You are on page 1of 88

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN YANG MENGALAMI PENURUNAN KESADARAN A.

PENGERTIAN Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. ( Corwin, 2001 ) Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal / mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. ( Padmosantjojo, 2000 ) Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu : 1. Kompos mentis Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dalam. 2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun. 3. Stupor / Sopor Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri. 4. Soporokoma / Semikoma Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif. 5. Koma Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara maupun reaksi motorik. ( Harsono , 1996 ) B. ETIOLOGI Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah SEMENITE yaitu : 1. S : Sirkulasi Meliputi stroke dan penyakit jantung 2. E : Ensefalitis Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan. 3. M : Metabolik

Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum 4. E : Elektrolit Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. 5. N : Neoplasma Tumor otak baik primer maupun metastasis 6. I : Intoksikasi Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadaran 7. T : Trauma Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. 8. E : Epilepsi Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan kesadaran.( Harsono , 1996 ) C. MANIFESTASI KLINIS Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah : 1. Penurunan kesadaran secara kwalitatif 2. GCS kurang dari 13 3. Sakit kepala hebat 4. Muntah proyektil 5. Papil edema 6. Asimetris pupil 7. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif 8. Demam 9. Gelisah 10. Kejang 11. Retensi lendir / sputum di tenggorokan 12. Retensi atau inkontinensia urin 13. Hipertensi atau hipotensi 14. Takikardi atau bradikardi 15. Takipnu atau dispnea 16. Edema lokal atau anasarka 17. Sianosis, pucat dan sebagainya D. PATHWAYS ( terlampir ) E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran yaitu : 1. Laboratorium darah

Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah ( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obatobatan dan analisa gas darah ( BGA ). 2. CT Scan Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak 3. PET ( Positron Emission Tomography ) Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak 4. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography ) Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke. 5. MRI Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak. 6. Angiografi serebral Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi arteriovena. 7. Ekoensefalography Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma. 8. EEG ( elektroensefalography ) Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut otak, infeksi otak 9. EMG ( Elektromiography ) Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain. F. PENGKAJIAN PRIMER 1. Airway a. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas b. Terjadi penurunan kesadaran c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll d. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan e. Gelisah f. Sianosis g. Kejang h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan i. Suara serak j. Batuk 2. Breathing a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll b. Sianosis c. Takipnu

Dispnea Hipoksia Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi Circulation Hipotensi / hipertensi Takipnu Hipotermi Pucat Ekstremitas dingin Penurunan capillary refill Produksi urin menurun Nyeri Pembesaran kelenjar getah bening G. PENGKAJIAN SEKUNDER 1. Riwayat penyakit sebelumnya Apakah klien pernah menderita : a. Penyakit stroke b. Infeksi otak c. DM d. Diare dan muntah yang berlebihan e. Tumor otak f. Intoksiaksi insektisida g. Trauma kepala h. Epilepsi dll. 2. Pemeriksaan fisik a. Aktivitas dan istirahat Data Subyektif: kesulitan dalam beraktivitas kelemahan kehilangan sensasi atau paralysis. mudah lelah kesulitan istirahat nyeri atau kejang otot Data obyektif: Perubahan tingkat kesadaran Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum. gangguan penglihatan

d. e. f. 3. a. b. c. d. e. f. g. h. i.

b. Sirkulasi Data Subyektif: Riwayat penyakit stroke Riwayat penyakit jantung Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial. Polisitemia. Data obyektif: Hipertensi arterial Disritmia Perubahan EKG Pulsasi : kemungkinan bervariasi Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal c. Eliminasi Data Subyektif: Inkontinensia urin / alvi Anuria Data obyektif Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ) Tidak adanya suara usus( ileus paralitik ) d. Makan/ minum Data Subyektif: Nafsu makan hilang Nausea Vomitus menandakan adanya PTIK Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan Disfagia Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah Data obyektif: Obesitas ( faktor resiko ) e. Sensori neural Data Subyektif: Syncope Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid. Kelemahan Kesemutan/kebas Penglihatan berkurang Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka Gangguan rasa pengecapan

Gangguan penciuman Data obyektif: Status mental Penurunan kesadaran Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) Gangguan fungsi kognitif Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam Wajah: paralisis / parese Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. ) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil Kehilangan kemampuan mendengar Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil f. Nyeri / kenyamanan Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya Data obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil Gelisah Ketegangan otot g. Respirasi Data Subyektif : perokok ( faktor resiko ) h. Keamanan Data obyektif: Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan Perubahan persepsi terhadap tubuh Kesulitan untuk melihat objek Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan Berkurang kesadaran diri i. Interaksi sosial Data obyektif:

Problem berbicara Ketidakmampuan berkomunikasi 3. Menilai GCS Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala Coma Glasgow : Respon motorik Respon bicara Pembukaan mata Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan. Penilaian pada Glasgow Coma Scale Respon motorik Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan, menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa, melepaskan gangguan. Nilai 5: Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya. Nilai 3 : fleksi abnormal . Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate rigidity ) Nilai 2 : ekstensi abnormal. Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decerebrate rigidity ) Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon Catatan : - Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat - Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatif Respon verbal atau bicara Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini tidak berlaku bila pasien : - Dispasia atau apasia - Mengalami trauma mulut - Dipasang intubasi trakhea (ETT) Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara . orientasi waktu, tempat , orang, siapa dirinya , berada dimana, tanggal hari. Nilai 4 : pasien confuse atau tidak orientasi penuh Nilai 3 : bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan

bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (ngrenyem), suarasuara tidak dapat dikenali makna katanya Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri Respon membukanya mata : Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya Catatan: Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata. Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau diperintahkan membuka mata Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri 4. Menilai reflek-reflek patologis : a. Reflek Babinsky Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jarijarinya ke daerah plantar b. Reflek Kremaster : Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau mengerutnya testis. Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan traktus corticulspinal 5. Uji syaraf kranial : NI.N. Olfaktorius penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti tembakau, wangiwangian, yang diminta agar pasien menyebutkannya dengan mata tertutup N.II. N. Opticus Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe snalen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan dengan kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada N.III/ Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala arah , diameter pupil , reflek cahaya dan reflek akomodasi N.V. Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik, Sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang bawah serta goresan kapas dan mata tertutup Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus muskulusmasketer saat diperintahkan untuk gerak menggigit Nilai 2 :

N.VII/

Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan dahi, mencucurkan bibir , tersentum , meringis (memperlihatkan gigi depan )bersiul , menggembungkan pipi.fungsi sensorik diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang dijulurkan (gula , garam , asam) N.VIII/ Vestibulo - acusticus Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber , Schwabach dengan garpu tala. N.IX/ Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi dan kemampuan menelan pasien N.XI / Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan ( kontraksi M.trapezius) dan gerakan kepala N.XII/ Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus , gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam. Kriteria hasil : Tidak ada tanda tanda peningkatan TIK Tanda tanda vital dalam batas normal Tidak adanya penurunan kesadaran Intervensi : Mandiri : Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana Pantau tekanan darah Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur Pantau suhu lingkungan Pantau intake, output, turgor Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai Tinggikan kepala 15-45 derajat Kolaborasi :

1.

- Berikan oksigen sesuai indikasi - Berikan obat sesuai indikasi 2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekret Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam. Kriteria hasil: - Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas - Ekspansi dada simetris - Bunyi napas bersih saat auskultasi - Tidak terdapat tanda distress pernapasan - GDA dan tanda vital dalam batas normal Intervensi: Mandiri : - Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi - Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal - Penghisapan sekresi - Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam Kolaborasi : - Berikan oksigenasi sesuai advis - Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi 3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan Tujuan : Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam Kriteria hasil: - RR 16-24 x permenit - Ekspansi dada normal - Sesak nafas hilang / berkurang - Tidak suara nafas abnormal Intervensi : Mandiri : - Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. - Auskultasi bunyi nafas. - Pantau penurunan bunyi nafas. - Berikan posisi yang nyaman : semi fowler - Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan Kolaborasi : - Berikan oksigenasi sesuai advis

- Berikan obat sesuai indikasi 4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan : -Bunyi paru bersih -Warna kulit normal -Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan Intervensi : Mandiri : -Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia -Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter. -Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2 -Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP. -Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam -Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan -Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen. -Pantau irama jantung Kolaboraasi : -Berikan cairan parenteral sesuai pesanan -Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid. DAFTAR PUSTAKA 1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997 2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998 3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001 4. Long, B.C. Essential of medical surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)

5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths textbook of medical surgical nursing. 8thEdition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996) 6. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996) 7. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992) 8. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993) 9. Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University Press, 1996 ) 10. Padmosantjojo, Keperawatan Bedah Saraf, Jakarta, Bagian Bedah Saraf FKUI, 2000 11. Markum, Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis, Jakarta, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000 ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN NYERI DADA A. PENGERTIAN Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain) Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard. Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996) B. a. ETIOLOGI Nyeri Dada: Cardial Koroner

b. C. a. b. -

Non Koroner Non Cardial Pleural Gastrointestinal Neural Psikogenik (Abdurrahman N, 1999) TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah : Nyeri ulu hati Sakit kepala Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung Diaforesis / keringat dingin Sesak nafas Takikardi Kulit pucat Sulit tidur (insomnia) Mual, Muntah, Anoreksia Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri Kelemahan Wajah tegang, m erintih, menangis Perubahan kesadaran EKG 12 lead selama episode nyeri Takhikardi / disritmia Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis Laboratorium Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH Fungsi hati : SGOT, SGPT

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

c. d. e. E. 1. a. b. c. 2. a.

Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin Profil Lipid : LDL, HDL Foto Thorax Echocardiografi Kateterisasi jantung PENGKAJIAN Pengkajian Primer Airway Bagaimana kepatenan jalan nafas Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas? Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan? Breathing Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya? Aapakah menggunakan otot bantu pernafasan? Apakah ada bunyi nafas tambahan? Circulation Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan) Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri? Apakah ada penurunan kesadaran? Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR? Pengkajian Sekunder Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) : Lokasi nyeri Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari sternal menjalar ke leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)

b.

Sifat nyeri Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk, mencekik/rasa terbakar, dll.

c. d. e. f. g. F. 1. 2. 3.

Ciri rasa nyeri Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu. Kronologis nyeri Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan Keadaan pada waktu serangan Apakah timbul pada saat-saat / kondisi tertentu Faktor yang memperkuat / meringankan rasa nyeri misalnya sikap/posisi tubuh, pergerakan, tekanan, dll. Gejala lain yang mungkin ada atau tidaknya hubungan dengan nyeri dada. DIAGNOSA KEPERAWATAN Perubahan kenyamanan nyeri (nyeri akut) b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri, inflamasi jaringan Perubahan perfusi jaringan (otot jantung) b.d penurunan aliran darah Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan metabolisme jaringan

G. INTERVENSI KEPERAWATAN Prinsip-prinsip Tindakan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead Mengobservasi tanda-tanda vital Kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik, penenang, nitrogliserin, Calcium antagonis dan observasi efek samping obat. Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien Mengambil sampel darah Mengurangi rangsang lingkungan Bersikap tenang dalam bekerja Mengobservasi tanda-tanda komplikasi DAFTAR PUSTAKA

1. 2. 3. 4.

Abdurrahman, N, Anamnesa dan pemeriksaan Jasmani Sistem Kardiovaskuler dalam IPD Jilid I, Jakarta: FKUI, 1999. Doenges, Marilynn E,Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC, 2000. Himawan, Buku Kuliah Gangguan Sistem Kardiovaskuler,1994. Hudak&Gallo, Keperawatan Kritis cetakan I, Jakarta : EGC, 1995 ASKEP KEGAWATDARURATAN AKIBAT ASMA

A. Pengertian Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611). Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan kekambuhan.(Lewis, 2000, hal. 660). Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Ini merupakan situasi yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera. Jenis-jenis Asma : a) Asma alergik Yaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik. b) Asma idiopatik atau non alergik Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema. c) Asma gabungan Yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik. Klasifikasi Asma: 1. Mid Intermiten

2.

3.

4.

1.

2.

1. 2. 3.

Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%. Mid Persistent Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu malam timbul lebih dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar 80%. Moderat Persistent Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam timbul gejala berat setiap minggu. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%. Severe Persistent Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu malam. Penyebab / Faktor resiko serangan asma Faktor Ekstrinsik Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dan disebabkan oleh alergen yang diketahui karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat, polusi. Faktor Intrinsik Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronchial. Patofisiologi Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas. Pembengkakan membran yang melapisi bronchi. Pengisian bronchi dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen

dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak. Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi. Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran CO2berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2 dalam darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas. Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan. Tanda dan Gejala - Batuk produktif - Wheezing - Dispnea - Mengi - Ekspirasi memanjang - Barrel chest (dada tong) - Orthopnea - Berkeringat - Tachypnea - Tachycardia.

Pemeriksaan Diagnostik a) Test Fungsi paru ( spirometri) Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis) , mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal. b) Pemeriksaan gas darah arteri Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah. c) Arus puncak ekspirasi APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan. d) Pemeriksaan foto thoraks Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut. e) Elektrokardiografi Tanda tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan. Penanganan Asma

1.

2.

3. 4. 5. 6. 7.

Agenis Beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan gerakan sililaris. Contoh obat : epinefrin, albutenol, meta profenid, iso proterenoli isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara parenteral dan inhalasi. Metil salin untuk bronkodilatasi, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan mukus dalam jalan nafas. Contoh obat: aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV dan oral. Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan secara inhalasi. Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh obat: hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan secara oral dan IV. Inhibitor sel mast, contoh obat: natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas. Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg. Fisioterapi dada, teknik pernapasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum yang banyak. KAJIAN KEPERAWATAN KRITIS Pengkajian a. Keluhan : Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang Batuk dengan sekret lengket Berkeringat dingin Terdengar suara mengi / wheezing keras Terjadi berulang, setiap ada pencetus Sering ada faktor genetik/familier AIRWAY Pengkajian: Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum Intervensi : a. Amankan pasien ke tempat yang aman R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien b. Kaji tingkat kesadaran pasien

R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien c. Segera minta pertolongan R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif d. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan sekret e. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas BREATHING Pengkajian : Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi. Diagnose keperawatan : Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas Intervensi : a. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien b. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut pasien R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien c. Pantau ekspansi dada pasien R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien CIRCULATION Pengkajian : Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120

lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini. Diagnosa Keperawatan : Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen Intervensi : - pantau tanda tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba DAFTAR PUSTAKA 1. Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001 2. Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998 3. Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001 4. Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000 5. Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta , EGC, 2002 6. Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta, Trans Info Media, 2009. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR A. Definisi Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Guyton & Hall, 1997). B. Insiden Perawatan luka bakar mengalami perbaikan / kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusatpusat perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan injuri yang berat. Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008).

C. Etiologi Etiologi dari luka bakar (Guyton & Hall, 1997) : 1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn) a. Gas b. Cairan c. Bahan padat (Solid) 2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn) 3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) 4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury) D. Fase Luka Bakar Fase fase luka bakar (Guyton & Hall, 1997) yaitu : 1. Fase akut. Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. 2. Fase sub akut. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan: 1. Proses inflamasi dan infeksi. 2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ organ fungsional. 3. Keadaan hipermetabolisme. 3. Fase lanjut. Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur. E. Klasifikasi luka bakar (Hudak & Gallo, 1997) 1. Dalamnya luka bakar Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan Ketebalan Jilatan api, Kering tidak ada Bertambah Nyeri partial sinar gelembung, edema merah superfisial ultraviolet minimal atau tidak

(tingkat I)

(terbakar oleh matahari)

Lebih dalam Kontak dari partial dengan bahan (tingkat II) air atau bahan padat. Superfi Jilatan api sial kepada Dalam pakaian. Jilatan langsung kimiawi, sinar ultraviolet Ketebalan Kontak sepenuhnya dengan bahan cair atau padat. Nyala api, kimia, kontak dengan arus listrik

ada, pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar. Pucat bila ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali

Berbintik Sangat bintik nyeri yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat Putih, kering, hitam, coklat tua, hitam, merah Tidak sakit, sedikit sakit, rambut mudah lepas bila dicabut

Kering disertai kulit yang mengelupas. Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas. Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar, tidak pucat bila ditekan

2. Luas luka bakar Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu: 3. Berat ringannya luka bakar Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : 1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh. 2) Kedalaman luka bakar. 3) Anatomi lokasi luka bakar.

4) Umur klien. 5) Riwayat pengobatan yang lalu. 6) Trauma yang menyertai atau bersamaan. American college of surgeon membagi dalam: A. Parah critical: a) Tingkat II : 30% atau lebih. b) Tingkat III : 10% atau lebih. c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah. d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas. B. Sedang moderate: a) Tingkat II : 15 30% b) Tingkat III : 1 10% C. Ringan minor: a) Tingkat II : kurang 15% b) Tingkat III : kurang 1% F. Patofisilogi WOC terlampir (http://www.artanto.com) G. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997) Tingkatan hipovolemik (s/d Tingkatan diuretik (12 jam 48-72 jam pertama) 18/24 jam pertama Perubahan Hemodilusi Mekanisme Dampak dari Interstitial ke vaskuler Fungsi renal Aliran darah Oliguri Peningkatan Diuresis renal aliran darah berkurang renal karena karena desakan darah desakan darah meningkat turun dan CO berkurang Kadar Na+ direabsorb Defisit sodium Kehilangan Defisit sodium + sodium / si oleh ginjal, Na melalui natrium tapi diuresis kehilangan (normal + Na melalui kembali setelah eksudat dan 1 minggu) tertahan dalam cairan edema Kadar K+ dilepas Hiperkalemi K+ bergerak Hipokalemi

potassium

sebagai akibat cidera jaringan sel sel darah merah, K+berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang Kadar Kehilangan protein protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas Keseimbang Katabolisme an nitrogen jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan Keseimbang Metabolisme an asam basa anaerob karena perfusi jaringan berkurang, peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir

kembali dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar)

Hipoproteinem ia

Keseimbangan Katabolisme nitrogen jaringan, negatif kehilangan protein, immobilitas

Keseimbangan nitrogen negatif

Asidosis metabolik

Kehilangan Asidosis sodium metabolik bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolis me disertai peningkatan produk akhir metabolisme

Aliran darah renal berkurang

bakar Tidak terjadi pada hari hari pertama Lambung Rangsangan Akut dilatasi central di dan paralise hipotalamus usus dan peningkatan jumlah cortison Jantung MDF Disfungsi Peningkatan zat meningkat 2x jantung MDF (Miokard lipat, Depresant merupakan Factor) sampai glikoprotein 26 unit, yang toxic bertanggung yang jawab terhadap dihasilkan syok septic oleh kulit yang terbakar H. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997) A. Luka bakar grade II : 1) Dewasa > 20% 2) Anak/orang tua > 15% B. Luka bakar grade III C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll. I. Penatalaksanaan (Long, Barbara C, 1996)

Eritrosit

tertahan), kehilangan bikarbonas serum Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri

Stres luka

karena

Luka termal

Hemokonsentra si Peningkatan jumlah cortison

CO menurun

A. Resusitasi A, B, C. 1) Pernafasan a) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi. b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas. 2) Sirkulasi: Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal. B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka. C. Resusitasi cairan Baxter. Dewasa : Baxter. RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal: RL : Dextran = 17 : 3 2 cc x BB x % LB. Kebutuhan faal: < 1 tahun : BB x 100 cc 1 3 tahun : BB x 75 cc 3 5 tahun : BB x 50 cc diberikan 8 jam pertama diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua: Dewasa : Dextran 500 2000 + D5% / albumin. ( 3-x) x 80 x BB gr/hr 100 (Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt. Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal. D. Monitor urine dan CVP. E. Topikal dan tutup luka - Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik. - Tulle. - Silver sulfadiazin tebal. - Tutup kassa tebal. - Evaluasi 5 7 hari, kecuali balutan kotor. F. Obat obatan: o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian. o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur. o Analgetik : kuat (morfin, petidine)

o Antasida : kalau perlu DAFTAR PUSTAKA Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. PT EGC. Jakarta. Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta. Anonim. (2009). Kumpulan Artikel Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar (Combustio). (Online) http://www.artanto.com. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN INTOKSIKASI INSEKTISIDA (IFO) A. Pengertian Intoksikasi (keracunan) adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia. Termasuk peptisida ini adalah insektisida. Ada dua macam insektisida yang paling banyak digunakan dalam pertanian adalah : 1. insektisida hidrokarbo khlorin (IHK = chlorinated hydrocarbon) 2. insektisida fosfat organic (IFO = organo phosphate insecticide). Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat - sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini menembus kulit yang normal (intact), juga dapat diserap di paru dan saluran makanan, namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK. Macam macam IFO adalah Malathion (Tolly), Paraathion, Diazinon, Basudin, Paraoxon dan lain lain. IFO sebenarnya dibagi 2 macam yaitu IFO murni dan golongan carbamate. Salah satu contoh golongan carbamate adalah baygon. B. Patogenesis

1. 2. 3. C.

IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetilkolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis Akh dengan jalan mengadakan ikatan Akh- KhE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi racun lebih tinggi ikatan IFO KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan AKh di tempat tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejala rangsangan AKh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP). Pada keracunan IFO, ikatan IFO KhE bersifat menetap (irreversible), sedangkan pada keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible). Secara farmakologis efek AKh dapat dibagi dalan 3 bagian, yaitu : Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus dan jantung. Nikotinik, terutama pada otot otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernapasan. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang kejang (konvulsi) sampai koma. Gambaran klinik Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivitas kelenjar ludah, keringat dan saluran pencernaan, serta kesukaran bernapas. Keracunan ringan : anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor lidah, kelopak mata, pupil miosis. Keracunan sedang : nausea, muntah muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis, fasikulasi otot dan bradikardi. Keracunan berat : diare, pupil pi point, reaksi cahaya negatif, sesak napas, sianosis, edema paru, inkontinensia urine dan feses, konvulsi, koma, blokade jantung, akhirnya meninggal.

D. Pemeriksaan . 1. Laboratorik. Pengukuran kadar KhE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagosis keracunan IFO akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal). Keracunan akut : ringan : 40 70 % sedang : 20 40 % berat : < 20 %. Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N. 2. Patologi Anatomi (PA)

Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ organ lain. E. 1. Penatalaksanaan Resusitasi Setelah jalan napas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernapasan dan nadi. Infus dextrose 5 % kecepatan 15 20 tts/mnt, napas buatan + oksigen, hisap lendir dalam saluran napas, hindari obat obat depresan saluran napas, kalau perlu respirator pada kegagalan napas berat. Hindar pernapasan buatan dari mulut ke mulut sebab racun organofosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernapasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag valve mask. Eliminasi Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 30 ml. Dapat diulan setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis (intestinal lavage), dengan pemberian laksans bila diduga racun telah sampai di usus halus dan tebal. Kumbah lambung (KL atau gastric lavage), pada penderita yang kesadaran yang menurun, atau pada mereka yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila KL dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis, katarsis dan KL sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang daari 4 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan KL sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pneumonia. Antidotum Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi AKh pada tempat penumpukan. Mula mula diberikan bolus iv 1 2,5 mg Dilanjutkan dengan 0,5 1 mg setiap 5 10 15 menit sampai timbul gejala gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris, dan psikosis). Kemudian interval diperpanjang setiap 15 30 60 menit, selanjutnya setiap 2 4 6 8 dan 12 jam Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 X 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernapasan akut yang sering fatal.

2.

3.

a. b.

c. d.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan napas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adaya gangguan asam basa, keadaan status jantung, status kesadaran. Riwayat kesehatan : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya. B. Masalah keperawatan Masalah keperawatan yang bisa timbul adalah tidak efektifnya pola napas, resiko tinggi kekurangan cairan tubuh, gangguan kesadaran, tidak efektifnya koping indicidu. Intervensi Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, mencegah penyerapan dan penawar racun (antidotum) yang meliputi resusitasi : air way, breathing dan circulation, eliminasi untuk menghambat absorbsi melalui pencernaan dengan cara kumbah lambung, emesis atau katartasis dan keramas rambut. Berikan antidotum sesuai pesanan dokter minimal 2 X 24 jam yaitu Atropin sulfat (SA). Perawatan suportif meliputi pertahankan agar pasien tidak sampai demam atau mengigil, monitor perubahan perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat, distress pernapasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian. Monitor tanda vital setiap 15 menit untuk beberapa jam dan laporkam perrubahannya segera kepada dokter. Catat tanda tanda seperti muntah, mual dan nyeri abdomen serta monitor semua muntah akan adanya darah. Observasi feses dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan. Jika pernapasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bias diperlukan. Jika keracunan sebagai suatu usaha untuk membunuh diri maka lakukan safety precautions. Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatris klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian, reaksi depresi, psikosis, neurosis, mental retardasi dan lain lain.

C.

SUMBER : 1. Lab./UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi,Surabaya

2.

Phipps, etc. (1991), Medical Surgical Nursing ; Cencept and Clinical Practice, 4th, Mosby Year Book, Toronto. Departemen Kesehatan RI, (2000), Resusistasi Jantung Paru Otak ; Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support), Jakarta. Emerton, D.M., (1989), Principles and Practice of Nursing, University of Queensland Press, Australia

3.

4.

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARUTATAN PADA KLIEN DENGAN EDEMA PARU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor , dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik. B. Rumusan Masalah Apakah yang dimaksud dengan respiratory distress syndrome ? Apa penyebab dari respiratory distress syndrome? Bagaimana manifestasi klinis dari respiratory distress syndrome? Bagaimana patofisiologi dari respiratory distress syndrome? Apa pemeriksaan penunjang untuk respiratory distress syndrome? Bagaimana komplikasi respiratory distress syndrome? Bagaimana penatalaksanaan respiratory distress syndrome ? 8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan respiratory distress syndrome? C. Tujuan Tujuan Umum Menjelaskan tentang RDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus RDS. Tujuan Khusus

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

A.

B. 1. a. 1) 2) 3) b.

c. 1) 2) d. 2. a. b.

Menjelaskan tentang respiratory distress syndrome. Menjelaskan tentang penyebab dari respiratory distress syndrome. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari respiratory distress syndrome. Menjelaskan tentang patofisiologi dari respiratory distress syndrome. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk respiratory distress syndrome. Menjelaskan tentang komplikasi respiratory distress syndrome. Menjelaskan tentang penatalaksanaan respiratory distress syndrome. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan respiratory distress syndrome. BAB II TINJAUAN TEORI DEFINISI Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular. (Elizabeth J Corwin, 2001) Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru. (Titin Suprihatin, 2000) ETIOLOGI Ketidak-seimbangan Starling Forces : Peningkatan tekanan kapiler paru : Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral). Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema). Penurunan tekanan onkotik plasma. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. Peningkatan tekanan negatif intersisial : Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral). Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma). Peningkatan tekanan onkotik intersisial. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome) Pneumonia (bakteri, virus, parasit). Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb).

c. d. e. f. g. h. i. j. 3. a. b. c. 4. a. b. c. d. e. f. g.

Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alphanaphthyl thiourea). Aspirasi asam lambung. Pneumonitis radiasi akut. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin). Disseminated Intravascular Coagulation. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks. Pankreatitis Perdarahan Akut. Insufisiensi Limfatik : Post Lung Transplant. Lymphangitic Carcinomatosis. Fibrosing Lymphangitis (silicosis). Tak diketahui/tak jelas High Altitude Pulmonary Edema. Neurogenic Pulmonary Edema. Narcotic overdose. Pulmonary embolism. Eclampsia f. Post Cardioversion. Post Anesthesia. Post Cardiopulmonary Bypass. C. PATOFISIOLOGI Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah). Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dindingdindig ini kehilangan integritasnya. Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya

udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air dalam paru-paru ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema. D. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini. 1. Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi. 2. Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja. 3. Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988). D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Elektrokardiografi

2. a. b. c. 3.

1. 2.

3. 4.

Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan, Laboratorium Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia. Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard. Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasuskasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya. F. PENATALAKSANAAN Posisi duduk. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari). 6. Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. 7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya. 8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard. 9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen. 10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi. 11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae. G. KOMPLIKASI Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak. H. PENCEGAHAN Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil. Pencegahan jangka panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebabsebab mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan. 5. BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Data umum: 1. Identitas : Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda 2. Riwayat Masuk

Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batukbatuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien 3. Riwayat Penyakit Dahulu Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien Pemeriksaan fisik Sistem Integumen Subyektif : Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan Sistem Pulmonal Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru. Sistem Cardiovaskuler Subyektif : sakit kepala Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan Sistem Neurosensori Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi Sistem Musculoskeletal Subyektif : lemah, cepat lelah Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan Sistem genitourinaria Subyektif : Obyektif : produksi urine menurun/normal. Sistem digestif Subyektif : mual, kadang muntah Obyektif : konsistensi feses normal/diare Pemeriksaan Laboratorium : Hb : menurun/normal

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

1.

2. 3. 1. 2. 3. 4.

1.

a. b. c. d. e. f. g. h. i. a. b.

c. d. e. f. g. h.

Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal. B. PRIORITAS MASALAH Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan. Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat. Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal. Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan selang endotrakeal. C. INTERVENSI KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan Tujuan : Jalan nafas dapat dipertahankan kebersihannya Kriteria : Suara nafas bersih, ronchii tidak terdengar pada seluruh lapang paru Rencana Tindakan Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar Monitor humidivier dan suhu ventilator Monitor status hidrasi klien Monitor ventilator tekanan dinamis Beri Lavase cairan garam faali sesuai indikasi Beri fisioterapi dada sesuai indikasi Beri bronkodilator Ubah posisi, lakukan postural drainage Rasional Monitor produksi secret Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernafasn dengan O2 100 % dan hiperinflasi dengan 1 kali VT menggunakan resusitasi manual atau ventilator. Auskultasi bunyi nafas setelah penghisapan Oksigen lembab merangasang pengenceran sekret. Suhu ideal 35-37,8OC Mencegah sekresi kental Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin menunjukkan adanya perlengketan jalan nafas Fasilitasi pembuangan sekret. Fasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret menuju bronkus utama. Fasilitasi pengeluaran sekret menuju bronkus utama.

2.

a. b. c. d. a. b. c. d. 3.

a. b. c. d. a. b. c. d. 4.

Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat Tujuan : Pertukaran gas jaringan paru optimal Kriteria : Gas Darah Arteri dalam keadaan normal Rencana Tindakan Periksa AGD 10-30 menit setelah pengesetan ventilator atau setelah adanya perubahan ventilator Monitor AGD atau oksimetri selama periode penyapihan Kaji apakah posisi tertentu menimbulkan ketidaknyamanan pernafasan Monitor tanda hipoksia dan hiperkapnea Rasional AGD diperiksa sebagai evaluasi status pertukaran gas; menunjukkan konsentrasi O2 & CO2 darah. Periode penyapihan rawan terhadap perubahan status oksigenasi. Dalam berbagai kondisi, ketidak-nyamanan dapat mempengaruhi klinis penderita. Hipoksia dan hiperkapnea ditandai adanya gelisah dan penurunan kesadaran, asidosis, hiperventilasi, diaporesis dan keluhan sesak meningkat. Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal Tujuan : Klien dan petugas kesehatan dapat berkomunikasi secara efektif selama pemasangan selang endotrakeal Kriteria : Klin dan perawat menentukan dan menggunakan metodayang tepat untuk berkomunikasi, tidak terjadi hambatan komunikasi berarti, menggunakan metode yang tepat Rencana Tindakan: Jelaskan lingkungan, semua prosedur, tujuan dan alat yang berhubungan dengan klien Berikan bel atau papan catatan serta alat tulis untuk momunikasi Ajukan pertanyaan tertutup Yakinkan pasien bahwa suara akan kembali bila endotrakela dilepas. Rasional Mengurangi kebingungan klien dan meminimalisasi adanya komunikasi yang sulit antara klien dan perawat Sebagai media komunikasi antara klien dan perawat Menghindari komunikasi tidak efektif Mengurangi kecemasan yang mungkin timbul akibat kehilangan suara Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan selang endotrakeal Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi nosokomial Kriteria : tidak terdapat tanda-tanda infeksi nosokomial

a. b. c. d. a. b. c. d.

Rencana Tindakan Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bau sputum tiap kali penghisapan Tampung spesimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi Pertahankan teknis steril selama penghisapan lender Ganti selang ventilator tiap 24 72 jam Rasional Infeksi traktus respiratorius dapat mengakibatkan sputum bertambah banyak, bau lebih menyengat, warna berubah lebih gelap Memastikan adanya kuman dalam sputum/jalan nafas Mengurangi resiko infeksi nosokomial Mengurangai resiko infeksi nosokomial DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC, Jakarta Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis, Philadelphia Mansjoer Arif:1999: Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I: Medi Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta Suprihatin, Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK Angkatan I, Universitas Airlangga, INTOKSIKASI NAPZA BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 1524 tahun. Bahkan anak sekolah dasar (SD) pun sekarang sudah menggunakan narkoba. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus pemakaian narkoba oleh pelaku dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007 berjumlah 12.305. Data ini begitu mengkhawatirkan karena seiring dengan meningkatnya kasus narkoba (khususnya di kalangan usia muda dan anak-anak, penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat dan mengancam. Penyebaran narkoba menjadi makin mudah karena anak SD juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok. Tidak jarang para pengedar narkoba menyusup zat-zat adiktif (zat yang menimbulkan efek kecanduan) ke dalam lintingan tembakaunya. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Promotif, Preventif, Terapi dan Rehabilitasi. Peran penting sektor kesehatan sering tidak disadari oleh petugas kesehatan itu sendiri, bahkan para pengambil keputusan, kecuali mereka yang berminat dibidang kesehatan jiwa, khususnya penyalahgunaan NAPZA. Bidang ini perlu dikembangkan secara lebih profesional, sehingga menjadi salah satu pilar yang

kokoh dari upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Kondisi diatas mengharuskan pula Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dapat berperan lebih proaktif dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di masyarakat.

1.2

Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui tentang kasus keracunan NAPZA (Overdosis) 1.2.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui tentang definisi NAPZA Untuk mengetahui tentang penyebab penyalahgunaan NAPZA Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis pengguna NAPZA Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan pada penyalahgunaan NAPZA Untuk mengetahui tentang definisi Overdosis Untuk mengetahui tentang penyebab Overdosis Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis Overdosis Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan pada Overdosis

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Definisi NAPZA Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika terdiri dari 3 golongan : 1. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Ganja. 2. Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin. 3. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein. Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika terdiri dari 4 golongan :

1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi, shabu, LSD 2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Amphetamine, metilfenidat atau ritalin 3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital, flunitrazepam 4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK, DUM ), bromazepam, fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, seperti pil BK, pil Koplo, Rohipnol, Dumolid, Mogadon Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi : 1. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman beralkohol : a. Golongan A : kadar etanol 1 5 % ( Bir ). b. Golongan B : kadar etanol 5 20 % ( Berbagai minuman anggur ) c. Golongan C : kadar etanol 20 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker ). 2. Jenis alkohol lain, Contoh: Metanol, terdapat pada: Spiritus, desinfektan, zat pelarut atau pembersih. Jika disalahgunakan, dapat berakibat fatal meskipun dalam konsentrasi rendah. 2. Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang

keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin. 3. Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya. 4. Kafein: merupakan zat stimulansia, dapat menimbulkan ketergantungan jika dikonsumsi melebihi 100 mg /hari atau lebih dari dua cangkir kopi, dapat menyebabkan ketergantungan psikologis. Minuman energi sering kali menambahkan kafein dalam komposisinya. Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan : 1. Golongan Depresan ( Downer ). Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakainya menjadi tenang dan bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan diri. Contohnya: Opioda ( Morfin, Heroin, Codein ), sedative ( penenang ), Hipnotik (obat tidur) dan Tranquilizer (anti cemas ). 2. Golongan Stimulan ( Upper ). Adalah jenis NAPZA yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini menbuat pemakainnya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Contoh: Amphetamine (Shabu, Ekstasi), Kokain. 3. Golongan Halusinogen. Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh persaan dapat terganggu. Contoh: Kanabis ( ganja ). Penyalahgunaan adalah : penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial. Ketergantungan adalah : keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus obat (withdrawal symptom).

Di dalam masyarakat NAPZA / NARKOBA yang sering disalahgunakan adalah : Opioda, terdapat 3 golongan besar : a. Opioda alamiah ( Opiat ) : Morfin, Opium, Codein. b. Opioda semisintetik : Heroin / putauw, Hidromorfin. c. Opioda sintetik : Metadon. Nama jalanan dari Putauw : ptw, black heroin, brown sugar. Heroin yang murni berbentuk bubuk putih, sedangkan yang tidak murni berwarna putih keabuan. Dihasilkan dari getah Opium poppy diolah menjadi morfin dengan proses tertentu dihasilkan putauw, yang kekuatannya 10 kali melebihi morfin. Sedangkan opioda sintetik mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin. Morfin, Codein, Methadon adalah zat yang digunakan oleh dokter sebagai penghilang sakit yang sangat kuat, misalnya pada operasi, penderita cancer. Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian menimbulkan perasaan ingin menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan pemakai akan kehilangan percaya diri hingga tak mempunyai keinginan untuk bersosialisasi. Pemakai akan membentuk dunianya sendiri, mereka merasa bahwa lingkungannya menjadi musuh. 2. Kokain : Kokain berupa kristal putih, rasanya sedikit pahit dan lebih mudah larut. Nama jalanan: koka, coke, happy dust, chalie, srepet, snow / salju. Cara pemakaiannya : membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau alas yang permukaannya datar kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot seperti sedotan atau dengan cara dibakar bersama dengan tembakau. Penggunaan dengan cara dihirup akan beresiko kering dan luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam. Efek pemakain kokain : pemakai akan merasa segar, kehilangan nafsu makan, menambah percaya diri, dan dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah. 3. Kanabis : Nama jalanan : cimeng, ganja, gelek, hasish, marijuana, grass, bhang. Berasal dari tanaman kanabis sativa atau kanabis indica. Cara penggunaan : dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok. Efek rasa dari kanabis tergolong cepat, pemakai cenderung merasa lebih santai, rasa gembira berlebihan ( euphoria ), sering berfantasi / menghayal, aktif berkomunikasi, selera makan tinggi, sensitive, kering pada mulut dan tenggorokan. 1.

4. Amphetamine : Nama jalanan : seed, meth, crystal, whiz. Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna putih dan keabuan dan juga tablet. Cara penggunaan : dengan cara dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet diminum dengan air. Ada 2 jenis Amphetamine : a. MDMA ( methylene dioxy methamphetamine )

Nama jalanan : Inex, xtc. Dikemas dalam bentuk tablet dan capsul. b. Metamphetamine ice Nama jalanan : SHABU, SS, ice. Cara penggunaan dibakar dengan mengunakan alumunium foil dan asapnya dihisap atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (boong). 4. LSD ( Lysergic Acid ) : Termasuk dalam golongan halusinogen. Nama jalanan : acid, trips, tabs, kertas. Bentuk : biasa didapatkan dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar. Ada juga yang berbentuk pil dan kapsul. Cara penggunaan : meletakkan LSD pada permukaan lidah, dan bereaksi setelah 30 60 menit kemudian, menghilang setelah 8 12 jam. Efek rasa : terjadi halusinasi tempat, warna, dan waktu sehingga timbul obsesi yang sangat indah dan bahkan menyeramkan dan lama lama menjadikan penggunaanya paranoid. 5. Sedatif Hipnotik (Benzodiazepin) : Termasuk golongan zat sedative ( obat penenang ) dan hipnotika ( obat tidur ). Nama jalanan : Benzodiazepin : BK, Dum, Lexo, MG, Rohyp. Cara pemakaian : dengan diminum, disuntikan, atau dimasukan lewat anus.

Digunakan di bidang medis untuk pengobatan pada pasien yang mengalami kecemasan, kejang, stress, serta sebagai obat tidur. 6. Solvent / Inhalasi : Adalah uap gas yang digunakan dengan cara dihirup. Contohnya : Aerosol, Lem, Isi korek api gas, Tiner, Cairan untuk dry cleaning, Uap bensin. Biasanya digunakan dengan cara coba coba oleh anak di bawah umur, pada golongan yang kurang mampu. Efek yang ditimbulkan : pusing, kepala berputar, halusinasi ringan, mual, muntah gangguan fungsi paru, jantung dan hati. 7. Alkohol : Merupakan zat psikoaktif yang sering digunakan manusia Diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi umbian yang mengahasilkan kadar alkohol tidak lebih dari 15 %, setelah itu dilakukan proses penyulingan sehingga dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi, bahkan 100 %. Nama jalanan : booze, drink. Efek yang ditimbulkan : euphoria, bahkan penurunan kesadaran

2.2

Penyebab Penyalahgunaan NAPZA Penyalahgunaan narkoba disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. 1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor internal yang dapat mempengaruhi seseorang menyalahgunakan narkoba, antara lain faktor keluarga, ekonomi dan kepribadian. a. Keluarga

Jika hubungan antar anggota keluarga kurang harmonis (broken home), dapat mengakibatkan seseorang mudah merasa putus asa dan frustasi. Sehingga orang tersebut mencari kompensasi di luar rumah dengan menjadi konsumen narkoba. Kurangnya perhatian dari anggota keluarga juga akan membuat seseorang merasa kesepian, dan tidak berguna, sehingga menjadi lebih suka untuk berteman dengan kelompok sebaya, yang mungkin saja mereka mengkonsumsi narkoba dan mempengaruhi untuk mencoba-coba. b. Ekonomi Sempitnya lapangan pekerjaan sering menimbulkan keinginan untuk menjadi pengedar narkoba. Dan sebaliknya, seseorang dengan ekonomi cukup mampu, tapi kurang mendapatkan perhatian dari keluarga, dapat menjadi pengguna narkoba. c. Kepribadian Kepribadian seseorang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku orang tersebut. Apabila kepribadian seseorang kurang baik, labil, dan mudah sekali dipengaruhi orang lain, maka akan lebih mudah untuk menjadi pengguna narkoba. Bagus tidaknya kepribadian seseorang, juga dipengaruhi oleh dasar pemahaman agama dan keyakinan seseorang, semakin taat seseorang beribadah, maka akan semakin sulit untuk menyalahgunakan narkoba. Berikut merupakan beberapa hal yang dapat menyeret seseorang yang kepribadiannya kurang kuat ke dalam narkoba: Adanya kepercayaan bahwa narkoba dapat mengatasi masalah/semua persoalan Harapan dapat memperolah kenikmatan dari efek narkoba yang ada untuk menghilangkan rasa sakit atau ketidaknyamanan yang dirasakan Merasa kurang/tidak percaya diri Bagi generasi muda, adanya tekanan kelompok sebaya untuk dapat diterima/diakui dalam kelompoknya Pada usia remaja, kemampuan mereka untuk menolak ajakan negatif dari teman umumnya masih rendah. Mereka kurang mampu menghindari ajakan tersebut, apalagi keinginan yang sangat kuat untuk mencoba hal baru

2.

Sebagai pernyataan sudah dewasa atau ikut zaman (mode) Coba-coba ingin tahu Faktor Eksternal Faktor eksternal cukup kuat mempengaruhi seseorang untuk menyalahgunakan narkoba. Faktor ini berasal dari luar seseorang, seperti faktor pergaulan dan sosial/masyarakat.

a. Pergaulan Salah memilih teman dapat berakibat fatal. Teman sebaya dapat memberikan pengaruh yang positif dan negatif. Pengaruh yang negatif dapat membawa seseorang menjadi pemakai narkoba. b. Sosial/masyarakat Sebagaimana faktor pergaulan, faktor sosial masyarakat juga memiliki peran penting menjadi penyebab penyalahgunaan narkoba. Lingkungan masyarakat yang baik, terkontrol dan memiliki organisasi yang baik akan dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba, sebaliknya jika seseorang yang tinggal di masyarakat yang sebagian besar bukan orang baik-baik, dapat membawa seseorang kepada penyalahgunaan narkoba.

2.3

Manifestasi Klinis Pengguna NAPZA Secara umum gejala-gejala pada pengguna NAPZA dapat diamati dengan terjadinya perubahan fisik, emosi dan perilaku.

1.

Fisik Berat badan turun drastis. Mata terlihat cekung dan merah, muka pucat, dan bibir kehitam-hitaman. Tangan penuh dengan bintik-bintik merah, seperti bekas gigitan nyamuk dan ada tanda bekas luka sayatan. Goresan dan perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan. Buang air besar dan kecil kurang lancar.

2. 3.

Sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas. Emosi Sangat sensitif dan cepat bosan. Bila ditegur atau dimarahi, dia malah menunjukkan sikap membangkang. Emosinya naik turun dan tidak ragu untuk memukul orang atau berbicara kasar terhadap anggota keluarga atau orang di sekitarnya. Nafsu makan tidak menentu. Perilaku Malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas rutinnya. Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga. Sering bertemu dengan orang yang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit dan pulang lewat tengah malam. Suka mencuri uang di rumah, sekolah ataupun tempat pekerjaan dan menggadaikan barang-barang berharga di rumah. Begitupun dengan barangbarang berharga miliknya, banyak yang hilang. Selalu kehabisan uang. Waktunya di rumah kerapkali dihabiskan di kamar tidur, kloset, gudang, ruang yang gelap, kamar mandi, atau tempat-tempat sepi lainnya. Takut air, jika terkena akan terasa sakit, karena itu mereka jadi malas mandi. Sering batuk-batuk dan pilek berkepanjangan, biasanya terjadi pada saat gejala putus zat. Sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba tampak manis bila ada maunya, seperti saat membutuhkan uang untuk beli obat. Sering berbohong dan ingkar janji dengan berbagai macam alasan. Bicara cedal atau pelo. Jalan sempoyongan

Mengalami jantung berdebar-debar. Sering menguap. Mengeluarkan air mata berlebihan. Mengeluarkan keringat berlebihan. Sering mengalami mimpi buruk. Mengalami nyeri kepala. Mengalami nyeri/ngilu sendi-sendi Gejala penyalahgunaan narkoba berdasarkan jenis narkoba yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. a.

Kelompok Narkotika Jenis Opiat Narkoba yang termasuk jenis opiat adalah opium, morfin, heroin dan kodein. Penyalahgunaan obat jenis ini ditandai dengan gejala-gejala berikut ini:

b.

Perasaan senang dan bahagia Acuh tak acuh (apatis) Malas bergerak Mengantuk Rasa mual Pupil mata mengecil sehingga pandangan menjadi kabur Gangguan perhatian dan daya ingat Nafas lemah Bicara cadel Jenis Koka Narkoba yang termasuk jenis koka adalah kokain dan papaverin.

Tanda-tanda penyalahgunaan koka sebagai berikut: c. Rasa senang berlebihan Semangat tinggi Pupil mata melebar Tekanan darah meningkat Jantung berdebar-debar Insomnia (sulit tidur) Kehilangan nafsu makan Agitasi psikomotor/gelisah Euforia/rasa gembira berlebihan Rasa harga diri meningkat Banyak bicara Kewaspadaan meningkat Kejang Berkeringat, tetapi merasa dingin Mual/muntah Mudah tersinggung sehingga mudah bertengkar dan berkelahi Jenis Ganja Ganja termasuk salah satu narkoba yang sudah cukup lama dikenal. Nama lain ganja adalah mariyuana. Tanda-tanda penyalahgunaan narkoba jenis ini sebagai berikut: Rasa senang dan bahagia Acuh tak acuh Mata merah

2. a.

Pengendalian diri kurang Konsentrasi melemah/menurun Selalu merasa mengantuk Selalu merasa malas, lemah dan santai Mengalami insomnia (sulit tidur) Tidak tahu apa yang harus dikerjakan Mengalami depresi Sulit mengendalikan diri dan hiperaktif Kelompok Psikotropika Golongan I (Jenis Halusinogen/Psikomimetika) Narkoba yang tergolong di dalam kelompok ini adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan khayalan, ilusi dan imajinasi. Contoh: DOM, Lisergid dan Psilosibin. Tanda-tanda penyalahgunaan obat-obatan ini sebagai berikut:

Terjadi ilusi dan halusinasi Kemampuan melihat dan mengingat menjadi berubah. Misalnya kepala orang terlihat sebagai bola atau sebaliknya, hewan yang dilihat jadi berubah bentuk dan lain sebagainya Hilangnya kesadaran diri Tertawa atau menangis tanpa sebab

b. Golongan II (Jenis Psikostimulan) Contoh narkoba jenis ini adalah amphetamin dan turunannya, termasuk ekstasi dan shabu-shabu, metamfetamin, fenitilin, amfepramon dan fenfluramin. Tanda-tanda penyalahgunaan narkoba jenis ini sebagai berikut: Terlalu waspada sampai timbul rasa curiga yang berlebihan Bergairah dan meraa senang

Pupil mata melebar Jantung berdebar dan tekanan darah meningkat Lesu, kurang nafsu makan dan insomnia (sulit tidur)

c. Golongan III dan IV (Jenis Antidepresant) Contoh narkoba jenis ini adalah fenobarbital, prazepan, nitrazepan, barbiturat, benzodiazepin, (pil nipam, BK dan mogadon) Tanda-tanda penyalahgunaan yang dialami pemakai narkoba jenis ini sebagai berikut: Kehilangan konsentrasi Banyak bicara serta bicaranya kacau dan cadel Tingkah laku kacau seperti orang mabuk dan jalan sempoyongan Wajah kemerahan Mudah marah Gangguan pemusatan perhatian

2.4

Penatalaksanaan pada Penyalahgunaan NAPZA Pertolongan pertama penderita dimandikan dengan air hangat, minum banyak, makan makanan bergizi dalam jumlah sedikit dan sering dan dialihkan perhatiannya dari narkoba. Bila tidak berhasil perlu pertolongan dokter. Upaya kuratif bagi pemakai narkoba secara lebih rinci dilaksanakan melalui beberapa tahapan berikut: 1. Detoksifikasi Detoksifikasi adalah proses menghilangkan racun (zat narkotika atau adiktif lain) dari tubuh dapat dilakukan secara medis dan nonmedis. Secara medis, terapi detoksifikasi dilakukan menggunakan berbagai macam cara. Cara pertama dengan melakukan pengurangan dosis secara bertahap dan mengurangi tingkat ketergantungan. Cara yang kedua dengan menggunakan antagonis morfin, yaitu

suatu senyawa yang dapat mempercepat proses neuroregulasi (pengaturan kerja saraf). Cara yang ketiga dengan penghentian total. Tetapi, cara yang ketiga ini cukup berbahaya untuk dilakukan karena penghentian total pemakaian obat akan dapat menimbulkan gejala putus obat (sakaw) sehingga pada cara ini perlu diberi terapi untuk menghilangkan gejala-gejala yang timbul. Detoksifikasi bisa dilakukan dengan berobat jalan atau dirawat di rumah sakit. Biasanya proses detoksifikasi dilakukan terus menerus selama satu sampai tiga minggu, hingga hasil tes urin menjadi negatif dari zat adiktif. Detoksifikasi nonmedis yang sering dilakukan adalah dengan cara-cara yang kurang manusiawi, seperti disiram air dingin, dipasung dan lain sebagainya. 2. Rehabilitasi Setelah menjalani detoksifikasi hingga tuntas (tes urin sudah negatif), tubuh secara fisik memang tidak ketagihan lagi. Namun secara psikis, pada bekas pemakai narkoba biasanya sering timbul keinginan terhadap zat tersebut yang terus membuntuti alam pikiran dan perasaannya. Sehingga sangat rentan dan sangat besar kemungkinan kembali mencandu dan terjerumus lagi.Untuk itu setelah detoksifikasi perlu juga dilakukan proteksi lingkungan dan pergaulan yang bebas dari lingkungan pecandu, misalnya dengan memasukkan mantan pecandu ke pusat rehabilitasi. Rehabilitasi dilakukan agar pasien yang telah menempuh proses pengobatan, dapat kembali ke dalam kondisi seperti semula. Rehabilitasi atau pemulihan ini mencakup rehabilitasi secara fisik dan mental/psikis serta rehabilitasi secara sosial seperti memperbaiki hubungan dengan keluarga, teman-teman dan orang-orang lain di lingkungan sekitar.

2.5

Definisi Overdosis Overdosis (OD) atau kelebihan dosis terjadi apabila tubuh mengabsorbsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya (lethal doses). Biasanya, hal ini terjadi akibat adanya proses toleransi tubuh terhadap obat yang terjadi terus menerus, baik yang digunakan oleh para pemula maupun para pemakai yang kronis.

2.6

Penyebab Overdosis

Penyebab overdosis / intoksikasi bermacam macam, yaitu pemakaian yang berlebihan setelah berhenti menggunakan narkoba karena dipenjara, dirawat detoksifikasi, rehabilitasi, bisa juga karena pemakaian napza dicampur dengan jenis napza yang lain dan masih banyak lagi.Overdosis sering terjadi pada penggunaan NARKOBA golongan narkotik bersamaan dengan alkohol dan obat tidur/anti depresan, misalnya golongan barbiturat luminal, valium, xanax, mogadon/BK, dan lain-lain. Bahkan ada yang over dosis karena tidak merasakan efek dari napza yang digunakan, sehingga karena tidak merasakan efek yang diharapkan penggunanya menambah takaran dosisnya bahkan sampai dosis lethal ( berbahaya menyebakan kematian )

2.7

Manifestasi Klinis Overdosis Gejala overdosis berdasarkan jenis narkoba yang dikonsumsi sebagai berikut:

1.

Kelompok Narkotika a. Jenis Opiat Narkoba yang termasuk jenis opiat adalah opium, morfin, heroin dan kodein. Overdosis obat jenis ini ditandai dengan gejala-gejala berikut ini:

Nafas tersengal-sengal Kulit lembab Pupil mata melebar Tertawa tidak wajar Koma sampai meninggal dunia

b. Jenis Koka Narkoba yang termasuk jenis koka adalah kokain dan papaverin. Gejala overdosis koka sebagai berikut: Perdarahan pada otak

Penyumbatan pembuluh darah Mata bergerak tidak terkendali (Nystagmus horizontal) Perasaan labil dan selalu berubah-ubah (Distonia) Suhu badan naik (demam) Tertawa tidak wajar Muncul ilusi dan halusinasi serta sering berkhayal Gelisah dan cemas Dalam kondisi parah dapat meninggal dunia

c. Jenis Ganja Ganja termasuk salah satu narkoba yang sudah cukup lama dikenal. Nama lain ganja adalah mariyuana. Gejala overdosis narkoba jenis ini sebagai berikut: 2. Kemampuan otak melemah Rasa letih yang berlebihan Takut yang berlebihan dan tidak terkendali Bisa terjadi gangguan kejiwaan (schizoprenia) Organ reproduksi kurang berfungsi dengan baik Kelompok Psikotropika a. Golongan I (Jenis Halusinogen/Psikomimetika) Narkoba yang tergolong di dalam kelompok ini adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan khayalan, ilusi dan imajinasi. Contoh: DOM, Lisergid dan Psilosibin. Gejala overdosis obat-obatan ini sebagai berikut: Berkhayal (schizoprenia) (terjadi gangguan jiwa/gila)

Koma (tidak sadarkan diri), sampai meninggal dunia

b. Golongan II (Jenis Psikostimulan) Contoh narkoba jenis ini adalah amphetamin dan turunannya, termasuk ekstasi dan shabu-shabu, metamfetamin, fenitilin, amfepramon dan fenfluramin. Gejala overdosis narkoba jenis ini sebagai berikut: Gelisah dan cemas Demam Timbul ilusi dan khayalan Tertawa tidak wajar Dalam kondisi parah dapat meninggal dunia

c. Golongan III dan IV (Jenis Antidepresant) Contoh narkoba jenis ini adalah fenobarbital, prazepan, nitrazepan, barbiturat, benzodiazepin, (pil nipam, BK dan mogadon) Gejala overdosis yang dialami pemakai narkoba jenis ini sebagai berikut: Jantung berdebar, denyut nadi cepat, dan melemah Nafas tersengal-sengal Pupil mata melebar Koma, sampai meninggal dunia

Ciri-ciri korban Overdosis: Tidak ada respon Tidur mendengkur Bibir dan kuku membiru

Tubuh dingin dan kulit lembab Kejang-kejang Gejala klinis pada kegawatdaruratan yang muncul akibat Overdosis adalah sebagai berikut:

Penurunan kesadaran Frekuensi pernafasan < 12 kali/menit Pupil miosis (sering kali pin point) Adanya riwayat pemakaian morfin/ heroin/ terdapat tanda bekas jarum suntik (needle track sign)

2.8

Penatalaksanaan pada Overdosis Prosedur Penanganan Overdosis Opiat Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit. Sekitar 70% pengguna narkoba menggunakan suntikkan sebagai alat/media (Intravena Drug User/ IDU). 2% pengguna narkoba dengan suntikan meninggal setiap tahunnya karena mengalami overdosis atau terinfeksi penyakit berbahaya. 2. a. 1. Pertolongan pertama: Baringkan penderita di tempat tidur dan angkat dagunya. Tekan hidungnya dengan jari. Tiup napas bantuan sebanyak dua kali secara perlahan. Pastikan dadanya bergerak naik turun. Goyangkan badannya untuk mendapatkan respon. Bila tidak ada respon, bawa penderita ke rumah sakit terdekat. Jangan panik dan jangan menunda waktu. Tindakan yang dapat dilakukan pada kegawatdaruratan: Penanganan Kegawatan Bebaskan jalan nafas

b.

Berikan oksigen 100% sesuai kebutuhan Pasang infus D5% emergensi atau NaCl 0,9%; cairan koloid bila diperlukan Pemberian Antidotum Nalokson. Tanpa hipoventilasi : Dosis awal diberikan 0,4 mgiv Dengan hipoventilasi : Dosis awal diberikan 1-2 mgiv Bila tidak ada respon dalam 5 menit, diberikan nalokson 1-2 mgiv hingga timbul respon perbaikan kesadaran dan hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil, atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. Bila tidak ada respon lapor konsulen ke Tim Narkoba. Efek nalokson akan berkurang 20 - 40 menit dan pasien dapat jatuh dalam keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda-tanda penurunan kesadaran, pernapasan dan perubahan pada pupil serta tanda vital lainnya selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500cc D5% atau NaCl 0,9% diberikan dalam 4 - 6 Jam Simpan sampel urin dan lakukan foto toraks Pertimbangan pemasangan ETT (endotracheal tube) bila penanganan dengan pemberian nalokson lebih dari 3 jam masih terjadi hal-hal sebagai berikut: Pernapasan tidak adekuat Oksigenasi kurang meski ventilasi cukup Hipoventilasi menetap setelah pemberian nalokson ke-2 Pasien dipuasakan selama 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pirolik Pasien dirawat dan dikonsultasikan ke Tim Narkoba Bagian Ilmu Penyakit Dalam untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi. Dalam menjalankan semua tindakan, harus tetap diperhatikan prinsip-prinsip kewaspadaan universal oleh karena tingginya angka prevalensi hepatitis C dan HIV/AIDS. Dianjurkan setiap IGD mempunyai persediaan 5 ampul nalokson untuk tindakan segera.

c. d. e.

BAB III KESIMPULAN dan SARAN

3.1

Kesimpulan Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. Overdosis (OD) atau kelebihan dosis terjadi apabila tubuh mengabsorbsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya (lethal doses). Penyalahgunaan narkoba disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor internal (keluarga, ekonomi, kepribadian) maupun eksternal (pergaulan, sosial/masyarakat). Sedangkan penyebab overdosis adalah pemakaian yang berlebihan setelah berhenti menggunakan narkoba, karena pemakaian napza dicampur dengan jenis napza yang lain, penggunaan NARKOBA golongan narkotik bersamaan dengan alkohol dan obat tidur/anti depresan, misalnya golongan barbiturat luminal, valium, xanax, mogadon/BK, dan lain-lain. Secara umum gejala-gejala pada pengguna NAPZA dapat diamati dengan terjadinya perubahan fisik, emosi dan perilaku. Namun ada pula tanda-tanda yang diperlihatkan sesuai dengan narkoba yang dikonsumsi oleh pengguna, sedangkan gejala overdosis dapat juga diketahui menurut narkoba yang digunakan. Pada dasarnya penatalaksanaan pada pengguna Napza adalah dengan detoksifikasi dan rehabilitasi, sedangkan pada overdosis, harus dibawa ke RS jika pertolongan pertama tidak berhasil dilakukan.

3.2

Saran Kita sebagai petugas kesehatan harus berusaha untuk mencegah penyebaran narkoba di masyarakat.

Sebagai perawat seharusnya kita meningkatkan ilmu pengetahuan agar dapat menurunkan angka kematian akibat narkoba. DAFTAR PUSTAKA

Handoyo, Ida Listyarini. 2004. NARKOBA Perlukah Mengenalnya?. PT.Pakar Raya. Yogyakarta http://gilar-remaja.webnode.com/news/mengenal-jenis-dan-faktor-penyebabpenyalahgunaan -napza/ http://korananakindonesia.wordpress.com/2009/11/18/masalah-narkoba-pada-anakdan-remaja/ http://zenc.wordpress.com/2007/06/13/napza-narkotika-psikotropika-dan-zat-aditif/ http://ictjogja.net/kesehatan/D2_3.htm http://www.mediaindonesia.com/webtorial/ycab_old/?ar_id=NDk5 Asuhan Keperawatan pada Intoksikasi 2.1 Definisi Intoksikasi bahan kimia adalah suatu kondisi keracunan akibat masuknya bahan kimia tertentu ke dalam tubuh yang menyebabkan timbulnya kelainan pada tubuh. (Akatsuki, 2010). Intoksikasi obat dapat timbul akut atau kronis. Dapat terjadi akibat bunuh dini ( tentamen suicide ) atau pembunuhan ( homicide ), maupun kecelakaan tidak sengaja (accidental ). Pada orang dewasa keracunan obat umumnya akibat usaha bunuh diri, kebanyakandilakukan oleh wanita muda ( usia 10 30 tahun ). Sedang pada anak-anak kebanyakan karena kecelakaan 2.2 Klasifikasi 1. Mencerna (menelan) racun Tindakan yang dilakukan adalah menghilangkan atau menginaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk memelihara system organ vital, menggunakan antidote spesifik untuk

menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorbsi. 2. Keracunan melalui inhalasi 3. Keracunan makanan Keracunan makanan adalah penyakit yang tiba-tiba dan mengejutkan yang dapat terjadi setelah menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi 4. Gigitan ular Bisa (racun) ular terdiri dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Sisitem multiorgan, terutama neurologic, kardiovaskuler, sisitem pernapasan mungkin terpengaruh. 5. Sengatan serangga Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal, malaise, ansietas, sampai edema laring, bronkhospasme berat, syok dan kematian. Umumnya waktu yang lebihpendek diantara sengatan dan kejadian dari gejala yang berat merupakan prognosis yang paling buruk. Anatomi dan Fisiologi Sistem Digestivus

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. ORIS

Cavum oris (rongga mulut) Farink (tekak) Oesofagus (kerongkongan) Gaster (lambung) Intestinum tinue (usus halus) Intestinum crasum (usus besar) Anus

Philtrum: cekungan yang terletak di tengah di bibir atas Labium superior: bibir atas Labium inferior: bibir bawah Rima oris: garis yang terbentuk pada tautan bibir atas dan bibir bawah

CAVUM ORIS

Palatum durum (langit-langit keras, terbuat dari tulang) Palatum molle (langit-langit lunak, terbuat dari membran)

Uvula (Jawa: intil-intil) Arcus palatofaringius anterior: lengkung yang membatasi antara palatum dan farink, bagian depan Arcus palatofaringius posterior: lengkung yang membatasi antara palatum dan farink, bagian belakang Tonsila palatine (amandel) Lingua (lidah) Dents (gigi)

DENTS

Dents dibagi menjadi empat kuadran: superior dextra, superior sinistra, inferior dextra dan inferior sinistra Dents diberi nomor mulai dari depan ke belakang, nomor 1 s/d 8 Dents permanent: gigi sulung, jumlahnya 32 buah Dents deciduas: gigi susu, jumlahnya 20 buah (tidak ada geraham besarmolar) Dents insicivus: gigi seri, nomor 1 dan 2 Dents caninus: gigi taring, nomor 3 Dents premolar: gigi geraham kecil, nomor 4, 5 dan 6 Dents molar: gigi geraham besar, nomor 7 dan 8

GLANDULA SALIVATORIUS

Glandula salivatorius: kelenjar ludah, terdiri 3 kelenjar

1. Glandula parotis: paling besar, terletak di bagian depan bawah telinga, jika infeksi menimbulkan penyakit parotitis (gondongen) 2. Glandula sublingualis: terletak di bawah lidah 3. Glandula submandibularis: terletak di bawah tulang rahang bawah (os mandibula) LINGUA

Permukaan lidah kasar karena ada tonjolan-tonjolan yang tersebar di permukaan lidah, tonjolan ini merupakan tempat receptor gustatorius, tonjolan ini disebut: papilla lingualis, diberi nama berdasarkan bertuknya: a. Papilla lingualis sircumvalata: berbentuk bundar seperti sircuit b. Papilla lingualis fungiformis: berbentuk seperti jamur

c. Papilla lingualis filiformis: mempunyai fili d. Tonsila lingualis: tonsil duduk OESOFAGUS

Merupakan saluran yang menghubungkan farink dan gaster Terdapat 3 tempat penyempitan di oesofagus a. Atas: selalu menutup, karena ada sfinkter oesofagus superior b. Tengah: pada percabangan bronkus c. Bawah: selalu menutup, karena ada sfinkter oesofagus inferior

GASTER

Lambung merupakan tempat penyimpanan makanan, bagian dari lambung: Kardia: tempat pertemuan antara gaster dan esofagus Fundus: bagian dari lambung yang berbentuk seperti kubah (bagian atas) Corpus: badan lambung Pilorus: bagian ujung (ekor) lambung Kurvatura major: lengkung lambung yang panjang Kurvatura minor: lengkung lambung yang pendek Antrum piloricum: ruangan dalam pilorus Pada kardia terdapat sfinkter oesofagus inferior berfungsi mencegah refluk makanan ke oesofagus Pada antrum pilorikum terdapat Sfinkter pilorikum yang berfungsi mengatur makanan ke duodenum (satu porsi akan habis selama 6 jam) Plika gastrika merupakan lapisan mucosa bagian dalam lambung yang berfungsisebagai kelenjar yang menghasilkan getah lambung

PLIKA GASTRIKA

Plika gastrika merupakan lipatan mukosa pada ruang dalam gaster yang berfungsi sebagai kelenjar dan menghasilakan getah lambung Lapisan Lambung: terdiri 3 lapisan

1. Tunica mucosa 2. Tunica submucosa 3. Tunica muscularis (otot)

M. sircularis (internal) berfungsi untuk gerak menyempit M. longitudinal (eksternal) berfungsi untuk gerak memendek INTESTINUM TINUE Usus halus dibagi 3 bagian 1. Duodenum 2. Jejunum 3. Ilium

Secara anatomis ketiganya sama, bedanya hanya ada pada besarnya lumen, makin kebawah makin besar, dan setiap tambah besar diberi nama berbeda, secara fisiologis ketiganya mempunyai fungsi yang sama

SALURAN EMPEDU DAN PANKREAS

Empedu Dan pancreas menghasilkan getah yang dialirkan kedalam duodenum, salurannya adalah sbb:

1. Ductus hepaticus sinistra (saluran hati kiri) 2. Ductus hepaticus dextra (saluran hati kanan) 3. Ductus hepaticus communis (saluran gabungan antara ductus hepaticus dextra dan sinistra) 4. Ductus sisticus (saluran empedu) 5. Ductus choleducus (saluran gabungan antara ductus sisticus dan ductus hepaticus communis) 6. Vesica biliaris/felea (kandung empedu) 7. Ductus pancreaticus (saluran pancreas) 8. Ampula vateri (pertemuan antara ductus choleducus dan ductus pankreaticus)

9. Papilla vateri (tonjolan ampula Vateri, tempat bermuaranya getah empedu dan pancreas kedalam duodenum

Duodenum (usus dua belas jari)

INTESTINUM CRASUM

Intestinum crasum atau colon hdala usus besar, permukaannya bergelombang yang disebut Haustra, bagian dari usus besar hdala:

1. Caecum: bagian colon yang terletak dibawah ileum, didalam cecum terdapat appendix vermicularis (usus buntu) 2. Colon ascenden: bagian colon yang naik keatas, diatas ileum 3. Colon transversum: bagian colon yang berjalan mendatar 4. Colon descenden: bagian colon yang berjalan menurun, terletak disebelah kiri 5. Colon sigmoid: bagian colon yang berbelok, membentuk huruf s (sigmoid) 6. Rectum; bagian terakhir dari colon yang terletak pada ujung coclon sebelum anus 7. Anus: merupakan pintu keluar dari colon

Permukaan colon yang menggembung disebut haustra, serta ada bentukan seperticacing pada permukaan colon yang disebut: taenia coli, ini merupakan kumpulan otot colon longitudinal (tidak semua permukaan colon ada otot tsb, hanya ada di tiga tempat) Sepanjang taenia coli terdapat tonjolan jaringan yang disebut: appendix epiploika Tempat pertemuan antara ileum dan colon, terdapat sfinkter yang disebut: sfinkter ileosecal, yang berfungsi mencegah refluk sisa makanan yang sudah masuk colon kembali ke ileum

ANUS

Anus merupakan pintu keluar dari colon, anus selalu tertutup karena dijaga oleh dua sfinkter, yaitu:

1. Sfinkter ani internum, yang terletak sebelah dalam, sifatnya involunter (tidak sadar, artinya diluar kendali otak) dan membuka secara reflek, jika ada feses masuk rectum, terjadi reflek defekasi 2. Sfinkter ani eksternum, yang terletak disebelah luar sfinkter ani internum, sifatnya volunter (sadar, artinya gerakannya atas perintah otak) 2.3 Etiologi Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan wujudnya, zat yang dapat menyebabkan keracunan antara lain : zat padat (obat-obatan, makanan), zat gas (CO2), dan zat cair (alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, pestisida, bisa/ racun hewan) Racun racun tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara, diantaranya : 1. Melalui kulit 2. Melalui jalan napas (inhalasi) 3. Melalui saluran pencernaan (mulut) 4. Melalui suntikan 5. Melalui mata (kontaminasi maata) 2.4 Manifestasi Klinis Penilaian keadaan klinis yang paling awal adalah status kesadaran. Alat ukur yang paling sering digunakan adalah GCS (Glasgow Coma Scale). Apabila pasien tidak sadar dan tidak ada keterangan apapun, maka diagnosis keracunan dapat dilakukan pereksklusionam dan semua penyebab penurunan kesdaran seperti meningoensefalitis, trauma, perdarahan subaraknoid/ intrakranial, subdural/ ekstradural haematom, hipoglikemia, diabetik ketoasidosis, uremia, ensefalopati.

Penemuan klinis seperti ukuran pupil mata, frekuensi napas dan denyut nadi mungkin dapat membantu penegakan diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran. Tanda dan Gejala Yang paling menonjol adalah kelainan visus,hiperaktifitas kelenjar ludah,keringat dan ggn saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas. Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada lidah,kelopak mata,pupil miosis.Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan bradikardi. Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif ,sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi,koma, blokade jantung akhirnya meninggal. 2.5 Patofisiologi IFO bekerja dengan cara menghabat (inaktivasi) enzim asetikolinesterase tubuh (KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh KhE yang bersifat inaktif.Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejal;a ransangan Akh yang berlebihan ,yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP). Pada keracunan IFO ,ikatan Ikatan IFO KhE bersifat menetap (ireversibel) ,sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible).Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan : 1. Muskarini,terutama pada saluran keringat,pupil,bronkus dan jantung. pencernaan,kelenjar ludah dan

2. Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola mata,lidah,kelopak mata dan otot pernafasan.

3. SSP, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang-kejang (Konvulsi) sampai koma. 2.7 Patoflow IFO

( inaktivasi ) enzim asetikolinesterase tubuh (KhE).

Penumpukan Akh (arakhnoid) ditempat-tempat tertentu,

sehingga timbul gejala-gejala ransangan Akh yang berlebihan

efek muscarinik, nikotinik depresi SSP

Muskarini Nikotinik

Efek pada saluran pencernaan Efek pada otot-otot skeletal

kelenjar ludah dan keringat bola mata, lidah pupil, bronkus dan jantung kelopak mata dan otot pernafasan Mual muntah

menimbulkan nyeri kepala Intoleransi aktivitas Gangguan pemenuhan nutrisi

perubahan emosi

Cidera fisik kejang-kejang (Konvulsi)

koma 2.8 Pemeriksaan Diagnostik Analisis toksikologi harus dilakukan sedini mungkin, hal ini selain dapat membantu penegakan diagnosis juga berguna untuk kepentingan penyidikan polisi pada kasusu kejahatan. Sampel yang dikirim ke laboratorium adalah 50 ml urin, 10 ml serum, bahan muntahan dan feses. 1. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhilasi atau adanya dugaan perforasi lambung. 2. Laboratorium klinik Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama analisis gas darah. Beberapa gangguan gas darah dapat membantu penegakan diagnosis penyebab keracunan. Pemeriksaan fingsi hati, ginjal dan sedimen urin harus pula dilakukan karena selain berguna untuk mengetahui dampak keracunan juga dapat dijadiakan sebagai dasar diagnosis penyebab keracunan seperti keracunan parasetamol atau makanan yang mengandung asam jengkol. 1. Pemeriksaan EKG Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol, disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi timbulnya aritmia pada keracunan adalah keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantunmg iskemik. 2.9 Penatalaksanaan Medis 1. Stabilisasi

Penatalaksanaan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan resusitasi kardiopulmoner yang dilakukan dengan cepat dan tepat berupa pembebasan jalan napas, perbaikan fungsi pernapasan, dan perbaikan sistem sirkulasi darah. 2. Dekontaminasi Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. 3. Dekontaminasi pulmonal Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas dan berikan oksigen lembab 100% dan jika perlu beri ventilator. 4. Dekontaminasi mata Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun yaitu posisi kepala pasiem ditengadahkan dan miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah hilang. 5. Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku) Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu dan aksesorisd lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang kedap air dan tutup rapat, cuci bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan lembut. 6. Dekopntaminasi gastrointestinal Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi kambung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bvahan toksik 7. Eliminasi

Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam 8. Antidotum Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial sangat sedikit jumlahnya 2.10 Penatalaksanaan Keperawatan A. Pengkajian Pengkajian. Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam basa,keadaan status jantung,status kesadran. Riwayat kesadaran : riwayat keracunan,bahan racun yang digunakan,berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan kegiatan meliputi : A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai control servikal. B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekwat. C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan. D: Disability, mengecek status neurologis E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita, tapi cegah hipotermia.

Survei primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam nyawa pasien. Survei primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik). Apabila teridentifikasi henti nafas dan henti jantung maka resusitasi harus segera dilakukan. Apabila menemukan pasien dalam keadaan tidak sadar maka pertama kali amankan lingkungan pasien atau bila memungkinkan pindahkan pasien ke tempat yang aman. Selanjutnya posisikan pasien ke dalam posisi netral (terlentang) untuk memudahkan pertolongan.

Penilaian airway dan breathing dapat dilakukan dengan satu gerakan dalam waktu yang singkat dengan metode LLF (look, listen dan feel).

AIRWAY Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji kelancaran nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer dengan paru-paru. Jalan nafas seringkali mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan tulang akibat fraktur pada wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke belakang. Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol servikal, barangkali terjadi trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk membebaskan jalan nafas adalah dengan melakukan manuver head tilt dan chin lift seperti pada gambar di bawah ini :

Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah : - sianosis (mencerminkan hipoksemia) - retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas) - pernafasan cuping hidung - bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas) - tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas atau henti nafas)

BREATHING Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara adekwat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran gas, terutama masuknya oksigen yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi mencerminkan fungsi paru, dinding dada dan diafragma. Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi : - pergerakan dada - adanya bunyi nafas - adanya hembusan/aliran udara

CIRCULATION Sirkulasi yang adekwat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan pembuangan karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi tergantung dari fungsi sistem kardiovaskuler. Status hemodinamik dapat dilihat dari : - tingkat kesadaran - nadi - warna kulit dan Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri karotis arteri femoral.

B. Masalah keperawatan. Yang mungkin timbul adalah : 1. Tidak efektifnya pola nafas 2. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh. 3. Gangguan kesadaran 4. Tidak efektifnya koping individu. 5. C. Intervensi 1. Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun (antidotum) yang meliputi resusitasi, : Air way, breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah lambung,emesis, atau katarsis dan kerammas rambut. Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu pemberian SA. 2. Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak samapi demamatau mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian. Monitir vital sign setiap 15 menit untuk bebrapa jam dan laporkan perubahan segera kepada dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen serta monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter.

3. Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa diperlukan. 2. Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan safety precautions . Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian,reaksi depresi,psikosis .neurosis, mental retardasi dan lainlain. DIAGNOSA I 3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas a. Definisi: ketidakmampuan utk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna empertahankan jalan napas yg bersih b. Batasan karakteristik 1) Bunyi napas tambahan (contoh: ronki basah halus,ronki basah kasar) 2) Perubahan irama dan frekuensi pernpasan 3) Tidak mampu/tidak efektifnya batuk 4) Sianosis 5) Sulit bersuara 6) Penurunan bunyi napas 7) Gelisah c. Faktor yang berubungan 1. Obstruksi jalan napas: spasme jalan napas, pengumpulan sekresi, mukus berlebih, adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing, sekresi pada bronki dan eksudat pada alveoli. 2. Fisiologi: disfungsi neuromuskuler, hiperplasia dinding bronkial, PPOK, infeksi, asma, alergi jalan napas dan trauma. d. NOC 1) Status pernapasan: pertukaran gas: SaO2 dalam batas normal, mudah bernapas, tidak ada dispnea/sianosis/gelisah, temuan sinar X dada dalam rentang yang diharapkan, pertukaran CO2 atau O2 alveolar untuk memertahankan konsentrasi gas darah arteri. 2) Ventilasi: pergerakan udara masuk dan keluar paru Contoh penulisan tujuan berdasar Nursing Outcome Classification: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam, pasien akan: 1) Mempunyai jalan napas paten

2) Dapat mengeluarkan sekret secara efektif 3) Irama dan frekuensi napas dalam rentang normal 4) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal 5) Mampu mendiskripsikan rencana untuk perawatan di rumah e. NIC prioritas 1) Pengelolaan jalan napas: fasilitas untuk kepatenan jalan udara 2) Pengisapan jalan napas: memindahkan sekresi jalan napas dengan memasukkan sebuah kateter penghisap ke dalam jalan napas oral dan atau trakea. AKTIVITAS: 1) Kaji dan dokumentasikan keefektifan pemberian oksigen, pengobatan yang diresepkan dan kaji kecenderungan pada gas darah arteri 2) Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan 3) Tentukan kebutuhan pengisapan oral dan atau trakea 4) Pantau status oksigen pasien dan status hemodinamik (tingkat Mean Arterial Pressure dan irama jantung) segera sebelum, selama dan setelah pengisapan 5) Catat tipe dan jumlah sekret yang dikumpulkan. PENDIDIKAN UNTUK PASIEN/KELUARGA: 6) Jelaskan pengunaan peralatan pendukung dengan benar (misalnya oksigen, pengisapan, spirometer, inhaler) 7) Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruang perawatan 9) Instruksikan kepada pasien tentang batuk efektif dan teknik napas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi 10) Ajarkan untuk mencatat dan mencermati perubahan pada sputum seperti: warna, karakter, jumlah dan bau 11) Ajarkan pada pasien atau keluarga bagaimana cara melakukan pengisapan sesuai denan kebutuhan. AKTIVITAS KOLABORASI 12) Konsultasikan dengan dokter atau ahli pernapasan tentang kebutuhan untuk perkusi dan atau alat pendukung 13) Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai protap 14) Bantu dengan memberikan aerosol, nebulizer dan perawatan paru lain sesuai kebijakan institusi 15) Beritahu dokter ketika analisa gas darah arteri abnormal DIAGNOSA II

Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah 1. Meningkatkan /merangsang nafsu makan Menghilangkan/mengurangi kondisi / gejala yg menyebabkan penurunan nafsu makan: menjaga kebersihan dan kesehatan kulit, memberikan analgetik dan antipiretik, menganjurkan istirahat untuk mengurangi kelelahan. Memberikan makanan yg disukai sedikit demi sedikit dgn memperhatikan kalori dan kontraindikasi. Membebaskan ruangan dari bau obat dan bau lain ygmenggangu nafsu makan Menurunkan stress psikologi 2. Memberikan makanan sesuai dg penyakit khusus (diet ginjal, jantung, DM) 3. Konseling tentang manfaat nutrisi 4. Membantu pasien memenuhi kebutuhan Nutrisi 1. Memberi makan secara oral. 2. Nutrisi enteral dan parenteral 5. Perencanaan pulang Pendidikan kesehatan tentang memperpersiapkan makanan (nilai gizi setiap jenis makanan, cara memasak, diet pada penyakit ttt) DIAGNOSA III Intoleransi aktivitas : penurunan fungsi fisiologi atau psikologi untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari Faktor yang berhubungan :

Bed rest atau immobilitas Kelemahan umum Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Gaya/pola hidup yang menetap Karakteristik : Melaporkan kelemahan secara verbal Nadi abnormal atau perubahan tekanan darah saat beraktivitas Perubahan EKG yang menunjukkan adanya aritmia atau iskemi Ketidaknyamanan saat latihan atau dispnea NOC : Konservatif energi : tingkat pengelolaan energi aktif untuk memulai dan memelihara aktivitas Daya tahan :tingkat dimana energi memampukan klien untuk beraktivitas Toleransi aktivitas : tingkat dimana aktiivitas dapat dilakukan klien sesuai energi yang dimiliki Kriteria evaluasi : Bertoleransi terhadap didemonstrasikan dengan sktivitas yang biasanya dapat

daya tahan, konservasi energi,dan perawatan diri : aktivitas sehari-hari (

ADL ) Mendemonstrasikan konservasi energi ditandai dengna : - Mneyadari keterbatasan energi - Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat - Tingkat daya tahan adekuat untuk aktivitas NIC : 1. Terapi Aktivitas : petunjuk rentang dan bantuan dalam aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan spiritual yang spesifik untuk menentukan rentang frekuensi dan durasi aktivitas individu atau kelompok. Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan ketidaktoleransi terhadap aktivitas dan memerlukan pelaporan terhadap perawat dan dokter Tingkatkan pelaksanaan ROM pasif sesuai indikasi Jelaskan pla peningkatan terhadap aktivitas Buat jadawal latihan aktivitas secara bertahap untuk pasien dan berikan periode istirahat Berkan suport dan libatkan keluarga dalam program terapi Berikan reinforcemen untuk pencapaian aktivitas sesuai program latihan Kolaborasi ahli fisioterapi

2. Pengelolaan energi : pengaturan penggunaan energi untuk merawat dan mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi Bantu klien untuk mengidentifikasi pilihan-pilihan aktivitas Rencanakan aktivitas untuk periode dimana klien mempunyai energi paliing banyak Bantu dengan aktivitas fisik teratur ( misalnya ambulasi, transfer, perubahan posisi, perawatan personal ) sesuai kebutuhan Batasi rangsangan lingkungan ( kebisisngan dan cahaya ) untuk meningkatkan relaksasi Bantu klien untuk memonitor diri dengan mengembangkan dan menggunakan dokumetasi tertulis tentang intake kalori dan energi sesuai kebutuhan.

You might also like