You are on page 1of 188

1

ROMANS FORENSIK 2nd ed

DAFTAR ISI
BAB I. PENGANTAR & PRINSIP PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK (1) BAB II. VISUM ET REPERTUM SERTA CARA, SEBAB, & MEKANISME KEMATIAN (7) BAB III. IDENTIFIKASI FORENSIK (14) BAB IV. TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP) (21) BAB V. TANATOLOGI (24) BAB VI. ASFIKSIA (33) BAB VII. TRAUMATOLOGI (57) BAB VIII. ABORSI (82) BAB IX. INFANTISID (107) BAB X. KEJAHATAN SEKSUAL (115) BAB XI. KEMATIAN MENDADAK (120) BAB XII. INTOKSIKASI FORENSIK (123) BAB XIII. PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK (143)

ROMANS FORENSIK 2nd ed

BAB I PENGANTAR & PRINSIP PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK Kedokteran forensik = ilmu pengetahuan yang menggunakan multidisiplin ilmu tujuan untuk membuat terang suatu perkara pidana dan membuktikan ada tidaknya kejahatan atau pelanggaran dengan memeriksa barang bukti (Physical Evidence) dalam perkara tersebut. Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakkan hukum serta keadilan. Persamaan Kedokteran Kehakiman; Legal Medicine; Medical Jurisprudence; Forensic Medicine. Clinical Forensic, Pathology Forensic Hukum Kedokteran (Medical Law) Peran Kedokteran Forensik ? Menentukan : Mengapa : Di Masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum menyangkut tubuh manusia. Sejarah forum Bagaimana : Manfaatkan ilmu secara optimal & penuh kejujuran, serta pemeriksaan KF thd korban hidup / mati / bag tubuh manusia Untuk : Temukan kelainan, Bilamana timbul, Penyebab & sebab cedera, Penyebab, mekanisme, saat & cara kematian, serta Identifikasi Kedokteran Forensik memiliki sub ilmu yaitu : Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi anatomi Patologi Anatomi Forensik Toksikologi Forensik dan Kimiawi Forensik 3 ROMANS FORENSIK 2nd ed

Misal : berkaitan dengan obat-obatan psikotropika yang bisa diperiksa dengan sampel urine Parasitologi Forensik / Entomolgi Forensik Misal : kalau pada autopsi ditemukan larva lalat ini harus diperiksa oleh bagian parasitologi forensik supaya bisa membantu menemukan waktu kematian Odontologi Forensik : pemeriksaan gigi Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh tubuh dari tulang sampai gigi Radiologi Forensik Termasuk disini adalah photo-photo, CT-Scan, dan USG. Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai alat bukti pada proses hukum. Traumatologi Forensik Trauma terdiri dari : trauma fisik, trauma kimia, dan balistik (senjata api), dll Psikiatri Forensik Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku, dimana pelaku melakukan kejahatan berdasarkan adanya gangguan jiwa dan bagian ini dilakukan oleh psikiater ataupun psikolog. Laboratorium Forensik Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA, toksikologi tapi juga DNA yang diambil dari jaringan yang tidak cepat membusuk.Misal : rambut, percikan darah

ROMANS FORENSIK 2nd ed

Proses penyidikan perkara pidana a.menerima laporan/informasi dan atau melihat langsung terjadinya perkara, masuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) b.mencari informasi/memeriksa TKP dan para saksi peristiwa serta pemeriksaan para saksi 5 ROMANS FORENSIK 2nd ed

c. melakukan konsultasi terhadap para ahli untuk pemeriksaan barang bukti korban/terdakwa atas dasar legalitas hukum d.penyidikan lebih lanjut atas informasi/keterangan para ahli e.pemberian label terhadap barang bukti mati dan surat permintaan pemeriksaan/ konsultasi kepada yang lebih berwenang f. pengawalan langsung terhadap pengiriman/konsultasi Barang Bukti atau kasus korban/terdakwa untuk pemeriksaan tertentu g.pendekatan dan penjelasan kepada keluarga korban atau korban untuk macam pemeriksaan Kedokteran Forensik dan persetujuannya (Informed Consent) Jadi Singkatnya : ada surat permintaan penyidik ada surat persetujuan keluarga/korban/terdakwa untuk pemeriksaan legalitas hukum pengiriman Barang Bukti/korban atau terdakwa untuk pemeriksaan Dalam proses pemeriksaan medis kesiapan Barang bukti/korban/terdakwa dan penyidik (termasuk keluarga bila perlu) penyidik siap melihat langsung pemeriksaan dan mengamankan lingkungan, mencatat serta membuat dokumentasi fakta pada korban/BB akibat peristiwa penyidik siap sebagai konsultan peristiwa dan penghubung keluarga sesuai kebutuhan pihak medis penyidik siap menerima BB yang lain yang terdapat pada korban/BB untuk pemeriksaan 6 ROMANS FORENSIK 2nd ed

lebih lanjut atau untuk barang bukti di sidang pengadilan menyerahkan jenazah korban atau korban hidup kepada keluarga setelah pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dianggap selesai menerima hasil pemeriksaan medis, sementara atau definitif bertanggung jawab terhadap seluruh biaya pemeriksaan medis (Perda, SK Direktur RS, Pasal 136 KUHAP) Dalam proses sidang pengadilan koordinasi penyidik, jaksa, hakim, terdakwa, para saksi/saksi ahli dan penasehat hukum serta keluarga korban/terdakwa pertanggunganjawab masing-masing para saksi, saksi ahli, penyidik serta terdakwa atau korban hidup yang dapat/siap di sidang pengawalan dan pengamanan lingkungan, terdakwa, korban hidup dan para saksi/saksi ahli surat panggilan para saksi/saksi ahli, korban hidup dan terdakwa kesiapan alat bukti, barang bukti untuk dipertanggungjawabkan dalam forum kesiapan forum sidang pengadilan sesuai hukum yang berlaku kesiapan para saksi ahli termasuk dokter untuk mengucapkan sumpah di forum sidang pengadilan Kerahasiaan kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masingmasing

ROMANS FORENSIK 2nd ed

tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang pengadilan khususnya para saksi/saksi ahli dan penyidik kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum pengadilan sebelum dan sesudah perkara selesai ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia Prinsip hasil pemeriksaan medis obyektif sesuai pengamatan/pemeriksaan pihak medis berdasarkan norma atauran/standart pelayanan medis, khususnya standart pelayanan kedokteran forensik landasan utama berdasarkan ilmu kedokteran orientasi ilmu hukum dapat dipertanggungjawabkan secara medis berorientasi / tidak berorientasi dengan ilmu hukum Informed concent prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan informasi dari pihak penyidik (Pasal 134 KUHAP) penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga korban untuk ,menentukan macam pemeriksaan (PL, otopsi, TKP, penunjang, dll) penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan pemeriksaan jenazah (PL, otopsi) Jadi Informed Consent : dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik berupa surat permintaan V et R

ROMANS FORENSIK 2nd ed

dari korban/keluarga korban antara pihak penyidik, tim medis dan keluarga korban berupa surat persetujuan keluarga dari keluarga korban untuk : pangruti jenazah (agama) pengawetan jenazah (penundaan pemakaman dan WNA) pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance dan pesawat terbang) Rekam Medis Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban, berkaitan dengan segala macam pemeriksaan medis serta hasilnya V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni yang sudah dianalisa dari data RM dan pertanggungjawabnya RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun 1966 dan Pasal 170 KUHAP). Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP), bila diluar sidang sanksinya menurut hukum yang berlaku. RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI.
Perbedaan : V et R Surat Keterangan Medis Merupakan pasien bukti Dokter atau dokter gigi

Korban/penderit Merupakan a barang medis Pembuat Dokter

Awal kontrak /Kontrak Kontrak pemeriksaan permintaan pemeriksaan daridari pasien sendiri pemeriksaan pihak berwenang

ROMANS FORENSIK 2nd ed

(polisi, hakim)

jaksa,

Format laporan Dalam bentukDalam bentuk surat visum et repertum keterangan medis (misal surat keterangan sehat) Penyerahan Diserahkan Diserahkan hanya laporan kepada pihakkepada pasien pemohon Masa berlaku Sampai Ada batas waktu berakhirnya tertentenggang waktu proses peradilan tertentu) Informed Tidak diperlukan Harus ada consent

BAB II VISUM ET REPERTUM SERTA CARA, SEBAB, & MEKANISME KEMATIAN Pengertian Menurut bahasa : berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum (melaporkan). Menurut istilah : adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah 10 ROMANS FORENSIK 2nd ed

jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya. Menurut lembar negara 350 tahun 1973 : Suatu laporan medik forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk peradilan. Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184. Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu: 1.Keterangan saksi 2.Keterangan ahli 3.Keterangan terdakwa 4.Surat-surat 5.Petunjuk Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu: 1.Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim 2.Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat 3.Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih baru Pembagian Visum et Repertum Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu: 11 ed ROMANS FORENSIK 2nd

1.VeR hidup VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu: a.VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat I atau luka golongan C. b.VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan. Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak Mengarahkan penyelidikan Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara terhadap terdakwa Menentukan tuntutan jaksa Medical record c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR. 2.VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian. 3.Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian pihak 12 ROMANS FORENSIK 2nd ed

yang menyatakan merupakan VeR.

bahwa

ekspertise

bukan

Pembagian lain visum et repertum : 1.menurut peristiwa : a. VeR perlukaan b. VeR kejahatan seksual c. VeR psikiatrik d. VeR jenazah 2.menurut barang bukti : b.VeR hidup b.VeR mati 3.menurut sifat : b.VeR sementara, lanjutan, definitif b.VeR barang bukti benda, ekshumasi, TKP Susunan Visum et Repertum Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu: 1.Pembukaan Ditulis pro justicia yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai pengganti materai. 2.Pendahuluan Bagian pendahuluan berisi: Identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat permohonan mengenai jam, tanggal, dan tempat Pernyataan dokter, identitas dokter Identitas peminta visum Wilayah Identitas korban Identitas tempat perkara 3.Pemberitaan Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa: Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan kedokteran 13 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain Untuk ahli bedah yang mengoperasi dimintai keterangan apa yang diperoleh. Jika diopname tulis diopname, jika pulang tulis pulang Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf untuk mencegah pemalsuan. Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat, dan keadaan luka. 4.Kesimpulan Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat antara apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya jenis luka, kualifikasi luka, atau bila korban mati maka dokter menulis sebab kematiannya. 5.Penutup Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama terang dokter yang membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau pekerjaan dokter. Kualifikasi Luka Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu: 1.Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1. 2.Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B 14 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi 3.Luka berat / luka derajat III / luka golongan A Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu: - Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut (NB : semua luka tembus yang mengenai kepala, dada atau perut dianggap membawa bahaya maut) - Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya - Hilangnya salah satu panca indra korban - Cacat besar - Terganggunya akan selama > 4 minggu - Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum Pihak yang berhak meminta VeR 1.Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara untuk menjalankan undang-undang. 2.Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II. 3.Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat. 4.Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C. Syarat pembuat: Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut) Di wilayah sendiri Memiliki SIP 15 ROMANS FORENSIK 2nd ed

Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR korban hidup, yaitu: 1.Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2.Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos. 3.Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter. 4.Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter. 5.Ada identitas korban. 6.Ada identitas pemintanya. 7.Mencantumkan tanggal permintaan. 8.Korban diantar oleh polisi atau jaksa. Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR jenazah, yaitu: 1.Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2.Harus sedini mungkin. 3.Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar. 4.Ada keterangan terjadinya kejahatan. 5.Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki. 6.Ada identitas pemintanya. 7.Mencantumkan tanggal permintaan. 8.Korban diantar oleh polisi. Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 16 ed ROMANS FORENSIK 2nd

hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum. Lampiran visum Fotografi forensik Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut Penjelasan istilah kedokteran Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi) CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN Cara kematian = macam kejadian yang bertanggung jawab terhadap kematian Cara Kematian : 1. Wajar : karena penyakit 2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian Sebab kematian : 1.Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital 2.Trauma : a. mekanik : - tajam : iris, tusuk, bacok - tumpul : memar, lecet, robek, patah - senjata api (balistik) - bahan peledak/bom b. fisik : - suhu : dingin, panas - listrik/petir c. kimiawi : - asam - basa - intoksikasi 17 ROMANS FORENSIK 2nd ed

Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan fisiologik dan atau biokimia yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian Mekanisme kematian : 1. Mati lemas (asfiksia) 2. Perdarahan 3. Kerusakan organ vital 4. Refleks vagal 5. Emboli 6. dll Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme

BAB III IDENTIFIKASI FORENSIK Definisi : Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan 18 ed ROMANS FORENSIK 2nd

untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan. Tujuan Identifikasi forensik : 1. Kebutuhan etis & kemanusiaan 2. 3. 4. 5. 6. Pemastian kematian seseorang secara resmi & yuridis Pencatatan identitas administratif & pemakaman untuk keperluan

Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata Pembuktian klaim asuransi, pensiun dll Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal (bila ada)

Peran Identifikasi : 1.Pada Orang Hidup o semua kasus medikolegal o penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri o orang yang didakwa pelaku pembunuhan o orang yang diakwa pelaku pemerkosaan o identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya o anak hilang o orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya o tuntutan hak milik o untuk kepentingan asuransi o tuntutan hak pensiun 2. Pada jenazah, dilakukan pada keadaan; o kasus peledakan o kasus kebakaran 19 ROMANS FORENSIK 2nd ed

o kecelakaan kereta api atau pesawat terbang o banjir o kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum Ada dua metode, yaitu ; a. Identifikasi Komparatif - Dalam komunitas terbatas - Data antemortem & postmoterm tersedia b.Identifikasi Rekonstruktif - Komunitas korban tidak terbatas - Data antemortem tidak tersedia Cara Identifikasi yang biasa dilakukan : 1. Secara visual keluarga/rekan memperhatikan korban (terutama wajah). Syarat : korban dalam keadaan utuh. Kelemahan : sangat dipengaruhi faktor sugesti dan emosi 2. Pengamatan pakaian catat: model, bahan, ukuran, inisial nama & tulisan pada pakaian. Sebaiknya : simpan pakaian atau potongan pakaian (20x10 cm), foto pakaian 3. Pengamatan perhiasan catat : jenis (anting, kalung, gelang, cincin dll), bahan (emas,perak, kuningan dll), inisial nama. Sebaiknya : simpan perhiasan dengan baik 4.Dokumen : KTP, SIM, kartu golongan darah, dll 5. Medis pemeriksaan fisik : tinggi & berat badan, warna tirai mata, adanya luka bekas operasi, tato 20 ed ROMANS FORENSIK 2nd

6. Odontologi bentuk gigi & rahang : khas, sangat penting bila jenazah dalam keadaan rusak/membusuk, perlu diingat : dental record di Indonesia masih sangat terbatas 7. Sidik jari tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang sama mudah dan murah 8. Serologi korban memeriksa darah dan cairan tubuh

9. DNA sangat akurat, tapi mahal 10. Ekslusi biasanya digunakan pada korban kecelakaan masal, menggunakan data/daftar penumpang Metode pemeriksaan terbagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Identifikasi primer : DNA Sidik Jari Odontologi Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan 2-3 metode pemeriksaan dengan hasil (+) 2. Identifikasi sekunder Cara sederhana : melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang ditemukan. Cara Ilmiah : melalui tektik keilmuan tertentu seperti sidik jari, kedokteran, odontologi, DNA , dll Pada jenazah yang telah membusuk ditentukan : Ras Jenis Kelamin 21 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Perkiraan umur Tinggi badan Penentuan Jenis Kelamin : wajah, potongan tubuh, bentuk rambut, pakaian, ciri-ciri seks, buah dada, pemeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis, rangka, dan histologik/kromosom. Penentuan jenis kelamin berdasarkan rangka : rangka wanita lebih halus, indeks iscium-pubis wanita lebih besar 15% dari ukuran laki-laki, luas permukaan prosesus mastoideus wanita lebih kecil, manubrium sterni wanita separuh panjang korpus sterni, tulang panjang wanita lebih pendek, lebih ringan, lebih halus, dan impressinya lebih sedikit. Penentuan umur : - bayi baru lahir : penentuan umur kehamilan, viabilitas, berat badan, panjang badan, pusat penulangan, tinggi badan ( jarak antara kepala samapai ke tumit/crown-heel, jarak antara kepala ke tulang ekor/crown-rup) - anak-anak & dewasa < 30 thn : persambungan spheno-occipital tjd dlm umur 17-25 thn (pd wanita 17-20 thn), unifikasi tulang selangka mulai umur 18-25 thn & menjadi lengkap usia 31 thn ke atas, korpus vertebrae sblm usia 30 thn menunjukkan alur-alur yang berjalan radier pada bgn permukaan atas&bawah - dewasa > 30 thn : sutura sagitalis. Coronaries, dan lamboideus mulai menutup pada usia 2030 thn, sutura parietomastoid dan sutura squamaeus menutup usia lima tahun kemudian 60 thn, sutura sphenoparietal menutup usia 70 thn Penentuan tinggi badan : Melalui pengukuran tulang panjang : 22 ROMANS FORENSIK 2nd ed

o o o o

femur 27% dr tinggi badan tibia 22% dr tinggi badan humerus 35% dr tinggi badan tulang belakang dr tinggi badan

Formula Stevenson : o TB = 61,7207 + (2,4378 x pjg Femur) + 2,1756 o TB = 81,5115 + (2,8131 x pjg Humerus) + 2,8903 o TB = 59,2256 + (3,0263 x pjg Tibia) + 1,8916 o TB = 80,0276 + (3,7384 x pjg Radius) + 2,6791 Formula Trotter dan Gleser : o TB = 70,37 + 1,22 (pjg Femur + pjg Tibia) + 3,24 Pengukuran dengan osteometric board & tulang harus kering Melakukan identifikasi jenazah kepada : Jenazah tidak dikenal Jenazah yang membusuk atau kerangka Kasus penculikan anak Kasus bayi tertukar Keraguan siapa orang tua anak Identifikasi korban bencana masal : Organisasi Interpol Secara internasional identifikasi korban massal adalah tanggung jawab polisi Interpol Disaster Victim Identification Standing Comittee yang beranggotakan 114 negara di dunia dan bersidang setahun sekali di Lyon Yang harus dilakukan : 23 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Fase I :Unit Penanganan di TKP (Tempat Kejadian Peristiwa), Kegiatan : Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dgn ukuran 5 x 5 m. Memberi tanda setiap sektor. Memberikan label pandang dan label orange pada jenazah dan potongan jenazah diikat pada tubuh/ibu jari kaki korban. Memberikan label putih pada barang-barang pemilik tercecer. Membuat sketsa dan foto tiap sektor Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang, dengan : Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam karung plastik dan diberi label sesuai nomor jenazah. Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan diberi label sesuai nomor jenazah. Diangkut ketempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan dibuat berita acara penyerahan kolektif. Fase II : Unit postmortem : Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang dari unit TKP. Registrasi ulang dan pengelompokan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh potongan jenazah dan barang-barang. Membuat foto jenazah. Mencatat semua ciri-ciri korban sesuai formulir interpol Mengambil sidik jari korban dan golongan darah (Ident/Labfor). Mencatat gigi-gigi korban (Odontogram). 24 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Membuat Ro. Foto jika perlu. Melakukan otopsi. Mengambil data-data ke unit pembanding. Fase III : Unit ante mortem Mengumpulkan data-data nama korban dari daftar penumpang serta data semasa hidup seperti foto dan lain-lain yang dikumpulkan dari instansi tempat korban bekerja, keluarga/kenalan, dokter-dokter gigi pribadi, polisi (sidik jari). Memasukkan data-data yang masuk dalam formulir yang tersedia formulir AM Kuning. Mengelompokkan data-data Ante Mortem.berdasarkan : o Jenis kelamin o Umur o Kewarganegaraan Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data

Fase IV Unit pembanding data (rekonsiliasi) o Cek dan recek hasil unit pembanding data. o Mengumpulkan hasil identifikasi korban. o Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan surat-surat lain yang diperlukan. o Menerima keluarga korban. o Publikasi yang benar dan terarah oleh komisi identifikasi sangat membantu masyarakat mendapat informasi yang terbaru dan akurat. Fase V 25 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Dilakukan Evaluasi Dilakukan evaluasi yang terhadap masing-masing fase

komprehensif

BAB IV TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP) Definisi : Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya peristiwa tindak pidana atau kecurigaan suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian. Penyidik: 1.melakukan pengamatan/observasi TKP 2.membuat sketsa/foto 3.penanganan korban 26 ed ROMANS FORENSIK 2nd

4.penanganan terhadap pelaku/kerugian lain 5.penanganan terhadap barang bukti KUHP pasal 20 minta bantuan dokter, apakah kasus pidana atau tidak Jika dokter tidak mau sanksi KUHP pasal 24 Bantuan dokter dapat berupa: 1. persiapan permintaan tertulis atau tidak, catat tanggal permintaan, siapa peminta, lokasi dimana, dan alat pemeriksa TKP 2. biaya ditanggung yang meminta 3. jika korban masih hidup identifikasi secara visual: pakaian secara visual terhadap perhiasan, dokumen, kartu pengenal lainnya identifikasi medik dari ujung rambut sampai kaki termasuk gigi dan identifikasi sidik jari 4. jika korban mati buat sketsa foto situasi ruangan, lihat TKP (porak-poranda atau tenang): identifikasi lihat bab identifikasi lihat tanatologi suhu rektal, lebam mayat, kaku mayat. (1. kulit pucat, 2. relaksasi otot, 3. penurunan suhu, 4. perubahan mata, 5. lebam mayat, 6. kaku mayat, 7. pembusukan) lihat lukanya lokasi luka, garis tengah luka, banyak luka, ukuran luka (cm ditulis sentimeter), sifat luka: o tepi luka (jika ditautkan berbentuk garis atau tidak) o sudut luka (tumpul atau tidak) o jembatan jaringan (terpotong atau tidak) 27 ROMANS FORENSIK 2nd ed

o ada lecet atau memar di sekitar luka o tanda: fraktur atau krepitasi tulang o dasar luka (bersih atau tidak) o koordinat luka Kesan: luka akibat benda tajam/tumpul, dll darah o warna merah/tidak o tetesan, genangan, atau garis o melihat bentuk/sifat darah dapat diperkirakan sumber darah darah bundar tepi kecil darah jatuh vertikal jarak = 60 cm darah bundar, tepi seperti jarum darah jath vertikal jarak 60-120 cm darah bundar, tepi garis seperti roda darah jatuh secara vertikal jarak > 120 cm darah bulat lonjong darah jatuh arahnya miring o distribusi darah dari dada ke kaki bentuk genangan (bunuh diri), morat marit (pembunuhan) o sumber dari arteri (pancaran lebih jauh dan warna lebih terang) darah merah berbuih dari saluran respirasi darah coklat hitam dari saluran cerna 5.identifikasi lanjutan ada sperma atau tidak pengambilan darah : jika di dinding kering dikerok, jika pada pakaian digunting 28 ed ROMANS FORENSIK 2nd

darah basah/segar masukan termos es kirim ke lab kriminologi 6.identifikasi lanjutan rambut sperma kering atau tidak secara visual sinar UV air ludah, bekas gigitan bisa ditentukan golongan darah 7.membuat kesimpulan di TKP mati wajar atau tidak bunuh diri genangan darah, TKP tengang tidak morat-marit, ada luka percobaan, luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka tangkisan, pakaian masih baik pembunuhan TKP morat marit, luka multipel, ada luka yang mudah dicapai ada yang tidak, luka di sembarang tempat, pakaian robek, ada luka tangkisan karena perlawanan kecelakaan mati wajar karena penyakit Dengan melihat keadaan TKP lakukan : 1.penentuan mati wajar atau tidak 2.menentukan saat kematian 3.menentukan cara kematian/menentukan diagnosis mati Tugas dokter di TKP untuk membantu visum dan otopsi apakah sesuai dengan TKP atau tidak.

29 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

BAB V TANATOLOGI Pengertian Thanatos : yang berhubungan dengan kematian Logos : ilmu adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Atau Ilmu yang mempelajari tentang mati dan diagnostik mati dan perubahan postmortem dan faktorfaktor yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja. Fungsi Tanatologi : o Menegakkan diagnosa mati o Memperkirakan saat kematian o Untuk menentukan proses cara kematian o Untuk mengetahui sebab kematian Defenisi mati : Berhentinya ketiga sistem yaitu kardiovaskular, respirasi , dan sistem daraf pusat, yang merupakan satu unit kesatuan dan tidak terkonsumsinya oksigen. Istilah Mati : o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV, Sist.respiratory) mati ireversibel/menetap, tetapi beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi sementara memungkinkan untuk transplantasi. Aktivitas otak dinyatakan berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt o Mati seluler/molekuler : kematian organ & jaringan, sesaat setelah kematian somatis ( otak & jar.syaraf +5 menit setelah mati klinis, 30 ed ROMANS FORENSIK 2nd

otot +4 jam setelah mati klinis, kornea +6 jam setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam; dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfat atropin 1% ke dalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati. o Mati suri : Dalam stadium somatic death perlu diketahui suatu keadaan yang dikenal dengan istilah mati suri atau apparent death. Mati suri ini terjadi karena proses vital dalam tubuh menurun sampai taraf minimum untuk kehidupan, sehingga secara klinis sama dengan orang mati. Dalam literatur lain mati suri adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur (barbiturat), tersengat aliran listrik, kedinginan, mengalami anestesi yang dalam, mengalami acute heart failure, mengalami 31 ed ROMANS FORENSIK 2nd

neonatal anoxia, menderita catalepsy dan tenggelam. o Mati serebral : kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversibel, kecuali batang otak dan serebelum (SCV dan respirasi masih berfungsi) o Mati otak/batang otak : kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversibel, termasuk batang otak dan serebelum Diagnosa mati Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas refleks hilang Mendeteksi tidak berfungsinya Respirasi : 1.Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi. 2.Tidak ada bising napas pada auskultasi. 3.Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes Winslow. 4.Tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban. 5.Tidak ada gerakan bulu burung yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban. Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, yaitu : 1.Areflex 2.Relaksasi 3.Pergerakan tidak ada 4.Tonus tidak ada 5.Elekto Ensefalografi (EEG) mendatar / flat Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler, yaitu : 1.Denyut nadi berhenti pada palpasi. 32 ed ROMANS FORENSIK 2nd

2.Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi. 3.Elektro Kardiografi (EKG) mendatar / flat. 4.Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kitaikat. 5.Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan larutan Icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan. 6.Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis. Tanda kematian : Tidak pasti Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit Kulit pucat Tonus otot menghilang dan relaksasi Pembuluh darah retina mengalami segmentasi bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan Pasti Lebam mayat (livor mortis) Kaku mayat (rigor mortis) Penurunan suhu tubuh (algor mortis) Pembusukan (decomposition, putrefaction) Adiposera atau lilin mayat Mummifikasi Perubahan post mortem : Kulit wajah pucat : krn sirkulasi berhenti, darah mengendap terutama pembuluh darah besar 33 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Relaksasi primer : krn tonus otot tidak ada rahang bawah melorot Perubahan pada mata : pandangan mata kosong, refleks (-) 10-12 jam keruh kornea Penurunan suhu badan : karena perpindahan panas ke dingin melalui konduksi, konveksi dan radiasi serta evaporasi Penurunan suhu = 10x(37-temperatur rektal) = ..... jam Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post Mortem Interval (PMI) oleh Glaister dan Rentoul : Formula untuk suhu dalam derajat Celcius PMI = 37 o C - RT o C +3 Formula untuk suhu dalam derajat Fahrenheit PMI = 98,6 o F - RT o F 1,5 Perubahan pada kulit : Lebam mayat (livor mortis) : terjadi karena pengendapan butir-butir ertirosit karena adanya gaya gravitasi sesuai dengan tubuh, berwarna biru ungu tetapi masih dalam pembuluh darah. Timbul 20-30 menit dan setelah 6-8 jam lebam mayat masih bisa ditekan dan masih bisa berpindah tempat. Suhu tubuh yang tinggi dapat mempercepat timbulnya lebam mayat. Korban meninggal -> peredaran darah berhenti -> stagnasi -> akibat gravitasi -> darah mencari tempat yang terendah -> terlihat bintik-bintik merah kebiruan. Timbul : 15 20 menit Lokalisasi : tempat yang terendah 34 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Kecuali : bagian tubuh yang - tertekan dasar - tertekan pakaia Perbedaan antara lebam mayat & hematom lihat bab traumatologi 4 jam setelah meninggal -> extravasasi pigment darah -> letak lebam mayat tidak berubah, bila posisi mayat tidak diubah. Warna lebam mayat: - Normal : Merah kebiruan - Keracunan CO : Cherry red - Keracunan CN : Bright red - Keracunan nitro benzen : Chocolate brown - Asphyxia : Dark red Warna Lebam Mayat Lebam mayat sering berwarna merah padam, tetapi bervariasi, tergantung oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila terjadi bendungan, hipoksia, mayat memiliki warna lebam yang lebih gelap karena adanya hemoglobin tereduksi dalam pembuluh darah kulit. Lebam mayat merupakan indikator kurang akurat dalam menentukan mekanisme kematian, dimana tidak ada hubungan antara tingkat kegelapan lebam mayat dengan kematian yang disebabkan asfiksia. Sering kematian sebab wajar oleh karena gangguan koroner atau penyakit lain memiliki lebam yang lebih gelap. Terkadang area lebam mayat berwarna terang dan dilanjutkan dengan area lebam mayat berwarna lebih gelap. Hal ini akan berubah seiring memanjangnya interval post mortem. Sering kali warna lebam mayat merah terang atau merah muda. Kematian yang disebabkan hipotermi atau terpapar udara dingin selama beberapa waktu, seperti tenggelam, dimana warna lebam mayat dapat 35 ed ROMANS FORENSIK 2nd

menentukan penyebab kematian, tetapi relatif tidak spesifik oleh karena mayat yang terpapar udara dingin setelah mati (terutama bila mayat yang di dalam lemari es mayat) dapat terjadi perubahan lebam dari merah padam menjadi merah muda. Mekanismenya belum pasti, tetapi sangatlah jelas merupakan hasil dari perubahan hemoglobin tereduksi menjadi oksihemoglobin. Hal ini dapat dimengerti pada kasus hipotermi, dimana metabolisme reduksi dari jaringan gagal mengambil oksigen dari sirkulasi darah. Diketahui bahwa lebam mayat yang merah padam berubah menjadi merah muda pada batas horizontal anggota tubuh bagian atas, warna lebam pada anggota tubuh bagian bawah tetap gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif lebam dapat ditentukan, dimana hemoglobin lebih mudah mengalami reoksigenasi karena eritrosit kurang mengendap pada bagian lebam. Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Yang paling sering adalah merah terang (cherry-pink), oleh karena karboksihemoglobin (CO-Hb) terletak pada seluruh jaringan, warna ini khas dan sering merupakan indikasi pertama adanya keracunan karbonmonoksida (CO). Keracunan sianida (CN) memiliki ciri khas tertentu, yaitu warna lebam mayat merah kebiruan yang disebabkan terjadi bendungan dan sianosis (kurang O2, karena pelepasan O2 ke jaringan dihambat). Bila ahli forensik tidak teliti terhadap penyebab dari riwayat dan bau sianida (CN-bau amandel), sangatlah susah menggunakan lebam mayat sebagai satu-satunya indikasi penyebab kematian. Lebam mayat yang berwarna merah kecoklatan pada methemoglobinemia dan dapat 36 ed ROMANS FORENSIK 2nd

memiliki warna yang bervariasi pada keracunan aniline dan klor. Kematian yang disebabkan sepsis dimana Clostridium perfringens sebagai agen infeksi, bercak berwarna pucat keabuan dapat terkadang terlihat pada kulit, Walaupun hal ini tidak timbul pada lebam. Pemeriksaan laboratorium sederhana yaitu test resistensi alkali dapat juga dilakukan, yaitu dengan menetesi contoh darah yang telah diencerkan dengan NaOH/KOH 10%. Pada CO, warna tetap beberapa saat oleh karena resistensi, sedangkan pada CN, warna segera menjadi coklat oleh karena terbentuknya hematina alkali. Pada anemi berat, lebam mayat yang terjadi sedikit, warna lebih muda dan terjadi biasanya lebih lambat. Pada polisitemia sebaliknya lebam mayat lebih cepat terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan lebam mayat adalah: viskositas darah, termasuk berbagai penyakit yang mempengaruhinya, kadar Hb, dan perdarahan (hipovolemia). Perubahan pada otot Rigor mortis : karena adanya kelenturan otot setelah mati karena adanya metabolisme tingkat selular masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogenenergiADP ATP. Selama masih ada energiaktin miosin masih regang. Jika glikogen otot habis dan energi tidak ada maka ADP tidak bisa jadi ATP ADP tertumpuk aktin miosin membeku kaku. Timbul : 1-3 jam postmortem, dipertahankan 6-12 jam, dimulai dari otot kecil : rahang bawah, anggota gerak atas, dada, perut dan anggota bawah kemudian kaku lengkap dalam 6-12 jam dan dipertahankan 24-48 jam. 37 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Faktor yang mempercepat terjadinya rigor mortis, yaitu : Aktivitas fisik pra kematian / pre mortal. Suhu tubuh tinggi. Konstitusi berupa tubuh kurus. Suhu lingkungan tinggi. Umur yaitu anak-anak dan orang tua. Gizi yang jelek. Kekakuan yang menyerupai kaku mayat : 1.Cadaveric spasm (instantaneous rigor) o akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal o kaku mayat timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer, mayat langsung mengalami kekakuan secara terus-menerus sampai terjadi relaksasi sekunder o Terlihat pada kasus : bunuh diri dengan pistol atau senjata tajam, mati tenggelam, mati mendaki gunung, pembunuhan dimana korban menggenggam robekan pakaian pembunuh.
Pembeda Waktu timbul Rigor Mortis Dua jam setelah meninggal. Rigor mortis lengkap setelah 12 jam. Habisnya cadangan glikogen secara general. Sentripetal, dari otot-otot kecil kemudian otot besar. Cadaveric Spasm Sesaat sebelum meninggal (intravital) dan menetap Kelelahan, emosi hebat, ketegangan, dan lain-lain. Habisnya cadangan glikogen pada otot setempat. Kaku otot pada satu kelompok otot tertentu.

Faktor predisposisi Etiologi Pola terjadinya kaku otot

38 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Kepentingan medikolegal

Untuk penentuan saat kematian. Dingin. Ada. Ada Lambat Cepat hilang Kurang Menyeluruh Tidak ada respon otot. Dapat dilawan dengan sedikit tenaga.

Suhu mayat Kematian sel. Relaksasi primer Timbulnya Lamanya Koordinasi otot Lokasi otot Rangsangan sel. Kaku otot.

Untuk menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Biasanya pada kasus pembunuhan, bunuh diri, dan kecelakaan. Hangat. Tidak ada. Tidak ada Cepat Lambat hilang (dipertahankan) Baik Setempat (yang aktif) Ada respon otot. Perlu tenaga kuat untuk melawannya.

2. Heat stiffening : o kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas o serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude) pada kasus mati terbakar 3.Cold stiffening o terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot Pembusukan : a. Autolisis o Tubuh membentuk enzim merusak sel dari nukleussitoplasmadindinghancur b.Mikroorganisme : bakteri patogen dalam sekum 39 ed ROMANS FORENSIK 2nd

o Setelah mati daya tahan tubuh turun karena leukosit menurun kuman mudah masuk ke pembuluh darah media baik untuk tumbuh kuman hancurkan darah dan bentuk amonia dan H2S pertama kali terlihat didaerah kanan pada fossa iliaka kanan tepatnya disekum terlihat warna ungu (livide) yang merupakan reaksi Hb dan H2S methsulf Hb. o Gas pembusukan masuk ke pembuluh darah pembuluh darah melebar sehingga perut menggembung pecahnya kapiler di alveoli keluar darah lewat hidung. o Pembusukan dimulai 48 jam postmortem, belatung pada 36 jam kemudian. Faktor-faktor yang mempengaruhi cepatlambatnya pembusukan mayat, yaitu : a. dari luar 1) Mikroorganisme/sterilitas. 2) Suhu optimal yaitu 21-380C (70-1000F) mempercepat pembusukan. Berhenti pada suhu 2120F 3) Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan. 4) Sifat medium. Udara : air : tanah = 8 : 2 : 1 (di udara pembusukan paling cepat, di tanah paling lambat). Hukum Casper. b. dari dalam 1) Umur. Bayi yang belum makan apa-apa paling lambat terjadi pembusukan. 2) Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh kurus. 3) Keadaan saat mati. Udem, infeksi dan sepsis mempercepat pembusukan. Dehidrasi memperlambat pembusukan. 40 ed ROMANS FORENSIK 2nd

4) Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami pembusukan. Golongan alat tubuh berdasarkan kecepatan terjadi pembusukan : 1) cepat : otak, lambung, usus, uterus hamil/post partum 2) lambat : jantung, paru, ginjal, diafragma 3) paling lambat : prostate, uterus yang tidak hamil Perbedaan Bulla Intravital dan Bulla Pembusukan
Bulla Intravital Kecoklatan Tinggi Hiperemis Intraepidermal Ada Perbedaan Warna kulit ari Kadar albumin & klor Bulla Dasar bulla Jaringan yang terangkat Reaksi jaringan & respon darah Bulla Pembusukan Kuning Rendah atau tidak ada Merah pembusukan Antara epidermis & dermis Tidak ada

Variasi-variasi pembusukan: a. Mummifikasi o Terjadi bila temperatur turun, kelembaban turun dehidrasi viceral sehingga kumankuman tidak berkembang tidak terjadi pembusukan mayat mengecil, bersatu berwarna coklat kehitaman, struktur anatomi masih lengkap sampai bertahun-tahun. o Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan 41 ed ROMANS FORENSIK 2nd

o Syarat terjadinya mummifikasi : o Suhu relatif tinggi o Kelembaban udara rendah o Aliran udara baik o Waktu yang lama (12-14 minggu) o Yang terlihat pada mummifikasi adalah penyusutan bentuk tubuh, kulit padat hitam seperti kertas perkamen b. Adipocare o Terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak jenuh (asam palmitat, asam stearat, asam oleat) dihidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh yang relatif padat . o Suhu tinggi kelembaban tinggi lemak asam lemak pH turun kuman tidak bisa berkembang asam lemak dehigrogenase penyabunan mayat menjadi kebalikannya mumifikasi. o Syarat terjadinya adiposera : o Suhu rendah, kelembaban tinggi o Lemak cukup o Aliran udara rendah o Waktu yang lama Perkiraan Saat Kematian Perubahan pada mata : Kekeruhan menyeluruh pada kornea terjadi kira-kira 10-12 jam pasca mati Perubahan dalam lambung : Pengosongan lambung yang terjadi dalam 3-5 jam setelah makan terakhir, misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna. Kecepatan pengosongan lambung ini dipengaruhi oleh penyakit42 ed ROMANS FORENSIK 2nd

penyakit saluran cerna, konsistensi makanan dan kandungan lemaknya. Perubahan rambut : Panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari Pertumbuhan kuku : Pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm/hari Perubahan dalam cairan serebrospinal : Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, Kadar nitrogen non protein kurang 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam Metode Entomologik : Larva Musca domestica mencapai panjang 8 mm pada hari ke-7, berubah menjadi kepompong pada hari ke-8, menjadi lalat pada hari ke-14. Larva Sarcophaga cranaria mencapai panjang 20 mm pada hari ke-9, menjadi kepompong pada hari ke-10 dan menjadi lalat pada hari ke-18. Necrophagus species akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari. Reaksi supravital : Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Rangsang listrik dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90120 menit pasca mati, mengakibatkan sekresi 43 ROMANS FORENSIK 2nd

ed

kelenjar sampai 60-90 menit pasca mati, trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati

44 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

BAB VI ASFIKSIA Definisi Merupakan suatu keadaan dimana suplai O2 ke jaringan berkurang Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab asfiksia wajar dan tidak wajar. Penyebab asfiksia wajar karena penyakit seperti difteri, tumor laring, asma bronkiale, pneumotoraks, pneumonia, COPD, reaksi anafilaksis, dan lain-lain. Penyebab asfiksia tidak wajar karena emboli, listrik, racun (barbiturat), dan adanya halangan udara masuk ke saluran pernapasan secara paksa. Pembagian menurut London 1.Hipoksik-hipoksia (Keadaan dimana oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah) : kadar oksigen yang memang rendah atau gangguan masuk, biasanya karena gangguan sist.respirasi : hipoksia mekanik : intraluminer (co : tersedak) & ekstraluminer (co : pencekikan, penjeratan) 2.Anemik-hipoksia (Darah tidak dapat membawa O 2 yang cukup untuk metabolisme ) : biasanya Hb yang kurang atau volume darah yang kurang 3.Stagnan-hipoksia (Terjadinya kegagalan sirkulasi) : biasanya gangguan pembuluh darah, jantung, vagal refleks, emboli, dekomp kordis 4.Histotoksik-hipoksia (HH) (Keadaan yang mengakibatkan O2 tdk bisa digunakan jaringan) 45 ed ROMANS FORENSIK 2nd

a.HH ekstraseluler : gangguan enzim, contoh keracunan CO b.HH periseluler : gangguan permeabilitas membran sel, contoh keracunan eter/kloroform c. HH substrat : bahan/substrat yang tidak cukup d.HH metabolit : gangguan metabolisme karena end product tidak dapat dieliminir, contoh uremia, keracunan CO2 Hipoksik hipoksia bisa terjadi karena: 1.strangulation by suspension / hanging / penggantungan 2.manual strangulation / throttling (cekikan) 3.strangulation by ligature / jeratan 4.simulated suicidal hanging / pembunuhan yg dibuat seperti gantung diri 5.Suffocation : a.smothering / pembekapan b.chocking / tersedak c. gagging / mulut disumbat dg kain lalu diikat ke belakang 6.tenggelam/drowning 7.external pressure of the chest / asfiksia traumatik 8.inhalation of suffocation gases Stadium asfiksia versi I : stadium inspirasi dispneu sesak napas saat inspirasi TD dan nadi meningkat Cemas, gelisah, berat kepala, takut, tinitus, vertigo Sianosis stadium ekspirasi dispneu sesak saat ekspirasi Kadar CO2 tinggi kejang 46 ed ROMANS FORENSIK 2nd

pada saat relaksasi relaksasi spingter ani keluar kotoran relaksasi spingter OUI ada sperma stadium apneu kesadaran yang menurun koma pupil melebar reflek cahaya negatif TD hampir tidak terukur Nadi tidak teraba stadium akhir

Stadium asfiksia versi II : dispneu : + 4 menit, nafas berat, cepat & sukar, Nadi&TD meningkat, tanda-tanda sianosis konvulsi : + 2 menit, klonik dulu baru tonik, lalu opistotonik, kesadaran mulai menghilang, pupil dilatasi, denyut jantung melambat, TD turun apneu : + 1 menit, nafas lemah, kesadaran menurun sampai hilang, relaksasi spinkter final : paralisis nafas lengkap, denyut jantung beberapa saat masih ada, lalu hilang, & meninggal

Penggantungan Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa tekanan pada leher akibat adanya jeratan yang menjadi erat oleh berat badan korban. 47 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Tanda asfiksia Alat penggantung : - alat penggantung dengan permukaan yang luas (co: sarung) menyebabkan tekanan hanya pada permukaan saja, sehingga yang terjepit hanya vena (vena jugularis) sehingga muka bengkak&kebiruan, kongesti vena, mata menonjol karena bendungan - alat penggantung dengan permukaan yang kecil (co: tali jemuran) menyebab tekanan besar ke dalam, selain vena, arteri juga terjepit wajah pucat , mata tidak menonjol Adanya air liur yang keluar dari mulut Lidah menonjol jika gantungan di bawah gld tiroid Ada air mani atau feses karena ada relaksasi spingter Ada jejas pada leher tepi meninggi, warna merah kecoklatan, pada palpasi keras seperti kertas perkamen, arahnya miring ke arah simpul. Ada resapan darah di bawah kulit di bawah otot pada m. sternokleidomastoideus, m. supra/infrahyoid, m. hyoglosus. Fraktur os hyoid Edema pada plika vokalis Mati gantung bisa bunuh diri/tidak maka lakukan: o Periksa TKP Ada persiapan gantung diri atau tidak Jika 1 meter tidak mungkin gantung diri Bunuh diri tidak terlalu jauh jaraknya, dan TKP tenang tidak morat marit 48 ed ROMANS FORENSIK 2nd

o Simpul dilihat Simpul hidup bunuh diri Simpul mati dibunuh Bunuh diri ikatan membentuk sudut, tidak ada tanda perlawanan, tidak ada luka lecet atau memar, simpul tali bisa dikeluarkan dari kepala o Jika tanda tanda diatas tidak ada kecelakaan
PEMBEDA PENGGANTUNGAN PENGGANTUNGAN PADA

PADA BUNUH DIRI PEMBUNUHAN Usia Lebih sering terjadi pada Tidak mengenal batas usia, usia remaja dan dewasa. karena tindakan pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari korban dan tidak bergantung pada usia. Tanda jejas Bentuknya miring, berupa Berupa lingkaran tidak jeratan. lingkaran terputus terputus, mendatar, dan (noncontinous) dan terletak letaknya di bagian tengah pada bagian atas leher. leher, karena usaha pembunuh (pelaku) untuk membuat simpul tali. Simpul tali. Biasanya hanya satu simpul Biasanya lebih dari satu pada yang letaknya pada bagian bagian depan leher dan simpul samping leher. tali tersebut terikat kuat. Riwayat Biasanya korban Sebelumnya korban tidak korban. mempunyai riwayat untuk mempunyai riwayat untuk bunuh diri dengan cara bunuh dir. lain. Cedera. Luka-luka pada tubuh Cedera berupa luka-luka pada korban yang bisa tubuh korban biasanya menyebabkan kematian mengarah pada pembunuhan. mendadak tidak ditemukan pada kasus bunuh diri. Tangan. Tidak dalam keadaan Tangan yang dalam keadaan terikat, karena sulit untuk terikat mengarahkan dugaan gantung diri dalam keadaan pada kasus pembunuhan. tangan terikat. Kemudahan. Pada kasus bunuh diri, Pada kasus pembunuhan,

49 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Tempat kejadian.

Tanda-tanda perlawanan.

mayat biasanya ditemukan tergantung pada tempat yang mudah dicapai oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut. Jika kejadian berlangsung di dalam kamar, dimana pintu, jendela, ditemukan dalam keadaan tertutup dan terkunci dari dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh diri. Tidak ditemukan pada kasus gantung diri.

mayat ditemukan tergantung pada tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan. Bila sebaiknya pada ruangan ditemukan terkunci dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan.

Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.

Gambar Kasus penggantungan Sebab kematian pada gantung diri 1. tekanan jalan napas asfiksia O2 yang masuk paru kurang 2. suplai O2 ke otak berkurang penakanan arteri karotis comunis vena jugularis tertekan bendungan vena gagal jantung 50 ed ROMANS FORENSIK 2nd

3. vagal reflek pusat saraf vagus di bagian depan leher, tanda sianosis tidak ada kemungkinan mati karena reflek vagal penekanan sinus karotikus di belakang gld tiroid gangguan blok jantung kardiak arrest 4. karena edema laring karena obstruksi napas tanda asfiksia nampak 5.spasme laring Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan , yaitu : 1.Asfiksia 2.Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi 3.Vagal reflex (shock) 4.Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis Rusaknya medulla oblongata atau medulla spinalis pada penggantungan (hanging) disebabkan patahnya tulang leher. Kita dapat temukan biasanya pada hukuman mati. Ada 3 cara kematian pada penggantungan (hanging), yaitu : 1.Bunuh diri (paling sering) . 2.Pembunuhan, termasuk hukuman mati . 3.Kecelakaan, misalnya bermain dengan tali lasso, tali parasut pada terjun payung, dan penggunaan tali untuk mendapat kepuasan seks. Ada 4 hal yang bukan petunjuk bagi kita tentang cara kematian pada kasus penggantungan (hanging), yaitu : 1.Mata melotot. 2.Lidah terjulur. 3.Keluar mani, urin, darah, atau feses. 51 ROMANS FORENSIK 2nd ed

4.Jenis simpul (simpul hidup atau simpul mati). Ada 8 hal yang perlu kita lakukan pada pemeriksaan tempat kejadian, yaitu : 1.Memastikan korban apakah masih hidup atau telah mati. 2.Mencari bukti yang menunjukkan cara kematian. 3.Memperhatikan jenis simpul tali gantungan. 4.Mengukur jarak antara ujung kaki korban dengan lantai. 5.Memperhatikan letak korban di tempat kejadian. 6.Cara menurunkan korban. 7.Mengamankan bekas serabut tali. 8.Memperhatikan bahan penggantung. Ada 3 bukti yang bisa menunjukkan kepada kita tentang cara kematian korban, yaitu : 1.Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan sebagainya. 2.Arah serabut tali penggantung. 3.Distribusi lebam mayat. Serabut tali penggantung yang arahnya menuju korban dapat memberikan petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan bunuh diri. Sebaliknya, arah serabut tali yang menjauhi korban menjadi bukti bahwa korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung. Distribusi lebam mayat harus kita perhatikan secara seksama, apakah sesuai dengan posisi mayat ataukah tidak. Jenis simpul tali gantungan penting kita perhatikan karena dapat kita jadikan sebagai patokan apakah korban melakukan bunuh diri ataukah korban pembunuhan. Simpul tali, baik simpul hidup maupun simpul mati, bilamana melewati lingkar kepala korban dapat 52 ed ROMANS FORENSIK 2nd

menunjukkan korban melakukan bunuh diri. Apabila simpul tali tidak dapat melewati lingkar kepala korban dapat menandakan korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung. Simpul hidup harus kita longgarkan secara maksimal untuk membuktikannya. Cara kita menurunkan korban dengan memotong tali gantungan diluar simpul tali. Sebelum memotong, kita membuat 2 ikatan lalu kita potong secara miring diantara keduanya. Tindakan ini untuk mencegah terurainya serabut tali gantungan. Setelah itu, kita mengamankan bekas serabut tali gantungan tadi baik serabut tali yang mengikat leher korban maupun serabut tali yang diikatkan pada tempat gantungan. Hal ini penting kita lakukan untuk pemeriksaan kasus ini lebih lanjut. Bahan dan ukuran diameter penggantung penting juga kita perhatikan. Bahan yang keras dan berdiameter kecil meninggalkan tanda alur jerat yang semakin jelas. Bahan penggantung yang dapat digunakan pada kasus penggantungan (hanging) antara lain tali, kawat, selendang, ikat pinggang, sprei yang disambung, dan lain-lain. Ada beberapa hal yang dapat kita jumpai pada pemeriksaan luar dan dalam otopsi. Ada 5 bagian tubuh korban yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan luar otopsi, yaitu: 1.Kepala. 2.Leher. 3.Anggota gerak (lengan dan tungkai). 4.Dubur. 5.Alat kelamin. Ada 4 bagian kepala korban yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan luar otopsi, yaitu : 53 ed ROMANS FORENSIK 2nd

1.Muka. 2.Mata. 3.Konjungtiva. 4.Lidah. Muka korban penggantungan (hanging) akan mengalami sianosis dan terlihat pucat karena vena terjepit. Selain terjepitnya vena, pucat pada muka korban juga disebabkan terjepitnya arteri. Mata korban penggantungan (hanging) melotot akibat terjadinya bendungan pada kepala korban. Hal ini disebabkan oleh terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat. Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban penggantungan (hanging) terjadi akibat pecahnya vena dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena asfiksia. Lidah korban penggantungan (hanging) bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur. Lidah terjulur apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur apabila letaknya berada diatas kartilago tiroidea.

Gambar tardieu spot Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging) berbentuk lingkaran (V shape). Alur jerat berupa luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri sebagai berikut : 54 ROMANS FORENSIK 2nd ed

1.Alur jeratan pucat. 2.Tepi alur jerat coklat kemerahan. 3.Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan. Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban penggantungan (hanging) menunjukkan letak simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang asimetris / atipikal menunjukkan letak simpul disamping leher. Deskripsi leher korban penggantungan (hanging) yang penting kita berikan antara lain : 1.Lokasi luka. 2.Jenis luka. 3.Lokasi simpul jeratan (belakang dan samping leher). 4.Jenis simpul jeratan (simpul hidup dan simpul mati). Lokasi luka pada leher korban penggantungan (hanging) dapat berada di depan, samping dan belakang leher. Luka yang berada di depan leher kita ukur dari dagu atau manubrium sterni korban. Luka yang berada di samping leher kita ukur dari garis batas rambut korban. Luka yang berada di belakang leher kita ukur dari daun telinga atau bahu korban. Jenis luka korban penggantungan (hanging) terdiri atas luka lecet, luka tekan dan luka memar. Penting juga kita mendeskripsikan mengenai warna, lebar, perabaan dan keadaan sekitar luka. Anggota gerak korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya lebam mayat pada ujung bawah lengan dan tungkai. Penting juga kita ketahui ada tidaknya luka lecet pada anggota gerak tersebut. Dubur korban penggantungan (hanging) dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin korban dapat mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin 55 ed ROMANS FORENSIK 2nd

pada korban penggantungan disebabkan kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia. Lebam mayat dapat kita temukan pada genitalia eksterna korban. Ada 4 bagian tubuh korban penggantungan (hanging) yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan dalam otopsi, yaitu : 1.Kepala. 2.Leher. 3.Dada dan perut. 4.Darah. Kepala korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan tanda-tanda bendungan pembuluh darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata. Kedua kerusakan tersebut biasanya terjadi pada hukuman gantung (judicial hanging). Leher korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya perdarahan dalam otot atau jaringan, fraktur (os hyoid, kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea), dan robekan kecil pada intima pembuluh darah leher (vena jugularis). Dada dan perut korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya perdarahan (pleura, perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan / kongesti organ. Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap dan konsistensinya lebih cair.

Penjeratan
Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat badan korban. 56 ed ROMANS FORENSIK 2nd

kekuatan jerat pada ujung tali jerat, pada gantung kekeatan karen berat badan jejas penjeratan bersifat horisontal bersilangan di atas dan dibawah tanda asfiksia kausa mati menyerupai gantung diri pemeriksaan lokal menyerupai gantung diri hanya bedanya pada penjeratan, jejeas bersifat horisontal Ada 3 penyebab kematian pada jerat , yaitu : 1.Asfiksia 2.Iskemia 3.Vagal reflex (shock) Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan , yaitu : 1.Pembunuhan (paling sering). 2.Kecelakaan. 3.Bunuh diri. Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita jumpai pada kejadian infanticide dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati (zaman dahulu). Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita temukan pada bayi yang terjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau. Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan dengan cara melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan leher 57 ed ROMANS FORENSIK 2nd

mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut. Pemeriksaan tempat kejadian pada kasus jeratan (strangulation by ligature) kita lakukan secara rutin sebagaimana pada kasus yang lain. Kita hendaknya memperhatikan jeratan pada leher korban dan cara melepaskan jeratan dari leher korban. Ada 5 hal yang penting kita perhatikan pada kasus jeratan (strangulation by ligature), antara lain : 1.Arah jerat mendatar / horisontal. 2.Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan (hanging). 3.Jenis simpul penjerat. 4.Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lain-lain. 5.Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang digunakan untuk menjerat. Pemeriksaan otopsi pada kasus (strangulation by ligature) mirip penggantungan (hanging) kecuali pada : 1.Distribusi lebam mayat yang berbeda. 2.Alur jeratan mendatar / horisontal. 3.Lokasi jeratan lebih rendah. jeratan kasus

Pencekikan (manual strangulasi)


Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah. pakai tangan 1 atau 2 bersifat pembunuhan 58 ed ROMANS FORENSIK 2nd

status lokalis o luka memer bulat panjang o luka lecet bentuk bulan sabit jika pakai tangan kiri jempoknya di kiri diagnosis menyerupai gantung diri sebab kematian menyerupai gantung diri Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan , yaitu : 1.Asfiksia 2.Iskemia 3.Vagal reflex Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan yaitu : 1.Pembunuhan (hampir selalu). 2.Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex. Ada 3 cara melakukan pencekikan (manual strangulasi), yaitu : 1.Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban. 2.Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban. 3.Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban. Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini disebut mugging. Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan luar dari otopsi kasus pencekikan (manual strangulasi), antara lain : 1.Tanda asfiksia. 2.Tanda kekerasan pada leher (penting). 3.Tanda kekerasan pada tempat lain.

59 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan antara lain adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan terlihat gelap. Ada 2 tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu : 1.Bekas kuku. 2.Bantalan jari.

Gambar. Pencekikan dengan goresan pada sisi lehar

bekas

kuku

dan

Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet yang berbentuk semilunar/bulan sabit. Kadang-kadang kita dapat 60 ed ROMANS FORENSIK 2nd

menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed) ataukah tangan kiri (left handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku (susunan bekas kuku) juga tak luput dari perhatian kita. Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan. Ada 4 hal yang penting kita cari pada pemeriksaan dalam otopsi bagian leher korban pada kasus pencekikan (manual strangulasi), yaitu : 1.Perdarahan atau resapan darah. 2.Fraktur. 3.Memar atau robekan membran hipotiroidea. 4.Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging. Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa & submukosa pharing atau laring. Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.

Pembekapan
Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan napas yaitu hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau partikel-partikel kecil. penutupan pada mulut dan hidung tanda asfiksia jelas rekonstruksi tangan yang dipakai pakai tangan kiri jempol di kiri pipi korban 61 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Ada 3 penyebab kematian (smothering), yaitu : 1.Asfiksia 2.Edema paru 3.Hiperaerasi

pada

pembekapan

Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan (smothering). Ada 3 cara kematian pada kasus pembekapan (smothering), yaitu : 1.Kecelakaan (paling sering) 2.Pembunuhan 3.Bunuh diri Ada 3 cara kecelakaan pada kematian kasus pembekapan (smothering), yaitu : 1.Tertimbun tanah longsor atau salju. 2.Alkoholisme. 3.Bayi tertutup selimut atau mammae ibu. Ada 3 cara pembunuhan pada kasus pembekapan (smothering), yaitu : 1.Hidung dan mulut diplester. 2.Bantal ditekan ke wajah. 3.Serbet atau dasi dimasukkan ke dalam mulut. Ada 3 cara bunuh diri pada kasus pembekapan (smothering), yaitu : 1.Menggunakan plester atau kantong plastik. 2.Bantal yang diikatkan ke kepala. 3.Menggunakan dasi atau serbet. Ada 3 hal yang penting kita pemeriksaan otopsi kasus (smothering), yaitu : 62 ed lakukan pada pembekapan

ROMANS FORENSIK 2nd

1.Mencari penyebab kematian. 2.Menemukan tanda-tanda asfiksia. 3.Menemukan edema paru, hiperaerasi sianosis pada kematian yang lambat.

dan

Ada 3 hal penting yang kita cari untuk menemukan penyebab kematian pada kasus pembekapan (smothering), yaitu : 1.Jika kita menemukan bantal, cari apakah ada tanda-tanda kekerasan. 2.Cari ada tidaknya trauma tumpul di sekitar hidung dan mulut. 3.Mencari ada tidaknya kain, handuk, dasi, serbet, atau pasir dalam rongga mulut. Burking merupakan kombinasi antara pembekapan (smothering) dengan external pressure on the chest / traumatic asphyxia. Pelaku melakukan burking dengan cara terlebih dahulu melumpuhkan korban lalu menelentangkan korban dan pelaku duduk diatas dada korban (traumatic asphyxia). Satu tangan pelaku menutup hidung atau mulut korban (smothering) sedangkan tangan yang lain menekan rahang ke atas.

Tersedak (Chocking)

Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang masuk dan menyumbat lumen jalan udara. oleh karena benda asing tanda asfiksia jelas awalnya batuk keras asfiksia mati Ada 2 cara kematian pada (chocking), yaitu : 1.Kecelakaan (paling sering) 63 ed kasus tersedak

ROMANS FORENSIK 2nd

2.Pembunuhan (kasus infanticide) Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian pada kasus tersedak (chocking), yaitu : 1.Gangguan refleks batuk pada alkoholisme. 2.Pada bayi atau anak kecil yang gemar memasukkan benda asing ke dalam mulutnya. 3.Tonsilektomi, aspirasi, dan kain kasa yang tertinggal pada anestesi eter. Ada 4 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi kasus tersedak (chocking), yaitu : 1.Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang ada tanda kekerasan 1.di mulut korban. 2.Menemukan tanda asfiksia. 3.Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada kematian lambat. 4.Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan abses.

Asfiksia traumatik
Asfiksia traumatik (external pressure of the chest) adalah terhalangnya udara untuk masuk dan keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan adanya suatu tekanan dari luar pada dada korban. penekanan rongga dada, rongga perut, diafragma penekanan dari luar co: desak desakan O2 kurang asfiksia

64 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Ada 2 cara kematian pada kasus (chocking), yaitu : 1.Kecelakaan (paling sering) 2.Pembunuhan (misalnya burking)

tersedak

Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian pada korban kasus asfiksia traumatik (external pressure of the chest), yaitu : 1.Terjepit antara lantai dengan elevator, antara 2 kendaraan, atau antara dinding dengan kendaraan yang mundur. 2.Tertimbun runtuhan benda atau bangunan, pasir, atau batubara. 3.Berdesakan di pintu sempit akibat panik. Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi korban kasus asfiksia traumatik (external pressure of the chest), yaitu : 1.Mencari tanda kekerasan di dada. 2.Menemukan tanda asfiksia.

Tenggelam
Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation dimana jalan napas terhalang oleh air / cairan sehingga terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru. Ada 2 jenis mati tenggelam berdasarkan posisi mayat, yaitu : 1.Submerse drowning 2.Immerse drowning (drowning)

Submerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat masuk ke dalam air, seperti bagian kepala mayat. 65 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Immerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi seluruh tubuh mayat masuk ke dalam air. Ada 2 jenis mati tenggelam berdasarkan penyebabnya, yaitu : 1.Dry drowning 2.Wet drowning Dry drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi sedikit air sedangkan wet drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi banyak air. Ada 2 penyebab kematian pada kasus dry drowning, yaitu : 1.Spasme laring (menimbulkan asfiksia). 2.Vagal reflex / cardiac arrest / kolaps sirkulasi. Ada 3 penyebab kematian pada kasus wet drowning, yaitu : 1.Asfiksia. 2.Fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam dalam air tawar. 3.Edema paru pada kasus tenggelam dalam air asin (laut). Ada 4 cara kematian pada (drowning), yaitu : 1.Kecelakaan (paling sering). 2.Undeterminated. 3.Pembunuhan. 4.Bunuh diri. kasus tenggelam

Ada 2 kejadian kecelakaan pada kasus mati tenggelam (drowning) yang dapat kita jumpai, yaitu : 1.Kapal tenggelam. 2.Serangan asma datang saat korban sedang berenang. 66 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Penyebab mati tenggelam (drowning) yang termasuk undeterminated yaitu sulit kita ketahui cara kematian korban karena mayatnya sudah membusuk dalam air. Ada 2 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian pembunuhan pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu : 1.Biasanya tangan korban diikat yang tidak mungkin dilakukan oleh korban. 2.Kadang-kadang dapat kita temukan tandatanda kekerasan sebelum korban ditenggelamkan. Ada 4 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian bunuh diri pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu : 1.Biasanya korban meninggalkan perlengkapannya. 2.Kita dapat temukan suicide note. 3.Kedua tangan / kaki korban diikat yang mungkin dilakukan sendiri oleh korban. 4.Kadang-kadang tubuh korban diikatkan bahan pemberat. Pada pemeriksaan luar otopsi, tidak ada patognomonis untuk mati tenggelam. Ada 7 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu : 1.Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah. 2.Lebam mayat biasanya sianotik kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna merah muda. 3.Kulit telapak tangan / telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer woman's hands/feet). 67 ed ROMANS FORENSIK 2nd

4.Kadang-kadang terdapat cutis anserine / goose skin pada lengan, paha dan bahu mayat. 5.Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang bersifat melekat. 6.Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut / hidung. 7.Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air / bahan setempat berada dalam genggaman tangan mayat. Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning) pada pemeriksaan dalam otopsi, yaitu : 1.Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti. 2.Saluran napas mayat berisi buih. Kadangkadang berisi lumpur, pasir, atau rumput air. 3.Lambung mayat berisi banyak cairan. 4.Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli. 5.Organ dalam mayat mengalami kongesti. Di daerah tropis, tubuh mayat pada kasus mati tenggelam (drowning) mulai membusuk pada hari ke-2 sedangkan di daerah dingin, membusuk setelah 1 minggu. Pembusukan tersebut ditandai oleh terkelupasnya kulit ari. Jika pembusukannya merata, tubuh mayat akan mengapung di permukaan air. Keadaan ini disebut floaten. Floaten biasanya terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-6. Perbedaan Tempat Air laut
Paru paru besar dan berat

Air Tawar
Paru-paru besar dan ringan

68 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Basah Bentuk besar kadang overlapping Ungu biru dan permukaan licin Krepitasi tidak ada Busa sedikit dan banyak cairan Dikeluarkan dari torak akan mendatad dan ditekan akan menjadi cekung Mati dalam 5-10 menit, 20 ml/kgBB Darah: 1. BJ 1,0595 -1,0600 2. Hipertonik 3. hemokonsentrasi dan edema paru 4. hipokalemia 5. hipernatremia 6. hiperklorida Resusitasi lebih mudah Tranfusi dengan plasma

Relatif ringan Bentuk biasa Merah pucat emfisematous Krepitasi ada Busa banyak Dikeluarkan tapi kempes dari dan

toraks

Mati dalam 5 menit, 40 ml.kgBB Darah: 1. BJ 1,055 2. hipotonik 3. hemodilusi/hemolisis 4. hiperkalemia 5. hiponatremia 6. hipoklorida Resusitasi aktif Tranfusi dengan PRC

Ada 7 tanda intravitalitas mati tenggelam (drowning), yaitu : 1.Cadaveric spasme. 2.Perdarahan pada liang telinga tengah mayat. 3.Benda air (rumput, lumpur, dan sebagainya) dapat kita temukan dalam saluran pencernaan dan saluran pernapasan mayat. 4.Ada bercak Paltauf di permukaan paru-paru mayat. 5.Berat jenis darah pada jantung kanan berbeda dengan jantung kiri. 6.Ada diatome pada paru-paru atau sumsum tulang mayat. 7.Tanda asfiksia tidak jelas, mungkin ada Tardieu's spot di pleura mayat. Pada kasus mati tenggelam (drowning), dapat kita 69 ROMANS FORENSIK 2nd ed

temukan tanda-tanda adanya kekerasan berupa luka lecet pada belakang kepala, siku, lutut, jari-jari tangan, atau ujung kaki mayat. Ada 4 macam pemeriksaan khusus pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu : 1.Percobaan getah paru (lonset proef). 2.Pemeriksaan diatome (destruction test). 3.Penentuan berat jenis (BD) plasma. 4.Pemeriksaan kimia darah (gettler test). Adanya cadaveric spasme dan tes getah paru (lonset proef) positif menunjukkan bahwa korban masih hidup saat berada dalam air. Percobaan Getah Paru (Lonsef Proef) Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef) yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan, telur cacing) dalam getah paru-paru mayat. Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat harus segar / belum membusuk. Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef) yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung eritrosit. Evaluasi sediaan yaitu pasir berbentuk kristal, persegi dan lebih besar dari eritrosit. Lumpur amorph lebih besar daripada pasir, tanaman air dan telur cacing. Ada 3 kemungkinan dari hasil percobaan getah paru (lonsef proef), yaitu : 1.Hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain. 2.Hasilnya positif dan ada sebab kematian lain. 3.Hasilnya negatif. 70 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Jika hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita interpretasikan bahwa korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya positif dan ada sebab kematian lain maka ada 2 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu korban mati karena tenggelam atau korban mati karena sebab lain. Jika hasilnya negatif maka ada 3 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu : 1.Korban mati dahulu sebelum tenggelam. 2.Korban tenggelam dalam air jernih. 3.Korban mati karena vagal reflex / spasme larynx. Jika hasilnya negatif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita simpulkan bahwa tidak ada hal hal yang menyangkal bahwa korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya negatif dan ada sebab kematian lain maka kemungkinan korban telah mati sebelum korban dimasukkan ke dalam air. Pemeriksaan Diatome (Destruction Test) Kegunaan melakukan pemeriksaan diatome adalah mencari ada tidaknya diatome dalam paruparu mayat. Diatome merupakan ganggang bersel satu dengan dinding dari silikat. Syaratnya paruparu harus masih dalam keadaan segar, yang diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus sama dengan diatome di perairan tersebut. Cara melakukan pemeriksaan diatome yaitu ambil jaringan paru-paru bagian perifer (100 gr) lalu masukkan ke dalam gelas ukur dan tambahkan H2SO4. Biarkan selama 12 jam kemudian panaskan sampai hancur membubur & berwarna hitam. Teteskan HNO3 sampai warna putih lalu sentrifus 71 ed ROMANS FORENSIK 2nd

hingga terdapat endapan hitam. Endapan kemudian diambil menggunakan pipet lalu teteskan diatas objek gelas. Interpretasi pemeriksaan diatome yaitu bentuk atau besarnya bervariasi dengan dinding sel bersel 2 dan ada struktur bergaris di tengah sel. Positif palsu pada pencari pasir dan pada orang dengan batuk kronik. Untuk hepar atau lien, tidak akurat karena dapat positif palsu akibat hematogen dari penyerapan abnnormal gastrointestinal. Penentuan Berat Jenis (BD) Plasma Penentuan berat jenis (BD) plasma bertujuan untuk mengetahui adanya hemodilusi pada air tawar atau adanya hemokonsentrasi pada air laut dengan menggunakan CuSO4. Normal 1,059 (1,05951,0600); air tawar 1,055; air laut 1,065. Interpretasinya ditemukan darah pada larutan CuSO4 yang telah diketahui berat jenisnya. Pemeriksaan Kimia Darah (Gettler Test) Pemeriksaan kimia darah (gettler test) bertujuan untuk memeriksa kadar NaCl dan kalium. Interpretasinya adalah korban yang mati tenggelam dalam air tawar, mengandung Cl lebih rendah pada jantung kiri daripada jantung kanan. Kadar Na menurun dan kadar K meningkat dalam plasma. Korban yang mati tenggelam dalam air laut, mengandung Cl lebih tinggi pada jantung kiri daripada jantung kanan. Kadar Na meningkat dan kadar K sedikit meningkat dalam plasma. Pemeriksaan Histopatologi

72 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Pada pemeriksaan histopatologi dapat kita temukan adanya bintik perdarahan di sekitar bronkioli yang disebut Partoff spot. Catatan dr. Mursyad A, Sp.F di air tawar atau air laut ada lumpur masuk air ke dalam alveoli tanda-tanda tenggelam o asfiksia pada umumnya o muka bengkak, hitam, mata menonjol o perdarahan pada telinga tekanan intra telinga meningkat pemb. Darah telinga tengah pecah o buih halus keluar dari mulut o lidah menonjol, dan ada bekas gigitan pada lidah o bulu roma berdiri o kaku mayat muncul 0,5 jam post mortem o cadaferik spasme o pakaian basah, kuku keriput o lebam mayat lebih gelap hemokonsentrasi karena air asin o jika tenggelam di air tawar hemodilusi eritrosit pecah, hiperkalemia aritmia kematian o pembusukan di leher air masuk ke saluran napas (bengkak) o ada air mani otopsi ke arah leher o ada benda di saluran napas, buih, buih halus di laring, trakea, bronkus dan sisasisa lumpur o orang mati di air tawar NaCl lebih tinggi di ventrikel kiri daripada di ventrikel kakan o otopsi pada gaster lumpur dari TKP 73 ed ROMANS FORENSIK 2nd

o pada paru air masuk ada krepitasi (ada air dan udara di alveoli). Paru ditekan tidak kembali (emfisema aquatum) tepi tumpul berat paru >> normal tes air sedot dari alveoli bandingkan dengan air dari tempat tenggelam tes diatom o sebab kematian asfiksia air dan enda asing masuk ke lumen saluran napas refleks vagal edema laring air Hemodilusi/hemokonsentrasi eritrosit pecah K+ keluar hiperkalemia fibrilasi ventrikel

Sufokasi
Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas tertentu dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O 2 tidak terpenuhi. kekurangan O2 di suatu tempat/daerah sekitarnya (daerah tambang) tanda asfiksia tanda intoksikasi CO2 tanda trauma seperti kejatuhan batu 74 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu menghisap gas : 1.CO 2.CO2 3.H2S Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua dan gudang bawah tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.

BAB VII TRAUMATOLOGI Definisi : Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas. Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu : 1. Adanya luka 2. Perdarahan dan atau skar 75 ed ROMANS FORENSIK 2nd

3. Hambatan dalam fungsi organ Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkanoleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik , atau gigitan hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuh yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, berupa potongan atau kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi. Luka di klasifikasikan dapat dibagi berdasarkan : 1. Jenis Penetrasi yang terbagi atas luka tusuk, luka insisi, luka bacok, luka memar, luka robek, luka tembak dan luka gigitan. 2. Tingkat kebersihan dari kontaminasi bakteri terbagi atas luka bersih, luka bersih yang terkontaminasi, luka terkontaminasi dan luka kotor. 3. Waktu terjadinya terbagi atas luka akut ( sebelum 8 jam) dan luka kronik Diskripsi luka : 1. Lokalisasi (Letak luka terhadap garis ordinat atau absis pada tubuh. Garis yang melalui tulang dada dan tulang belakang dipakai sebagai ordinat.) 2. Ukuran, ditentukan : Ditentukan panjang luka Jumlah luka Sifat luka Ada atau tidaknya benda asing pada luka Luka terjadi saat masih hidup atau korban sudah mati Menyebabkan kematian atau tidak 76 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Cara terjadinya luka : bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan 3. Jenis kekerasan yang menjadi penyebab luka Luka akibat kekerasan mekanis: Luka akibat kekerasan oleh benda tumpul Luka akibat kekerasan oleh benda tajam Luka akibat kekerasan oleh tembakan senjata api Luka akibat kekerasan fisis: Luka akibat kekerasan oleh suhu tinggi atau rendah Luka akibat kekerasan auditorik Luka akibat kekerasan oleh arus listrik dan petir Luka akibat kekerasan radiasi Luka akibat kekerasan kimiawi: Luka akibat kekerasan oleh asam kuat Luka akibat kekerasan oleh basa kuat Intoksikasi Klasifikasi trauma (berdasarkan sifat dan penyebab) : 1. Trauma mekanik (Kekerasan oleh benda tajam, kekerasan oleh benda tumpul, tembakan senjata) 2. Trauma Fisika (Suhu, listrik dan petir, akustik, radiasi, tekanan udara) 3. Trauma Kimia (Asam basa atau kuat) NB : Ada yang memisahkan trauma senjata api tersendiri (balistik) terpisah dari trauma mekanik 77 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Patofisiologi Trauma Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh darah dan organ termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem organ, sehingga tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh tersebut berlanjut tanpa dilakukan penanganan akan mengakibatkan kematian seseorang. Mekanisme kompensasi tersebut adalah : 1.Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena, bronkhodilatasi, takikardia, takipneu, capillary shunting, dan diaforesis. 2.Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan heart rate. Jika stroke volume menurun, heart rate meningkat. 3.Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi pompa thorak ini membawa darah ke dada dan preloads ventrikel kanan untuk menjaga cardiac output. 4.Menurunnya urin output. Hormon antidiuretik dan aldosteron dieksresikan untuk menjaga cairan vaskular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon ini. 5.Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg. 78 ed ROMANS FORENSIK 2nd

6.Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit pucat dan mulut kering. Capillary refill mungkin melambat. 7.Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang menurun atau mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala. Trauma Mekanik Trauma tumpul : Benda tumpul : benda yang permukaannya tidak mampu utk mengiris Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah : - Benda tumpul yg bergerak pd korban yg diam - Korban yg bergerak pd benda tumpul yg diam Sifat luka akibat persentuhan dengan permukaan tumpul : 1. Memar (kontusio, hematom) 2. Luka Lecet -Luka Lecet Tekan - Luka Lecet Geser 3. Luka Robek 4. Patah tulang Luka memar diskontinuitas PD& jar di bwh kulit tanpa rusaknya jar. Kulit Teraba menonjol pengumpulan darah di jar sekitar PD rusak Bentuk luka Menyerupai benda yang mengenai Luka Lecet tjd pd epidermis gesekan dgn benda yang permukaannya kasar 79 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Luka Lecet Tekan arah kekerasan tegak lurus pd permukaan tubuh, epidermis yang tertekan melesak kedalam Luka Lecet Geser arah kekerasan miring/membentuk sudut epidermis terdorong & terkumpul pd tmpt akhir gerak benda tersebut Luka Lecet Regang diskontinuitas epidermis akibat peregangan yang letaknya sesuai dengan garis kulit Luka robek terjadi pada epidermis/jaringan dibawahnya akibat kekerasan yang mengenainya melebihi elastisitas kulit/jar Syarat : kekuatan peregangan > elastisitas kulit Patah tulang o Bentuk : tgt sifat benda penyebab o Perubahan berdasarkan waktu o Dampak patofisiologi : perdarahan, disfungsi, kerusakan jaringan sekitar, emboli lemak dan sumsum tulang Fraktur tulang kepala Terjadi akibat trauma langsung terhadap skull. Adanya fraktur tidak selalu disertai dgn adanya cedera otak namun manunjukkan adanya benturan yg cukup kuat dan sebaikknya dievaluasi untuk tau ada tidaknya cedera tambahan. Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan : 1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak 2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam 3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar padabenda yang lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet) 80 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup yang disebabkan oleh hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena dan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan arah benturan. Luas dan tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal, yaitu : - Besarnya energi yang membentur kepala (Energi kinetik objek) - Arah Benturan - Bentuk tiga dimensi objek yang membentur - Lokasi Anatomis tulang tengkorak tempat benturan terjadi Tipe Fraktur pada cedera kepala, yaitu : 1.Fraktur simple : Pecahnya tulang kepala yg tidak disertai kerusakan kulit 2.Fraktur Linier : Pecahnya tulang kepala yg menyerupai garis tipis tanpa distorsi tulang 3.Fraktur depresi : Pecahnya tulang kepala dengan penekanan sebagian tulang kedalam otak. 4.Fraktur compound : Pecahnya tulang disertai dengan rusak atau hilangnya kulit Tergantung kecepatan dan gaya - depressed jika permukaan yang mengenai kepala tidak luas - radiar - hole/stellata jika benda yang mengenai kepala permukaannya kecil dan berkecepatan/berenergi tinggi, contoh : luka tembak Jika kepala bergerak ke permukaan rata&diam : patah linier Fraktur basis kranii : Fraktur yg terjadi pada tulang yg membentuk dasar tengkorak. - gaya langsung ke basis kranii 81 ed ROMANS FORENSIK 2nd

- gaya ke dagu melalui rami mandibulae Adanya Rhinorea jika bercampur dgn darah kadang2 sulit dibedakan dengan epistaksis. Beberapa cara untuk membuktikan adanya rhinorea yaitu : 1.Darah tersebut tidak akan membeku karena bercampur CSS 2.Tanda Double Ring atau Hallo Sign yaitu jika setetes cairan diletakkan diatas kertas tissue/koran maka darah akan terkumpul ditengah dan sekitarnya masih terbentuk rembesan cairan (CSS) yg membentuk cincin kedua yg mengelilingi lingkaran pertama. 3.Pemeriksaan Beta-2-transferrin yg merupakan marker spesifik untuk CSS. - Jika terdapat kecurigaan adanya fraktur, jangan memasang NGT krn dapat melewati lempeng kribriformis yang sudah fraktur dan masuk ke intracranial. - Jika fraktur melibatkan kanalis optikus, dapat mencederai N. Optikus sehingga tjd gangguan visus. Ring fraktur :gaya dari atas ke bawah Perdarahan intrakranial : Dapat berbentuk lesi fokal (Perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio dan perdarahan intraserebral) maupun lesi difus. Epidural hematom : klot terletak duramater, namun di dalam tengkorak A.meninge media Temporal (50%), oksipital (15%) diluar

82 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Prognosis baik bila dilakukan penanganan segera karena cedera otak disekitarnya biasanya terbatas. Subdural/subarachnoid bleeding : >> ditemukan pada penderita dengan cedera kepala berat. Tjd karena robeknya vena bridging, Sinus draining, focus laserasi atau kontusio Delayed : subdural Spontan : leukaemia, tumor, infeksi Kerusakan otak biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural Mortalitas umumnya 60% namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yg sangat segera dan pengelolaan medis agresif. Kontusi dan hematoma intraserebral : hamper selalu berkaitan dengan hematoma subdural - >> dilobus frontal dan temporal Cedera Difusa membentuk kerusakan otak berat progresif yg berkelanjutan, disebabkan oleh meningkatnya jumlah cedera akselerasi deselerasi otak. Doktrin Monroe Kellie : Vblood + Vbrain + V LCS = konstan Konsep utama : volume intracranial selalu konstan (rongga kranium tidak mungkin mekar). Tekanan Intra Kranial (TIK) yang normal tidak berarti tidak ada lesi massa intakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional. TIK normal : 50-200 mmH2O (4-15 mmHg) 83 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Kapasitas ruang cranial : otak (1400 g), LCS (75 ml), darah (75 ml) Perubahan kompensatoris dapat melalui : - pengalihan LCS ke rongga spinal - peningkatan aliran vena dari otak - sedikit tekanan pada jaringan otak peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH 2O) akan menurunkan aliran darah otak secara signifikan

Trauma tajam
Benda tajam benda yg permukaannya mampu mengiris sehingga kontinuitas jaringan hilang - Luka iris dalam luka < panjang irisan luka arah trauma sejajar permukaan kulit - Luka tusuk dalam luka > panjang luka arah trauma tegak lurus permukaan kulit - Luka bacok dalam = panjang luka arah trauma 45 dari permukaan kulit dan tergantung beratnya benda yang di pakai. Ciri-ciri luka karena benda tajam : Tepinya rata Sudut luka tajam Tidak ada jembatan jaringan Sekitar luka bersih tidak ada memar Bila lokasinya pada kepala maka rambutnya terpotong Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa : 1. Luka iris atau sayat (panjang > dalam) 84 ed ROMANS FORENSIK 2nd

2. Luka Tusuk (dalam > panjang > lebar) ada beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk seperti reaksi korban atau saat pisau keluar sehingga lukanya menjadi tidak khas adapun pola yang sering ditemukan yaitu : a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda b. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor. c. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran luka menjadi lebih luas d. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian superfisial e. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan besar. 3. Luka Bacok (panjang = dalam) luka ini tergantung dua faktor yaitu : a.Jenis senjata biasanya senjata yang digunakan sedikit tajam/ tajam dan relatif berat seperti kapak atau parang. b.Tenaga yang digunakan biasanya lebih besar dari luka tusuk atau luka iris.

85 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Perbedaan luka pada trauma tajam dan trauma tumpul No Pembeda 1. 2. 3. 4. 5. 6. bentuk luka tepi jembatan jar Tajam Teratur Rata tdk ada Tumpul tidak tidak rata ada/tdk tidak

folikel rmbtya/tidak terpotong dasar luka sekitar luka bersih (luka

garis/titik tdk teratur bs lecet/memar memar) dan lebam

Perbedaan mayat HEMATOM

hematom

LEBAM MAYAT Kejadian post mortem Pembengkakan (-) Darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat

Kejadian intravital Terdapat pembengkakan Darah tidak mengalir

Penampang nampak kehitaman

sayatan Jika dialiri air merah penampang sayatan nampak bersih 86 ROMANS FORENSIK 2nd

ed

Ciri-ciri luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan : Pembunuhan Bunuh Diri Kecelakaan Lokasi Sembarang Terpilih Terpapar luka Banyak Banyak >1 3 luka Pakaian Terkena Tidak Terkena Luka (+) (-) (-) tangkisan Luka (-) (+) (-) percobaa n Cedera Mungkin ada (-) Mungkin Sekunder ada LUKA TEMBAK Ciri-ciri utama luka tembak ialah biasanya luka tembak menghasilkan 2 buah luka: 1. Luka Tembak Masuk: luka tembak tempel luka tembak jarak dekat luka tembak jarak jauh 2.Luka Tembak Keluar (luka tembus) 87 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Luka tembak masuk Ukurannya kecil (berupa satu titik/stelata/bintang), karena peluru menembus kulit seperti bor dengan kecepatan tinggi Pinggiran luka melekuk kearah dalam karena peluru menmebus kulit dari luar Pinggiran mengalami abrasi Bisa tampak lemak. Pakaian kedalam luka, oleh peluru masuk.

Luka tembak keluar Ukurannya lebih besar dan lebih tidak teratur dibandingkan luka tembak masuk, karena kecepatan peluru berkurang hingga menyebabkan robekan jaringan. Pinggiran luka melekuk keluar karena peluru menuju keluar.

luka Pinggiran luka tidak mengalami abrasi. kelim Tidak terdapat kelim lemak

masuk Tidak ada dibawa yang

Pada luka bisa tampak Tidak ada hitam, terbakar, kelim tato atau jelaga. Pada tulang tengkorak, Tampak pinggiran luka bagus gambaran bentuknya. kerucut Bisa tampak berwarna Tidak ada merah terang akibat adanya zat karbon monoksida. Di sekitar luka tampak Tidak ada 88 ed ROMANS FORENSIK 2nd seperti mirip

kelim ekimosis. Perdarahan sedikit. hanya Perdarahan banyak lebih

Pemeriksaan radiologi Tidak ada atau analisa aktivitas netron mengungkapkan adanya lingkaran timah atau zat besi di sekitar luka. Faktor-faktor yang mempengaruhi cedera akibat senjata api : Jenis peluru Kecepatan peluru Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan Densitas jaringan tubuh dimana peluru masuk Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan 1.Jika senjata ditembakkan pada jarak yang sangat dekat atau menempel dengan kulit : Jaringan subkutan 5 sampai 7,5 cm disekitar luka tembak masuk mengalami Kulit disekitar luka terbakar atau hitam karena asap. Kelim tato terjadi karena bubuk mesiu senjata yang tidak terbakar. Rambut di sekitar luka hangus. Pakaian yang menutupi luka terbakar karena percikan api dari senjata. Walaupun jarang bisa ditemukan bercak berwarna abu-abu atau putih di sekitar luka. Hal ini terjadi jika bubuk mesiu tidak berasap dan tidak terdapat bagian kehitaman pada kulit. 89 ed ROMANS FORENSIK 2nd

2. Tembakan jarak dekat Jaraknya adalah 30-45 cm dari kulit. Ukuran luka lebih kecil dibandingkan peluru Warna hitam dan kelim tato lebih luar disekitar luka Tidak ada luka bakar atau kulit yang hangus. 3. Tembakan jarak jauh Jaraknya adalah di atas 45 cm. Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru. Kehitaman atau kelim tato tidak ada Bisa tampak kelim lecet. Jika peluru menyebabkan gesekan pada lubang tempat masuk dan menyebabkan lecet, maka di sebut kelim lecet. Deskripsi Luka Tembak 1. Lokasi jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri garis pertengahan tubuh lokasi secara umum terhadap bagian tubuh 2. Deskripsi luka luar ukuran dan bentuk lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya luka bakar lipatan kulit, utuh atau tidak tekanan ujung senjata 3. Residu tembakan yang terlihat grains powder deposit bubuk hitam, termasuk korona tattoo metal stippling 4. Perubahan oleh tenaga medis 90 ed ROMANS FORENSIK 2nd

5.

6.

7.

8. 9.

oleh bagian pemakaman Track penetrasi organ arah kerusakan sekunder kerusakan organ individu Penyembuhan luka tembakan titik penyembuhan tipe misil tanda identifikasi susunan Luka keluar lokasi karakteristik Penyembuhan fragmen luka tembak Pengambilan jaringan untuk menguji residu

Trauma Fisik 1. Dry Heat (Burn Heat / Luka Bakar) Dry heat (burn heat / luka bakar) adalah luka bakar yang diakibatkan oleh persentuhan tubuh dengan api atau benda panas (bukan cairan). Ada 2 reaksi dari tubuh korban : 1. Reaksi lokal 2. Reaksi umum Ada 4 reaksi lokal dari tubuh korban : Eritem dengan ciri-ciri : epidermis intak, kemerahan, sembuh tanpa meninggalkan sikatriks. Vesikel, bulla & bleps dengan albumin atau NaCl tinggi.

91 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Necrosis coagulativa dengan ciri-ciri : warna coklat gelap hitam dan sembuh dengan meninggalkan sikatriks (litteken). Karbonisasi (sudah menjadi arang). Derajat luka bakar : Luka akibat suhu tinggi (luka bakar) Luka bakar derajat 1 (superficial burn) Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn) Luka bakar derajat 3 (full thickness burn) Luka bakar derajat 4 (hitam bagai arang, nekrotik) Ada 3 reaksi umum dari tubuh korban : 1. Heat exhaustion 2. Heat stroke / sun stroke / pingsan panas 3. Heat cramp Ada 8 gejala heat exhaustion : 1. Badan panas 2. Pusing 3. Pucat 4. Berkeringat 5. Otot lemah 6. Suhu tubuh turun 7. Nadi irreguler 8. Kolaps sirkuler Ada 3 hal yang dapat kita temukan pada otopsi sebagai tanda adanya reaksi heat exhaustion : 1. Arteriosklerosis arteri koroner. 2. Darah berwarna gelap di jantung. 3. Organ dalam mengalami kongesti. Heat stroke / sun stroke / pingsan panas diakibatkan oleh terjadinya paralise centrum di medulla. Keadaan ini dapat terjadi pada udara 92 ed ROMANS FORENSIK 2nd

yang panas (1000F) dan berlangsung beberapa hari.

lembab

serta

telah

Ada 6 gejala heat stroke / sun stroke / pingsan panas : 1. Badan panas 2. Pusing 3. Sakit kepala 4. Nadi cepat & penuh 5. Kolaps sirkuler 6. Shock sampai beresiko mati dengan tubuh kemerahan Ada 6 hal pada otopsi tanda adanya reaksi heat stroke : 1. Darah berwarna merah gelap. 2. Organ mengalami kongesti. 3. Perdarahan otak, epicard, endocard atau bundle of his. 4. Degenerasi sel-sel ganglion. 5. Kongesti (edem berat). 6. Perdarahan kecil pada ventrikel III & IV. Heat cramp dapat terjadi pada individu yang bekerja dalam ruangan yang bersuhu tinggi. Kita dapat melakukan terapi terhadap reaksi heat cramp dengan menggunakan campuran air & garam atau larutan PZ IV bila korban mengalami konvulsi. Ada 5 gejala umum dry heat (burn heat / luka bakar), yaitu : Nyeri yang sangat hebat shock dan kematian. Pugilistik attitude / coitus attitude berupa ekstremitas fleksi, kulit menjadi arang & mengelupas. Ekstremitas fleksi akibat koagulasi 93 ed ROMANS FORENSIK 2nd

protein. Ekstremitas fleksi tidak sampai menimbulkan rigor mortis. Otot merah gelap, kering, berkontraksi dan jarijari mencengkeram. Bukan tanda intravital. Fraktur tengkorak pseudoepidural hematom (bedakan dengan epidural hematom). Pseudoepidural Hematom Epidural Hematom Warna bekuan darah coklat. Warna bekuan darah hitam. Konsistensi rapuh. Konsistensi kenyal. Bentuk otak mengkerut seluruhnya. Bentuk otak cekung sesuai dengan bekuan darah. Garis patah tidak menentu. Garis patah melewati sulcus arteri meningeal. Penyebab kematian pada kasus dry heat ada 3 kategori, yaitu : Cepat : shock primer (neurogenis) & asfiksia Sedang : shock dehidrasi Lambat : shock dehidrasi, acute renal failure, infeksi & sepsis, ulcus curling, autointoksikasi, dan pneumonia hipostatik. Luas dry heat (burn heat / luka bakar) dapat kita tentukan dengan menggunakan rule of nine, yaitu : 9% : permukaan kepala & leher; dada; punggung; perut; pinggang; ekstremitas atas kanan; ekstremitas atas kiri. 18% : permukaan ekstremitas bawah kanan; ekstremitas bawah kiri. 1% : permukaan alat kelamin. Tingkat II yaitu luas dry heat 30% membahayakan jiwa. Kematian karena gas karbon monoksida (CO) : 94 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Biasanya terjadi pada kebakaran gedung besar. Biasanya dry heat (burn heat / luka bakar) hanya sedikit. Ada jelaga pada lubang hidung. Saluran napas terdapat jelaga atau lendir; mukosa edema & kemerahan. Lebam mayat yang berwarna merah cherry akibat terbentuknya senyawa HbCO (hemoglobin tereduksi). Diagnosa pasti dapat kita tentukan dengan melakukan pemeriksaan saturasi, yaitu lebih 10%. Gas karbon monoksida (CO) 210 kali lebih kuat dari gas oksidan (O2) dalam mengikat hemoglobin. 2. Trauma Dingin (Cold Trauma) Insiden trauma dingin (cold trauma / frost bite / immertion foot) jarang terjadi dan biasanya terdapat di negara yang bermusim dingin. Lokasinya bisa pada tangan, kaki, hidung, telinga, dan pipi. Ada 2 cara kematian kasus trauma dingin (cold trauma / frost bite / immertion foot), yaitu : 1. Kecelakaan 2. Pembunuhan (infanticide) Ada 2 reaksi dari tubuh korban trauma dingin : 1. Reaksi lokal 2. Reaksi umum Ada 2 reaksi lokal : Kulit korban pucat akibat vasokonstriksi kemerahan akibat vasodilatasi karena paralisis vasomotor center. Kulit korban lalu berubah menjadi merah kehitaman, membengkak (skin blister), gatal 95 ed ROMANS FORENSIK 2nd

dan nyeri. Kemudian timbul gangren superfisial yang irreversibel. Ada 8 reaksi umum : Kulit korban pucat dan menggigil. Kita dapat menemukan cutis anserina. Kepucatan yang bercampur warna sianosis. Hal ini karena darah "dipaksa" masuk kembali ke dalam pembuluh darah perifer akibat organ dalam mengalami kongesti. Lethargy, koma, dan akhirnya mati bila tubuh korban lama terpapar dingin. Pada pemeriksaan otopsi, jantung korban berisi darah berwarna merah cerah. Organ dalam mengalami kongesti hebat. Tengkorak korban dapat retak pada bagian sutura. Lebam mayat berwarna merah cerah yang bercampur bercak berwarna merah gelap. Cairan tubuh korban berubah menjadi es jika tubuh korban lama baru kita temukan. 3. Trauma listrik (Electrical Injury) Ada 2 jenis tenaga yaitu : Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat. Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah (DC) seperti telepon (30-50 volt) dan tram listrik (600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC) seperti listrik rumah, pabrik, dll Arus listrik bergerak dari tempat yang berpotensial tinggi ke potensial rendah. Arahnya sama dengan arah gerak muatan-muatan positif (berlawanan arah dengan elektron-elektron). Bagian-bagian listrik, antara lain : 1.Arus listrik (I) a.Arus listrik searah atau direct current (DC) 96 ed ROMANS FORENSIK 2nd

mengalir secara terus menerus ke satu arah, dipakai dalam industri elektrolisa, misalnya pada pemurnian dan pelapisan/penyepuhan logam. Juga digunakan pada telefon (30-50 volt), dan kereta listrik (600-1500 volt). Sumber misalnya batere dan accu. b.Arus listrik bolak-balik atau alternating current (AC) mengalir bolak-balik, digunakan di rumahrumah dan pabrik-pabrik, biasanya 110 volt atau 220 volt, jauh lebih berbahaya daripada arus DC, tubuh manusia 4-6 kali lebih sensitif terhadap arus AC. 2.Frekuensi listrik Satuan : cycle per second atau hertz, yang paling sering digunakan 50 dan 60 hertz, yang paling tinggi 1 jt hertz dengan voltage 20.00040.000 volt tidak begitu berbahaya dapat digunakan sebagai diatermi. Tubuh sangat tidak peka terhadap frekuensi yang sangat tinggi atau sangat rendah, contohnya kurang dari 40 hertz atau lebih dari 1.000 hertz. 3.Tegangan (voltage/V) Satuan : volt. 1 volt = tenaga listrik yang dibutuhkan untuk menghasilkan intensitas listrik sebesar 1 ampere melalui sebuah konduktor (penghantar) yang memiliki tahanan sebesar 1 ohm. Voltase rendah (110-460 V) misalnya penerangan, pabrik, tram listrik. Voltase tinggi (= 1.000 V) misalnya transpor arus listrik. Voltase sangat tinggi (20.000-1.000.000 V) misalnya deep X-rays therapy dan diatermi. Diatermi : frekuensi 1 juta Hz dan tegangan 97 ROMANS FORENSIK 2nd ed

20 ribu - 40 ribu volt. Kuat arus yang sering kita gunakan dibawah 6 ampere. Let go current = kuat arus dari aliran listrik dimana korban masih bisa melepaskan diri darinya. 4.Tahanan/hambatan listrik (resistance/R) Satuan : ohm. Menurut hukum Ohm, besarnya intensitas listrik (I) sama dengan besarnya tegangan/voltage (V) dibagi dengan tahanan (R) dari medium. Panas yang terjadi tergantung dari : V 1.banyaknya arus I = ----R 2.lamanya kontak 3.besarnya hambatan W = I2 R t Hal ini sesuai dengan rumus : Keterangan : W = panas yang dihasilkan (kalori) I = kuat arus (ampere) R = hambatan (ohm) t = waktu (detik) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efek Listrik pada Tubuh 1.jenis / macam aliran listrik Arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Banyak kematian akibat sengatan arus listrik AC dengan tegangan 220 volt. Suatu arus AC dengan intensitas 70-80 mA kematian, sedangkan arus DC dengan intensitas 250 mA masih dapat ditolerir tanpa menimbulkan kerusakan. 2.tegangan / voltage Hanya penting untuk sifat-sifat fisik saja, sedangkan pada implikasi biologis kurang berarti. Voltage yang paling rendah yang sudah dapat menimbulkan kematian manusia 50 volt. Makin tinggi voltage akan menghasilkan efek yang lebih berat pada manusia baik efek 98 ROMANS FORENSIK 2nd ed

lokal maupun general. +60% kematian akibat listrik arus listrik dengan tegangan 115 volt. Kematian akibat aliran listrik tegangan rendah terutama oleh karena terjadinya vibrilasi ventrikel, sementara itu pada tegangan tinggi disebabkan oleh karena trauma elektrotermis. 3.tahanan / resistance Tahanan tubuh bervariasi pada masing-masing jaringan, ditentukan perbedaan kandungan air pada jaringan tersebut. Tahanan yang terbesar terdapat pada kulit tubuh, akan menurun besarnya pada tulang, lemak, urat syaraf, otot, darah dan cairan tubuh. Tahanan kulit rata-rata 500-10.000 ohm. Di dalam lapisan kulit itu sendiri bervariasi derajat resistensinya, hal ini bergantung pada ketebalan kulit dan jumlah relatif dari folikel rambut, kelenjar keringat dan lemak. Kulit yang berkeringat lebih jelek daripada kulit yang kering. Menurut hitungan Cardieu, bahwa berkeringat dapat menurunkan tahanan sebesar 3000-2500 ohm. Pada kulit yang lembab karena air atau saline, maka tahanannya turun lebih rendah lagi antara 1200-1500 ohm. Tahanan tubuh terhadap aliran listrik juga akan menurun pada keadaan demam atau adanya pengaruh obat-obatan yang mengakibatkan produksi keringat meningkat. Pertimbangkan tentang transitional resistance, yaitu suatu tahanan yang menyertai akibat adanya bahan-bahan yang berada di antara konduktor dengan tubuh atau antara tubuh dengan bumi, misalnya baju, sarung tangan karet, sepatu karet, dan lainlain. 99 ed ROMANS FORENSIK 2nd

4.kuat arus / intensitas /amperage Adalah kekuatan arus (intensitas arus) yang dapat mendeposit berat tertentu perak dari larutan perak nitrat perdetik. Satuannya : ampere. Arus yang di atas 60 mA dan berlangsung lebih dari 1 detik dapat menimbulkan vibrilasi ventrikel. Berikut ini disajikan sebuah tabel mengenai efek aliran listrik terhadap tubuh (Lobl. O, 1959) : 1 mA Efek 1,0 Sensasi, ambang arus 1,5 Rasa yang jelas, persepsi arus 2,0 Tangan mati rasa 3,5 Tangan terasa ringan dan kaku 4,0 Parestesia lengan bawah 5,0 Tangan tremor dan lengan bawah spasme 7,0 Spasme ringan yang luas sampai lengan atas 10,0 Dapat sengaja melepaskan diri dari arus listrik 15,0 Kontraksi otot-otot fleksor mencegah terlepas dari aliran listrik 20,0 Kontraksi otot yang sangat sakit Dikatakan bahwa kuat arus sebesar 30 mA adalah batas ketahanan seseorang, pada 40 mA dapat menimbulkan hilangnya kesadaran dan kematian akan terjadi pada kuat arus 100 mA atau lebih. Koeppen menggolongkan akibat kecelakaan listrik dalam 4 kelompok yaitu : a. Kelompok I : kuat arus < 25 mA AC (DC antara 25-80 mA) dengan transitional R yang tinggi efek yang berbahaya (-). 100 ROMANS FORENSIK 2nd ed

b. Kelompok II : kuat arus 25-80 mA AC (DC 80300 mA) dg transitional R < dari kel.I hilangnya kesadaran, aritmia dan spasme pernafasan. c. Kelompok III : Kuat arus 80-100 mA AC (DC 300 mA - 3A), transitional R < dari kel. II. Jk t = 0,1-0,3s , efek biologisnya sama dg kel. II. Jk > 0,3s vibrilasi ventrikel irreversibel. d. Kelompok IV : kuat arus > 3A cardiac arrest 5.adanya hubungan dengan bumi / earthing Sehubungan dengan faktor tahanan, maka orang yang berdiri pada tanah yang basah tanpa alas kaki, akan lebih berbahaya daripada orang yang berdiri dengan mengggunakan alas sepatu yang kering, karena pada keadaan pertama tahanannya rendah. 6.lamanya waktu kontak dengan konduktor Makin lama korban kontak dengan konduktor makin banyak jumlah arus yang melalui tubuh kerusakan tubuh akan bertambah besar&luas. Dengan tegangan yang rendah spasme otot-otot korban malah menggenggam konduktor arus listrik akan mengalir lbh lama korban jatuh dalam keadaan syok yang mematikan Sedangkan pada tegangan tinggi segera terlempar atau melepaskan konduktor atau sumber listrik yang tersentuh, karena akibat arus listrik dengan tegangan tinggi tersebut dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot, termasuk otot yang tersentuh aliran listrik tersebut. 7.aliran arus listrik (path of current) Adalah tempat-tempat pada tubuh yang dilalui oleh arus listrik sejak masuk sampai meninggalkan tubuh. Letak titik masuk arus 101 ed ROMANS FORENSIK 2nd

listrik (point of entry) & letak titik keluar bervariasi efek dari arus listrik tersebut bervariasi dari ringan sampai berat. Arus listrik masuk dari sebelah kiri bagiah tubuh lebih berbahaya daripada jika masuk dari sebelah kanan. Bahaya terbesar bisa timbul jika jantung atau otak berada dalam posisi aliran listrik tersebut. Bumi dianggap sebagai kutub negatif. Orang yang tanpa alas kaki lebih berbahaya kalau terkena aliran listrik, sepatu dapat berfungsi sebagai isolator, t.u sepatu karet 8.faktor-faktor lain a.adanya penyakit-penyakit tertentu yang sudah ada pada korban sebelumnya, seperti penyakit jantung, kondisi mental yang menurun,dsb, yang dapat memperberat efek listrik pada tubuh manusia sampai timbulnya kematian. b.Antisipasi terhadap syok. c. Kelengahan atau kekurang hati-hatian. d.Luas kontak dengan arus listrik. e.Kesadaran adanya arus listrik. f. Kebiasaan dan pekerjaan. g.Konstitusi tubuh yaitu tubuh kurus dan gemuk. Cara Kematian Paling sering : kecelakaan, jarang terjadi karena pembunuhan atau bunuh diri. Oleh karena itu pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) sangat penting. Patofisiologi 102 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh menghasilkan cedera dengan atau kematian melalui depolarisasi otot dan syaraf, inisiasi abnormal irama elektrik pada jantung dan otak, atau menghasilkan luka bakar elektrik internal maupun eksternal melalui panas dan pembentukan pori di membran sel. Arus yang melalui otak, baik voltase rendah maupun tinggi mengakibatkan penurunan kesadaran segera karena depolarisasi syaraf otak. AC dapat menghasilkan ventrikular fibrilasi jika jalurnya melalui dada. Aliran listrik yang lama membuat kerusakan iskemik otak terutama yang diikuti gangguan nafas. Seluruh aliran dapat mengakibatkan mionekrosis, mioglobinemia, dan mioglobinuria dan berbagai komplikasi. Selain itu dapat juga mengakibatkan luka bakar. Sebab Kematian Kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri. Sering trauma listrik disertai trauma mekanis. Ada kasus karena listrik yang menyebabkan korban jatuh dari ketinggian, dalam hal ini sukar untuk mencari sebab kematian yang segera. Sebab kematian karena arus listrik yaitu : 1.Ventrikel fibrilasi Tergantung ukuran badan dan jantung. Dalziel (1961) memperkirakan pada manusia arus yang mengalir sedikitnya 70 mA dalam waktu 5 detik dari lengan ke tungkai akan menyebabkan fibrilasi. Yang paling berbahaya adalah jika arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan kiri dan keluar melalui kaki yang berlawanan/kanan. Kalau arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan yang satu dan keluar melalui tangan yang lain maka 60% yang meninggal dunia. 2.Respiratori paralisis 103 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Akibat spasme dari otot-otot pernafasan, sehingga korban meninggal karena asfiksia, sehubungan dengan spasme otot-otot karena jantung masih tetap berdenyut sampai timbul kematian. Terjadi bila arua listrik yang memasuki tubuh korban di atas nilai ambang yang membahayakan, tetapi masih di batas bawah yang dapat menimbulkan ventrikel fibrilasi. Menurut Koeppen, spasme otot-otot pernafasan terjadi pada arus 25-80 mA, sedangkan ventrikel fibrilasi terjadi pada arus 80-100 mA. 3.Paralisis pusat nafas jika arus listrik masuk melalui pusat di batang otak, disebabkan juga oleh trauma pada pusat-pusat vital di otak yang terjadi koagulasi dan akibat efek hipertermis. Bila aliran listrik diputus, paralisis pusat pernafasan tetap ada, jantung pun masih berdenyut, oleh karena itu dengan bantuan pernafasan buatan korban masih dapat ditolong. Hal tersebut bisa terjadi jika kepala merupakan jalur arus listrik. Pemeriksaan Korban 1. Pemeriksaan korban di Tempat Kejadian Perkara (TKP) Korban mungkin ditemukan sedang memegang benda yang membuatnya kena listrik, kadangkadang ada busa pada mulut. Yang perlu dilakukan pertama kali adalah mematikan arus listrik atau menjauhkan kawat listrik dengan kayu kering. Lalu kemudian korban diperiksa apakah hidup atau sudah meninggal dunia. Bilamana belum ada lebam mayat, maka mungkin korban dalam keadaan mati suri dan perlu diberi pertolongan segera yaitu pernafasan buatan dan pijat jantung dan kalau perlu segera dibawa ke Rumah sakit. Pernafasan buatan ini jika dilakukan dengan baik dan benar 104 ed ROMANS FORENSIK 2nd

masih merupakan pengobatan utama untuk korban akibat listrik. Usaha pertolongan ini dilakukan sampai korban menunjukkan tanda-tanda hidup atau tanda-tanda kematian pasti. 2. Pemeriksaan Jenazah a. Pemeriksaan Luar Sangat penting karena justru kelainan yang menyolok adalah kelainan pada kulit. Dalam pemeriksaan luar yang harus dicari adalah tanda-tanda listrik atau current mark/electric mark/stroomerk van jellinek/joule burn. Current mark adalah tanda luka akibat listrik dan merupakan tempat masuknya aliran listrik. Tanda-tanda listrik tersebut antara lain : Terkecil sebesar kepala jarum dengan warna kemerahan Tanda lain berupa bula Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau coklat kehitaman atau abu-abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan edema sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah halo). Cara mencari t.u pada telapak tangan atau telapak kaki dan sebelumnya harus dicuci dulu dengan sabun dan bila perlu disikat. Metalisasi akibat panas yang ditimbulkan sedemikian besar sehingga ion-ion asam jaringan bereaksi dengan ion-ion logam dari kawat atau kabel membentuk garam dan menyebar di jaringan. Warna yang terjadi tergantung bahan logam, misalnya dari besi akan tampak warna hitam kecoklatan, tembaga warna coklat kemerahan, dan aluminium warna perak. Luka keluar dari luka listrik (electrical burn) tidak khas dapat berupa luka lecet, luka robek, atau luka 105 ed ROMANS FORENSIK 2nd

bakar. Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak. Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk parels terdiri dari kalsium fosfat Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama sehingga bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat menjadi hitam dan hangus terbakar Eksogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik tegangan tinggi yang sudah mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus terbakar dengan kerusakan yang sangat berat dan tidak jarang disertai dengan patahnya tulang-tulang Panas yang timbul pada suatu waktu demikian besarnya sehingga kawat listrik menguap dan mengkondensir di jaringan tubuh/electric metalisasi b. Pemeriksaan Dalam Pada autopsi biasanya tidak ditemukan kelainan yang khas. Pada otak didapatkan perdarahan kecil-kecil dan terutama paling banyak adalah pada daerah ventrikel III dan IV. Organ jantung akan terjadi fibrilasi bila dilalui aliran listrik dan berhenti pada fase diastole, sehingga terjadi dilatasi jantung kanan. Pada paru didapatkan edema dan kongesti. Pada korban yang terkena listrik tegangan tinggi, Custer menemukan pada puncak lobus salah satu paru terbakar, juga ditemukan pneumothorak, hal ini mungkin sekali disebabkan oleh aliran listrik yang melalui paru kanan. Organ viscera menunjukkan kongesti 106 ed ROMANS FORENSIK 2nd

yang merata. Petekie atau perdarahan mukosa gastro intestinal ditemukan pada 1 dari 100 kasus fatal akibat listrik. Pada hati ditemukan lesi yang tidak khas., sedangkan pada tulang, karena tulang mempunyai tahanan listrik yang besar, maka jika ada aliran listrik akan terjadi panas sehingga tulang meleleh dan terbentuklah butiran-butiran kalsium fosfat yang menyerupai mutiara atau pearl like bodies.1 Otot korban putus akibat perubahan hialin. Perikard, pleura, dan konjungtiva korban terdapat bintik-bintik pendarahan. Pada ekstremitas, pembuluh darah korban mengalami nekrosis dan ruptur lalu terjadi pendarahan kemudian terbentuklah gangren. c. Pemeriksaan Tambahan Yang dilakukan adalah pemeriksaan patologi anatomi pada current mark. Walaupun pemeriksaan itu tidak spesifik untuk tanda kekerasan oleh listrik tetapi sangat menolong untuk menegakkan bahwa korban telah mengalami trauma listrik. Hasil pemeriksaan akan terlihat sebagai berikut : Ada bagian sel yang memipih, pada pengecatan dengan metoxyl lineosin akan bewarna lebih gelap dari normal Sel-sel pada stratum korneum menggelembung dan vakum Sel dan intinya dari stratum basalis menjadi lonjong dan tersusun secara palisade Ada sel yang mengalami karbonisasi dan ada pula bagian sel-sel yang rusak dari stratum korneum

107 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Folikel rambut dan kelenjar keringat memanjang dan memutar ke arah bagian yang terkena listrik. Petir (Lightning) Lightning / eliksem adalah kecelakaan akibat sambaran petir. Petir termasuk arus searah (DC) dengan tegangan 20 juta volt dan kuat arus 20 ribu ampere. Ada 3 keadaan yang berpotensi besar terkena petir : 1. Berada di tanah lapang. 2. Berada dibawah pohon yang tinggi. 3. Kehujanan dan memakai perhiasan yang terbuat dari logam.

Ada 3 kelainan akibat sambaran petir : 1. Efek listrik. 2. Efek panas. 3. Efek ledakan. Ada 3 efek listrik akibat sambaran petir : Current mark / electrik mark / electrik burn. Efek ini termasuk salah satu tanda utama luka listrik (electrical burn). Aborescent markings. Tanda ini berupa gambaran seperti pohon gundul tanpa daun akibat terjadinya vasodilatasi vena pada kulit korban sebagai reaksi dari persentuhan antara kulit dengan petir (lightning / eliksem). Tanda ini akan hilang sendiri setelah beberapa jam. Magnetisasi. Logam yang terkena sambaran petir (lightning / eliksem) akan 108 ed ROMANS FORENSIK 2nd

berubah menjadi magnet. Efek ini juga termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn). Ada 2 efek panas akibat sambaran petir : Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaian, sepatu bahkan seluruh tubuh korban dapat terbakar atau hangus. Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan meleleh seperti perhiasan dan komponen arloji. Arloji korban akan berhenti dimana tanda ini dapat kita gunakan untuk menentukan saat kematian korban. Efek ini juga termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn). Efek ledakan akibat sambaran petir (lightning / eliksem) terjadi akibat perpindahan volume udara yang cepat & ekstrim. Setelah kilat menyambar, udara setempat menjadi vakum lalu terisi oleh udara kembali sehingga menimbulkan suara menggelegar / guntur / ledakan. Cara kematian korban akibat sambaran petir : kecelakaan.

Trauma Kimiawi Asam kuat & basa kuat Asam kuat mengkoagulasikan protein luka korosif yang kering, kertas spt kertas perkamen. Basa kuat memembentuk rx penyabunan luka basah, licin kerusakan sd terus s/d dalam 109 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Bahan kimia yg bersifat korosif dpt dibagi dlm 4 golongan : Asam organik yg bersifat korosif, asam oksalat, asam asetat, asam sitrat dan asam karbol. Asam anorganik yg bersifat korosif asam fluoride, asam klorida, asam nitrat dan asam sulfat. Kaustik alkali kalium hidroksida, kalsium hidroksida, natrium hidroksida dan amoniak. Garam logam berat merkuri klorida, zinc klorida dan stibium klorida. Ciri luka akibat kimiawi : Asam karbol luka bakar dimana kulit yang terkena akan berwarna kelabu keputihan. Asam oksalat kulit berwarna kelabu kehitaman. Asam sulfat dan asam klorida kulit mulamula akan berwarna kelabu kmdn jadi hitam. Asam nitrat kulit berwarna merah kecoklatan yang disertai dengan perdarahan. Zinc klorida kulit berwarna keputih-putihan, sedangkan Merkuri klorida kulit yg terkena berwarna biru keputihan + perdarahan. Ciri trauma akibat asam kering, cokelat kemerahan dan pd perabaan teraba padat dan keras Ciri trauma akibat basa bengkak, edem, warna cokelat kemerahan dan pada rabaan teraba lunak dan licin. BAB VIII ABORSI 110 ed ROMANS FORENSIK 2nd

DEFINISI Peristilahan aborsi sesungguhnya tidak kita temukan pengutipannya dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHPidana). Dalam KUHPidana hanya dikenal istilah pengguguran kandungan. Istilah aborsi yang berasal dari kata abortus bahasa latin, artinya kelahiran sebelum waktunya. Sinonim dengan kata itu mengenal istilah kelahiran yang premature atau miskraam (Belanda), keguguran. Abortus berdasarkan definisi medis adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Anak baru mungkin hidup di luar kandungan kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada yang mengambil batas abortus bila berat anak kurang dari 500 gram, setara dengan umur kehamilan 22 minggu. Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable (yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan 20 minggu.(terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22 minggu). Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran kandungan adalah pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadia perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup. 111 ed ROMANS FORENSIK 2nd

KLASIFIKASI Secara garis besar abortus dapat di bagi dalam 2 kelompok, yaitu: 1. Abortus dengan penyebab yang wajar (abortus spontanea), yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya, disebut juga keguguran. 2. Abortus yang sengaja dibuat (abortus provokatus/induksi abortus), yaitu abortus disengaja atau digugurkan, merupakan 80 % dari semua kasus abortus. Abortus yang disengaja ini dapat bersifat murni medisinalis, tetapi dapat pula bersifat medisinalis kriminalis tergantung dari pelaku abortusnya yang dapat dibedakan antara : 1.abortus provokatus medisinalis (terapeutik) atau legal abortion yaitu abortus yang dilakukan atas indikasi medis, dilakukan oleh tenaga yang terdidik khusus untuk melakukannya dengan baik dan bukan dilakukan untuk mempertahankan nama baik atau kehormatan keluarga. Biasanya dengan alat-alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan dan dapat membawa maut bagi ibu contohnya ibu dengan penyakit jantung, hipertensi, kanker leher rahim, dan lain-lain. 2.abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan tanpa indikasi medis. Dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan dilakukan oleh tenaga yang umumnya tidak terdidik khusus, termasuk oleh wanita hamil itu sendiri. Ini disebut juga illegal abortion. ABORTUS PROVOKATUS ATAS INDIKASI MEDIS 112 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Umumnya setiap negara ada undang-undang yang melarang abortus buatan, tetapi larangan ini tidaklah mutlak sifatnya. Di Indonesia berdasarkan undang-undang, melakukan abortus buatan dianggap suatu kejahatan. Akan tetapi abortus buatan sebagai tindakan pengobatan, apabila itu satu-satunya jalan untuk menolong jiwa dan kesehatan ibu serta sunguh-sungguh dapat dipertanggung jawabkan dapat dibenarkan dan biasanya tidak dituntut. Indikasi medis akan berubah-ubah menurut perkembangan ilmu kedokteran. Di negara Swedia, Swiss, dan beberapa negara lainnya, membenarkan indikasi yang bersifat sosial medis, humaniter, dan egenetis, bukan semata-mata untuk menolong ibu, tetapi juga dengan pertimbangan keselamatan anak, jasmani, dan rohani. Walaupun beberapa ahli telah banyak berdebat tentang kemungkinan perluasan indikasi medik, namun sampai saat ini di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Jadi tidak dibenarkan melakukan abortus atas indikasi : o Ekonomi o Etnis : baik akibat perkosaan atau akibat hubungan diluar nikah. o Sosial : kuatir adanya penyakit turunan, janin cacat. Indikasi melakukan abortus terapeutik: 1.Faktor kehamilannya sendiri o Ectopic pregnancy yang terganggu o Abortus yang mengancam disertai dengan perdarahan yang terus-menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion). o Mola hydatidosa 113 ROMANS FORENSIK 2nd ed

o Kelainan plasenta 2. Penyakit diluar kehamilannya : o Ca Cervix o Ca. Mamma yang aktif 3. Penyakit sistemik ibu : o Toxemia gravidarum o Penyakit jantung organik disertai kegagalan jantung o Penyakit ginjal o Diabetes melitus berat

dengan

o Gangguan jiwa, disertai kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.

Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi medik, seorang dokter perlu mengambil tindakantindakan pengamanan dengan mengadakan konsultsi pada seorang ahli kandungan yang berpengalaman dengan syarat: (1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi. (2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi). (3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat. (4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga / peralatan yang memadai, yang ditunjuk pemerintah. (5) Prosedur tidak dirahasiakan. (6) Dokumen medik harus lengkap. ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS 114 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Aborsi kriminal adalah kerusakan atau pengguguran janin dari rahim ibu oleh orang lain secara paksa, yaitu, jika tidak ada indikasi terapeutik untuk operasi. Kejahatan ini dinyatakan sebagai tindak pidana jika aborsi yang dilakukan berakibat fatal. Jika wanita tersebut meninggal akibat prosedur yang dilakukan oleh aborsionis dan orang lain yang berkaitan dengan kejahatan tersebut, seperti ahli anestetik atau perawat, akan dituntut dengan pasal pembunuhan. Bahkan saudara atau teman yang menemaninya ke aborsionis dinyatakan bersalah sebagai rekan kejahatan, jika dapat dibuktikan bahwa orang tersebut mengetahui tujuan kunjungannya. Hukum menekankan pada maksud-maksud ilegal di balik tindakan dan tentang semua hal yang berhubungan dengan kejahatan sebagai prinsip-prinsip kesalahan. Yang termasuk dalam kategori ini adalah individu yang memberi anjuran dan meresepkan obat-obatan, atau berusaha menggugurkan kandungan dengan cara lain; jika terjadi kematian akibat tindakannya, mereka dinyatakan bersalah oleh hukum. Tidak ada perbedaan hukum untuk pengguran fetus pada awal kehamilan atau pada akhir masa kehamilan, karena keduanya disebut aborsi. Dalam sebagian besar yuridiksi, fetus pada awal kehamilan sebelum digugurkan dinyatakan memiliki kehidupan yang sama dengan fetus pada akhir masa kehamilan. Aborsi yang dilakukan pada awal masa kehamilan sama bersalahnya dengan yang dilakukan pada akhir masa kehamilan. Mengenali Tindakan Arortus Provokatus

115 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Abortus provokatus yang dilakukan menggunakan pelbagai cara selalu mengandung resiko kesehatan baik bagi si ibu atau janin. Seorang dokter perlu mengenali kelainan yang dapat timbul akibat pelbagai macam cara yang digunakan untuk melakukan pengguguran kriminal ini agar benar-benar dapat membantu secara maksimal pihak penyidik. Kekerasan mekanik lokal dapat ditakukan dari luar maupun dari dalam. Kekerasan dari luar dapat dilakukan sendiri oleh si ibu atau oleh orang lain, seperti melakukan gerakan fisik berlebihan, jatuh, pemijatan/pengurutan perut bagian bawah, kekerasan langsung pada perut atau uterus, pengaliran listrik pada serviks dan sebagainya. Kekerasan dapat pula 'dari dalam' dengan melakukan manipulasi vagina atau uterus. Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan penyemprotan air sabun atau air panas pada porsio; aplikasi asam arsonik, kalium permanganat pekat, atau jodium tinktur; pemasangan laminaria stift atau kateter ke dalam serviks; atau manipulasi serviks dengan jari tangan. Manipulasi uterus, dengan melakukan pemecahan selaput amnion atau dengan penyuntikan ke dalam uterus. Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan memasukkan alat apa saja yang cukup panjang dan kecil melalui serviks. Penyuntikan atau penyemprotan cairan biasanya dilakukan dengan menggunakan Higginson type syringe, sedangkan cairannya adalah air sabun, desinfektan atau air biasa/air panas. Penyemprotan ini dapat mengakibatkan emboli udara. 116 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Obat/zat tertentu, racun umum digunakan dengan harapan agar janin mati tetapi si ibu cukup kuat untuk bisa selamat. Pernah dilaporkan penggunaan bahan tumbuhan yang mengandung minyak eter tertentu yang merangsang saiuran cerna hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi uterus dan hormon wanita yang merangsang kontraksi uterus melalui hiperemi mukosa uterus. Hasil yang dicapai sangat bergantung pada jumlah (takaran), sensitivitas individu dan keadaan kandungannya (usia gestasi). Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat dalam jamu peluntur, nenas muda, bubuk beras dicampur lada hitam, dan lain lain. Ada juga yang agak beracun seperti garam logam berat, laksans dan lain lain; atau bahan yang beracun, seperti strichnin, prostigmin, pilokarpin, dikumarol, kina dan lain lain. Kombinasi kina atau menolisin dengan ekstrak hipofisis (oksitosin) ternyata sangat efektif. Akhirakhir ini dikenal juga sitostatika Teknik-Teknik Aborsi pada klinik aborsi : 1. Dilatasi Dan kuret (D & C) 2. MR (Kuret dengan penyedotan) 3. Peracunan dengan menyuntikan larutan garam pekat 4. Penguguran dengan mengunakan kimia protaglandin 5. Operasi bedah kaisar/histerotomi 6. D&X (Intact dilatation & extraction =partial birth abortion) CARA-CARA ABORTUS 117 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Cara-cara yang dipakai untuk melakukan abortus atas indikasi medik adalah: 1. Vaginal - Ketuban dipecah - Dilatasi Cervix - Injeksi 10 unit oxytosin intra uterin 2. Abdominal : Sectio Caecaria Cara-cara melakukan abortus kriminalis : 1.Mengunakan obat-obatan yang diminum 2.Menggunakan kekerasan mekanik (umum dan lokal) 3.Dilatasi dan kuretasi, biasanya hal ini hanya dilakukan oleh dokter atau bidan. Obat obatan Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan abortus kecuali diberikan dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil tersebut.Patut diingat tidak ada satupun obat/kombinasi obat peroral yang mampu menyebabkan rahim yang sehat mengeluarkan isinya tanpa membahayakan jiwa wanita yang meminumnya. Karena itulah seorang abortir profesional tidak mau membuang-buang waktu/mengambil resiko melakukan abortus dengan menggunakan obat-obatan. Klasifikasi obat-obat yang digunakan adalah : 1. Obat yang bekerja langsung pada uterus o Echolics (golongan obat yang meningkatkan kontraksi uterus). o Emmenagagonum (merangsang terjadinya menstruasi. Untuk menyebabkan abortus harus diberikan dalam dosis yang besar dan berulang). 2. Obat obat yang menimbulkan kontraksi GIT. 118 ed ROMANS FORENSIK 2nd

o Yang paling sering digunakan adalah emetik tartar. o Castrol oil ; magnesium sulfate / sodium sulfate 3. Obat yang bersifat racun sistemik o Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah nenas yang masih mentah, madar juice, Buah Daucus carota). o Racun logam ( yang paling sering digunakan adalah cairan timah yang mengandung oksida timah dan minyak zaitun). Kekerasan Mekanik Tindakan kekerasan yang bersifat umum : o Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan o Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen. o Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat, menunggang kuda, mendaki gunung, berenang, naik turun tangga. o Mengangkat barang-barang berat. o Pemijatan uterus melalui dinding abdomen. Tindakan kekerasan yang bersifat lokal : o Merobek selaput amnion, yaitu dengan memasukkan benda tajam seperti kateter, jarum, dll kedalam rongga uterus. o Pernggunaan ganggang laminaria yang diamternya berukuran 0,4-0,5 cm. Ganggang ini direndam dalam air dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Dengan demikian akan menyebabkan robeknya selaput amnion dan terjadi abortus. o Stik abortus, yaitu berupa potongan kayu yang dibungkus dengan kain, kemudian dicelupkan kedalam madar juice, arsen atau phelavai juice 119 ed ROMANS FORENSIK 2nd

dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Hal ini akan menyebabkan kontraksi uterus dan abortus. o Menyalurkan listrik tegangan rendah, menyebabkan kontraksi uterus dan mengeluarkan hasil konsepsi.

Pemeriksaan Kasus Abortus Korban hidup Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia interna/eksterna, daerah perut bagian bawah. 1. Ibu 1. Tanda-tanda kehamilan - striae gravidarum - uterus yang membesar - hiperpigmentasi aerola mammae 2. Tanda-tanda partus - ditemukan cairan - bercak darah pada vagina - vagina yang longgar - laserasi dan luka yang terdapat pada vagina - serviks membuka, bisa terdapat dan bias juga tidak terdapat robekan. 3. golongan darah 2. Janin 1. umur janin 2. golongan darah janin Korban mati 120 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal. Lagi pula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh wanita yang bersangkutan. Pada pemeriksaan jenazah, Teare (1964) menganjurkan pembukaan abdomen sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai penyebab kematian korban. Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada pembedahan jenazah, bila didapatkan cairan dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan toksikologik. Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi. Lakukan pula Tes emboli udara pada vena kava inferior dan jantung. Periksa alat-alat genitalia interna apakah pucat, mengalami kongeti atau adanya memar. Uterus diiris mendatar dengan jarak antar irisan 1 cm untuk mendeteksi perdarahan yang berasal dari bawah. Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologilk. Ambil urin untuk tes kehamilan/toksikologik dan pemeriksan organ-organ lain dilakukan seperti biasa. 121 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Pemeriksaan niikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda kehamilan, kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha penghentian kehamilan. Ditemukannya sel radang PMN menunjukkan tanda intravitalitas. Pemeriksaan post mortem abortus kriminalis bertujuan : o Mencari bukti dan tanda kehamilan o Mencari bukti abortus dan kemungkinan adanya tindakan kriminal dengan obat-obatan atau instrumen. o Menentukan kaitan antara sebab kematian dengan abortus. o Menilai setiap penyakit wajar yang ditemukan. Pemeriksaan Ibu : 1. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan Identifikasi umum o Tinggi badan, berat badan, umur. Pakaian; cari tanda-tanda kontak dengan suatu cairan, terutama pada pakaian dalam. o Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenasah. o Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan. o Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada : - arteri coronaria - ventricle kanan - arteri pulmonalis - arteri dan vena dipermukaan otak - vena-vena pelvis o Vagina dan uterus diinsisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas, kekerasan yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya perforasi uterus. Cara pemeriksaan: 122 ROMANS FORENSIK 2nd ed

uterus direndam dalam larutan formalin 10% selama 24 jam, kemudian direndam dalam alcohol 95% selama 24 jam, iris tipis untuk melihat saluran perforasi. Periksa juga tandatanda kekerasan pada cervix (abrasi, laserasi). o Ambil sampel semua organ untuk menilai histopatologis. o Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi. o Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis : - isi vagina - isi uterus - darah dari vena cava inferior dan kedua ventricle - urine - isi lambung - rambut pubis Pemeriksaan janin - Umur janin - Golongan darah Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/Zat yang dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian kehamilan, misalnya yang berupa IUFD - kematian janin di dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan. Pertimbangan pertimbangan saat otopsi Saat melakukan otopsi untuk kasus aborsi, ahli patologi harus membuat catatan khusus tentang kondisi rahim dan genitalia, serta deskripsi umum tentang mayat. Panjang, lebar dan ketebalan uterus, ketebalan dinding uterin, panjang rongga uterin, lingkar sirkumferen internal dan eksternal, 123 ed ROMANS FORENSIK 2nd

panjang serviks, diameter corpus luteum, dan ukuran sisa-sisa janin, harus dicatat. Pemeriksaan dilakukan pada tuba ovarium dan payudara. Bagian-bagain janin harus dicari dalam saluran genital dan rongga peritoneal. Luka-luka instrumental dan tanda-tanda tenaculum harus diidentifikasi. semua organ dalam rongga abdominal dapat menyebabkan peritonitis supuratif, seperti appendiks, kandung kemih atau perut, harus diperiksa. Semua kondisi tubuh yang dapat menyebabkan aborsi spontan, seperti penyakit jantung dan hydatidiform mole, harus diperiksa. Kondisi-kondisi septik tubuh harus diperiksa dengan cermat. Vena-vena uterin dan ovarian harus diurutkan dengan cermat sampai ke bagian tubuh yang lebih besar untuk mengetahui terjadinya phlebitis purulen. Pengguanan terapeutik sulfonamid dan obat-obatan antibiotik lainnya dapat menghambat perkembangan bakteri dalam kultur post-mortem. Pemeriksaan kimiawi harus dilakukan pada otak dan viscera parenkimatom, jika perlu. Harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada mukosa uterin untuk mengetahui apakah terjadi villi chorionic. Struktur-struktur lainnya, seperti tuba, ovarium, appendiks, ginjal, limpa, hati, pankreas, jantung, paru-paru, dan organ-organ lainnya yang terlihat abnormal harus diperiksa/dipotong. Jika terdapat sisa-sisa janin, dapat dilakukan pemeriksaan sinar-x untuk mengetahui pusat-pusat osifikasi. Hal ini sangat penting untuk menentukan usia kehamilan. Benda-benda asing, instrumen, juga harus diawetkan sebagai bukti, jika ditemukan dalam tubuh. 124 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Dalam banyak kasus, sisa-sisa janin tidak mudah diidentifikasi. jika seorang wanita meninggal saat aborsi, janin atau bagian dari janin, akan ditemukan dalam saluran genital. Kadang-kadang, terjadi perforasi rahim dan janin dipaksakan masuk ke rongga peritoneal, ini akan ditemukan saat otopsi. Biasanya, tubuh janin telah diangkat, dan daerah plasenta ditandai oleh penonjolan sirkuler pada batas-batas uterus di sekitar fundus, kondisi ini akan bertahan selama beberapa hari. Perforasi dapat terjadi dalam berbagai ukuran dan bentuk, bervariasi mulai dari stellata kasar dan kecil yang terbuka dan berdiameter kurang lebih 1 cm, banyak potongan stellata yang berbentuk oval atau ireguler, dan terlihat seperti-kawah yang kadang menonjol pada fundus uterin. Kadang, ditemukan dua atau beberapa perforasi pada fundus, atau terjadi perlukaaan fundus dan serviks akibat penggunaan kuret Uterus paling mudah mengalami perforasi adalah jenis bicornuate, karena operator yang ragu-ragu, menduga bahwa rongga uterus lebih panjang dan melukai dindingnya pada bagian cornua yang terpisah. Luka pada serviks uteri terjadi sebanyak kurang dari separuh perlukaan instrumental pada uterus, sebagian diantaranya berupa ekskavasasi crateriform dalam dinding servikal, sedangkan yang lainnya mengalami perforasi ke dalam rongga abdominal melalui dinding uterus. Perforasi tersebut berbentuk stellata dan mengarah ke atas mungkin akibat penggunaan instrumen seperti kayu .

125 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Perforasi pada rongga vaginal jarang terjadi pada aborsi yang dilakukan oleh seorang operator, namun paling sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri. salah satu kasus yang dihadapi oleh penulis adalah seorang ibu hamil yang melukai rongga vaginanya menggunakan jarum panjang, yang ditusukkan ke dalam perut dan usus beberapa kali sehingga terjadi peritonitis septik. Kasus-kasus aborsi yang mengakibatkan perforasi saluran genital dan organ abdominal harus dirujuk ke rumah sakit untuk merawat gejala dan agar dokter bedah dapat melakukan laparotomi. Dalam berbagai kasus, operator dapat memperbaiki luka dengan melakukan penjahitan, sedangkan dalam kasus lainnya, operator dapat mengangkat rahim, atau reseksi intestinal. Jika pasien meninggal, dokter bedah harus menyerahkan semua organ, jaringan atau benda asing yang diperoleh saat operasi untuk diperiksa dan menyimpan catatan klinis kasus yang akurat. Ukuran daerah plasenta bervariasi sesuai dengan usia kehamilan dan jumlah hari setelah aborsi. Setelah melakukan kuretase pada bagian plasenta yang tersisa pada dinding uterin, berupa penyimpangan villi chorionic dan syncytial giant cell, ini dapat dilihat melalui pemeriksaan mikroskopis pada daerah plasenta. Karena plasenta merupakan bagian dari janin, ini merupakan bukti nyata terjadinya kehamilan, yang bertolak belakang dengan sel-sel decidual yang merupakan jaringan dari ibu dan bukan, merupakan indikasi yang jelas. villi chorionic dan syncytial giant cell akan menetap selama beberapa hari kemudian menghilang, satu-satunya kriteria yang tersisa adalah ukuran dan bentuk rahim, kondisi payudara dan corpus luteum ovarium. 126 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Penemuan janin atau sisa-sisanya biasanya berguna untuk memastikan usia kehamilan saat aborsi dilakukan. Jadi, kita harus mengetahui perkembangan janin selama masa kehamilan. Pemeriksaan sinar roentgen pada bagian-bagian janin yang besar akan menunjukkan pusat-pusat osifikasi dalam berbagai tulang, ini dapat digunakan untuk menentukan usia bagian-bagian tersebut. Biasanya akan terbentuk produk perkembangan pembuahan ovum selama dua minggu pertama masa kehamilan. Mulai dari minggu pertama sampai ke lima, selama periode tersebut, akan terjadi perkembangan berbagai organ dan menghasilkan bentuk yang jelas, organisme ini disebut sebagai embrio. Setelah minggu kelima, disebut sebagai janin. Dalam suatu kasus aborsi yang telah terjadi selama beberapa hari dan tidak ada sisa-sisa janin dalam rahim, sulit untuk membuktikan fakta bahwa telah terjadi kehamilan atau usia kehamilan sebelum aborsi dilakukan. Bagian-bagian janin yang tersisa, membran atau jaringan plasenta, dan terjadinya infeksi intra-uterine akan menganggu atau menghambat proses involusi uterus. Nekrosis sisasisa janin, membran dan jaringan plasenta akan mempersulit pemeriksaan mikroskopis. Dimensi uterus yang diukur saat otopsi merupakan satu-satunya data yang dapat diandalkan oleh ahli patologis untuk memperkirakan usia kehamilan. Dalam kondisi tidak-hamil, uterus berbentuk seperti buah pir dan memiliki panjang 3 inci, lebar 2 inci dan ketebalannya 1 inci. Selama dua bulan pertama masa kehamilan, terjadi pembesaran. Pada akhir bulan ketiga, panjang rahim akan mencapai 4 sampai 5 inci, panjang serviks 127 ed ROMANS FORENSIK 2nd

mencapai 1 cm dan panjang corpus uteri mencapai 3 sampai 4 inci; pada akhir bulan keenam, uterus akan membesar, corpus akan membentuk globular dan serviks memendek. Pada akhir bulan keempat, panjang uterus mencapai 5 sampai 6 inci; pada akhir bulan keenam panjangnya akan mencapai 6 inci; pada akhir bulan ke tujuh, panjangnya mencapai 8 inci; pada akhir bulan ke delapan, panjangnya mencapai 91/2 inci; dan pada akhir bulan ke sembilan, panjangnya mencapai 101/2 sampai 12 inci. Setelah proses kelahiran, rahim akan berkontraksi dan dindingnya menebal. Setelah dua hari postpartum, panjangnya akan mencapai 7 inci dan lebar 4 inci; pada akhir minggu pertama akan berkontraksi sampai panjangnya 5 inci; setelah dua minggu panjangnya mencapai 4 inci. Setelah dua bulan ukuran uterus akan kembali normal jika involusi telah sempurna. Dimensi uterus setelah aborsi sulit ditentukan; jika pasien hidup sebentar setelah ekspulsi janin, ukuran uterus jelas akan berkurang, namun tidak ada standar ukuran involusinya setelah aborsi dalam berbagai usia kehamilan. Pemeriksa hanya dapat menentukan dimensi uterus seakurat mungkin dan menarik kesimpulan sendiri sesuai dengan pengalamannya menghadapi kasus semacam itu. Ukuran pembuluh darah dan limfatik uterus akan bertambah selama masa kehamilan dan akan tetap meregang selama puerperium sampai masa involusi lewat. Peningkatan vaskularitas ini akan meningkatkan kerentanan gravid uterus terhadap perdarahan dan infeksi. Payudara akan membesar selama masa kehamilan, 128 ed ROMANS FORENSIK 2nd

akibat terjadinya hiperplasia kelenjar-kelenjar payudara. Pada wanita yang tidak hamil, jaringan kelenjar berupa beberapa duktus dan sejumlah alveoli dalam suatu stroma fibrosa yang padat, namun seiring dengan perkembangan kehamilan, cabang-cabang duktus dan jaringan kelenjar akan berproliferasi dan jumlahnya bertambah. Pada akhir bulan kedua, payudara akan membesar dan memiliki konsistensi noduler saat dipalpasi. Beberapa bulan setelah sekresi air susu yang disebut sebagai kolostrum, yang keluar dari payudara saat diberi tekanan ringan. Pada akhir masa menyusui, sekresinya sangat banyak, jika payudara dipotong, akan keluar banyak cairan susu dari permukaan yang dipotong. Selama masa kehamilan, puting susu akan terlihat lebih menonjol, dan aerola di sekitarnya semakin meluas dan pigmentasinya bertambah; Ukuran kelenjar Montgomery, kelenjar sebaseous dalam aerola akan bertambah selama masa menyusui dan membentuk nodul subkutan pendek. Sebagian urin yang diperoleh post-mortem dari kandung kemih harus disimpan dan dapat digunakan dalam uji Aschheim-Zondek untuk menguji kehamilan, jika diperoleh dalam waktu satu minggu setelah aborsi. Dalam beberapa kasus aborsi, kematian yang terjadi disebabkan oleh infeksi piogenik parah dan urin mengandung bakteri yang akan membunuh binatang-binatang yang digunakan dalam pengujian dan mengurangi kegunaan reaksi. KETERKAITAN ABORSI DENGAN PIHAK LAIN 129 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Sebelum kita mengetahui apakah hubungan antara seorang dokter dengan seorang yang hendak menggugurkan kandungan harus dianggap kontrak terapeutik, yang selanjutnya menyebabkan pihak lain tertutup kemingkinan untuk mengetahinya termasuk aparat hukum, maka perlu disikapi oleh kita semua apabila dalam pelayanan dokter tersebut berdimensi pidana, petugas aparat hukum dimungkinkan untuk menentukan langkahlangkahnya. Atau dengan kata lain pihak kepolisian boleh melakukan penyidikan dan juga tindakan lain yang diwenangkan oleh hukum. Dalam pasal 7 KUHAP telah kewenangan kepada penyidik untuk: memberikan

(1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. (2) Melakukan tindakan pertama saat ditempat kejadian (3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka (4) Melakukan penagkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. (5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat (6) Mengambil sidik jari dan memotret tersangka (7) Mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi (8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara (9) Mengadakan penghentian penyidikan (10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Dari dan berdasarkan ketentuan KUHAP, khususnya yang berkaitan dengan penyidikan, 130 ed ROMANS FORENSIK 2nd

maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada larangan bagi pihak penyidik untuk melakukan penyidikannya pada tempat-tempat yang telah, sedang atau akan terjadinya tindak pidana, termasuk tempat yang patut diduga didalamnya akan dilakukan tindak pidana. Demikian juga tempat praktek dokter yang disinyalir di dalamnya ada praktik aborsi yang illegal. Chrisdiono M. Achadiat dalam artikel berjudul ; Aborsi dalam Perspektif Etika, Moral dan Hukum ia memberikan catatan sebagai berikut : (1) Bahwa dalam penjelasan pasal 10 Kodeki disebutkan antara lain, Ia (baca; Dokter Indonesia) harus berusaha mempertahankan hidup mahluk insani. Berarti bahwa menurut agama dan undang-undang negara maupun menurut Etika kedokteran seorang dokter tidak dibolehkan : (a) Menggugurkan kandungan (abortus provokatus) (b) Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak mungkin akan sembuh (eutanasia). (2) Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki tersebut ditegaskan antara lain bahwa abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus thetapeuticus) (dikutip dari buku Kode Etik Kedokteran Indonesia terbitan 1986, halaman 33). Di negara bagian New York, jika seorang dokter dituntut melakukan aborsi ilegal, ijin praktek 131 ed ROMANS FORENSIK 2nd

kedoktarannya di negara bagian tersebut akan dicabut secara otomatis. ABORTUS DITINJAU DARI SEGI MEDIKOLEGAL Sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, setiap usaha untuk mengeluarkan hasil konsepsi sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai adalah suatu tindak pidana, apapun alasannya. Dalam tahun-tahun terakhir ini beberapa negara dimana legalisasi abortus provocatus masih bersifat terbatas, seakan-akan timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintahannya terhadap tindakan pengguguran kandungan, sehingga terjadi perubahan-perubahan hukum-hukum abortus yang berlaku, dan muncul hukum-hukum abortus dengan pembatasan tertentu sampai hadir tanpa pembatasan. Hukum abortus diberbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut : 1.Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda dan Indonesia (sebelum ada UU No. 23 Tahun 1992, tentang kesehatan). 2.Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kananda, Muangthai, Swiss. 3.Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti di Perancis dan Pakistan. 4.Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial-medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India. 5.Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti Jepang, Polandia, dan 132 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Yugoslavia. (Menghindari penyakit keturunan, janin cacat) 6.Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan, seperti di Bulgaria, Hongaria. Meskipun dalam Kitab Undang-undang hukum Pidana tidak terdapat satu pun pasal yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa si ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum, bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima hakim. Abortus atas indikasi medik ini kini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Terdapat beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 229 1.Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. 2.Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 133 ed ROMANS FORENSIK 2nd

3.Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu. Pasal 341 Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 342 Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 343 Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana. Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 347 1.Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita 134 ed ROMANS FORENSIK 2nd

tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2.Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 348 1.Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2.Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak-pihak yang dapat mewujudkan adanya pengguguran kandungan adalah: (1) Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh supaya berobat terhadap wanita tersebut, sehingga dapat gugur kandungannya.

135 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

(2) Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh orang lain, sehingga dapat gugur kandungannya. (3) Seseorang yang tanpa izin menyebabkan gugurnya kandungan seseorang. (4) Seseorang yang dengan izin meyebabkan gugurnya kandungan seseorang wanita. (5) Seseorang yang dimaksud dalam angka 1, 2, 3, dan 4 termasuk di dalamnya dokter, bidan, juru obat, serta pihak lain yang berhubungan dengan medis. Penjelasan Undang Undang Republik Indonesia Nomor : 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan : Pasal 15 Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Ayat (2) Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat 136 ed ROMANS FORENSIK 2nd

memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya. Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah. Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk. Pasal 80 Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Hukum Dan Aborsi Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah Abortus Provocatus Criminalis Yang menerima hukuman adalah: 1.Ibu yang melakukan aborsi 2.Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi 3.Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi

137 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Wewenang dokter aborsi adalah : 1.

dalam

menjalankan

praktek

Dalam menjalankan profesinya seorang dokter terkait dengan kode etik profesi, dalam hal ini Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Dalam Kodeki tersebut tercakup hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban seorang dokter ketika menjalankan profesi kedokteran: yakni kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri. Jadi, Kodeki merupakan pedoman tingkah laku bagi para dokter Indonesia ketika melaksanakan profesinya atau tegasnya pedoman dalam melaksanakan kewajiban sebagai dokter Indonesia. Bahwa dalam penjelasan pasal 10 Kodeki antara lain Dokter Indonesia harus berusaha mempertahankaan hidup makhluk insani. Berarti bahwa baik menurut agama dan undang-undang negara maupun menurut Etik kedokteran seorang dokter tidak dibolehkan: a. Menggugurkan provocatus); kandungan (abortus

2.

b. Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak mungkin akan sembuh (eutanasia). c. Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki ditegaskan antara lain bahwa abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus therapeuticus). 138 ed ROMANS FORENSIK 2nd

d.

Dikatakan bahwa Kodeki membenarkan aborsi dengan beberapa syarat dan menyelamatkan jiwa ibu adalah indikasi yang diperkenankan menurut Kodeki.

3.

Bahwa, dalam penjelasan pasal 15 ayat (1) UU Kesehatan disebutkan bahwa "Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya, dapat diambil tindakan medis tertentu." Jadi satu-satunya indikasi yang diperkenankan menurut UU Kesehatan ialah menyelamatkan jiwa si ibu hamil. Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

4.

Bahwa, pihak-pihak yang diperbolehkan melakukan aborsi adalah dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan, sesudah meminta pertimbangan dari tim ahli yang terdiri dari pelbagai bidang keilmuan. Dengan demikian menurut UU Kesehatan, tidak semua dokter boleh melakukan tindakan aborsi. Sarana yang dipakai dalam praktek aborsi (tindakan pengguguran kandungan) hanya dapat dilakukan di sarana kesehatan tertentu, yakni sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah 139 ROMANS FORENSIK 2nd

5.

ed

6.

Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya. Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk. BAB IX INFANTISID

7.

Definisi (Menurut pasal 341 KUHP): pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat setelah dilahirkan, karena takut diketahui bahwa ia telah melahirkan anak Inggris :Batasan infantisid sampai 12 bulan Unsur yang terkandung : pembunuhan, oleh ibu kandung, motivasi psikis dan waktu (baru lahir) UU tentang pembunuhan anak KUHP 341 : pembunuhan anak sendiri tanpa rencana (maks. 7 th) KUHP 342 : pembunuhan anak sendiri dengan rencana (maks. 9 th) KUHP 343 : orang lain yang melakukannya /turut melakukan (pembunuhan biasa) 140 ed ROMANS FORENSIK 2nd

KUHP 305 : membuang (menelantarkan) anak dibawah usia 7 th (maksimum 5 th 6 bln) KUHP 306 : bila berakibat luka berat atau mati (maks 7,5-9 th) KUHP 308 : ibu membuang anaknya yang baru lahir (seperdua dari KUHP 305 dan 306) KUHP 181 : menyembunyikan kelahiran/kematian (9 bulan) Motif Infantisid : Anak yang tidak sah Warisan Orang tua yang terlalu miskin Pada beberapa keluarga, bayi perempuan dianggap kurang berarti Wanita tuna susila yang tidak menghendaki kelahiran anak Tujuan Pemeriksaan untuk membuktikan : Pengertian pembunuhan bayi mengharuskan untuk membuktikan : Lahir hidup Kekerasan Sebab kematian Pengertian baru lahir mengharuskan penilaian : Cukup bulan atau belum dan usia kehamilan Usia pasca lahirnya Viabel atau tidak Pengertian takut diketahui dibuktikan dengan tidak adanya tanda-tanda perawatan Pengertian si ibu membunuh anaknya sendiri harus dibuktikan bahwa mayat anak yang diperiksa adalah anak dari tersangka 141 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Pemeriksaan kedokteran forensik untuk memperoleh kejelasan dalam hal: Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau hidup? Berapakah umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterin)? Apakah bayi tersebut sudah dirawat? Apakah sebab kematiannya? Apakah pada anak tersebut di dapatkan kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak? Lahir Hidup (live birth) keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan uri dilahirkan Lahir mati (still birth) Jika bayi dilahirkan setelah melewati usia kehamilan 28 mgg dan setelah dilahirkan tidak pernah menunjukkan adanya tanda kehidupan Dead born : bila kematian telah terjadi di dalam rahim (IUFD) Tanda-tanda lahir hidup: Anamnesis : adanya tangis bayi Pemeriksaan : 1. Dada : mengembang diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5 tepi paru menumpul beratnya kira-kira 1/35 berat badan akibat semakin padatnya vaskularisasi paru 142 ed ROMANS FORENSIK 2nd

2. Paru Pemeriksaan makroskopik paru : Paru sudah mengisi rongga dada & menutupi sebagian kandung jantung Berwarna merah muda tidak merata Pleura yang tegang & menunjukkan gambaran mozaik karena alveoli sudah terisi udara Konsistensi sperti spons, teraba derik udara Pada pengisian paru dalam air keluarnya gelembung udara dan darah Berat paru bertambah hingga dua kali (1/35xberat badan) karena berfungsinya sirkulasi darah jantung paru Uji apung paru positif Pemeriksaan mikroskopik paru : alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif 3. Saluran Cerna Adanya udara dalam saluran cerna Lambung dan usus : terdapat darah, mekonium, & cairan amnion menunjukkan bahwa bayi telah melakukan usaha pernafasan & pada saat inspirasi menelan cairan tersebut Adanya cairan susu menunjukkan bayi telah hidup untuk beberapa waktu lamanya 4. Perubahan ginjal dan kandung kemih : (tidak begitu spesifik & tidak bisa diandalkan) Kristal asam urat mungkin terdapat pada pelvis ginjal. Pembentukan urin (+/-) 5. Perubahan pada telinga tengah : (kurang dapat diandalkan) Pemeriksaan Wredin diperiksa jaringan konektif gelatin pada telinga tengah yang akan berubah menjadi berisi udara jika bayi telah melakukan pernafasan 143 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Lahir mati (still born) Ditandai : - janin yang tidak bernafas - denyut jantung (-) - denyut nadi tali pusat (-) - gerakan otot rangka (-) Maserasi 8-10 hari kematian in utero Vesikel atau bula 3-4 hari kematian in utero Dada : belum mengembang, iga datar & diafragma setinggi iga ke 3-4 Pemeriksaan makroskopik paru : paru-paru masih tersembunyi di belakang kandung jantung atau telah mengisi rongga dada berwarna kelabu ungu merata seperti hati konsistensi padat derik udara (-) pleura yang longgar berat paru kira-kira 1/70xberat badan Uji apung paru : negatif Mikroskopik paru : adanya tonjolan yang berbentuk seperti bantal bertambah tinggi dengan dasar menipis, tampak seperti gada Mekonium : berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua terlihat dalam brokhioli & alveoli Kolon : dapat menggelembung berisi mekonium tanda usaha untuk bernafas Umur bayi intra dan ekstra uterin Rumus HAASE Usia kehamilan 1-5 bulan : 144 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi (bulan) Usia kehamilan > 5 bulan : Panjang kepala-tumit (cm) = umur gestasi (bulan) x 5 Pusat Penulangan Umur (bulan) Pada Klavikula 1,5 Tulang panjang2 (diafisis) Iskium 3 Pubis 4 Kalkaneus 5-6 Manubrium sterni 6 Talus Akhir 7 Sternum bawah Akhir 8 Distal femur Akhir 9/setelah lahir Proksimal tibia Akhir 9/setelah lahir Kuboid Akhir 9/setelah lahir (bayi wanita lebih cepat) Viable Bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan umur kehamilan > 28 minggu PB (kepala-tumit) > 35 cm PB (kepala-tunggging) > 23 cm BB > 1000 garam lingkar kepala > 32 cm tidak ada cacat bawaan yang fatal Bayi cukup bulan (matur) 145 ed ROMANS FORENSIK 2nd

umur kehamilan > 36 minggu PB (kepala-tumit) > 48 cm PB (kepala-tungging) 30-33 cm BB 2500-3000 gram lingkar kepala 33 cm. lanugo sedikit : pada dahi, punggung & bahu pembentukan tulang rawan telinga sudah sempurna diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih kuku-kuku jari telah melewati ujung jari garis telapak kaki > 2/3 bagian depan kaki testis sudah turun ke dalam skrotum labia minora sudah tertutup labia mayora yang telah berkembang sempurna kulit berwarna merah muda yang setelah 1-2 minggu berubah menjadi lebih pucat atau coklat kehitaman lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit tidak berkeriput (kulit pada bayi prematur berkeriput)

Usia Pasca Lahir Udara dalam saluran cerna Di lambung : baru saja lahir, belum tentu lahir hidup Di duodenum : > 2 jam Di usus halus : 6-12 jam Di usus besar : 12-24 jam Mekonium keluar seluruhnya: > 24 jam Perubahan tali pusat : Kemerahan di pangkalnya : 36 jam Kering : 2-3 hari Puput/lepas : 6-8 hari, kadang 20 hari Sembuh : 15 hari a/v umbilikalis menutup : 2 hari 146 ROMANS FORENSIK 2nd ed

Duktus arteriosus menutup : 3-4 mgg Duktus venosus menutup : > 4 mgg Sel darah merah berinti hilang : > 24 jam Tanda-tanda perawatan (Bukan termasuk infantisid) Tali pusat yang terpotong rata dan diikat diujungnya, diberi antiseptic dan verban (bisa hilang sebelum diperiksa) Jalan napas bebas Vernix caseosa tidak ada lagi Berpakaian Air susu di dalam saluran cerna Hubungan ibu dan anak Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak Mencari data antropologi yang khas pada ibu dan anak Memeriksa golongan darah ibu dan anak Sidik jari DNA Pemeriksaan Mayat Bayi Bayi cukup bulan, prematur atau nonviable Kulit : sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks kaseosa, warna, berkeriput atau tidak Mulut : adakah benda asing yang menyumbat Tali pusat : sudah terputus atau masih melekat pada uri Kepala : apakah terdapat kaput suksadenum, molase tulang tengkorak Tanda kekerasan Mulut : apakah terdapat benda asing & perhatikan palatum mole apakah terdapat robekan 147 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Rongga dada Tanda asfiksia :berupa Tardieus spots pada permukaan paru, jantung, timus, epiglotis Tulang belakang : apakah terdapat kelainan kongenital & tanda2 kekerasan Periksa pusat penulangan : pada femur, tibia, kalkaneus, talus & kuboid BAB X KEJAHATAN SEKS Pengertian Kejahatan seksual (sexual offences) adalah salah satu bentuk dari kejahatan tubuh yang merugikan kesehatan dan nyawa manusia. Ilmu Kedokteran Forensik berguna dalam pembuktian Kekerasan seksual merupakan segala kekerasan, baik fisik maupun psikologis, yang dilakukan dengan cara-cara seksual atau dengan mentargetkan seksualitas. Definisi kekerasan seksual ini mencakup pemerkosaan, perbudakan seksual, dan bentuk-bentuk lain kekerasan seksual seperti penyiksaan seksual, penghinaan seksual di depan umum, dan pelecehan seksual. Pembagian Terdapat dua macam bentuk kekerasan seksual, yaitu ringan dan berat. Macam-macam kekerasan seksual ringan : pelecehan seksual gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan tulisan/gambar ekspresi wajah, gerakan tubuh 148 ed ROMANS FORENSIK 2nd

perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban, melecehkan dan atau menghina korban. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat. Macam-macam kekerasan seksual berat: Pelecehan, kontak fisik: raba, sentuh organ seksual, cium paksa, rangkul, perbuatan yang rasa jijik, terteror, terhina Pemaksaan hubungan seksual Hub. seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan Pemaksaan hubungan seksual dgn orang lain, pelacuran tertentu. Hubungan seksual memanfaatkan posisi ketergantungan/ lemah korban. Tindakan seksual + kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka, atau cedera Perundang-undangan Persetubuhan tertera pada Bab XIV KUHP Tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan 1.Persetubuhan dalam perkawinan Pasal 288 KUHP 2.Persetubuhan di luar Perkawinan Dengan persetujuan si wanita - Tanpa ikatan wanita < 15 tahun : (287 KUHP) wanita > 15 tahun : (284 KUHP) - Dengan Ikatan wanita < 21 tahun - Pemberian/janji uang/barang (293 KUHP) 149 ed ROMANS FORENSIK 2nd

- Asuhan/Pendidikan (294 KUHP) wanita > 21 tahun - Bawahan (294 KUHP) - Dalam pengawasan (294 KUHP) Tanpa Persetujuan si wanita - Dengan Kekerasan (285 KUHP) - Si wanita pingsan/tidak berdaya (286 KUHP) 3.Perbuatan Cabul (289 KUHP) Pemeriksaan Medis 1.Anamnesis Anamnesis umum memuat: - Identitas : Nama, umur, TTL, status perkawinan, - Spesifik : Siklus haid, peny. kelamin, peny. kandungan, peny. lain, pernah bersetubuh, persetubuhan yang terakhir, kondom ? Anamnesis khusus memuat waktu kejadian 2.Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum memuat : - Kesan penampilan (wajah, rambut), ekspresi emosional, tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran / obat bius / needle marks. - Berat badan, tinggi badan, tanda vital, pupil, refleks cahaya, pupil pinpoint, tanda perkembangan alat kelamin sekunder, kesan nyeri ? Pemeriksaan fisik khusus memuat: - Pembuktian persetubuhan : ada / tidak penetrasi penis ke vagina / anus / oral ejakulat / mani pd vagina / anus - Bukti Penetrasi : Robekan hymen, laserasi (mencakup perkiraan waktu) Variasi : - korban 3 hr lalu / lebih - hymen elastis 150 ed ROMANS FORENSIK 2nd

- penetrasi tidak lengkap Bukti Ejakulat/mani (mencakup perkiraan waktu) Perlekatan rambut kemaluan Ejakulat di liang vagina 3.Pemeriksaan Pakaian rapi / tidak, robekan ? lama / baru, melintang ? pada jahitan ? kancing putus ? bercak darah air mani lumpur / kotoran lain TKP ? 4.Pemeriksaan Laboratorium - cairan dan sel mani dalam lendir vagina - pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea sekret ureter - pemeriksaan kehamilan - toksikologik darah dan urin Pembuktian Adanya Kekerasan - Luka2 lecet bekas kuku, gigitan (bite marks), luka2 memar - Lokasi : Muka, leher, buah dada, bagian dalam paha dan sekitar alat kelamin Perkiraan Umur Umur berkaitan dengan KUHP - Dasar berat badan, tinggi badan, bentuk tubuh, gigi, ciri-ciri kelamin sekunder - Pemeriksaan sinar X : standar waktu penyatuan tulang Penentuan sudah atau belum waktunya dikawin Pertimbangan kesiapan biologis : menstruasi, Wanita sudah ovulasi / belum : vaginal smear Berdasar umur ? : > 16 th Pemeriksaan terhadap Pelaku 151 ed ROMANS FORENSIK 2nd

- Upaya pengenalan persetubuhan, - Bercak sperma, darah, tanah dan pakaian, robekan. - Bentuk tubuh : memungkinkan tindakan kekerasan. - Tanda cedera : perlawanan korban ? - Rambut terlepas. - Pemeriksaan menyeluruh alat kelamin : mampu seksual ? cedera ? - Tanda infeksi gonokokus, - Sekret - Smegma Pemeriksaan Penentuan gol. Darah - Serologis air mani (antigen ABO) pada orang yg sekretor - Di cocokkan dengan golongan darah (pelaku / korban) Homoseksual - Homoseksual merupakan salah satu bentuk kejahatan seksual - Di dalam pasal 292 KUHP, terdapat ancaman hukuman bagi seseorang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama kelaminnya yang belum cukup umur Penatalaksanaan Korban Kekerasan Seksual - Profesi kedokteran : Sesuai standar pemeriksaan korban kekerasan danpembuatan visum et repertumnya - Kendala belum berkembangnya Ilmu Kedokteran Forensik Klinik di Indonesia - Didirikannya Pusat Krisis terpadu bagi perempuan dan anak-anak - Menerima dan menatalaksana kekerasan terhadap perempuan, kekerasan fisik maupun 152 ed ROMANS FORENSIK 2nd

seksual, secara terpadu sehingga diharapkan dapat memperkecil trauma psikologis akibat viktimisasi lanjutan pada korban.

BAB XI KEMATIAN MENDADAK Yang termasuk golongan ini adalah : 1. Kematian terjadi seketika Contoh : teman bertamu, duduk, kemudian meninggal 2. Kematian tidak terduga Contoh : seorang pasien nyeri perut gastritis akut kemudian diperiksa dan ternyata meninggal 3. Kematian tidak diketahui penyebabnya 153 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Contoh : orang ditinggal di rumah masih sehat kemudian keesokan harinya meninggal Cara mengatasi kematian mendadak : Minta keterangan dari pihak keluarga, teman dekat atau polisi. Tanyakan : 1. Usia 2. Penyakit yang pernah diderita terakhir, 3. Keterangan mengenai kesehatan pernah berobat kemana perlu diketahui dari orang tentang sedang bertengkar sehabis makan kedatangan tamu

4. Tingkah laku yang aneh Hal-hal yang korban 1. Apakah 2. Apakah 3. Apakah

Keadaan sekitar korban 1. Morat-marit 2. Pintu terkunci 3. Harta benda yang hilang 4. Korban diasuransikan atau tidak 5. Apakah didapatkan tanda-tanda kelainan pada korban Menyimpulkan kemungkinan kematian tersebut 1. Mati wajar karena penyakit, didapatkan penyakit pembuluh darah koroner (sehabis aktivitas fisik, bertengkar). 2. Mati tidak wajar, didapatkan tanda/kekerasan di tubuh. Penyebab kematian ditinjau dari perorgan : a. Sistem cardiovaskuler Penyakit jantung koroner 154 ROMANS FORENSIK 2nd ed

Thrombus pada ramus circumfleksa a. coronaria sinistra Thrombus pada ramus ascendens a. coronaria dekstra dan sinistra Infark miokard akut Penyakit jantun katup b. Sistem syaraf pusat Perdarahan otak > pecahnya aneurisma cerebri Trombus a. cerebri media, posterior (cabang circulus willisi) Perdarahan subarachnoid, epidural, dan subdural serta intraserebral bleeding Pelebaran pembuluh darah willisi Perdarahan cerebello pontinus Tumor, radang, meningitis, ensefalopati, ensefalitis c. Sistem pernapasan Edem paru Pneumonia Bronchopneumonia TBC Emfisema pulmonum Status asamatikus d. Sistem gastrointestinal Pecahnya varises esophagus Ulkus gastrikum kronis Perdarahan saluran cerna Apendisitis Trauma abdomen Obstruksi usus > dehidrasi > meninggal Invaginasi Megakolon congenital Hernia inkarserata 155 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Perdarahan e. Sistem urogenitalia Perdarahan Gangguan fungsi ginjal Sindrom nefrotik glomerulonefritis

BAB XII TOKSIKOLOGI FORENSIK Definisi 156 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber, karakteristik dan kandungan racun, gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis fatal, periode fatal,dan penatalaksanaan kasus keracunan. Periode fatal merupakan selang waktu antara masuknya racun dalam dosis fatal rata-rata sampai menyebabkan kematian pada rata-rata orang sehat. Dalam berbagai kepustakaan, terdapat berbagai pengertian tentang keracunan (poisoning) dan intoksikasi. Beberapa kepustakaan menyatakan pengertian keracunan dan intoksikasi berbeda, dimana keracunan dinyatakan sebagai over dosis yang mempunyai efek sentral sedangkan intoksikasi merupakan over dosis yang bersifat umum baik sentral maupun perifer. Namun kepustakaan lain menyatakan keracunan dan intoksikasi memiliki pengertian yang sama. Berbagai definisi racun telah dipublikasikan berdasarkan sudut pandang yang berbeda dari berbagai ahli. Semua definisi memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri dalam interpretasi dan banyak definisi yang tumpang tindih satu dengan lainnya. Paracelcus (1493-1541) yang lebih dikenal sebagai Theopraksis Bombastus Von Honhenheim, orang yang pertama mendefinisikan racun, menyatakan semua substansi di alam adalah racun hanya dosis yang membedakan substansi tersebut racun atau bukan (sola dosis facit venenum). Tosksikologist Seinen (1989) menyatakan racun adalah substansi yang diberikan secara berlebihan sehingga toksikologi dianggap sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang berlebihan (toxicology is the knowledge of too much). 5 Sangster secara lebih rinci menyatakan tentang sumber substansi yang dianggap racun. Keracunan dianggap sebagai cidera yang 157 ed ROMANS FORENSIK 2nd

diakibatkan konsentrasi berlebihan dari substansi eksogenous (dari luar tubuh manusia). Toksisitas Racun Dalam pemeriksaan keracunan harus diperhatikan kondisi-kondisi yang mempengaruhi fatalitas racun pada korban, baik pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Banyak substansi yang hanya bersifat toksik dalam jumlah yang besar tetapi ada yang bersifat toksik meskipun jumlahnya kecil. Demikian juga adanya substansi tertentu secara tersendiri tidak bersifat toksik atau toksisitasnya rendah tetapi dengan adanya substansi lain, menyebabkan substansi tersebut menjadi toksik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan korban hidup, antara lain : 1.Toksisitas intrinsik Ikatan kimia (struktur kimia) suatu zat secara intrinsik membentuk sifat racun zat tersebut,misalnya unsur sodium. 2.Dosis dan bioavailabilitas Farmakokinetik untuk substansi yang bersifat sistemik sangat tergantung dosis zat yang masuk ke dalam tubuh dan kecepatan metabolisme zat terutama di organ detoksifikasi (hati). Metabolisme zat di dalam hati sebelum beredar ke dalam sirkulasi sistemik (first pass effect) sangat menentukan toksisitas zat yang masuk ke dalam tubuh secara oral. 3.Konsentrasi Fatalitas beberapa zat tergantung konsentrasi seperti halnya gas karbon monoksida (CO), asam kuat dan basa kuat. 4.Frekuensi dan waktu paruh

158 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Seringnya kontak, lama kontak (durasi) dan waktu paruh zat yang kontak juga mempengaruhi toksisitas racun. 5.Cara masuk zat ke dalam tubuh Cara masuk zat ke dalam tubuh sangat menentukan kecepatan kecepatan absorbsi dan beredarnya zat secara sistemik. Pemekaian zat per oral relatif lebih lambat dibandingkan secara injeksi dan inhalasi. 6.Ko-medikasi Adanya zat lain (ko-medikasi) dapat meningkatkan toksisitas zat dengan toksisitas rendah atau mengubah zat yang tidak toksik menjadi toksik. Alkohol merupakan ko-medikasi yang paling sering digunakan, yang dapat meningkatkan efek depresan dari obat-obat yang menekan sistem saraf pusat.. 7.Kondisi pemakai Kondisi korban harus diperiksa dengan teliti terhadap adanya penyakit-penyakit yang melibatkan sistem metabolisme dan detoksifikasi, dimana penyakit tersebut dapat meningkatkan toksisitas suatu zat. Demikian juga halnya faktor umur, jenis kelamin, status gizi, reaksi alergi, dan idiosinkrasi. Keracunan dalam Bidang Medis Pelayanan forensik klinis kasus keracunan pada prinsifnya adalah mengumpulkan bukti-bukti penggunaan racun dan menginterpretasikannya dalam bentuk sertifikasi yang dapat dijadikan bukti da dapat diterima di pengadilan. Informasi yang melatarbelakangi keracunan menjadi salah satu bukti yang perlu digali dan dikumpulkan. Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu atas dasar dari tujuan pemeriksaan itu sendiri. Yang pertama 159 ed ROMANS FORENSIK 2nd

bertujuan untuk mencari penyebab kematian, misalnya kematian karena keracunan morfin, sianida, keracunan karbonmonoksida serta keracunan insektisida dan lain sebagainya. Yang kedua, dan ini sebenarnya yang terbanyak kasusnya akan tetapi belum banyak disadari, adalah untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa, misalnya peristiwa pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat udara dan perkosaan dapat terjadi. Dengan demikian tujuan yang kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obatobatan atau racun tersebut berperan sehingga kecelakaan pesawat udara misalnya, dapat terjadi. 3 Bentuk Keracunan Berdasarkan Motif Salah satu tujuan pelayanan forensik klinik adalah memberikan informasi atau fakta-fakta yang membuat terang kasus keracunan yang mencurigakan termasuk motif yang melatarbelakangi kasus tersebut. Dalam kasus tindak pidana harus dibuktikan adanya perbuatan yang salah (actua rheus) dan situasi batin yang melatarbelakangi tindakan tersebut ( men rhea). Motif keracunan harus ditentukan sebagai unsur men rhea, apakah timbul akibat kecerobohan (recklessness), kealpaan (negligence) atau kesengajaan (intentional). Secara umum, motif keracunan dapat dibedakan menjadi dua bentuk (tipe) berdasarkan korban keracunan, yaitu: 1.Tipe S (spesific target) Menunjukkan bahwa korban keracunan hanya orang tertentu dan biasanya antara pelaku dan korban sudah saling kenal. Motivasi yang biasanya melatarbelakangi, antara lain: uang, 160 ed ROMANS FORENSIK 2nd

membunuh, pembunuhan lawan politik dan balas dendam. Keracunan tipe S berdasarkan terjadinya dibagi ke dalam dua sub grup yaitu: a.Sub grup S tipe S/S (spesific/slow) dimana keracunan terjadi secara perlahan dan direncanakan oleh pelaku. b.Sub grup Q tipe S/Q (spesific/quick) dimana keracunan terjadi secara mendadak dan tanpa perencanaan sebelumnya. Pemeriksaan terhadap korban keracunan tipe S/S perlu mendapat perhatian lebih sebab kegagalan pembuktian tanda-tanda keracunan oleh dokter sangat sering membuat kasus tersebut menjadi kasus tersebut menjadi kasus pembunuhan yang sempurna (the perfect murder). Pembunuhan yang sempurna adalah kematian korban yang sesungguhnya akibat tindaan pidana tetapi dokter menyatakan sebagai kematian wajar karena faktor penyakit. Kasus pembunuhan yang sempurna terjadi bukan karena keahlian si pembunuh, tetapi akibat kegagalan dokter mengenali tanda-tanda keracunan pada korban. 2.Tipe R (random target) Terjadi pada korban yang acak. Motivasi bentuk keracunan ini biasanya ego, sadistik, dan teror. Berdasarkan kejadiannya keracunan tipe R dibagi: a.Sub grup S tipe R/S (random/slow), terorisme merupakan salah satu benuk keracunan tipe ini bila racun yang dipakai sebagai alat untuk menjalankan teror. b.Sub tipe Q tipe R/Q Pemeriksaan Keracunan Forensik Klinik terhadap Korban

161 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Pemeriksaan korban keracunan pada prisifnya sama secara medis maupun secara forensik klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Perbedaan yang ada adalah pada hasil akhir pemeriksaan, berupa sertifikasi yang memberi batuan pembuktian hukum terhadap korban. Sertifkasi yang dimaksud adalah diterbitkannya visum et repertum peracunan. Dalam pemeriksaan forensik klinis, anamnesis dapat bersifat autoanamnesis bila korban kooperatif atau alloanamnesis baik terhadap keluarga koban atau penyidik. Beberapa hal yang perlu ditekankan dalam anamnesis : - Jenis racun - Cara masuk racun (route of administration) : melalui ditelan, terhisap bersama udara pernafasan, melalui penyuntikan, penyerapan melalui kulit yang sehat atau kulit yang sakit, melalui anus atau vagina. - Data tentang kebiasaan dan kepribadian korban - Keadaan sikiatri korban - Keadaan kesehatan fisik korban - Faktor yang menigkatkan efek letal zat yang digunakan seperti penyakit, riwayat alergi atau idiosinkrasi atau penggunaan zat-zat lain (komedikasi) Dalam pemeriksaan fisik, harus dicatat semua bukti-bukti medis meliputi tanda-tanda mencurigakan pada tubuh korban seperti bau tertentu yang keluar dari mulut atau saluran napas, warna muntahan dan cairan atau sekret yang keluar dari mulut atau saluran napas, adanya tanda suntikan, dan tanda fenomena drainage. Gejala-gejala dan perlukaan tertentu harus dicatat seperti kejang, pin point pupil atau tanda gagal 162 ed ROMANS FORENSIK 2nd

napas. Demikian juga terhadap luka-luka lecet sekitar mulut, luka suntikan atau kekerasan lainnya. Bau-bau tertentu harus dikenali dalam pemeriksaan seperti bau amandel pada keracunan sianida, bau pestisida atau bau minyak tanah yang dipakai sebagai pelarut. Pengambilan dan analisis sampel dilakukan dengan mengambil sisa muntahan, sekret mulut dan hidung, darah serta urin. Bila racun per oral, analisis isi lambung harus dilakukan secara visual, bau dan secara kimia. Skrening racun diambil dari sampel urin dan darah. Hasil akhir pemeriksaan forensik klinik adalah diterbitkannya Visum et Repertum Peracunan yang merupakan salah satu alat bukti sah di pengadilan. Prosedur penerbitan Visum et Repertum Peracunan sesuai dengan prosedur mediko legal penerbitan visum dimana harus dibuat berdasarkan Surat Permintaan Visum resmi penyidik (pasal 133 KUHAP). Dalam Visum et Repertum peracunan ditentukan kualifikasi luka akibat peracunan, dimana penentuannya berdasarkan penilaian efek racun terhadap metabolisme dan gangguan fungsi organ yang diakibatkan oleh racun. Pemeriksaan Forensik Kasus Keracunan terhadap Koban yang Sudah Meninggal Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan keracunan pada korban yang sudah meninggal antara lain: 1. Pemeriksaan post mortem a. Pemeriksaan luar Pada pemeriksaan luar untuk kasus keracunan, kemungkinan didapatkan: - Racun jenis tertentu mengeluarkan bau aroma yang khas, misalnya asam hidrosianida, asam karbonat, kloroform, 163 ed ROMANS FORENSIK 2nd

alkohol, dll. Untuk menjaga keutuhan jenazah tidak boleh menggunakan cairan desinfektan yang mempunyai bau (aroma). - Pada permukaan tubuh jenazah mungkin ditemukan bercak-bercak yang berasal dari muntahan, feses dan kadang-kadang jenis racun itu sendiri. - Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning pada keracunan fosfor dan keracunan akut akibat unsur tembaga sulfat. - Keadaan pupil mata dan jari tangan yang lemas atau mengepal. - Pemeriksaan lubang pada tubuh jenazah untuk melihat adanya tanda-tanda bekas zat korosif atau benda asing. - Livor mortis yang khas, merah terang, cherry red atau merah coklat (bila racunnya menyebabkan perubahan warna darah sehingga warna lebam jenazah mengalami perubahan. b.Pemeriksaan dalam Pada umumnya tanda-tanda keracunan tampak pada traktus gastrointestinal, terutama jika keracunan akibat zat korosif atau iritan. Perubahan yang terjadi adalah: - Hiperemia Warna kemerahan pada membran mukosa paling jelas terlihat pada bagian kardiak lambung dan pada bagian kurvatura mayor. Warnanya adalah merah gelap dan hiperemia ini bentuknya bisa merata atau bercak, misalnya pada keracunan arsen hiperemia adalah merah merata. Perubahan warna juga bisa muncul karena berbagai unsur lainnya seperti sari buah. Asam nitrat menyebabkan warna kuning pada usus. Hiperemia harus dibedakan 164 ed ROMANS FORENSIK 2nd

dengan kongesti vena secara menyeluruh yang terjadi pda kematian akibat asfiksia. Gambaran yang membedakan dengan hiperemia yang disebabkan oleh penyakit adalah pada hiperemia karena penyakit sifatnya merata dan terdapat pada seluruh permukaan serta tidak berupa bercak, selain itu gambaran membran mukosa lebih banyak terkena pada kasus keracunan. - Perlunakan Keadaan ini terjadi pada keracunan korosif, lebih sering terlihat pada kardiak lambung, kurvatura mayor, mulut, tenggorokan dan esofagus. Jika disebabkan karena penyakit, gambaran ini hanya tampak pada lambung. Juga harus dibedakan dengan perlunakan post mortem yang terdapat pada bagian yang lebih rendah dan mengenai seluruh lapisan dinding lambung. Pada bagian yang mengalami perlunakan tidak ada tandatanda inflamasi. - Ulserasi Paling sering ditemukan ditemukan pada kurvatura mayor lambung dan harus dibedakan dengan tukak peptik yang paling sering terdapat di kurvatura minor lambung dan ditandai dengan adanya hiperemia di sekitar tukak tersebut. - Perforasi Sangat jarang terjadi, kecuali pada kasus keracunan asam sulfat. Perforasi juga bisa terjadi akibat tukak kronis, tetapi bentuk perforasi pada kasus ini biasannya lonjong atau bulat, pinggirnya melekuk ke arah luar dan lambung menunjukkan tanda-tanda perlekatan dengan jaringan sekitar. 165 ed ROMANS FORENSIK 2nd

2.Pemeriksaan kimia/toksikologi pada organ tubuh bagian dalam Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ tubuh merupakan bukti yang memastikan bahwa telah terjadi keracunan. Racun bisa ditemukan dalam lambung, usus halus, dan kadang-kadang pada hati, limpa dan ginjal. Organ tubuh dan bahan yang diperiksa antara lain : - Urin dan feses - Darah - Lambung dan isinya - Bagian dari usus halus (duodenum dan jejunum) - Hati - Setengah bagian dari masing-masing ginjal - Otak dan korda spinalis, terutama pada keracunan striknin - Uterus dan organ-organ yang berkaitan dengan uterus, jika ada kecurigaan abortus kriminalis - Paru-paru terutama pada keracunan kloroform - Tulang, rambut, gigi dan kuku - Organ tubuh lainnya yang dicurigai mengandung racun. 3.Pengumpulan bukti-bukti dari sekitar tempat kejadian Kunci Pembuktian Kasus Keracunan Dalam pembuktian kasus keracunan sebagai tindak pidana, banyak hal yang harus dibuktikan dan dalam pembuktiannya banyak melibatkan dokter forensik klinis. Hal yang dibuktikan antara lain : 1.Bukti hukum (legally proving): bukti hukum yang dapat diterima di pengadilan (adminissible) sangat tergantung dari keaslian bukti tersebut sehingga penatalaksanaan terhadap bukti-bukti 166 ed ROMANS FORENSIK 2nd

pada korban sangat diperlukan. Terlebih lagi pada kasus tindak pidana yang memerlukan standar pembuktian dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi yaitu sampai tidak ada keraguan yang beralasan. 2.Pembuktian motif keracunan 3.Kondisi yang memungkinkan dapat diperolehnya racun seperti adanya resep, toko obat atau toko yang menyediakan substansi yang digunakan. 4.Bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan korban, gangguan kepribadian, kondisi kesehatan, dan penyakit serta kesempatan dilibatkannya racun. 5.Bukti kesengajaan (intentional) 6.Bila korban meninggal harus ditentukan sebab kematian korban adalah racun dengan menyingkirkan sebab kematian yang lainnya. 7.Bukti peracunan adalah homicide. Dari 7 bukti pembuktian kasus keracunan, tampak bantuan dokter sangat diperlukan dalam beberapa langkah terutama : - Pengumpulan, pencatatan dan interpretasi bukti keracunan medis dalam upaya memberikan pembuktian hukum - Menemukan bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan, kondisi fisik dan keadaan psikiatri korban - Penentuan sebab kematian bila korban dengan mengeklusi penyebab kematian lainnya Mekanisme Kerja Racun Dalam Tubuh Manusia 1.Racun yang bekerja lokal atau setempat, zat-zat korosif : lisol, asam kuat, basa kuat, yang bersifat iritan : arsen, HgCl2, yang bersifat anestetik : kokain, asam karbol 2.Racun yang bekerja secara sistemik - narkotika, barbiturat dan alkohol; terutama berpengaruh terhadap susunan saraf pusat 167 ed ROMANS FORENSIK 2nd

- digitalis dan asam oksalat; terutama berpengaruh terhadap jantung - karbonmonoksida dan sianida, terutama berpengaruh terhadap sistem enzim pernafasan dalam sel - insektisida golongan chlorinated hydrokarbon dan golongan fosfor organik - cantharides dan HgCl2, terutama berpengaruh terhadap ginjal. 3.Racun yang bekerja secara lokal dan sistemik - asam oksalat - asam karbol - arsen - garam Pb Keracunan Sianida Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, cara masuk ke dalam tubuh dapat secara : - inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran seluloid, fumigasi kapal) - oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas, pengelasan besi dan baja, serta fotografi dan amigdalin yang didapat dari singkong, ubi dan biji apel Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN bebas dan tidak dapat berikatan dengan Hb kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. CN akan mengaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase juga merangsang pernapasan bekerja pada ujung sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan cepat. Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul anoksia jaringan. Hal ini merupakan keadaan 168 ed ROMANS FORENSIK 2nd

paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi darahnya kaya akan O2. Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 6090 mg, sedangkan KCN atau NaCN adalah 200 mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30 menit sedangkan gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika. Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan cepat menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit. Dalam interval yang pendek antara menelan racun sampai kematian, korban mengeluh merasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, fotopobia, tinitus, pusing, kelelahan dan sesak napas. Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, keluar busa dari mulut, nadi cepat dan lemah, napas cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks melambat, udara pernapasan berbau amandel. Menjelang kematian sianosis nyata dan timbul kedutan otot-otot berlanjut dengan kejang dengan inkontinensia urin dan alvi. Racun yang diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran bernapas, mual muntah sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing, kelemahan ekstremitas, kolaps, kejang, koma, dan meninggal. Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan tanda patognomonik untuk keracunan CN. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang. Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas. Pada otopsi dapat tercium bau amandel waktu membuka rongga dada, perut dan otak. Darah, otot dan penempang organ berwarna merah terang. 169 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Juga ditemukan tanda-tanda asfiksia. Pemastian diagnosis keracunan CN dilakukan dengan pemeriksaan toksikologis terhadap isi lambung dan darah. Keracunan Karbon Monoksida Karbon mononoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang selaput lendir. Sumber CO berasal dari hasil pembakaran tidak sempurna motor yang menggunakan bahan bakar bensin. CO diserap melalui paru, sebagian besar diikat oleh Hb, afinitas COHb 208-245 kali afinitas O2. Bila korban dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam dan setelah 68 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb dalam darah : Tabel 1. Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO. Saturasi Gejala COHb 10 % Tidak ada 10% - 20% Rasa berat pada kening, mungkin sakit kepala ringan 20% - 30% Sakit kepala, berdenyut pada pelipis 30% - 40% Sakit kepala keras, lemah, pusing,penglihatan buram, mual dan muntah, kolaps 40% - 50% Sama dengan gejala di atas tetapi dengan kemungkinan besar kolaps atau sinkop. Pernapasan dan nadi cepat, ataksia. 50% - 60% Sinkop, pernapasan dan nadi bertambah cepat, koma 170 ed ROMANS FORENSIK 2nd

60% - 70%

70% - 80%

dengan kejang intermitten, pernapasan Cheyne Stoke Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan, mungkin meninggal Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal napas dan meninggal.

Pada kematian korban yang singkat setelah keracunan CO ditemukan lebam mayat berwarna cherry red pada pemeriksaan luar. Warna ini disebabkan kadar COHb dalam darah melebihi 20%30% saturasi. Pada pemeriksaan luar selanjutnya biasanya tidak terdapat gambara yang khas. Pemeriksaan dalam untuk keracunan yang tidak lama terjadi ditemukan jaringan otot, viscera dan darah yang berwarna merah terang. Kadangkadang ditemukan tanda-tanda asfiksia dan hiperemia viscera. Pada otak besar dapat ditemukan petekie di substansia alba bila korban bertahan hidup lebih dari 30 menit. Pada korban keracunan CO yang sempat mendapat pertolongan dan baru meninggal beberapa saat (hari) kemudian, maka kadar COHb dalam darah sudah kembali rendah dan lebam mayat tidak akan berwarna merah terang. Mekanisme kematian pada kasus ini adalah anoksia jaringan otak, yang pada pemeriksaan jenazah petekie pada substansia alba otak atau gambaran infark atau ensephalomalacia yang simetris. Pada kondisi demikian, diagnosis kematian akibat keracunan CO ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan di TKP atau gambaran klinis saat korban baru dirawat. Keracunan Insektisida 171 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Kasus kematian akibat insektisida seringkali merupakan kematian akibat bunuh diri menggunakan bahan pembunuhan serangga golongan karbamat yang digunakan luas dimasyarakat. Selain itu keracunan juga disebabkan oleh faktor ketidaksengajaan pada proses penyemprotan. Pembunuhan dengan racun jenis ini jarang terjadi. (anonim, chadna) Insektisida yang sering digunakan, antara lain : 1.golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon, diazinon 2.golongan karbamat : carbaryl, baygon 3.golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan karbamat dikategorikan ke dalam antikolinesterase. Pada golongan organofosfat inhibisinya bersifat irreversibel, sedangkan golongan karbamat bersifat reversibel. Inhibisi mengakibatan terjadinya akumulasi asetilkoloin, rangsangan pada saraf kolinergik diperpanjang. Kematian terjadi karena gagal napas dan henti jantung. Gejala klinis berupa gangguan penglihatan, sukar bernapas, saluran pencernaan hiperaktif. Tanda dan gejala lain yang sering terjadi antara lain sakit kepala, kelemahan otot, hiperhidrosis, lakrimasi, salivasi, miosis, sekresi saluran napas, sianosis, papil edem, konvulsi, koma, dan hilangnya kontrol terhadap sfingter. Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda pembendungan pada alat dalam. Di dalam lambung ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan cairan lambung dan lapisan larutan insektisida. Mukosa lambung dan usus bagian atas tampak hiperemis dan mengalami perdarahan submukosa. Juga dapat tercium bau pelarut insektisida. Limpa, otak dan paru tampak edem 172 ed ROMANS FORENSIK 2nd

dan kongesti. Kerusakan jaringan hati biasanya merupakan penyebab kematian pada keracunan kronis. Keracunan Arsen Arsen dalam bentuk metal tidak beracun, yang beracun adalah dalam bentuk garam. Arsen mengiritasi jaringan, menekan sisem saraf dan menghalangi respirasi. Arsen tidak berwarna, tadak berbau (As2O3) dan tidak berasa. Bentuknya seperti bubuk giling, tidak larut dalam air. Jumlah yang sangat sedikit sudah dapat membunuh seseorang (30-300 mg). Cara kerja keracunan akut berupa gangguan metabolisme seluler dengan menghambat sistem enzim sulfhidril, selain itu arsen dianggap merupakan racun kapiler dan menyebabkan dilatasi kapiler. Timbulnya gejala biasanya dalam waktu 2 jam setelah masuknya racun. Arsen menyebabkan : Cara kerja keracunan akut berupa gangguan metabolisme seluler dengan menghambat sistem enzim sulfhidril, selain itu arsen dianggap merupakan racun kapiler dan menyebabkan dilatasi kapiler - rasa terbakar pada tenggorokan, retrosternum dan epigastrium; rasa sangat haus disertai mual, muntah dan diare - nyeri akut pada abdomen, mungkin karena perforasi lambung - tenesmus yang disertai tinja berwarna hitam karena banyak mengandung darah dan banyak mengandung cairan seperti diare pada kolera - berkurangnya produksi urin, terdapatnya sel darah merah pada urin dan selanjutnya dapat mengalami gagal ginjal

173 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

- gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mengakibatkan dehidrasi dan kejang otot. Pasien menjadi gelisah - tanda syok akan menonjol pada tahap menjelang kematian - koma, kejang dan meinggal Pada kasus racun arsen dalam bentuk serbuk arsen, pasien akan batuk darah dengan dahak yang berbusa, gangguan pernapasan dan sianosis. Selanjutnya mungkin mengalami edema paru akut. Kematian mendadak akibat syok mungkin terjadi karena arsen dalam dosis tinggi. Tetapi pada beberapa kasus, arsen dalam jumlah besar akan menyebabkan muntah sehingga mengeluarkan sebagian besar racun tersebut dan pasiennya selamat. Pada beberapa kasus, gejala-gejala pada sistem pencernaan sangat minimal, bahkan tidak sama sekali. Pasien merasa pusing, nyeri prekordium, delirium, kehilangan kesadaran dan meninggal. Paralisis seluruh anggota badan mungkin terjadi sebelum kematian. Pada kasus kematian akibat keracunan arsen, pemeriksaan luar didapatkan tanda-tanda dehidrasi, seperti mata cekung dan penonjolan tulang-tulang wajah. Pada pemeriksaan dalam, mukosa mulut biasanya normal tetapi bisa tampak tanda-tanda inflamasi. Mukosa sistem pencernaan mengalami inflamasi, berwarna merah disertai perdarahan submukosa. Membran mukosa mempunyai rugae dan di antara rugae bisa ditemukan lendir yang kental dan mengikat partikel racun. Isi lambung berwarna gelap. Untuk mendiagnosis keracunan akibat arsen dilakukan pemeriksaan toksikologi pada isi lambung. Pada kasus keracunan kronis, pemeriksaan terhadap rambut, kuku, dan tulang akan memberikan hasil positif. 174 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Keracunan Alkohol Kematian akibat overdosis alkohol akut jarang terjadi. Kematian lebih sering karena efek kronis alkohol. Penyakit hati kronis terbukti menyebabkan kematian karena alkohol. Hampir separuh dari kecelakaan kendaraan bermotor yang terjadi di United States berhubungan dengan penggunaan alkohol. Alkohol juga dikaitkan dengan kelainan kongenital dan perkembangan tumor ganas. Absorbsi alkohol terutama dari usus halus (80%) dan lambung (20%). Konsentrasi alkohol dalam darah sudah bisa ditemukan dalam waktu 510 menit setelah meminum alkohol. Kadar puncak dalam darah adalah 30 menit setelah meminum alkohol. Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar puncak alkohol dalam darah bisa menyebabkan habituasi (ketergantungan) dan keadaan lainnya seperti gastritis dan hiperemia. Proses absorbsi semakin cepat jika terdapat air dalam saluran usus atau lambung dalam keadaan kosong. Wine (anggur) merupakan jenis minuman yang peling cepat penyerapannya. Metabolisme alkohol terutama terjadi di hati (90%) da mengalami oksidasi. Sisanya 10% diekskresikan melalui kulit, paru-paru, kelenjar liur dan ginjal. Dosis tidak hanya tergantung dari jumlah yang diminum tetapi juga tergantung pada kebiasaan seseorang dan jenis minumannya. Bagi orang dewasa, dosis fatal adalah sebesar 150-200 ml alkohol absolut. Jika alkohol diminum dalam jumlah yang banyak oleh seseorang yang tidak mempunyai kebiasaan minum alkohol, bisa menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Periode fatal biasanya antara 12-24 jam, pada beberapa kasus bisa agak panjang yaitu 5-6 hari. 4 Keracunan alkohol bisa bersifat akut atau kronis. Keracunan alkohol akut terdiri dari dari 175 ed ROMANS FORENSIK 2nd

tahap merasa dalam keadaan senang, tahap kebingungan, dan tahap koma. Keracunan alkohol kronis terjadi karena meminum alkohol dalam jangka waktu lama. Gejala yang dialami berupa penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare, tremor pada tangan dan lidah, gangguan daya ingat dan menilai, jika telah berlangsung lama dapat menyebebkan hipoproteinemia yang berakibat edem anasarka. Selain mengalami stres psikologis, pasien juga mengalami neuritis perifer dan demensia yang semakin nyata pada tahap akhir, pasien kemudian tiba-tiba mengalami pingsan dan koma. Mekanisme kematian pada alkoholisme kronis terutama akibat gagal hati dan ruptur varises esofagus akibat hipertensi portal, selain itu dapat juga disebabkan secara sekunder akibat pneumonia dan TBC. Peminum alkohol sering terjatuh dalam keadaan mabuk dan meninggal. Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk awal yang harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol baik melalui urin atau darah vena. Kelainan yang ditemukanpada korban meninggal tidak khas, mungkin ditemukan gejala-gejala yang ditemukan pada asfiksia (seluruh organ menunjukkan tanda pembendungan, darah lebih encer dan berwarna merah gelap). Mukosa lambung menunjukkan tanda-tanda pembendungan, kemerahan, inflamasi tetapi kadang tidak ada kelainan. Gambaran post mortem pada keracunan alkohol kronis berupa mukosa lambung tampak hipertropi dan hiperemia, hati dan ginjal mengalami kongesti, pada hati terdapat infiltrasi lemak dan sirosis, jantung membesar dan menunjukkan infiltrasi lemak.

176 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

Keracunan Narkotika Kematian akibat narkotika lebih sering karena kecelakaan. Pada pemeriksaan kasus yang meninggal akibat narkotika, perlu diperhatikan akan adanya bekas suntikan yang baru dan lama. Pada para pemakai narkotika dengan suntikan dapat diteukan pembesaran kelenjar limfe regional. Kadangkala ditemukan tatto pada tempat yang tidak lazim, misalnya pada lipat siku, yang dimaksudkan menutupi bakas suntikan. Kematian akibat narkotika paling sering melalui terjadinya depresi napas. Pada pemeriksaan jenazah akan ditemukan kelainan pada paru berupa pembendungan hebat dan edema paru hebat, narcotic lung atau gambaran pneumonia lobaris. Pembendungan ditemukan pula pada organ-organ tubuh lainnya. Pemeriksaan toksikologi dilakukan terhadap darah dan urin. Selain itu, pemeriksaan toksikologi juga dilakukan pada cairan empedu serta tempat masuknya narkotika tersebut (jaringan sekitar suntikan pada pemakai narkotika suntikan, nasal swab pada mereka yang melakukan sniffing, isi lambung pada mereka yang menelan narkotika). Pemeriksaan Toksikologi pada Kematian Akibat Keracunan Investigasi kematian akibat keracunan dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1.Mengumpulkan keterangan riwayat keracunan dan spesimen yang sesuai Saat ini, terdapat banyak bahan yang beredar di masyarakat yang dapat menyebabkan kematian jika dicerna, diinjeksi, atau terinhalasi. Ahli toksikologi harus membatasi sejumlah material yang dianalisis. Sebelum memulai 177 ROMANS FORENSIK 2nd ed

analisis, penting sekali dilakukan pengumpulan informasi yang mungkin berkaitan dengan fakta keracunan. Ahli toksikologi harus memperhatikan usia, jenis kelamin, berat badan, riwayat kesehatan, dan pekerjaan korban, pemberian terapi sebelum meninggal, temuan pada otopsi, obat yang terdapat pada korban, dan interval waktu antara onset gejala dan kematian. Pengumpulan spesimen untuk analisis toksikologi biasanya dilakukan saat dilakukan otopsi. Spesimen dari sejumlah cairan tubuh dan organ penting untuk mengambarkan afinitas obat dan racun terhadap jaringan tubuh. Spesimen harus dikumpulkan sebelum jenazah diawetkan, dimana proses ini dapat merusak atau melarutkan racun dan membuat deteksi menjadi tidak memungkinkan. Contohnya CN dirusak oleh proses pembalseman. 2.Analisis toksikologi Sebelum memulai analisis, ahli toksikologi harus mempertimbangkan beberapa faktor yaitu: jumlah spesimen yang tersedia, sifat dasar temuan racun dan biotransformsi racun. Pada kasus keracunan dengan racun yang masuk per oral, isi saluran cerna harus dianalisi pertama kali, ketika sejumlah residu racun yang tak terabsorbsi masih ditemukan. Selanjutnya urin dapat dianalisis, karena ginjal merupakan organ ekskresi utama untuk kebanyakan racun dan racun dalam konsentrasi tinggi sering ditemukan pada urin. Setelah absorbsi pada saluran cerna, obat atau racun pertama-tama dibawa ke hepar sebelum memasuki sirkulasi sistemik, oleh karena itu, analisis pertama dari organ dalam dilakukan pada hepar. Jika racun tertentu diduga atau diketahui terlibat pada kasus kematian, ahli 178 ed ROMANS FORENSIK 2nd

toksikologi memilih menganalisis pertama-tama jaringan dan cairan dimana racun terkonsentrasi. 3.Interpretasi terhadap hasil analisis Setelah mengumpulkan keteranganketerangan tentang riwayat kasus keracunan, mengumpulkan laporan hasil analisis berdasarkan toksisitas, distribusi, dan biotransformasi dan membandingkan hasil analisis dengan kasus serupa yang pernah dilaporkan pada literatur yang berkualitas atau kasus serupa dari pengalamannya sendiri. Pemeriksaan toksikologi diperlukan pada kondisi seperti kasus kematian mendadak yang terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang, kematian yang dikaitkan dengan tindakan abortus, kasus perkosaan atau kejahatan seksual lainnya, kecelakaan transportasi, khususnya pada pengemudi dan pilot, kasus penganiayaan dan pembunuhan (selektif), kasus yang memang diketahui atau patit diduga meelan racun, kematian setelah tindakan medis, penyuntikan, operasi dan lain sebagainya. Gejala yang Menyerupai Keracunan ( Apperent Intoxicataion) a.Koma hipoglikemi b.Cerebro vasculer accident c. Exhaustion setelah kejang atau setelah pemakaian MDMA d.Trauma ota dan kematian otak e.Meningitis f. Flash black setelah penyalahgunaan obat g.Gejala withdrawal h.Idiosinkrasi dan reaksi hipersensitivitas i. Syok neurogenik j. Gejala tak terdga dari penyakit tertentu seperti penyakit Lyme atau tumor otak. 179 ed ROMANS FORENSIK 2nd

BAB XIII PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK Persiapan sebelum dilakukan pemeriksaan dalam 1.Gunakan apron yang terbuat dari plastik warna putih, bias juga menggunkan jas lab. 2.Menggunkan sepatu tinggi yang terbuat dari karet. 3.Kedua tangan ditutup dengan sarung tangan rangkap supaya tidak tercemar bahan-bahan dari mayat. Pembedahan Mayat Mayat yang dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan (diganjal) dengan sepotong balok kecil. Pemeriksa berada disebelah kanan jenazah untuk yang menggunakan tangan kanan tetapi jika menggunakan tangan kiri, pemeriksa berada disebelah kiri jenazah. 180 ROMANS FORENSIK 2nd ed

Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai di bawah dagu, diteruskan kearah umbilicus dan melingkari umbilicus di sisi kiri dan seterusnya kembali mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah simfisis pubis. Potong agak tegas sehingga tidak merusak kulit. Buka daerah dalam, pada daerah dada potong sampai ke tulang, lepaskan otot. Insisi pada dinding perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan membuat irisan pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri yang dimasukkan ke dalam lubang insisi ini, maka dinding perut dapat ditarik atau diangkat ke atas untuk menghindari terpotongnya alat-alat dalam. Kulit thorax dan jaringan otot dibawahnya dipegang dengan erat dengan tangan kiri, yaitu sebaiknya dijepit diantara ibu jari disebelah medial dan jari-jari lain disebelah lateral. Kemudian jaringan kulit dan otot tersebut ditarik kearah lateral hingga jaringan yang menegang tersebut dapat dipotong dengan pisau pada tangan kanan; pisau diarahkan ke bagian lateral dan posisi pisau kurang lebih tegak lurus pada costae dan sewaktu mengiris otot-otot yang masih melekat pada costae dibersihkan. Pada bagian leher, yang dilepaskan adalah bagian kulitnya saja, sedangkan otot-ototnya dibiarkan saja. Memeriksa ketinggian diafragma untuk mendeteksi adanya pneumothorax atau hematothoraxyang ditandai dengan penurunan diafragma. 181 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Memeriksa rongga perut apakah terdapat darah, cairan atau pus. Perhatikan juga dinding perut. Dinding perut yang normal adalah licin, putih, tidak ada fibrin, tidak ada resapan darah pada otot dan kulit agak tebal. Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat 1 cm medial dari batas tulang rawan dengan masing-masing iga. Posisi pisau miring dengan ditekan oleh tangan kiri. Dimulai dari iga kedua terus kea rah caudal. Lepaskan dengan tajam agar tidak memotong alat-alat didalamnya.Pemeriksa berdiri dibagian kepala jenazah. Melepaskan daerah clavicula dengan memotong iga kesatu kearah lateral dan medial pada sendi sternoclavicula. Lakukan pemeriksaan lebar mediastinum dan periksa juga apa yang ada di rongga dada kiri dengan menarik paru kiri dan jantung untuk mengetahui apakah ada cairan atau darah. Kantung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada dinding depan mengikuti bentuk huruf Y terbalik dari tengah. Perhatikan apah rongga kandung jantung terisi cairan atau darah. Periksa pula akan adanya luka baik pada kandung jantung maupun pada permukaan jantung sendiri. Cairan jantung normal: kuning, jernih, ukuran bervariasi 10-20 ml Selanjutnya pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan dasar mulut menyusuri tepi rahang bawah hingga masuk rongga mulut, gunakan hak agar lebih mudah. Otot dasar mulut terpotong seluruhnya, sehingga lidah bias dipegang dengan tangan. 182 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Potong tulang leher d\sehingga laring, faring medial dari arteri karotis. Mengeluarkan organ-organ dada dari tulang leher kemudian ditarik dengan tangan kiri sehingga semuanya terangkat. Temukan esophagus dan ikat serta dipotong proksimal dari ikatan tadi sehingga alat leher dan dada bisa dilepaskan. Cari pangkal usus halus yang paling pangkal (retroperitoneal) yaitu duodenum dan dibuat 2 ikatan dan dipotong diantaranya agar isis duodenum tidak keluar. Dengan tangan kiri memegang pada ujung distal dan mengangkatnya maka mesenterium yang melepaskan usus halus dengan dinding rongga perut dapat diiris dekat pada usus.Pengirisan dilakukan dengan pisau diletakkan tegak lurus pada usus dan digerakkan maju mundur seperti gerakan mengegrgaji. Pengirisan dilakukan sepanjang usus halussampai ileum terminalis. Pada daerah caecum pengirisan dilakukan terhadap mesocolon dengan memotong mesocolon pada bagian lateral dan colon ascendens. Pemotongan dilakukan dengan hati-hati, lapis demi lapis agar tidak teriris ginjal kanan serta duodenum pars retroperitonealis. Pada daerah colon transversum lepaskan perlekatan antara colon dan lambung. Mesocolon kembali diiris disebelah lateral dari colon descendens dengan memisahkannya juga dari limpa dan ginjal kiri. Colon sigmoid dapat dilepaskan dari dinding rongga perut dengan memotong mesocolon di bagian belakangnya. Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari bagian distal dan mengurutnya kearah 183 ed ROMANS FORENSIK 2nd

proksimal agar isi rectum dipindahkan ke colon sigmoid dan rectum dapat diikat dengan 2 ikatan, untuk kemudian diputus diantara 2 ikatan tersebut. Untuk melepaskan alat rongga panggul dan perut, pengirisan dilakukan dengan memotong diafragma yang dekat/melekat pada dinding dada dari kanan dan kiri, masing-masing ginjal sampai memotong a. iliaca comunis. Alat rongga panggul dilepaskan dengan melepaskan peritoneum didaerah simfisis, kandung kencing serta alat-alat lainnya. Bulibuli dilepaskan dengan memasukkan tangan subperitoneum, alat-alat seperti uretra, rectum, dan pada wanita (vagina) terangkat. Pada pria, alat panggul setingga prostat dan wanita 1/3 proksimal vagina. Pemeriksaan kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala dimulai dari prosessus mastoideus, melingkari kepala kearah puncak dan berakhir pada prosessus mastoideus sisi lain. Kulit kepala kemudian dikupas kearah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas orbita dan kearah belakang sampai protuberantia occipitalis externa. Perhatikan permukaan luar tulang tengkorak apakah ada tanda kekerasan baik resapan darah maupun garis/patah tulang. Membuka rongga tengkorak dengan penggergajian tulang tengkorak melingkari daerah frontal 2 cm di atas margo supraorbitalis, di temporal 2 cm di atas daun telinga. Pemotongan otot temporalis agar jika telah selesai dimaksudkan dapat dijadikan tempat jahitan menyatukan kembali atap tengkorak dengan bagian lain tengkorak. 184 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Setelah tengkorak dilepaskan duramater digunting mengikuti garis pemotongan tengkorak. Otak dikeluarkan dengan memasukkan dua jari tangan kiri digaris pertengahan daerah frontal. Dengan sedikit menekan bagian frontal akan tampak falk cerebri yang dapat dipotong sampai dasar tengkorak. Kedua jari tangan kiri dapat sedikit mengangkat bagian frontal dan memperlihatkan nn.olfactorius, nn.opticus yang kemudian dipotong sedekat mungkin pada dasar tengkorak. Setelah otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada dasar tengkorak harus dilepaskan untuk mengetahui apakah dasar tengkorak utuh. Pada bagian otak harus diperiksa apakah terdapat perdarahan subdural, subarachnoid, contusion dan laserasi. Perdarahan subdural dengan penyiraman darah akan hilang berbeda dengan subarachnoid. Iris batang otak, potong secara horizontal. Pada otak besar lihat dan catat apakah ada perdarahan, infark atau edem cerebri. Jika agak gelap pada daerah tersebut, lakukan pengirisan, curiga ada contusio. Pemeriksaan alat dalam dimulai dari lidah, esophagus sampai meliputi alat tubuh lainnya. Letakkan bagian depan esophagus dibagian bawah untuk melihat isi selaput lendir Esofagus dilihat dari trachea apakah ada varises atau striktur. Pembukaan trachea dilakukan dengan melakukan pengguntingan dinding belakang (bagian jaringan ikat pada cincin trachea) sampai mencapai cabang bronchus kanan dan kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa, darah serta keadaan selaput lendirnya. 185 ed ROMANS FORENSIK 2nd

Periksa tulang thyroid bila baik. Jaringan lunak lapisan otot sampai terlihat apakah ada perdarahan. Kekerasan pada daerah leher yang sifatnya lunak, sehingga perdarahan hanya sampai jaringan otot tidak sampai subkutis. Lepaskan jantung dari jaringan sekitarnya seperti paru. Inspeksi paru apakah ada perdarahan (aspirasi darah), edem, luka, atau sisa-sisa infeksi sebelumnya. Normalnya berwarna merah kelabu agak ungu dan pada perabaan seperti busa dan ada derik udara. Paru dibelah untuk melihat penampangnya, apakah ada cairan/darh/busa. Jika busa banyak maka curiga adanya edem paru. Timbang paru, normalnya 225-300 gram. Periksa jantung dengan melihat adanya perdarahan atau sikatriks. Periksa pembuluh nadi koroner dibagian depan a. coronaria dinilai dengan cara dipotong sehingga terlihat penampangnya . pembuluh darah tidak menebal atau kolaps. Buka daerah atrium, potong vena cava superior dan inferior sehingga terbuka. Cara membuka daerah atrium kanan, tusuk pisau sampai ventrikel kanan lalu potong kearah lateral sehinga atrium dan ventrikel kanan terbuka. Lihat adanya kelainan, periksa katup dan ukur panjang katup serambi dan bilik kanan. Lakukan hal yang sama pada sisi jantung kiri. Periksa penampang sehat ventrikel apakah ada sikatriks, tebal otot ventrikel dan kiri diukur. A. coronaria jantung dipotong sedikit-sedikit apakah ada perkapuran atau penebalan. Pemeriksaan rongga perut. Limpa dilepaskan dari jaringan sekitarnya, periksa permukaan, warna dan kelainannya. Potong untuk melihat 186 ed ROMANS FORENSIK 2nd

penampangnya, lakukan pengikisan untuk menilai adanya jaringan ikat. Angkat diafragma dan lepaskan. Posterior diletakkan di atas, rapikan daerah urogenital, cari kelenjar suprarenal kanan dan kiri kemudian lepaskan. Bentuknya tidak teratur atau trapezium, korteks kuning dan medulla coklat. Traktus urinarius dipisahkan dari yang lainnya. Aorta dibuka sampai a. renalis dari atas ke bawah dilihat permukaannya. Ginjal dibelah, normalnya 1/3 dari tebal ginjal dan periksa kalixnya. Pankreas dipisahkan dari jaringan sekitarnya lalu nilai penampangnya. Hati: permukaanya licin, rata, tepi tajam, warna merah coklat (normal). Kemudian dibelah dan lihat penampangnya tampak kelenjar hati yang jelas. Lambung dibuka dan lihat penampangnya.

187 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

BAHAN REFERENSI
- BAHAN KULIAH FORENSIK Dr. IWAN, Sp.F dan Dr.MURSAD, Sp.F - BAHAN REFERAT, TUGAS-TUGAS & PPT TEMANTEMAN FK UNLAM - E-BOOK KLINIK FORENSIK (MUHAMMAD AL FATIH II) / BUKU AJAR IKK UNHAS - BUKU AJAR FORENSIK FK UNAIR - BUKU FORENSIK KARYA PROF.Dr.ABD.MUNIM IDRIES, Sp.F - BUKU KAPSEL FKUI - ATLS - BUKU PATOFISIOLOGI EGC - BAHAN KULIAH BEDAH SYARAF - DLL

188 ed

ROMANS FORENSIK 2nd

You might also like