You are on page 1of 21

Case Report Session

Polip Nasi
Oleh : Desy Nofita Sari Yusnida Rahmawati Essty Dwilincahyati Ridho Forestry 0810312069 0810312105 0810313168 0810312107

Preseptor:

Dr. Nirza Warto, Sp. THT-KL

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil Padang 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Definisi Polip nasi adalah suatu pseudotumor bersifat edematosa yang merupakan penonjolan keluar dari mukosa hidung atau sinus paranasalis, massa lunak yang mengandung banyak cairan, bertangkai, bulat, berwarna putih atau keabu-abuan yang terjadi akibat inflamasi mukosa di dalam rongga hidung. Sering kali berasal dari sinus dimana menonjol dari meatus ke rongga hidung. Berdasarkan hasil pengamatan, polip nasi terletak di dinding lateral cavum nasi terutama daerah meatus media. Paling banyak di sel-sel eithmoidalis. Dapat juga berasal dari mukosa di daerah antrum, yang keluar dari ostium sinus dan meluas ke belakang di daerah koana posterior (polip antrokoanal). 1.2. Etiologi Etiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Penyakit ini masih banyak

menimbulkan perbedaan pendapat, terutama mengenai etiologi dan patogenesisnya. Terjadinya polip nasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal : umur, alergi, infeksi dan inflamasi dominasi eosinofil. Deviasi septum juga dicurigai sebagai salah satu faktor yang mempermudah terjadinya polip nasi. Penyebab lainnya diduga karena adanya intoleransi aspirin, perubahan polisakarida dan ketidakseimbangan vasomotor.

1.3.

Patogenesis Epitel mukosa hidung secara terus menerus terekspos lingkungan luar melalui udara yang

diinspirasi yang berpotensial menyebabkan kerusakan epitel dan infeksi. Polip nasi terjadi karena adanya peradangan kronis pada membran mukosa hidung dan sinus yang disebabkan oleh kerusakan epitel akibat paparan iritan, virus atau bakteri. Banyak faktor yang berperan dalam pembentukan polip nasi. Kerusakan epitel terlibat dalam patogenesis polip. Sel epitel dapat mengalami aktivasi dalam respon terhadap alergen,

polutan maupun agen infeksius. Sel akan mengeluarkan berbagai faktor yang berperan dalam respon inflamasi dan pemulihannya, antara lain neuropeptide-degrading enzym, endothelin, nitric oxide, asam arakidonat, sitokin inflamasi yang mempengaruhi sel inflamasi. Faktor-faktor tersebut akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, adhesi leukosit, sekresi mukus, stimulasi fibroblas dan kolagen. Beberapa faktor inflamasi telah dapat diisolasi dan dibuktikan dihasilkan pada polip nasi. Faktor-faktor tersebut meliputi endothelial vascular cell adhesion molecule (VCAM)-1, nitric oxide synthese, granulocyte-macrophage colonystimulating factor (GM-CSF), eosinophil survival enhancing activity (ESEA), cys-leukotrienes (Cys-LT) dan sitokin lainnya. Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif yang kemungkinan berperan juga dalam terjadinya polip. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan selular yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan jaringan.Tubuh menghasilkan endogenous oxidants sebagai respon dari bocornya elektron dari rantai transport elektron, sel fagosit dan sistem endogenous enzyme (MAO, P450, dsb) Epitel polip nasi terdapat hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus yang kemungkinan besar berperan dalam menimbulkan obstruksi nasal dan rinorrhea. Sintesis mukus dan hiperplasia sel globet diduga terjadi karena peranan epidermal growth factors (EGF). Adanya proses peradangan kronis menyebabkan hiperplasia membran mukosa rongga hidung, adanya cairan serous di celah-celah jaringan, tertimbun dan menimbulkan edema, kemudian karena pengaruh gaya gravitasi. Akumulasi cairan edema ini menyebabkan prolaps mukosa. Keadaan ini menyebabkan terbentuknya tangkai polip, kemudian terdorong ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Struktur stroma polip nasi dapat mempunyai vasodilatasi pembuluh darah sedikit atau banyak, variasi kepadatan tipe sel yang berbeda, seperti eosinofil, neutrofil, sel mast, plasma sel dan lain-lain.Eksudasi plasma mikrovaskular berperan dalam perkembangan kronik edem pada polip nasi. Gambaran histopatologi dari polip nasi bervariasi dari jaringan yang edem dengan sedikit kelenjar sampai peningkatan kelenjar. Eosinofil dapat muncul, menandakan komponen alergi. Hal ini menunjukkan adanya proses dinamis yang nyata pada polip nasal yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti aliran udara, faktor lain yang dapat mempengarui epitel polip dan proses regenerasinya, perbedaan epitel dan ketebalannya, ukuran polip, infeksi dan alergi.

Beberapa buku menyebutkan alergi sebagai penyebab utama polip nasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya penimbunan eosinofil dalam jumlah besar dari jaringan polip atau dalam sekret hidung. Polip hidung yang disebabkan oleh alergi seringkali dialami penderita asma dan rinitis alergi. Infeksi virus dan bakteri juga dikatakan sebagai salah satu penyebab dari polip nasi. Pada polip nasi yang disebabkan oleh infeksi ditemukan infiltrasi sel-sel neutrofil, sedangkan sel eosinofil tidak ditemukan. Menurut Ogawa dari hasil penelitiannya pada penderita polip hidung disertai deviasi septum, polip lebih sering didapatkan pada rongga hidung dengan septum yang cekung. Deviasi septum hidung akan menyebabkan aliran udara pada bagian rongga hidung dengan septum yang cekung, akan lebih cepat dari bagian cembung di rongga hidung sisi lain. Percepatan ini terjadi pada rongga hidung bagian atas dan menimbulkan tekanan negatif. Tekanan negatif ini merupakan rangsangan bagi mukosa hidung sehingga meradang dan terjadi edema. Pada intoleransi aspirin, terjadinya polip nasi disebabkan karena inhibisi cyclooxygenase enzyme. Inhibisi tersebut menyebabkan pelepasan mediator radang, yaitu cysteinyl leucotrienes. 1.4. Gejala dan Tanda Timbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba dan cepat setelah infeksi akut. Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung terasa tersumbat dari yang ringan sampai yang berat, rhinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala daerah frontal. Bila disertai infeki sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rhinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas melalui mulut, suara sengau, alitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Dapat menyebabkan gejala pada saluran nafas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma. Selain itu, ditanyakan riwayat rinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat serta alergi makanan. Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung.

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak adanya massa lunak, pucat, bertangkai, permukaan licin berbentuk bulat atau lonjong, agak bening, lobular, dapat tunggal atau multiple dan tidak sensitif (bila ditekan atau ditusuk tidak dirasa sakit). Tidak mudah berdarah dan pada pemakaian vasokontriktor (kapas efedrin 1%) tidak mengecil. Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Pada pemeriksaan rhinoskopi posterior bila ukurannya besar akan tampak massa berwarna putih keabu-abuan mengkilat yang terlihat mengggantung di nasofaring.

1.5.

Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan pemeriksaan Endoskopi nasal dan sinus untuk memastikan adanya polip

nasal maupun sinus dan untuk menentukan letak polip nasal tersebut. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium assesorius sinus maksila Pemeriksaan CT Scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal, apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada komplek ostiomeatal. CT Scan terutama dindikasikan terutama pada kasus poilp yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusistis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Gambar dari suatu polip nasi yang tampak dengan endoskopi.

1.6. Diagnosis Banding 1.6.1. Angiofibroma Nasofaring Juvenil Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan asal tumor ini mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding posterolateral atap rongga hidung. Dari anamnesis diperoleh adanya keluhan sumbatan pada hidung dan epistaksis berulang yang masif. Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul rhinorhea kronis yang diikuti gangguan penciuman. Oklusi pada tuba Eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia menandakan adanya perluasan tumor ke intrakranial. Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya massa tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah muda, diliputi oleh selaput lendir keunguan. Mukosa mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulcerasi. Pada pemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan terlihat gambaran klasik disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus Pterigoideus ke belakang. Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan tumor dan destruksi tulang sekitarnya. Pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna akan memperlihatkan vaskularisasi tumor. Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena merupakan kontra indikasi karena bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma Nasofaring Juvenil banyak terjadi pada remaja laki-laki. 1.6.2. Keganasan pada hidung Etiologi belum diketahui, diduga karena adanya zat-zat kimia seperti nikel, debu kayu, formaldehid, kromium, dan lain-lain. Paling sering terjadi pada laki-laki. Gejala klinis berupa obstruksi hidung, rhinorhea, epistaksis, diplopia, proptosis, gangguan visus, penonjolan pada palatum, nyeri pada pipi, sakit kepala hebat dan dapat disertai likuorhea. Pemeriksaan CT scan memperlihatkan adanya pendesakan dari massa tumor . Pemeriksaan PA didapatkan 85% tumor termasuk sel squamous berkeratin.

1.7. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan polip adalah dengan operatif dan non operatif. Pengelolaan polip nasi seharusnya berdasarkan faktor penyebabnya, tetapi sayangnya penyebab polip nasi belum diketahui secara pasti. Karena penyebab yang mendasari terjadinya polip nasi adalah reaksi alergi, pengelolaanya adalah mengatasi reaksi alergi yang terjadi. Polip yang masih kecil dapat diobati dengan konservatif.

1. Terapi Konservatif a. Kortikosteroid sistemik Merupakan terapi efektif sebagai terapi jangka pendek pada polip nasal. Pasien yang responsif terhadap pengobatan kortikosteroid sistemik dapat diberikan secara aman sebanyak 3-4 kali setahun, terutama untuk pasien yang tidak dapat dilakukan operasi. b. Kortikosteroid spray Dapat mengecilkan ukuran polip, tetapi relatif tidak efektif unutk polip yang masif Kortikosteroid topikal, intranasal spray, mengecilkan ukuran polip dan sangat efektif pada pemberian postoperatif untuk mencegah kekambuhan c. Leukotrin inhibitor. Menghambat pemecahan asam arakidonat oleh enzyme 5-lipoxygenase yang akan menghasilkan leukotrin yang merupakan mediator inflamasi. 2. Terapi operatif Terapi operasi dilakukan pada kasus polip yang berulang atau polip yang sangat besar, sehingga tidak dapat diobati dengan terpi konservatif. Tindakan operasi yang dapat dilakukan meliputi : a. Polipektomi intranasal b. Antrostomi intranasal c. Ethmoidektomi intranasal d. Ethmoidektomi ekstranasal e. Caldwell-Luc (CWL) f. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) 1.8. Prognosis Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap berlanjut. Rekurensi dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang multiple. Polip tunggal yang besar seperti polip antrokoanal jarang terjadi relaps. Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi.

BAB II ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN Nama MR Umur Jenis Kelamin Suku bangsa Alamat : Nofrialdi : 799643 : 11 tahun : Laki-laki : Minangkabau : Jati Koto Panjang

ANAMNESIS Seorang pasien laki-laki berumur 11 tahun datang ke Poli THT RSUP M. Djamil Padang tanggal 19 Juni 2013 dengan :

Keluhan Utama Hidung kanan tersumbat sejak + 10 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang Hidung kanan terasa tersumbat sejak + 10 bulan yang lalu, terus-menerus. Awalnya pasien mengeluhkan hidung tersumbat masih dalam batas ringan, semakin lama semakin terasa berat. Ingus kental warna kekuningan sejak + 6 bulan yang lalu, hilang timbul, kadang-kadang dirasakan ingus tertelan. Ingus tidak berbau. Riwayat penciuman berkurang tidak ada Riwayat keluar darah dari hidung tidak ada Riwayat bersin-bersin lebih dari 5 kali saat terkena debu dan cuaca dingin tidak ada Riwayat nyeri di sekitar wajah, pipi,dan kepala tidak ada Suara sengau terdengar oleh ibu pasien sejak + 6 bulan yang lalu Tidur mendengkur kadang-kadang

Riwayat nyeri menelan tidak ada Riwayat telinga berair, berdenging dan berkurangnya pendengaran tidak ada Demam tidak ada, batuk tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah menderita sakit yang sama sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini

PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALISATA Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah Frekwensi Nadi Frekwensi Nafas Suhu Tubuh : tampak sakit sedang : CMC : 110/70 : 90 x/menit : 22 x /menit : 36,8 C

Pemeriksaan Sistemik Kepala Mata : konjungtiva sclera Thoraks : jantung Paru Abdomen Ekstremitas : tidak ditemukan kelainan : tidak anemis : tidak ikterik : irama teratur, bising tidak ada : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-) : supel, bising usus (+) normal : akral hangat, perfusi baik

STATUS LOKALISATA THT Status Lokalis THT Telinga Pemeriksaan Kelainan Kel kongenital Daun telinga Trauma Radang Kel. Metabolik Nyeri tarik Nyeri tekan tragus Cukup lapang (N) Diding liang telinga Sempit Hiperemis Edema Massa Bau Sekret/serumen Warna Jumlah Jenis Membran timpani Warna Reflek cahaya Utuh Bulging Retraksi Atrofi Jumlah perforasi Perforasi Jenis Kwadran Pinggir Putih mutiara Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Putih Mutiara Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Dekstra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Cukup lapang Sinistra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Cukup lapang

Gambar

Tanda radang Fistel Mastoid Sikatrik Nyeri tekan Nyeri ketok Rinne Tes garpu tala Schwabach

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Positif Sama dengan pemeriksa

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Positif Sama dengan pemeriksa

Weber kesimpulan Audiometri

Tidak ada lateralisasi Normal Normal

Tidak dilakukan

Hidung Pemeriksaan Kelainan Deformitas Kelainan kongenital Hidung luar Trauma Radang Massa Dektra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sinistra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Sinus paranasal Pemeriksaan Nyeri tekan Nyeri ketok Dekstra Tidak ada Tidak ada Sinistra Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior Pemeriksaan Vestibulum Kelainan Vibrise Radang Cukup lapang (N) Cavum nasi Sempit Lapang Lokasi Sekret Jenis Jumlah Bau Konka inferior Ukuran Warna Permukaan Edema Konka media Ukuran Warna Permukaan Edema Cukup lurus/deviasi Permukaan Septum Warna Spina Krista Abses Perforasi Lokasi Massa Bentuk Ukuran Licin Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Meatus medius Bulat Grade 2 Cukup lurus Licin Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Meatus medius Seromukosa Sedikit Tidak bau Eutrofi Merah muda Licin ada Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Meatus medius Seromukosa Sedikit Tidak bau Eutrofi Merah muda Licin ada Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sempit Dekstra Ada Tidak ada Sinistra Ada Tidak ada Cukup lapang

Permukaan Warna Massa Konsistensi Mudah digoyang Pengaruh vasokonstriktor

Licin Pucat Kenyal Ada Tidak dilakukan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Gambar

Rinoskopi Posterior sulit dilakukan Pemeriksaan Kelainan Cukup lapang (N) Koana Sempit Lapang Warna Mukosa Edem Jaringan granulasi Ukuran Konka inferior Warna Permukaan Edem Adenoid Muara eustachius Ada/tidak tuba Tertutup sekret Edem mukosa Lokasi Massa Ukuran Bentuk Permukaan Dekstra Sinistra

Post Nasal Drip

Ada/tidak Jenis

Gambar

Orofaring dan mulut Pemeriksaan Kelainan Simetris/tidak Palatum mole + Arkus Faring Warna Edem Bercak/eksudat Dinding faring Warna Permukaan Ukuran Warna Permukaan Muara kripti Tonsil Detritus Eksudat Perlengketan dengan pilar Warna Peritonsil Edema Abses Lokasi Bentuk Tumor Ukuran Permukaan Konsistensi T1 Tidak Hiperemis Tidak rata Tidak melebar Tidak ada Tidak ada Tidak ada Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Dekstra Simetris Merah muda Tidak ada Tidak ada Merah muda Licin T1 Tidak Hiperemis Tidak rata Tidak melebar Tidak ada Tidak ada Tidak ada Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sinistra

Gigi

Karies/Radiks Kesan Warna Bentuk

Tidak ada

Tidak ada

Hiegene gigi dan mulut baik Merah muda Normal Tidak ada Tidak ada

Lidah

Deviasi Massa

Gambar

Laringiskopi Indirek sulit dilakukan Pemeriksaan Kelainan Bentuk Warna Epiglotis Edema Pinggir rata/tidak Massa Warna Ariteniod Edema Massa Gerakan Warna Ventrikular band Edema Massa Warna Plica vokalis Gerakan Pingir medial Massa Subglotis/trakea Massa Dekstra Sinistra

Sekret Sinus piriformis Massa Sekret Valekula Massa Sekret ( jenisnya )

Gambar

Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher Inspeksi Palpasi : tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah bening leher. : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening leher.

RESUME Anamnesa Hidung kanan terasa tersumbat sejak + 10 bulan yang lalu, terus-menerus. Awalnya pasien mengeluhkan hidung tersumbat masih dalam batas ringan, semakin lama semakin terasa berat. Ingus kental warna kekuningan sejak + 6 bulan yang lalu, hilang timbul, kadang-kadang dirasakan ingus tertelan. Ingus tidak berbau. Riwayat penciuman berkurang tidak ada Riwayat keluar darah dari hidung tidak ada Riwayat bersin-bersin lebih dari 5 kali saat terkena debu dan cuaca dingin tidak ada Suara sengau terdengar oleh ibu pasien sejak + 6 bulan yang lalu Tidur mendengkur kadang-kadang

Pemeriksaan Fisik Rinoskopi Anterior Pemeriksaan Vestibulum Kelainan Vibrise Radang Cukup lapang (N) Cavum nasi Sempit Lapang Lokasi Sekret Jenis Jumlah Bau Konka inferior Ukuran Warna Permukaan Edema Konka media Ukuran Warna Permukaan Edema Cukup lurus/deviasi Permukaan Septum Warna Spina Krista Abses Perforasi Lokasi Massa Bentuk Licin Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Meatus medius Bulat Licin Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Meatus medius Seromukosa Sedikit Tidak bau Eutrofi Merah muda Licin ada Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Cukup lurus Meatus medius Seromukosa Sedikit Tidak bau Eutrofi Merah muda Licin Ada Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Cukup lurus Sempit Dekstra Ada Tidak ada Sinistra Ada Tidak ada Cukup lapang

Ukuran Permukaan Warna Massa Konsistensi Mudah digoyang Pengaruh vasokonstriktor

Grade 2 Licin Pucat Kenyal Ada Tidak dilakukan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Gambar

Diagnosis Kerja

Suspect Polip nasi antrokoanal dekstra grade II dengan rhinosinusitis kronik

Pemeriksaan Anjuran: Nasoendoskopi CT Scan sinus paranasal Kultur sekret hidung

Terapi

: Ceftriaxone 2x500 mg IV

Nasehat

Terapi Anjuran

: FESS

Prognosis Quo ad Vitam Quo ad Sanam

: : bonam : bonam

BAB III DISKUSI

Telah diperiksa pasien laki-laki berusia 11 tahun dengan keluhan utama pasien hidung bertambah tersumbat sejak 10 bulan yang lalu. Dari keluhan utama pasien kita dapat memikirkan bahwa pasien memiliki riwayat sumbatan kronis, yang mana diagnosis differensial yang dipikirkan dengan keluhan utama pada pasien ini adalah polip nasi, rhinosinusitis kronis, atau rhinitis alergi. Dari anamnesis diperoleh keterangan tambahan pasien berupa ingus kental warna kekuningan sejak 6 bulan lalu, hilang timbul, tidak berbau, kadang-kadang dirasakan ingus tertelan. Diagnosis banding rhinitis alergi mungkin dapat disingkirkan dari anamnesis dengan pasien menyangkal adanya riwayat alergi pada pasien. Diagnosis polip nasi dan rhinosinusitis kronis belum dapat disingkirkan pada anamnesis karena gejala hidung tersumbat yang ada pada pasien. Selain itu, polip nasi juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya rhinosinusitis akibat terhambatnya ventilasi pada kompleks osteometal. Pada kavum nasi kanan ditemukan adanya massa polipoid pada meatus media berwarna bening mengkilat konsistensi lunak. Pada pasien ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan rhinoskopi posterior, telah dicoba melakukan pemeriksaan dua kali namun pasien muntah tiap dilakukan pemeriksaan. Temuan ini dapat mengarahkan ke diagnosis kerja polip nasi dengan rhinosinusitis kronis. Tatalaksana medikamentosa pada pasien rrhinosinusitis kronis untuk membuka sumbatan kompleks osteomeatal sehingga drainase dan ventilasi sinus membaik. Pada pasien ini telah diberikan antibiotik untuk membuka aliran kompleks osteomeatal. Tatalaksana polip nasi diberikan kortikosteroid tappering off selama 12 hari. Keluhan yang dialami pasien tidak membaik dengan pemberian medikamentosa sehingga pada pasien merupakan indikasi untuk menjalani terapi operatif berupa bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS). FESS merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronis yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nizar NW, Mangunkusumo E. Polip hidung. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2000: 97-99. 2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC, !997: 173-94 3. Calderon, Devalia, Davies. Biology of Nasal Epithelium dalam Nasal Polyposis. Copenhagen:Munksgaard,1997.31-41 4. Archer. Nasal Polyps, Non surgical Treatment. http:// emedicine.com

Lampiran

You might also like