You are on page 1of 11

LAPORAN KELOMPOK COLABORATIVE LEARNING

CHRONIC RENAL FAILURE

OLEH : Kelompok 4 Reguler 2 Bryan Prasetyo Any Setiyorin M Junjung Rasa Bakti Ni Made Ardaningsih Rani Indrawati Novita Wulan Dari Devi Fradiana Windiarti Rahayu Novitasari Andriani Eny Dwi Oktaviani 115070200111014 115070200111016 115070200111018 115070201111008 115070201111010 115070200111048 115070201111026 115070201111028 115070207111014 115070207111022

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Adapun yang melatarbelakangi penulisan makalah ini selain merupakan tugas kelompok juga merupakan materi bahasan dalam mata kuliah Fundamental of pathophysiology and nursing care in Urology system. Dimana mahasiswa dari setiap kelompok akan membahas materi, sesuai dengan trigger yang telah ditugaskan kepada masing-masing kelompok. Adapun dalam makalah ini akan dibahas tentang chronic renal failure yang merupakan suatu kondisi dimana kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit. 1.2 TUJUAN 1. Memahami kelainan chronic renal failure (definisi dan klasifikasi, penyebab dan faktor risiko, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan,komplikasi) 2. Memahami dan menerapkan asuhan keperawatan holistic terhadap pasien dengan chronic renal failure 1.3 MANFAAT 1. Menambah khasanah ilmu keperawatan tentang chronic renal failure 2. Menerapkan teori chronic renal failure dalam implikasi keperawatan secara holistik kepada klien 1.4 RUMUSAN MASALAH 1. Definisi chronic renal failure 2. Klasifikasi chronic renal failure

3. Etiologi chronic renal failure 4. Patofisiologi chronic renal failure 5. Manifestasi chronic renal failure 6. Komplikasi chronic renal failure 7. Pemeriksaan Diagnostik chronic renal failure 8. Penatalaksanaan Medis chronic renal failure

BAB 2 PEMBAHASAN 1. Definisi chronic renal failure Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2 (National Kidney Foundation (NKF), 2002). Kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit. Gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus (Mary, Baradero., 2009). Gagal Ginjal Kronik adalah sindrom klinis gangguang fungsi ginjal kronik, dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama: a. Cadangan ginjal yang tidak mencukupi, ditandai dengan ketidakmampuan

mengompensasi pembebanan atau kehilangan cairan atau zat terlarut yang ekstrem. b. Insufisiensi ginjal, ditandai dengan peningkatan kadar BUN dan snagat berkurangnya kemampuan mengatasi fluktuasi zat terlarut dan air, tetapi sebaliknya dapat mempertahankan homeostasis c. Gagal ginjal, ditandai dengan peningkatan progresif BUN sampai pada titik yang menyebabkan uremia, serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (GFR < 6 mg/men/m2 (Grabes, Mark A., 2006)

2. Klasifikasi chronic renal failure 1. Batasan Penyakit Ginjal Kronik (NKF, 2002)

2. GFR dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik (

3. Klasifikasi gagal ginjal : Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4, yaitu : a. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang. b. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik. c. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik. d. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.

3. Etiologi chronic renal failure Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain: 1. Infeksi saluran kemih: pelonefritis kronik 2. Penyakit peradangan : glomerulonefitis 3. Penyakit vaskuler hipertensi : nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis 4. Gangguan jaringan penyambung : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif 5. Gangguan konginetal dan hereditas : penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal 6. Penyakit metabolic : DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis 7. Nefropati toksik : penyalahgunaan analgesic, nefropati timbale 8. Nefropati obstruktif : saluran kemih bagian atas kalkuli, neoplasma, fibrosisretroperitoneal Begitu banyak kondisi klinik yang bisa menyebabkan terjadinya GGK. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK yang bisa disebabkan dari ginjal sendiri atau dari luar ginjal. 1. Penyakit dari ginjal

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Infeksi pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis Batu ginjal : nefrilitiasis Kista di ginjal : polycystic kidney Trauma langsung pada ginjal Keganasan pada ginjal Sumbatan : batu, tumor, penyempitan

4. Penyakit umum dari luar ginjal 5. Penyakit sistemik : DM, hpertensi, kolesterol tinggi 6. Dyslipidemia 7. SLE 8. Infeksi dalam tubuh : TBC, sifilis, malaria, hepatitis 9. Preklamsi 10. Obat-obatan 11. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

4. Patofisiologi chronic renal failure (terlampir)

5. Manifestasi chronic renal failure Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan Bare (2001), Lemine dan Burke (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi system tubuh yaitu : 1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial. 2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura). 3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental dan liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis 4. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam

mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal. 5. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, kulai kaki (foot drop). 6. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tutungkai, rasa panas pada tungkai kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi, perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer. 7. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler, impotensi, penurunan libido, kemandulan 8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas trombosit, masa pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan. 9. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit, peningkatan resiko infeksi.

10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih, hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria. 11. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran glukosa. 12. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia. 13. Fungsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif.

6. Komplikasi chronic renal failure Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001) yaitu : 1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet berlebihan. 2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat. 3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiostensinaldosteron 4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis. 5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.

7. Pemeriksaan Diagnostik chronic renal failure 1. Pemeriksaan laboratorium Urin a. Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria) atau urin tak ada (anuria). b. Warna: secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan, menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin. c. Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat). d. Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,dan rasio urin/ serum sering 1:1. e. Klirens kreatinin: agak menurun f. Natrium: meningkat, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium. g. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

2. Pemeriksaan Laboratorium Darah: a. BUN/ kreatinin: meningkat, > 100 mg sehubungan dengan sindrom uremik. Kadar kreatinin 10 mg/dL atau lebih besar mengindikasikan sindrom uremik. b. Hitung darah lengkap: Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL. c. SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada azotemia. d. GDA: menunjukkan asidosis metabolic (pH < 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hydrogen dan ammonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO2 menurun. e. Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium) atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia). f. Kalium: meningkat sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. g. Magnesium/fosfat: meningkat. h. Kalsium: menurun. i. Osmolaritas serum: menunjukkan > 285 mOsm/kg.

j.

Protein (khususnya albumin): kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.

3. Pemeriksaan diagnostik lainnya : a. EKG : melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hipokalsemia) b. Ultrasonografi (USG) renogram : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal orteks ginjal, kepadatan parenkim gnjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, serta prostat. Untuk melihat adanya obstruksi akibat batu atau massa tumor c. Foto polos abdomen : menilai bentuk dan besar ginjal. Dan apakah terdapat batu atau obstruksi lain. Foto polos disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik. Dilarang berpuasa. d. Biopsy ginjal : pada klien dengan gagal ginjal tahap awal, yang masih bisa diiobati. e. Pemeriksaan foto dada : dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali, dan efusi pericardial. Tak jarang di temukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun f. Pemeriksaan radiografi tulang : melihat adanya osteodistrofi

g. Pielografi intravena: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter h. Pielografi retrograde: dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible i. j. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, massa. KUB foto: menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih dan adanya obstruksi.

k. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan: dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.

8. Penatalaksanaan Medis chronic renal failure

a. Terapi konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006). 1. Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen 2. Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. 3. Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. 4. Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). b. Terapi simtomatik 1. Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L . 2. Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. 3. Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

4. Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 5. Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. 6. Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi. 7. Kelainan sistem kardiovaskular Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. c. Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). 1. Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006). 2. Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anakanak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006). 3. Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah Kualitas hidup normal kembali Masa hidup (survival rate) lebih lama Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

Daftar Pustaka

Smeltzer, SC dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi: 8. Volume: 2. Jakarta : EGC Corwin, Elizabeth . 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

You might also like