hidung. pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis. Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking dan glove anaesthesia muncul makula dan papul baru, sedangkan lesi lama menjadi plakat dan nodus serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anestesi dan pengecilan Powerpoint Templates otot tangan dan kaki.

Page 21

Powerpoint Templates

Page 22

Menurut Jimmy Wales (2008), tanda-tanda tersangka kusta (Suspek) adalah sebagai berikut :

Tanda-tanda pada kulit


Bercak/kelainan kulit yang merah/putih dibagian tubuh,Kulit mengkilat, Bercak yang tidak gatal, Adanya bagian-bagian yang tidak berkeringat atau tidak berambut, Lepuh tidak nyeri.

Tanda-tanda pada syaraf,


Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan, Gangguan gerak anggota badan/bagian muka, Adanya cacat (deformitas)

Powerpoint Templates

Page 23

Gejala-gejala kerusakan saraf menurut A. Kosasih (2008) N. Trigeminus N. medianus :


Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir

N. fasialis :

N. ulnaris

Anastesia kulit wajah, kornea dan konjunctiva mata

Anastesia pada ujung jari bagian anterior kelingking dan jari manis, Clawing kelingking dan jari manis Atrofi hipotenar dan otot interoseus dorsalis pertama.

Anastesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk dan jari tengah Tidak mampu aduksi ibu jari Clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah Ibu jari kontraktur. Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

Anastesia dorsum manus Tangan gantung (wrist/hand drop) Tidak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan.

N. poplitea lateralis

Kaki gantung (foot drop) Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis Kelemahan otot peroneusTemplates Powerpoint

N.tibialis posterior

N. radialis

Anastesia telapak kaki Clow toes. Paralisis otot interistik kaki dan kolaps arcus pedis
Page 24

Kerusakan pada organ lain


Kerusakan mata pada kusta -Primer dapat menyebabkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga mendesak jaringan mata lainnya. -Sekunder disebabkan rusaknya N. fasialis yang dapat membuat paralisis N. orbikularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, lalu mengakibatkan lagoftalmus, lalu kerusakan bagian mata yang lain, dan berakhir kebutaan

Infiltrasi granuloma kedalam adneksa kulit, terdiri kelenjar keringat, kelenjar palit, dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia.

Tipe lepromatosa dapat timbul ginekomastia akibat gangguan hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus seminiferus testis. Powerpoint Templates Page 25

Kusta Histoid
Variasi lesi tipe lepromatosa
Klinis : nodus berbatas tegas, keras

Tipe neural murni


Lesi kulit tidak ada / tidak pernah ada Pembesaran saraf 1 atau lebih Anastesia dan atau paralisis, atrofi otot Bakterioskopik (-) Tes Mitsuda umumnya (+) Diagnosis sulit anjuran biopsi saraf

Bakterioskopik : positif tinggi


Terjadi ok sekunder resistensi

Powerpoint Templates

Page 26

Reaksi kusta
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik.

eritema nodosum leprosum (ENL) reaksi reversal atau reaksi upgrading

Reaksi tipe II ~ ENL hipersensitifitas tipe III ENL termasuk respon imun humoral, berupa fenomena kompelks imun akibat reaksi antara antigen M leprae + antibodi (IgM & IgG) + komplemen yang kemudian akan menghasilkan komplek imun

Reaksi tipe I ~ reversal hipersensitifitas tipe IV menggambarkan proses perubahan ke arah lepromatosa

Powerpoint Templates

Page 27

KLINIS
Kulit

REVERSAL
Lesi >> eritematosa Lesi baru Membesar Nyeri +/Gangguan fungsi +/Demam ringan Malese

ENL
Nodus < >>> Nyeri, ulserasi Membesar Nyeri +/Gangguan fungsi +/Demam ringan berat Malese
Page 28

Saraf

Konstitusi

Powerpoint Templates

Powerpoint Templates

Page 29

Powerpoint Templates

Page 30

Powerpoint Templates

Page 31

fenomena Lucio
Fenomena lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi pada kusta tipe lepromatosa non nodular difus - plak atau infiltrat difus, berwarna merah muda, bentuk rak teratur dan terasa nyer - Lesi terutama pada ekstremitas, kemudian meluas ke seluruh tubuh. - Lesi yang berat akan semakin eritematosa, disertai purpura dan bula kemudian dengan cepat terjadi nekrosis serta ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya terbentuk jaringan parut. - Gambaran histopatologik dari fenomena lucio menunjukkan nekrosis epidermal iskemik dengan nekrosis pembuluh darah superfisial, edema, dan proliferasi endotelial pembuh darah lebih dalam.

Powerpoint Templates

Page 32

Powerpoint Templates

Page 33

Pemeriksaan Penderita Kusta


Anamnesis Subyektif : Keluhan penderita, Kelainan kulit, Mati rasa, Gangguan fungsi pada saraf. Obyektif : Riwayat kontak dengan penderita, Latar belakang keluarga misalnya Keadaan sosial ekonomi. Palpasi : Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada:
Inspeksi dimulai pada saat berinteraksi dengan penderita dan dilanjutkan dengan pemeriksaan lebih lanjut. Ruangan membutuhkan cahaya yang adekuat (terang) diperlukan agar petugas dapat membedakan warna dan bentuk tubuh.

n. auricularis magnus

n. ulnaris

n. radialis

n. medianus

n. peroneus

n. tibialis posterior

Powerpoint Templates

Page 34

Powerpoint Templates

Page 35

Powerpoint Templates

Page 36

Fungsi sensorik :
- Rasa Raba - Rasa Nyeri - Rasa Suhu

Powerpoint Templates

Page 37

Fungsi motoric

N.fasialis kekuatan penutupan bola mata. N.ulnaris kekuatan m.abductor pollicis minimi. N.medianus, kekuatan m.abductor pollicis brevis. N.radialis kekuatan fleksi dorsal pergelangan tangan. N.peroneous, akekuatan fleksi dorsal pergelangan kaki baik pada arah eversi maupun inverse. N.tibialis posterior, kekuatan tibialis posterior, flexor hallucis longus dan flexor digitorum longus.2

Fungsi Otonom

Fungsi Otonom diperiksa dengan memegang tangan atau kaki penderita untuk menilai kebasahan telapak tangan maupun kaki (fungsi kelenjar keringat). Pemeiksaan bersama dengan gerak Olah raga

Powerpoint Templates

Page 38

Bakteriosko pis

sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan BTA ZIEHL NEELSON

1+ 2+ 3+ 4+ 5+ 6+

Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B) Bila 1 10 BTA dalam 100 LP Bila 1 10 BTA dalam 10 LP Bila 1 10 BTA rata rata dalam 1 LP Bila 11 100 BTA rata rata dalam 1 LP Bila 101 1000BTA rata rata dalam 1 LP Bila> 1000 BTA rata rata dalam 1 LP

Indeks morfologi (IM) adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan non solid.

Powerpoint Templates

Page 39

Penunjang diagnosis
Histopatologis

subepidermal clear zone Sel virchow/ sel lepra/ sel busa adalah histiosit yang dijadikan M.leprae sebagai tempat berkembang biak dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.

Powerpoint Templates

Page 40

Penunjang diagnosis
Serologis
MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), uji ELISA ( Enzyme linked ImmunoSorbent Assay) ML dipstick. (mycobacterium Leprae dipstick)

Lepromin

Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M.leprae. 1 ml lepromin disuntikkan intradermal. dibaca setelah 48 jam/ 2hari ( reaksi Fernandez) atau 3 4 minggu ( reaksi Mitsuda) Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritemayang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. Leprae yaitu respon imun tipe lambat ini seperti mantoux test ( PPD) pada tuberkolosis

Reaksi Mitsuda bernilai : 0 Papul berdiameter 3 mm atau kurang + 1 Papul berdiameter 4 6 mm + 2 Papul berdiameter 7 10 mm + 3 papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi Powerpoint Templates

Page 41

Diagnosis
Kardinal Sign

Powerpoint Templates

Page 42

Penyakit kusta ~ The Greatest Immitator

Diagnosis Banding

Dermatofitosis Tinea versikolor Pitriasis alba Dermatitis seboroika Pitriasis rosea Psoriasis

Powerpoint Templates

Page 43

Pengobatan

Regimen pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh WHO/DEPKES RI (1981). Untuk itu klasifikasi kusta disederhanakan menjadi : 1. Pausi Basiler (PB) 2. Multi Basiler (MB)

Regimen Pengobatan Kusta tersebut (WHO/DEPKES RI). PB dengan lesi tunggal diberikan ROM (Rifampicin Ofloxacin Minocyclin). Pemberian obat sekali saja langsung RFT/=Release From Treatment. Obat diminum di depan petugas. Anak-anak Ibu hamil tidak di berikan ROM. Bila obat ROM belum tersedia di Puskesmas diobAti dengan regimen pengobatan PB lesi (2-5).

Powerpoint Templates

Page 44

Bila lesi tunggal dgn pembesaran saraf diberikan: regimen pengobatan PB lesi (2-5). PB dengan lesi 2 5. Lama pengobatan 6 dosis ini bisa diselesaikan selama (6-9) bulan. Setelah minum 6 dosis ini dinyatakan RFT (Release Fro m Treatment) yaitu berhenti minum obat.

Powerpoint Templates

Page 45

MB dengan lesi > 5.Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan selama 12-18 bulan. Setelah selesai minum 12 dosisi obat ini, dinyatakan RFT/=Realease FromTreatment yaitu berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuk tipe PB selama 2 tahun dan tipe MB selama 5 tahun. Jika bakterioskopis tetap negatif dan klinis tidak ada keaktifan baru, maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau disebut Release From Control =(RFC)

Powerpoint Templates

Page 46

Powerpoint Templates

Page 47

Powerpoint Templates

Page 48

Penderita tidak dapat diobati dengan rifampisin


Lama Pengobatan Jenis Obat Klofazimin 6 Bulan Ofloksasin Minosiklin Klofazimin + Ofloksasin Diikuti dengan 18 bulan atau Minosiklin 400 mg/hari Dosis 50 mg/hari 400 mg/hari 100 mg.hari 50 mg/hari

Penderita yang tidak dapat diobati dengan DDS


Rifampisin Dewasa Anak-anak 600 mg/bln 450 mg/bln Klofazimin 50 mg/hari dan 300 mg/bulan 50 mg/hari dan 150 mg/bulan

Powerpoint Templates

Page 49

Pengobatan Reaksi
Prinsip pengobatan : 1. Pemberian obat anti reaksi 2. Istirahat atau imobilisasi 3. Analgetik, sedatif u/ mengatasi rasa nyeri 4. MDT diteruskan

Powerpoint Templates

Page 50

Reaksi ENL Ringan Berat Obat :

rawat jalan, istirahat rawat inap

Prednison 15 30 mg/hr berat/ringan reaksi Klofazimin 200 300 mg/hr Thalidomide teratogenik, di Indonesia (-)

Reaksi Reversal Neuritis (+)

Prednison 15 30 mg/hr Analgetik + sedatif Anggota gerak yang terkena istirahatkan

Neuritis (-)

Kortikosteroid (-) Analgetik kalau perlu Powerpoint Templates

Page 51

Rehabilitasi Medik

a) b) c) d)

Mencegah kerusakan saraf, sehingga terhindar pula dari gangguan sensorik, paralisis, dan kontraktur. Hentikan kerusakan mata untuk mencegah kebutaan. Kontrol nyeri. Pengobatan untuk mematikan basil lepra dan mencegah perburukan keadaan penyakit.

Powerpoint Templates

Page 52

Komplikasi
Di dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan tangan. Trauma dan infeksi kronik sekunderdapat menyebabkan hilangnya jari jemari ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi kebutaan. Fenomena lucio yang ditandai dengan artitis, terbatas pada pasien lepromatosus difus, infiltratif dan non noduler. Kasus klinik yang berat lainnya adalah vaskulitis nekrotikus dan menyebabkan meningkatnya mortalitas. Amiloidos sekunder merupakan penyulit pada penyakit leprosa berat terutama ENL kronik.

Powerpoint Templates

Page 53

Prognosis
Setelah program terapi obat biasanya prognsis baik, yang paling sulit adalah manajemen dari gejala neurologis, kontraktur dan perubahan pada tangan dan kaki. Ini membutuhkan tenaga ahli seperti neurologis, ortopedik, ahli bedah, prodratis, oftalmologis, physical medicine, dan rehabilitasi. Yang tidak umum adala h secondary amyloidosis dengan gagal ginjal dapat mejadi komplikasi. Powerpoint Templates

Page 54

KESIMPULAN
1. Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. 2. Manefestasi klinis berupa Tanda-tanda pada kulit, Bercak/kelainan kulit yang merah/putih dibagian tubuh, Kulit mengkilat, Bercak yang tidak gatal, Adanya bagian-bagian yang tidak berkeringat atau tidak berambut, Lepuh tidak nyeri, Tanda-tanda pada syaraf, Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan, Gangguan gerak anggota badan/bagian muka, Adanya cacat (deformitas), Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh. 3. Penatalaksanaan morbus Hansen meliputi pengobatan dengan obat obatan farmakologi dan rehabiltasi medic. Rehabilitasi medic meliputi pelatihan untuk mencegah kerusakan saraf, sehingga terhindar pula dari gangguan sensorik, paralisis, dan kontraktur. Powerpoint Templates Page 55

DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Cetakan kelima. Jakarta: FK UI; 2010.h. 73-88 Daili, dkk. 1998. Kusta. UI PRES. Jakarta. Djuanda, Edwin. 1990. Rahasia Kulit Anda. FKUI. Jakarta. Djuanda.A., Menaldi. SL., Wisesa.TW., dan Ashadi. LN. (1997). Kusta : diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Djuanda. A.,Djuanda. S., Hamzah. M., dan Aisah.A. Ed . (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penrbit FKUI Dacre, Jane dan Kopelman, Peter. Buku saku keterampilan klinis. Cetakan pertama. Jakarta: EGC; 2005.h.258-59. Siregar, R.S. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi kedua. Cetakan pertama. Jakarta: EGC; 2005.h.29-34. Barrett. TL., Wells. MJ., Libow.L., Quirk.C., and Elston DM. (2002). Leprosy, retrieved January 14, 2005 from http://emedicine.com/derm/byname/leprosy.htm. Last update: April 10, 2002 Ditjen PPM & PL. (2000). Buku Pedoman Program P2 Kusta Bagi Petugas Puskesmas. Jakarta : Sub Direktorat Kusta & Frambusia. Sridharan R, Lorenzo NZ.Leprosy: Neurological infection. 2007. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1165419-overview Leisinger, KM. (2005). Leprosy in the year 2005: Impressive success with the treatment of a biblical disease http://novartisfoundatin.com/en/about/organization/board/klaus-leisinger.htm WHO. (2002). Elimination of Leprosy as a Public Health Problem. retrieved January 14, 2005 from http://who.int.com/lep/stat2002/global02.htmLlast update: January 10, 2005

Powerpoint Templates

Page 56

Thank You!

By: Marissa Anggraeni

Powerpoint Templates

Page 57

You might also like