You are on page 1of 52

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayahNya-lah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial 4 dari hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XIX Semester 7 ini. Terima kasih pula kami haturkankepada dr. Deasy Irawati M.Sc dan dr. Novrita Padauleng yang telah membimbing kami selama proses diskusi tutorial berlangsung. Dalam laporan ini kami membahas mengenai penyakit-penyakit yang memiliki keluhan utama berupa berkurangnnya pendengaran dengan berbagai klasifikasi. Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.

Mataram, Oktober 2010

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1 DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 2 Skenario 4 ........................................................................................................................... 3 Learning objective ............................................................................................................. 4 Audiologi ........................................................................................................................... 5 Anatomi & Fisiologi Telinga ........................................................................................... 14 Penjelasan gejala & Pendekatan diagnosa ...................................................................... 29 Noise Induce Hearing Loss .............................................................................................. 34 Gangguan Pendengaran pada Geriartri............................................................................ 42 Kelainan Refraksi ............................................................................................................... 36 Retinopati ........................................................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 66

SKENARIO
KURANG DENGAR Seorang laki-laki, berusia 57 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan kurang

mendengar

pada kedua telinga. Pasien merasa susah mendengar percakapan orang di

tempat-tempat ramai. Selain itu pasien juga mengeluhkan telinga yang terasa penuh dan berdenging. Riwayat bekerja di Pabrik 20 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan otoskopi ditemukan banyak serumen pada MAE.

Learning Objective
1. Bagaimana anatomi dan Fisiologi telinga sebagai proses pendengaran? 2. Gangguan yang dapat menyebabkan penurunan pendengaran? 3. Klasifikasi gangguan pendengaran? 4. Telinga berdenging dan sulit mendengar ditempat ramai?

AUDIOLOGI
Audiologi ialah limu yang mempelajari tentang seluk beluk fungsi pendengaran yang erat hubungannya dengan habilitasi dan rehabilitasinya. Rehabilitasi ialah usaha untuk mengembalikan fungsi yang pernah dimiliki, sedangkan habilitasi ialah usaha untuk memberikan fungsi yang seharusnya dimiliki. Audiologi medik dibagi atas audiologi dasar dan audiologi khusus. AUDIOLOGI DASAR Audiologi dasar ialah pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan pendengaran, serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan: (1) tes penala, (2) tes berbisik, (3) Audiometri nada murni. AUDIOLOGI KHUSUS Audiologi khusus diperiukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea dengan retrokoklea, audiometri obyektif, tes untuk tuli anorganik, audiologi anak, audiologi industri.

CARA PEMERIKSAAN PENDENGARAN


Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni.

Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea. Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz, Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garputala 512, 1024 dan 2048 Hz. Penggunaan ke tiga garpu tala penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising di sekitarnya. Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer. TES PENALA Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing dan tes Stenger. Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Tes Schwabach membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Tes Bing (tes Oklusi)
Cara pemeriksaan: Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup hang teling& sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan ditetakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber). Penilaian: Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada tetinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.

Tes Stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli). Cara pemeriksaannya menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oteh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan tebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi. MACAM-MACAM PENALA Penala terdiri dari 1 set (5 buah) dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai 3 macam penala: 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz. Jika akan memakai hanya 1 penala, digunakan 512 Hz. Untuk mempermudah interpretasi secara klinik dipakai tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach secara bersamaan. CARA PEMERIKSAAN Tes Rinne Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2 1/2 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bita tidak terdengar disebut Rinne negatif (-). Tes Weber Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkai hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi penala terdengar Iebih keras pada salah satu telinga disebut Weber Iateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar Iebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi. Tes Schwabach

Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa. Contoh soal: Seorang dengan kurang pendengaran pada telinga kanan, hasil tes penalanya adalah sebagai berikut: Tes Penala Rinne Weber Schwabach Telinga Kanan Telinga Kiri Negatif Positif Lateralisasi ke telinga kanan Memanjang Sesuai pemariksa Kesimpulan: tuli konduktif pada telinga kanan. Tabel Interpretasi hasil pemeriksaan garpu tala: Tes Rinne Tes Weber Positif Tidak ada lateralisasi Negatif Positif Tes Schwabach Diagnosis Sama dengan Normal Tuli Konduktif Tuli Sensorineural

dengan

pemeriksa Lateralisasi ke telinga yang Memanjang sakit Lateralisasi ke telinga yang Memendek

sehat Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne masih bisa positif TES BERBISIK Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik 5/6 6/6

AUDIOMETRI NADA MURNI Pada pemeriksaan audiometri nada murni pertu dipahami hal-hal seperti ini, nada murni, bising NB (narrow band) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol audiometrik, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram, jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking. Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometer.

Gambar: Audiometer Bagian dari audiometer: tombol pengatur intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone untuk memerika AC (hantaran udara), bone conductor untuk memeriksa BC (hantaran tulang). Nada murni (pure tone) merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Bising merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari (narrow band) spektrum terbatas dan (white noise)spektrum luas. Frekuensi ialah nada murni yang dihasitlkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz.

Bunyi (suara) yang dapat didengar oleh telinga manusia mempunyai frekuensi antara 2018.000 Hertz. Bunyi yang mempunyai frekuensi di bawah 20 Hertz disebut infrasonik, sedangkan bunyi yang frekuensinya di atas 18.000 Hertz disebut suprasonik (ultrasonik). Intensitas bunyi dinyatakan dalam dB (decibell). Dikenal: dB HL (hearing level), dB SL (sensation level), db SPL (sound pressure level). dB HL dan dB SL dasarnya adalah subyektif, dan inilah yang biasanya digunakan pada audiometer, sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara fisika (ilmu alam). Contoh: Pada 0 dB HL atau 0 dB SL ada bunyi, sedangkan pada 0 dB SPL tidak ada bunyi, sehingga untuk nilai dB yang sama intensitas dalam HL/SL lebih besar daripada SPL. Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini dihubung-hubungkan dengan garis, balk AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian. Nilai nol audiometrik (audiometric zero) dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tententu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik tidak sama. Telinga manusia paling sensitif terhadap bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang besar nilai nol audiometriknya kira-kira 0,0002 dyne/cm2. Jadi pada frekuensi 2000 Hz lebih besar dari 0,0002 dyne/cm2. Ditambah 2 standar yang dipakai yaitu Standar ISO dan ASA. ISO = International standard Organization dan ASA = American standard Association. 0 dB ISO = -10 dB ASA atau 10 dB ISO = 0 dB ASA Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan kenaikan linier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara perbandingan.

10

Contoh: 20 dB bukan 2 kali lebih keras daripada 10 dB, tetapi: 20/10 = 2, jadi 10 kuadrat= 100 kali lebih keras. Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (Intensitas yang diperiksa antara 125 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (Intensitas yang diperiksa 250-4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru sedangkan untuk telinga kanan, warna merah.

Gambar: Notasi Audiogram

11

Pendengaran Normal AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada gap

Tuli Sensorineural AC dan BC lebih dari 25 dB AC dan BC berimpit (tidak ada gap)

Tuli Konduktif BC normal atau kurang dari 25 dB AC lebih dari 25 dB Antara AC dan BC terdapat gap

Tuli Campur BC lebih dari 25 dB AC lebih besar dari BC, terdapat gap

Gambar: Variasi Hasil Audiogram Telinga

JENIS DAN DERAJAT KETULIAN SERTA GAP


Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli. Jenis ketulian, tuli konduktif, till sensonneural atau tuli campur. 12

Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu:

Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang dengar di atas, kemudian dibagi 4.

Dapat dihitung ambang dengar hantaran udara (AC) atau hantaran tulang (BC). Pada interpretasi audiogram harus ditutis (a) tetinga yang mana, (b) apa jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketutiannya, misalnya telinga kiri tuli campur sedang. Dafam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja. Derajat ketulian ISO: 0 - 25 dB >25 - 40 dB >40 - 55 dB >55 - 70 dB >70 - 90 dB > 90 dB : normal : tuli ringan : tuli sedang : tuli sedang berat : tuli berat : tuli sangat berat

Dari hasil pemeriksaan audiogram disebut ada gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan. Pada pemeriksaan audiometri, kadang-kadang perlu diberi masking. Suara masking, diberikan berupa suara seperti angin (bising), pada head phone tetinga yang tidak diperiksa supaya telinga yang tidak diperiksa tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa. Pemeriksaan dengan masking dilakukan apabila telinga yang diperiksa mempunyai pendengaran yang mencolok bedanya dari telinga yang satu lagi. Oleh karena AC pada 45 dB atau lebih dapat diteruskan melalui tengkorak ke telinga kontralateral, maka pada

13

telinga kontralateral (yang tidak diperiksa) diberi bising supaya tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa.
- Narrow bandnoise (NB) = masking audiometri nada murni - White noise (WN) = masking audiometri tutur (speech).

ANATOMI TELINGA
INDERA PENDENGARAN

dan

FISOLOGI

Struktur Makroskopis dan Mikroskopis Indera Pendengaran TELINGA, terdiri atas :

14

1. Telinga luar (outer ear) - Terdiri atas pinna (auricula), yang berupa lempengan tulang rawan elastin yang bentuknya tidak teratur, ditutupi kulit dengan erat. - Meatus auditorius externa : Saluran gepeng yang dilapisi epitel complex squamosa yang berlanjut dari kulit. Dinding meatus auditorius externus dilapisi tulang rawan elastis pada 1/3 daerah luarnya dan tulang temporal pada sisanya. Terdapat kelenjar sebasea dan folikel rambut seperti pada kulit Terdapat kelenjar serominosa, yang merupakan modifikasi kelenjar keringat berfungsi menghasilkan serumen (campuran lemak dan lilin) yang memiliki fungsi protektif terhadap infeksi.

15

Bagian dalamnya ditutup membran timpani, lapisan luarnya berupa epidermis tipis dan bagian dalamnya epitel selapis kuboid, yang menyatu dengan lapisan rongga timpani. Dipisahkan oleh jaringan ikat kasar (berupa kolagen dan elastin) 2. Telinga tengah (middle ear) Dilapisi epitel simpleks skuamosa yang terikat pada lamina propria tipis di atas periosteum. Di dekat tuba eustachius epitel simpleks skuamosa berangsur berubah menjadi epitel compleks columnar bersilia. Pada dinding tulang tengah terdapat 2 area segi empat yang tertutup memberan dan tak bertulang yakni Tingkap Lonjong dan Tingkap Bundar. Membran timpani terhubung melalui tingkap lonjong (oval window) melalui tulang-tulang pendengaran, yaitu : a. maleus (melekat pada membran timpani) b. incus c. stapes (melekat pada membran membran oval window) Terdapat sendi sinovial yang menyatukan ketiga tulang ini dan 2 otot yang berinsersi pada maleus dan stapes, ketiga tulang ini ditutupi epitel simpleks skuamosa. 3. Telinga dalam (inner ear) Merupakan bagian telinga yang berperan dalam keseimbangan Terdiri dari : Labirin tulang (osseosa), yang terdiri atas sejumlah ruangan (rongga) di dalam pars petrosa tulang temporal. Terdapat rongga vestibulum yang berisi sakulus dan utrikulus dan 3 kanalis semisirkularis yang berisi duktus semisirkularis di belakangnya. Labirin osseosa berisi cairan perilimfatik yang komposisi ionnya setara dengan komponen cairan ekstrasel lainnya, namun komponen proteinnya sangat rendah.

16

o Koklea : Panjang totalnya 35mm, membentuk dua setengah putaran, mengelilingi pusat tulang atau Modiolus. spiralis). Di bagian lateral modiolus terdapat terdapat rabung tipis yang disebut Lamina Spiralis Osseosa. Yang meluas lebih jauh ke bagian basal daripada ke apeks koklea. Modiolus memiliki celah-celah dengan pembuluh darah dan badan-badan sel serta cabang nervus akustikus dari nervus kranialis 8 (ganglion

Labirin membranosa, merupakan bagian fungsional telinga yang berperan dalam keseimbangan terdiri dari sel-sel epitel yang kontinyu berasal dari ektoderm bagian lateral embrio 17

menghuni bagian dalam labirin tulang melekat pada periosteum labirin osseosa melalui berkas jaringan ikat yang banyak dilalui pembuluh darah untuk memberi nutrisi epitel labirin membranosa. berisi cairan endolimfe yang rendah natrium dan tinggi kalium dengan kadar protein yang rendah. Gambar. Labirin membranosa dan bagian-bagiannya

Labirin membranosa terdiri dari koklea, (pada setiap kedua sisi tubuh) 3 kanalis semisirkularis, dan 2 organ otolitik (sakulus dan utrikulus). Koklea merupakan area sensorik utama untuk pendengaran. Kanalis semisirkularis dan organ otolitik disebut sebagai aparatus vestibularis dan berperan dalam keseimbangan. o Organ otolitik (sakulus dan utrikulus) Terdiri atas lembaran tipis jaringan ikat yang dilapisi epitel simpleks skuamosa Berhubungan dengan kanalis semisirkularis, ductus cochlearis, dan ductus endolymphaticus. Pada dindingnya terdapat makula yang dipersarafi oleh nervus vestibularis (neuroepitel). Makula dari utrikulus terletak pada bidang horizontal permukaan inferior utrikulus dan berperan dalam menentukan orientasi kepala sesuai dengan arah gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak.

18

Makula dari sakulus terletak pada bidang vertikal dan berperan dalam menentukan orientasi kepala ketika seseorang berbaring. Setiap makula ditutupi lapisan gelatinosa yang dihasilkan oleh sel-sel penyokong (berbentuk epitel silindris yang memiliki mikrovili, di antara sel-sel rambut) yang dilekati oleh banyak kristal kalsium karbonat yang disebut statokonia/otokonia/otolit Dalam makula terdapat sel rambut yang akan menonjolkan silia ke dalam lapisan gelatinosa. Gambar 4. Struktur makula

o Kanalis Semisirkularis Memiliki bentuk umum yang serupa dengan bagian lain labirin osseosa. Terisi oleh cairan endolimfe Pada ujung akhir setiap kanalis semisirkularis terdapat pembesaran yang disebut ampula Pada setiap ampula terdapat krista ampularis yang secara struktural mirip seperti makula pada sakulus dan utrikulus, namun tidak tertutup otolit dan lapisan proteoglikannya lebih tebal. Pada puncaknya terdapat massa gelatinosa berbentuk kerucut yang disebut kupula. Kupula membujur dan melintasi ampula dan berkontak pada dinding ampula di atasnya.

19

Gambar 5. Ampula dengan Krista Ampularis

20

FISIOLOGI PENDENGARAN Getaran air, udara, atau zat padat dapat menghasilkan bunyi. Bunyi tidak dapat terdengar pada ruang hampa udara. Ketika seseorang berbicara pilka vocalis bergetar menyebabkan udara yang keluar dari paru-paru bergetar. Getaran terdiri dari kumpulan udara yang di padatkan (bands of compressed air) dan kumpulan udara yang sedikit mengalami pemampatan atau pemadatan (less compressed air) getaran kemudian dihantarkan melalui udara sebagai gelombang udara.

Masingmasing gelombang suara wilayah compressed air diantara wilayah dua less terdiri

compressed air ( blue bars). Area yang berwarna hijau mewakili lebar dari antara puncak). 21 satu putaran (jarak

Ketika sesuatu seperti tuning fork atau plika vocalis bergetar, pemindahan objek penggati diantara peningkatan tekanan udara dan penurunan tekanan udara akan menghasilkan bunyi.

Volume ditentukan oleg besarnya amplitudo gelombang suara. Semakin tinggi amplitudo gelombang, semakin tinggi volume suara yang di hasilkan.

22

Pitch di tentukan oleh frekuensi gelombang. Semaikn tinggi frekuensi, semakin tinggi pitchnya. Batas ambang pendengaran manusia berkisar antara 20-20000 Hz. Timbre merupakan kualitas resonansi, bentuk atau kehalusan sigmoid pada gelombang suara yang di hasilkan. Bentuk kurva yang halus dan mulus tidak pernah di temukan, suara yang di timbulkan alat musik atau manusia bentuknya tidak halus tetapi kasar, karna terbentuk dari berbagai amplitudo atau frekuensi. Suara dapat di bedakan melalui bentuk gelombang suara yang di hasilkan (volume, pitch, dan timbre). PROSES PENDENGARAN 1. aurikula mengumpulkan suara yang kemudian di konduksikan melalui external auditori meatus ke membran tympanica sehingga menyebabkan membran tympanica bergetar. 2. bergetarnya membran tympanica menyebabkan malleus, incus dan stapes untuk bergetar. 3. bergetarnya stapes menyebabkan pergetaran perilymph di skala vestibuli. 4. bergetarnya perilymph menyebabkan bergetarnya membran vestibular dan endolymph pada ductus cochlearis. 5. bergetarnya endolymph menyebabkan membrane basilar turut bergetar. 6. pergetaran membrane basilar menyebabkan gerakan pada hair cells 7. pergerakan hair cells membengkokkan mikrovili pada hair cells yang tertanam pada tectorial membrane 8. pembengkokan mikrovili menyebabkan depolarisasi hair cells 9. hair cells menginduksi aksi potensial dalam neuron-neuron cochlear 10. aksi potensial dalam neuron-neuron cochlear dikonduksikan ke CNS. 11. aksi potensial diterima cortex cerebri sebagai suara. PENGARUH GETARAN SUARA PADA STRUKTUR COCHLEAR

23

1. getaran suara melewati tympanic membrane dan menyebabkannya bergetar. 2. pergetaran membrane tympanic menyebabkan tiga tulang pendengaran pada telinga tengah ikut bergetar 3. foot plate dari stapes bergetar pada oval window 4. getaran dari foot plate menyebabkan perilymph pada scala vestibule bergetar 5. getaran perilymph menyebabkan peminndahan membra basilar. Getaran yang pendek (high pitch), menyebabkan pemindahan membrane basilar ke dekat oval window , getaran yang panjang (low pitch) menyebabkan pemindahan membrane basilar menjauhi oval window.perpindahan membrane basilar di deteksi melalui hair cells. 6. bergetarnya perilymph pada scala vestibule dan endolymph pada ducts cochlearis akan di pindakan perilymph dari scala tympani. 7. getaran perilymph pada scala tympani di teruskan ke round window dimana pada round window terjadi pelembaban. TELINGA LUAR 24

Aurikula mengumpulkan getaran suara yang kemudian di konduksikan ke timpanyc membrane melewati external auditory meatus. Kecepatan rambat gelombang suara di udara adalah 332 m/s. interval waktu yang significant dapat berlalu di antara waktu getaran suara mencapai satu telinga dan waktu untuk mencapai satu telinga lainnya. Otak akan menginterpretasi interval tersebut untuk menentukan arah datangnya suara. TELINGA TENGAH Terdapt dua otot skelet yang terhubung dengan ear ossicle (malleus & stapes) yang berfungsi untuk meredam suara yang sangat keras.reflex pengurangan suara ini melindungi struktur telinga yang lembut dari kerusakan yang di akibattkan oleh suara yang keras. M. Tensor tympani pada malleus di innervasi olen nervus trigeminus. M. Stapedius pada stapes di innervasi oleh nervus facialis.

Reflex pengurangan suara efektif untuk frekuensi rendah. Reflex ini terlalu lambat untuk mencegah kerusakan karna suara yang tiba-tiba dan tidak dapat befungsi dalam waktu lebih dari 10 menit. 25

TELINGA DALAM Bergetarnya stape akan menghaislakn getaran pada perilimfe pada scala vestibuli. Getaran pada perilymph melwati membran vestibular yang tipis dan menyebabkan getaran yang terus menerus pada perilymph. Efek mekanik dari endolymph dan perilymph menyatu dalam satu cairan, getaran endolymph menyebabkan distorsi dari membran basilar, getaran di perilymph pada scala vestibuli ditransmisi juga melalui helicotrema ke scala tympani. Karena helicotrema kecil, transmisi ini hanya memberikan efek yang sedikit. Distorsi bersamaan akan memperlemah getaran yang masuk melalui helicotrema, mengakibatkan getaran pada scala tympani pada perlimph dan mengakibatkan getaran pada round window. Getaran membran round window sangat penting krena bertindak pelepasan mekanik dari dalam koklea. Jika oval window kaku, akan memantulkan gelombang yang akan mengganggu kelembaban getaran yang sebelumnya. Round window juga ikut mengalami pembebasan tekanan pada perylimph, karena cairan tidak compressibel sehingga akan terhindar dari kerusakan yang disebsbkan oleh terkanan. Distorsi dari membrane basilar merupakan hal penting dari pendengaran. Ketika membrane ini berputar, hair cell beristirahat kemudian bergerak relative pindah ke membrane tectorial dan menetap. Microvili dari sel rambut yang melekat pada membrane tectorial menjadi bengkok menyebakan depolarisasi hair cell. Cell rambut kemudian mengiduksi aksi potensial pada neuron cochlear yang bersynape pada hair cell tersebut. Exitatasi sinyal-sinyal listrik melewati elektrikal synap tapi tidak melalui neurotransmitter. Rambut dari sel rambut tengglam di endolymph. Karena perbedaan konsentarasi antara ion potasium dan sodium di antara perilimph dan endolymph, kira-kira 80 mV potensial berada pada sepanjang membran vestibular diantara cairan. Karena rambut dikelilingi endolymph, rambut tersebut memiliki potensial listrik yang tinggi daripada yang berada di dekat perilymph, potensial yang berbeda menyebabkan hair cell lebih sensitive untuk perpindahan yang sedikit, dibandingkan jika mereka dikelilingi oleh perylimph.

26

Bagian dari membran basilar yang mengalami distorsi sebagai hasil dari getaran endolymph berdasarkan pitch dari suara yang meghasilkan getaran dan sebagai hasilnya adalah frekuensi getaran dalam endolymph. Panjang dan lebar dari membran basilar dan diameter direntangkan sepanjang membran pada masing masing tingkatan pada ductus cochlearis menentukan lokasi jumlah optimum dari getaran membran basilar yang diahsilkan oelh pitch yang diperoleh.

Higher pitch tone menyebabkan getaran yang optimal dekat dasarnya dan lower pitch tone pada apex membrane basilar. Ketika terjadi getaran pada membrane basilar bergetar hair celll sepanjang men]bran basilar akan terstimulasi. Pada area getaran minimum jumlah stimulasi bisa tidak mencapai threshold. Pada area lainnya frekuensi rendah dari potensial aksi afferent yang akan ditransmisikan, dimana daerah membrane basilar yang mengalami getaran yang optimal, sebuah frekuensi tinggi dari potensial aksi di-inisiasi. Potensial aksi afferent di konduksi oleh serabut saraf cochlearis di sepanjang organ spiral dan berakhir di superior olivary nucleus di medulla oblongata. Potensial aksi ini dibandingkan sati dengan yang lain, dan potensial aksi yang terkuat, berhubungan ke area getaran maksimum membrane basilar, di tangkap menjadi standart. Potensial aksi 27

efferent di kirim dari superior olivary nucleus kembali ke organ spiral ke semua daerah dimana tidak muncul getaran yang maksimum. Potensial aksi ini menghambat haor cell untuk menginisiasi potensial aksi tambahan di neuron sensoris. Jadi, hanya potensial aksi dari daerah dengan getaran maksimum yang di terima oleh cortex, dan menjadi sesuatu yang dikenali secara sadar. Jalur Neuronal Pendengaran

1. axon-axon sensory dari ganglion berakhiran di nucleus cohclear pada batang otak 2. Axon-axon dari neuron pada nucleus cochlear bergerak ke superior olivary nucleus atau colliculus inferior. 3. Axon-axon dari inferior colliculus berjalan menuju medial geniculate nucleus dari thalamus. 28

4. Neuron-neuron thalamic mmenuju ka cortex auditory 5. Neuron di superior olivary nucleus mengirimkan axon-axon ke inferior colliculus, kembali ke telinga dalam, atau ke motor nuclei di batang otak yang mengirimkan serat efferent ke otot-otot di telinga tengah.

PENJELASAN

GEJALA

&

PENDEKATAN DIAGNOSIS

29

Usia Tua

Degenerasi

Atrofi kelenjarkelenjar serumen

produksi serumen MAE kaku dan tebal Serumen kering Gumpalan serumen (serumen prop) Serumen sulit dikeluarkan Penumpukan serumen Impuls abnormal

Tuli konduksi

Aktivitas elektrik pada area auditorius

Menimbulkan perasaan adanya bunyi Tinnitus nada rendah

30

Riwayat bekerja di pabrik

Paparan Bising

ambang batas pendengaran sensitivitas terhadap perbedaan frekuensi Sulit mendengar di tempat ramai

Kerusakan orang telinga dalam Degenerasi sel-sel rambut Perubahan stereosilia Kerusakan stria vaskularis
Degenerasi pada daerah basal dari duktus koklearis Pembengkakan dan robekan dari sel-sel sensoris Hidrops endolimf

Dipengaruhi :
Intensitas kebisingan Frekuensi kebisingan Lamanya waktu pemaparan bising Kerentanan individu Jenis kelamin Usia Kelainan di telinga tengah

Sel-sel rambut mati diganti jaringan parut Luasnya kerusakan sel-sel rambutdegenerasi pada
saraf di nukleus pendengaran pada batang otak.

Impuls abnormal

Tuli sensorineural

Aktivitas elektrik pada area auditorius

Menimbulkan perasaan adanya bunyi Tinnitus nada tinggi

31

Gangguan Pendengaran Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensori neural yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatan pada tuba eustasius menyebabkan gangguan telinga tengah dan dapat terjadi tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung. Antara inkus dan maleus berjalan cabang nervus fasialis yang disebut dengan korda timpani. Jika terdapat radang atau trauma pada telinga tengah, mungkin akan menyebabkan korda timpani terjepit, sehingga akan timbul gangguan pengecapan. Di dalam telinga dalam terdapat organ pendengaran (koklea) dan organ keseimbangan (kanalis semisirkularis). Obat-obatan dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf pendengaran rusak dan terjadi tuli sensori neural. Konduktif, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga. Sensorineural, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf pendengaran yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak. Tuli campuran, yaitu tuli yangdisebabkan oleh satu buah penyakit misalnya ganggaun pada telinga tengah yang berefek pada inflamasi telinga dalam yang mengakibatkan gangguan pendengaran telinga dalam atau dikarenakan karena dua gangguan berbeda yaitu gangguan pada nervus VIII (sensori neural) dan terdapat inflamasi di liang telinga (konduktif).

32

Tuli Koklea dan Retrokoklea Tuli Sensori Neural


Telinga Dalam

Ototoxic

NIHL (Noise Induced Hearing Loss)

Presbikusis

Tuli Mendadak

Gangguan Pendengaran

Tuli Konduksi
Telinga Tengah dan Luar

Tuli Konduktif Geriatri Infeksi Penumpukan Serumen

Tuli Campuran
Telinga Tengah/Luar dan Telinga Dalam

Tuli koklea dan tuli retrokoklea adalah tuli yang terjadi pada koklea dan saraf nervus VIII (retrokoklea) yang bersifat sensori neural. Ditandai dengan recruitment dan decay/fatigue (kelelahan) yang didapatkan pada pemeriksaan: tes SISI (short increment sensitivity index), tes ABLB (Alternate binaural loudness balance test), tes kelelahan (tone decay), audiometry tutur, dan audiometry Bekesy. Tuli NIHL (noise induced hearing loss) adalah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam dalam jangka waktu yang cukup relatif lama akibat pajanan bising kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga dan sifatnya adalah sensori neural. Orang bisa menjadi NIHL biasanya karena terpajan intensitas bising yang cukup tinggi, frekuensi bising yang tinggi, dan lamanya paparan bising tersebut. Gejalanya yaitu cocktail party deafness.

33

Presbikusis adalah tuli sensori neural frekuensi tinggi dan umumnya terjadi mulai pada usia 65 tahun, simetris pada kedua telinga kiri dan kanan. Disebabkan karena degenerasi pada telinga menyebabkan perubahan struktur pada koklea (atrofi sel-sel silia) dan saraf nervus VIII. Gejala yang ditimbulkan adalah berkurangnya pendengaran secara bertahap (perlahan). Tuli mendadak adalah tuli yang terjadi secara tiba-tiba dan penyebabnya tidak dapat langsung diketahui. Jenis tulinya adalah sensori neural dan biasanya terjadi pada satu telinga. Keadaan tuli mendadak adalah kegawatan neurologi karena sifat tulinya yang permanen. Gangguan pendengaran akibat obat ototoxic adalah tuli yang bersifat sensori neural dan gejalanya adalah tinnitus. Umumnya jika pengobatan dihentikan keluhan tinnitus akan menghilan (pada kina). Mekanisme ototoxic terjadi karena degenerasi struktur anatomi telinga dalam. Tuli konduktif geriatric adalah tuli yang terjadi akibat proses degenerasi dari telinga luar dan tengah misalnya berkurangnya elastisitas pinna daun telinga, atrofi dan kaku liang telinga, penumpukan serumen yang kering, atrofi kelenjar sebasea, kekakuan sendi-sendi tulang pendengaran, kekakuan membrane timpani.

34

Noise Induced Hearing Loss (NIHL)


Definisi Cacat pendengaran akibat kerja (occupational deafness/noise induced hearing loss) adalah hilangnya sebahagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising terus menerus dilingkungan tempat kerja. Etiologi Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan antara lain: 1. Intensitas kebisingan 2. Frekwensi kebisingan 3. Lamanya waktu pemaparan bising 4. Kerentanan individu 5. Jenis kelamin 6. Usia 7. Kelainan di telinga tengah Pembagian Bising Berdasarkan sifatnya bising dapat dibedakan menjadi:
1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas

Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo kurang lebih 5dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut. Contoh: dalam kokpit pesawat helikopter, gergaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas angin, suara dapur pijar, dsb.
2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit

Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja (misal 5000, 1000 atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji sirkuler, suara katup gas.
3. Bising terputus-putus

35

Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu kebisingan tidak berlangsung terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Contoh kebisingan ini adalah suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang dll
4. Bising impulsif

Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya me-ngejutkan pendengarnya. Contoh bising impulsif misalnya suara ledakan mercon, tembakan, meriam dll.
5. Bising impulsif berulang-ulang

Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang misalnya pada mesin tempa. Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah bising yang bersifat kontinu, terutama yang memilikis pektrum frekuensi lebar dan intensitas yang tinggi. Untuk melindungi pendengaran manusia (pekerja) dari pengaruh buruk kebisingan, Organisasi Pekerja Internasional /ILO (International Labour Organization) telah mengeluarkan ketentuan jam kerja yang diperkenankan, yang dikaitkan dengan tingkat intensitas kebisingan lingkungan kerja sebagai berikut (Tabel 1).

Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam perhari, seperti yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja no SE.01/Men/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan di tempat kerja.

36

Pengaruh Kebisingan Pada Pendengaran Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi, intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa:

1. Adaptasi

Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.
2. Peningkatan ambang dengar sementara

Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan-lahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-masing individu.
3. Peningkatan ambang dengar menetap

Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidakmenyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram. Patogenesis Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi 37

yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparanbunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak. Pembagian Tuli akibat bising Ketulian akibat pengaruh bising ini dikelompokkan sbb:
a. Temporary Threshold Shift = Noise-induced Temporary Threshold Shift = auditory fatigue = TTS non-patologis bersifat sementara waktu pemulihan bervariasi reversible/bisa kembali normal

Penderita TTS ini bila diberi cukup istirahat, daya dengarnya akan pulih sempurna. Untuk suara yang lebih besar dari 85 dB dibutuhkan waktu bebas paparan atau istirahat 3-7 hari. Bila waktu istirahat tidak cukup dan tenaga kerja kembali terpapar bising semula, dan keadaan ini berlangsung terus menerus maka ketulian sementara akan bertambah setiap hari-kemudian menjadi ketulian menetap. Untuk mendiagnosis TTS perlu dilakukan dua kali audiometri yaitu sebelum dan sesudah tenaga kerja terpapar bising. Sebelumnya tenaga kerja dijauhkan dari tempat bising sekurangnya 14 jam.

b. Permanent Threshold Shift (PTS) = Tuli menetap patologis

38

menetap

PTS terjadi karena paparan yang lama dan terus menerus. Ketulian ini disebut tuli perseptif atau tuli sensorineural. Penurunan daya dengar terjadi perlahan dan bertahap sebagai berikut :
Tahap 1 : timbul setelah 10-20 hari terpapar bising, tenaga kerja mengeluh telinganya berbunyi pada setiap akhir waktu kerja. Tahap 2 : keluhan telinga berbunyi secara intermiten,

sedangkan keluhan subjektif lainnya menghilang. Tahap ini berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Tahap 3 : tenaga kerja sudah mulai merasa terjadi gangguan pendengaran seperti tidak mendengar detak jam, tidak mendengar percakapan terutama bila ada suara lain. Tahap 4 : gangguan pendengaran bertambah jelas dan mulai sulit berkomunikasi. Pada tahap ini nilai ambang pendengaran menurun dan tidak akan kembali ke nilai ambang semula meskipun diberi istirahat yang cukup.

c. Tuli karena Trauma akustik

Perubahan pendengaran terjadi secara tiba-tiba, karena suara impulsif dengan intensitas tinggi, seperti letusan, ledakan da lainnya. Diagnosis mudah dibuat karena penderita dapat mengatakan dengan tepat terjadinya ketulian. Tuli ini biasanya bersifat akut, tinitus, cepat sembuh secara parsial atau komplit.

Akibat Ketulian Terhadap Aktivitas Sebagai Tenaga Kerja Akibat ketulian terhadap aktivitas sebagai tenaga kerja dibedakan atas:

1. Hearing Impairment

Didefinisikan sebagai kerusakan fisik telinga baik yang irreversible (NIHL/PTS) maupun yang reversible (TTS) 39

2. Hearing Disability

Didefinisikan sebagai kesulitan mendengarkan akibat hearing impairment, misalnya :


o o o o Problem komunikasi di tempat kerja Problem dalam mendengarkan musik Problem mencari arah/asal suara Problem membedakan suara

Gambaran Klinis Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi. Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise induced hearing loss) adalah:
a. Bersifat sensorineural b. Hampir selalu bilateral c. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ). Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB. d. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi

penurunan pendengaran yang signifikan. e. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz. f) Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 15 tahun.Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang

40

berlebihan juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.

Diagnosis Anamnesis didapati riwayat pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun. Sedangkan pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positip, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga. Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang biasanya terjadi dalam 8 10 tahun pertama paparan. Pemeriksaan audiometric nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi tinggi (umumnya 3000 6000 Hz) dan pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik (notc) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.1,2,5 Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI ( Short Increment Sensitivity Index ), ABLB ( Alternate Binaural Loudness Balance ) dan Speech Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen (recruitment) yang khas untuk tuli saraf koklea. Tatalaksana Sesuai dengan penyebab ketulian, jika penderita adalah pekerja pabrik, maka sebaiknya pidah kerja atu jika tidak, maka harus menggunakan pelindung telinga terhadap bising, sumbatan telinga, penutup telinga dan pelindung kepala. Jika penderita sudah mengalami gangguan berkomunikasi, bias diberikan alat bantu dengar. Agar dapat menggunakan alat bantu dengarny secara efisien, penderita diberi training untuk membaca ucapan bibir, gerakan anggota badan, dan bahasa isyarat. Jika keadaannya semakin memburuk, atau sudah tidak bias dengan alat bandu dengar, maka perlu dilakukan psikoterapi untuk memberikan pengertian pada penderita agar dapat menerima keadaannya. Oleh karena penderita mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga sangat diperlukan agar dapat mengembalikan 41

Pada pasien yang mengalami tuli total bilateral, maka hal terakhir yang dapat dilakukan adalah implant koklea. Prognosis Jenis ketulian ini tuli saraf koklea yang sifatnya menetap. Dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu yang terpenting adalah pencegahannya. Pencegahan Pencegahan yang harus dilakukan adalah dengan menghindari kebisingan di tempat kerja seperti menempatkan mesin pada ruang kedap suara atau jika tidak memungkinkan maka pekerja yang diberikan perlindungan telinga atau kepala.

42

GANGGUAN PENDENGARAN PADA GERIATRI


Umumnya merupakan tuli sensorineural, dapat juaga tuli konduktif ataupun tuli campuaran. Secara alamiah, organ pendengaran akan mengalami proses degenerasi. Degenerasi yang terjadi pada telinga luar adalah berkurangnya elastisitas jaringan daun telinga dan liang telinga, berkurangnya produksi kelenjar sebasea dan serumen, penyusutan jarinangan lemak. Hal-hal tersebut diatas menyebabkan kulit daun telinga maupun liang telinga menjadi kering dan mudah mengalami trauma. Serumen juga cenderung mengumpul, mengeras dan menempel dengan jaringan kulit liang telinga. 2/3 liang telinga dikelilingi oleh jarinagn tulang juga berpotensi mengalami perlukaan pada upaya untuk mengeluarkan kotoran telinga yang keras, karena kulit yang melapisinya menjadi lebih tipis. Terdapat kecenderunagn pengumpulan serumen disebabkan oleh meningkatnya produksi serumen dari bagian 1/3 luar liang telinga, bertambahnya rambut liang telinga yang tampak lebih tebal dan panjang. Menurut Etholm dan Belal (1974), perubahan mikroskopis yang terjadi pada telinga tengah adalah membran timpani menipis dan lebih kaku, artritis pada tulangtulang pendengaran, atrofi dan degenerasi serabut-serabut otot pendengaran, proses penulangan dan perkapuran pada tulang rawan di sekitar Tuba Eusthacius. Degenerasi pada telinga dalam adalah organ corti yang merupakan bagian dari koklea yang paling rentan, degenerasi pada sel rambut luar di bagian basal koklea berpengaruh dalam penurunan ambang pendengaran usia lanjut. TULI KONDUKTIF PADA GERIATRI Proses degenerasi yang terjadi antara lain: berkurangnya elastisitas, bertambahnya ukuran pinna daun telinga, 43

atrofi dan bertambah kakunya liang telinga penumpukan serumen membran timpani bertambah tebal dan kaku kekakuan sendi tulang-tulang pendengaran

TULI SARAF PADA GERIATRI (PRESBIKUSIS) Definisi Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada telinag kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada frekuensi 100 Hz atau lebih. Etiologi Merupakan akibat dari proses degenerasi Faktor Predisposisi Usia, usia lebih 60 tahun Jenis kelamin, biasanya laki-laki lebih cepat daripada perempuan Berhubungan dengan faktor herediter, pola makan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup,dan sebagainya. Perubahan Patologi Terjadi perubahan pada struktur koklea dan N. VIII. Pada koklea mengalami atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ corti, proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular pada stria vaskularis. Perubahan berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Klasifikasi patologik (Schuknecht): No Jenis 1 Sensorik (11,9%) 2 Neural (30,7%) Patologi Lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ corti, jumlah selsel rambut dan sel-sel penunjang berkurang Sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditoris berkurang 44

Metabolik

(Strial Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik menurun. Fungsi sel dan keseimbangan biokimia/bioelektrik koklea berkurang (Cochlear Terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis. Atrofi ligamentum spiralis. Membran basilaris lebih kaku.

Presbykusis)(34,6%) 4 Mekanik

Presbycusis)(22,8%) PENATALAKSANAAN

Rehabilitasi yang dapat dilakukan dengan memberikan alat bantu dengar, untuk lebih mengoptimalkan fungsi pendengaran penderita diberi training untuk membaca ucapan bibir, gerakan anggota badan, dan bahasa isyarat yang dilakukan oleh ahli terapi wicara.

45

GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT PAPARAN OBAT OTOTOKSIK


Ototoksik merupakan efek samping pengobatak kedokteran dari daftar obatobatan tertentu. Antibiotika golongan aminoglikosida yang kemudian digunakan dalam klinik memperkuat efek ototoksik seperti yang diakibatkan streptomisisn. Kerentanan yang tidak biasa dari telinga dalam terhadap cedera oleh golongan-golongan obat tertentu yang kemudian setelah pemberian loop diuretic dapat diperlihatkan, yang ternyata pengaruhnya terhadap ototoksisitas dengan mekanisme yang berbeda dibandingkan dengan AB aminoglikosida. GEJALA Tinnitus, gangguan pendengaran, dan vertigo merupakan gejala utama ototoksisitas yang paling mengganggu adalah tinitusnya Tinnitus yang berhubungan dengan ototoksisitas cirinya kuat dan bernada tinggi (4-6 KHz) kerusakan menetap tinnitus lama kelamaan tidak begitu kuat tetapi juga tidak pernah hilang Loop diuretic dapat menimbulkan tinnitus yang kuat dalam beberapa menit setelah penyuntikan intravena Tinnitus dan gangguan pendengaran yang reversibel dapat terjadi pada penggunaan salisilat dan kina serta tuli akut yang disebabkan oleh loop diuretic dapat pulih dengan menghentikan pengobatan dengan segera Tuli ringan bisa disebabkan oleh aminoglikosida biasanya menetap atau hanya sebagian yang pulih kembali Biasanya akan terjadi gangguan pendengaran 3-4 hari setelah paparan

46

Tuli ototoksik menetap berhari-hari, berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah selesai pengobatan tuli bilateral atau unilateral

Tuli ototoksik sensorineural Sering ditemukan pada pemberian gentamisin dan streptomisisn terjadi perlahan-lahan an beratnya sebanding dengan lama dan jumlah obat yang diberikab serta keadaan fungsi ginjalnya

Antibiotika aminoglikoida dan loop diuretic dalaha dua dari obat-obat ototoksik yang potensial berbahaya yang biasa ditemukan

MEKANISME OTOTOKSIK Paparan obat ototoksik akan menimbulkan terjadinya gangguan fungsional pada telinga dalam yang disebabkan oleh perubahan struktur anatomi telinga dalam, antara lain : Degenerasi stria vakularis terjadi pada penggunaan semua jenis obat ototoksik Degenerasi sel epitel sensori terjadi pada organ corti dan labirin vestibular, akibat penggunaan antibiotic aminoglikosida sel rambut luar lebih terpengaruh daripada sel rambut daam, dan perubahan degeneratif ini terjadi mulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga akhirnya sampai ke bagian apeks Degenerasi sel ganglion terjadi sekunder akibat adanya degenerasi dari sel epitel sensori Aminoglikosida Tuli bersifat bilateral dan bernada tinggi, sesuai dengan kehilangan sel-sel rambut pada putaran basal koklea Bisa timbul tuli unilateral dan dapat disertai gangguan vestibuler Jenis obat : streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin yang harus diperhatikan adalah pemakaian streptomisin karena merupakan pilihan OAT kategori II.

47

Eritromisin Eritromisisn IV telinga menjadi kurang mendengar subjektik tinnitus yang meniup kadang-kadang disertai vertigo Tuli sensorineural nada tinggi bilateral dan tinnitus setelah IV dosis tinggi gangguan pulih setelah obat dihentikan AB laih : vankomisin, viomisin, capreomisin, minosiklin ototoksik jika terdapat neuropati pada pasiennya

Loop diuretik Asam etakrinat, furosemid, dan bumetanide diuretic kuat yang menghambt absorpsi elektrolit-elektrolit dan air pada cabang dari lengkung Henle meningkat ototoksisitasnya pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan pemberian IV Obat antiiflamasi Salisilat termasuk aspirin yang mengakibatkan tuli sensorineural berfrekuensi tinggi dan tinnitus gejala akan pulih bila obat dihentikan Obat anti malaria Kina dan klorokuin ototoksik : ganggunan pendengaran dan tinnitus gejala akan hilang jika obat dihektikan bisa menembus sawar plasenta Obat antitumor CIS platinum ototoksisitas : tuli subjektif, tinnitus (samar-samar), otalgia bisa timbul gangguan keseimbangan Tuli dimulai : 6-8 KHz lali terkena frekuensi yang lebih rendah Kurangnya pendengaran menurunnya hasil speech discrimination score

48

Jika tulinya ringan penghentian pengobatan akan memulihkan gejala, tetapi apabila tuli berat menetap

Obat tetes telinga Mengandung antibiotic golongan aminoglikosida dan polimiksin B bisa menembus membrane fenestra rotundum Obat untuk tetes telinga yang mengandung antibiotic diperuntukkan untuk infeksi telinga luar

Kesimpulan 1. Gentamisin masih banyak digunakan di pusat-pusat kesehatan obat-obat yang lebih baru (tobramisin, amikasin, netilmisin digunakan untuk mengatasi resisten pseudomonas) 2. Pseudomonas aeruginosa kuman pathogen yang bisa menginfeksi otitis eksterna maligna 3. Netilmisin bersifat sinergis dengan antibiotic beta laktam setara atau lebih kuat dari aminoglikosida yang lain 4. Gentamisim, netilmisin, tobramisin Tempatnya sama dalam hal

nefrotoksisitasnya 5. Ginjal yang menurun fungsinya, menurun pula derajat ekskresinya dan dapt mengakibatkan akumulasi dari suatu aminogliksida dalam darah dan jaringan cukup untuk menimbulkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas 6. Kerusakan akut pada system pendengaran biasanya didahului oleh tinnitus oleh obat aminoglikosida mempengaruhi frekuensi-frekuemsi tinggi

49

7. Pengobatan bersama-sama antara aminoglikosida dengan loop diuretic (asam etakrinat dan furosemid) mengakibatkan ototoksisitas oleh aminoglikosida

PENGOBATAN Tuli yang diakibatkan oleh obat ototoksi tidak dapat diobati bila pada waktu pemberian obat ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam (audiometric) pengobatan harus dihentikan Berat ringannya ketulian tergantung pada jenis obat, jumlah dan lamanya pengobatan Kerentanan pasien penderita insufisiensi ginjal dan sifat obat itu sendiri Rehabilitasi : alat bantu dengar, psikoterapi, auditori training (belajar bahasa isyarat dan menggunakan alat bantu dengar) Tuli total bilateral koklear implant

PENCEGAHAN dan PROGNOSIS Mempertimbangkan penggunaan obat-obat ototoksik Menilai kerentanan individu Memonitor efek samping secara din memperhatikan gejala-gejaka keracunan telinga dalam yang timbul seperti tinnitus, kurang pendengaran, dan vertigo dilakukan evaluasi audiologik dan menghentikan pengobatan Prognosis tergantung pada jenis, jumlah dan lamanya pengobatan, serta kerentanan pasien umumnya prognosis tidak begitu baik.

50

DAFTAR PUSTAKA
Adams GL., Boies LR., Higler PA , 1997, Boies buku ajar penyakit THT, Ed.6 , EGC, Jakarta Ballenger JJ., Snow JB., 1996, Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery , A Lea & Febiger Book Rasad S., 1999,Ekayuda I. Radiologi Diagnostik. Gaya Baru Jakarta

51

Soepardi EA, Iskandar HN, editor. 2001 , Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FKUI,

52

You might also like