You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Masalah Program-program televisi dari waktu ke waktu telah mengalami perkembangan, baik dari segi bentuk, isi, format, dan intensitas siaran. Hal ini disebabkan karena semakin mudahnya pengelolaan penyiaran televisi sejak era reformasi (era kebebasan pers). Salah satunya adalah siaran berita televisi. Setiap stasiun televisi berusaha menyuguhkan sesuatu yang khas melalui pengelolaan siaran berita (Irmanyusron, 2007). Pada saat ini, acara siaran berita sudah menjadi program unggulan di televisi. Tidak ada satu pun stasiun televisi yang tidak menayangkan acara warta berita. Format acara warta berita yang lama dinilai monoton sehingga dua atau tiga tahun terakhir ini mulai muncul format siaran berita yang mengupas khusus tentang berita kriminal. Acara ini umumnya berbentuk potongan berita atau liputan mendalam mengenai suatu kasus dengan durasi penayangan rata-rata tiga puluh menit (Aprilia, 2004). Format acara ini dikemas dalam bentuk tayangan yang memberi kesan seram dan menakutkan karena isi beritanya khusus untuk menayangkan tentang kriminalitas. Hampir semua stasiun televisi di tanah air menayangkan berita kriminal dalam format seperti ini, kecuali TVRI dan Metro TV. Jenis acara berita-berita kriminal tersebut dapat dilihat pada tabel 1 (Irmanyusron, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1 Jenis acara berita-berita kriminal NO. Stasiun Televisi 1. RCTI 2. 3. 4. 5. 6. 7. SCTV ANTV Trans TV Indosiar Lativi Trans7 Nama Berita Kriminal - Sergap pagi - Sergap siang - Buser - Sidik - Sidik Kasus - Sidik jari - Fakta - Tangkap - Lacak - Patroli - Jejak kasus - Brutal - Tikam - TKP - TKP malam Jam Tayang 06.30-07.00 12.30-13.00 11.30-12.00 11.00-11.30 22.30-23.00 17.30-18.00 22.00-22.30 14.30-15.00 23.00-23.30 11.30-12.00 00.30-01.00 17.00-17.30 00.00-00.30 11.00-11.30 23.30-24.00

Dilihat dari jam tayangnya, sebagian besar acara tersebut menempati jam prime time, yaitu rentang waktu dimana jumlah penonton televisi mencapai puncaknya. Berita-berita semacam itu ditayangkan tiap hari selama 30 menit di televisi tanpa mempertimbangkan kepada siapa ditujukan dan efek apa yang akan ditimbulkan. Berita-berita kriminal tersebut belum termasuk berita-berita kriminalitas dalam program liputan umum (Republika, 2007). Dwyer (dalam Jahja & Irvan, 2006) menyatakan bahwa sebagai media audiovisual, televisi mampu merebut 94% saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia lewat mata dan telinga. Televisi juga berkemampuan membuat seseorang pada umumnya, mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar dari layar televisi walaupun hanya sekali ditayangkan. Atau secara umum seseorang akan mengingat 85% dari apa yang

Universitas Sumatera Utara

mereka lihat di televisi setelah 3 (tiga) jam kemudian, dan 65% setelah 3 (tiga) hari kemudian. Tayangan berita kriminal di televisi dapat memberikan dua dampak, yaitu positif dan negatif. Dampak positifnya, yaitu bila kekerasan dan kriminal dalam berita tersebut disikapi sebagai pembelajaran dari kehidupan sosial sehingga masyarakat harus hati-hati dan waspada pada kemungkinan terjadinya tindakan kriminal tersebut. Sedangkan dampak negatifnya, yaitu bila kekerasan dan kriminal dalam berita tersebut dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi orang tertentu untuk belajar dan meniru apa yang dilakukan oleh orang lain di televisi (Fajar, 2006). Berdasarkan penelitian AC Nielson, berita kriminal tersebut lebih diminati oleh orang tua dan kaum wanita. Kelompok ini menyukai tayangan berita kriminal karena dalam kehidupan sehari-hari kelompok ini rawan terhadap tindakan kriminal, mulai dari dalam rumah tangga seperti kekerasan yang dilakukan suami, perkosaan oleh orang terdekat, hingga tindakan kriminal di jalanan seperti penjambretan, penodongan,dan pemerkosaan. Selain itu orang tua dan wanita dianggap sebagai kelompok yang concern pada ancaman yang mungkin terjadi terhadap anggota keluarganya (dalam Pikiran Rakyat, 2004). Berita kriminal merupakan salah satu bentuk tayangan kekerasan karena dalam acara itu penonton menerima ekspos berbagai jenis visualisasi kekerasan oleh pelaku maupun polisi yang menangkapnya. Program ini disajikan secara dramatis dengan memperlihatkan secara vulgar unsur-unsur kekerasan, seperti darah yang mengalir dari korban pembunuhan, mayat yang tergeletak, adegan

Universitas Sumatera Utara

pukul, bahkan tembak yang dilakukan polisi terhadap tersangka (dalam Aprilia, 2004). Tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan dapat meningkatkan level kecenderungan agresi terhadap orang lain, baik pada anak maupun orang dewasa. Perilaku agresi secara negatif berhubungan dengan perilaku menolong (dalam Baron & Byrne, 2000). The National Institute of Mental Health (dalam Kompas, 2005) menyimpulkan efek kekerasan dalam televisi dapat lebih halus dan meluas. Terdapat bukti bahwa sebagai pemirsa kadang-kadang seseorang juga belajar menjadi korban dan mengidentifikasikan diri dengan korban. Laporan tahun 1982 itu juga menyebutkan bahwa sebagian pemirsa televisi menjadi merasa takut dan cemas akan menjadi korban kekerasan, sementara sebagian pemirsa lainnya dapat terpengaruh untuk berperilaku agresif. Menurut Baron, Byrne, & Branscombe (2006), ketika menonton televisi, individu dapat mengidentifikasikan diri terhadap tokoh dalam tayangan program televisi tersebut. Dalam hal ini, adanya sebuah reaksi emosional yang muncul terhadap kegembiraan (joys), dukacita (sorrows), dan ketakutan (fears) yang dialami oleh tokoh tersebut. Bahaya lain yang timbul dari tayangan kekerasan yang berulang-ulang dan berjangka panjang adalah timbulnya ketidakpekaan terhadap kekerasan. Orang yang sudah terbiasa menyaksikan kekerasan di televisi, dapat menjadi tidak peduli terhadap kekerasan yang terjadi di dunia nyata. Inilah yang disebut dengan efek desensitisation tayangan kekerasan di televisi (Pikiran Rakyat, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Efek desensitisation adalah pengurangan respon emosional terhadap kekerasan di televisi. Artinya, individu menjadi resisten terhadap rasa sakit dan penderitaan orang lain, terdapat penerimaan kekerasan sebagai realitas yang wajar dalam kehidupan sehari-hari (Baron & Byrne, 2000). Contohnya, jika ada orang kecopetan, bukan berteriak atau menangkap pencopetnya tetapi menonton saja adegan kemalangan itu sambil merasa beruntung bukan dirinya yang dicopet. Secara tidak sadar masyarakat bisa kehilangan intimitas dan kohesivitasnya (Pikiran Rakyat, 2006). Secara tidak sadar masyarakat bisa kehilangan intimitas dan kohesivitasnya (Pikiran Rakyat, 2006). Anderson & Bushman (dalam Baron, Byrne, & Branscombe, 2006) menambahkan, media massa memang memiliki efek negatif. Salah satu contohnya yaitu penelitian partisipan yang memainkan video games kekerasan seperti Mortal Combat dan Street Fighter menunjukkan adanya suatu penurunan dalam perilaku menolong. Sejalan dengan itu, George Gerbner (dalam Aprilia, 2004) yang mengemukakan teori kultivasi, menyatakan bahaya nyata dari adegan kekerasan adalah meningkatnya persepsi masyarakat bahwa dunia ini memang tempat yang kejam dan berbahaya. Hal ini memungkinkan mereka menjadi sangat percaya bahwa lingkungannya tidak aman dan bisa merasa sangat terancam. Menurut Aprilia (2004) terpaan tayangan berita kriminal di televisi dapat memunculkan perasaan takut terhadap kejahatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya. Termasuk misalnya, pecandu berat televisi mengatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

kemungkinan seseorang menjadi korban kejahatan adalah 1 berbanding 50 dalam kenyataannya angkanya adalah 1 berbanding 10 (Nurudin, 2004). Meningkatnya ketersediaan informasi tertentu akibat sering hadirnya rangsangan atau peristiwa-peristiwa khusus disebut dengan priming (Baron & Byrne, 2003). Dalam hal ini, banyaknya informasi-informasi berita kriminal yang ditayangkan hampir setiap hari di televisi dapat menyebabkan terjadinya proses priming dalam diri pemirsa televisi. Efek priming ini adalah munculnya rasa takut yang dibesar-besarkan setelah menonton berita kriminal, dan akhirnya akan mempengaruhi perilaku individu (Baron & Byrne 2003). Aprilia (2004) menyatakan bahwa rasa takut terhadap kejahatan tersebut akan menimbulkan gangguan pada kehidupan sehari-hari masyarakat, yaitu munculnya rasa tidak aman serta menurunnya rasa percaya kepada orang lain (interpersonal trust) dan lingkungannya. Interpersonal trust merupakan salah satu aspek dari perilaku menolong. Individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap orang lain cenderung kurang dalam berperilaku menolong (Baron & Byrne, 2000) Perilaku menolong (helping behaviour) adalah perilaku yang lebih menguntungkan orang lain dari pada diri sendiri (dalam Hogg & Vaugan, 2002). Sejalan dengan itu, Baron, Byrne & Branscombe (2006) mendefinisikan perilaku menolong sebagai perilaku yang lebih memberikan keuntungan bagi orang lain daripada diri sendiri, bahkan kadang mengancam keselamatan si penolong. Berikut adalah hasil wawancara yang di lakukan oleh peneliti pada mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU), mengenai dampak berita-berita kriminal.

Universitas Sumatera Utara

Menurut aku berita kriminal itu memang ngaruhlah sama perilaku kita, misalnya waktu itu, kami sama bapak naik mobil malam-malam, yang nyetir bapak, terus ada mobil yang ban nya kempes. Kami nggak mau nolong, karena kami berpikir siapa tau orang itu penjahat yang berpura-pura butuh pertolongan. Karena sebelumnya kami pernah nonton di TV, pernah ada berita yang kayak gitu kejadiannya. Waktu di tolong tau-taunya itu penjahat (Yustisi, Komunikasi Personal, 29 Agustus 2007). Waktu itu ada abang-abang di USU ini, minta uang untuk ongkos, alasannya dompetnya ketinggalan, memang ku kasi lima ribu, tapi ada teman bilang, lain kali jangan dikasi, siapa tau dia itu penipu, pura-pura minta duit, tau-tau waktu kita keluarin dompet malah dijambret, karena banyak berita di tv kayak gitu. Tapi betul juga yang dibilang teman saya itu itu, lagian kan mesti kali sama kita diminta, gitu banyaknya orang di luar sana ( Sry, Komunikasi Personal, 29 Agustus 2007). Dari uraian di atas peneliti hendak meneliti bagaimana pengaruh tayangan berita kriminal terhadap kecenderungan perilaku menolong. Penelitian yang akan dilakukan adalah bersifat eksperimen laboratorium.

I.B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada pengaruh tayangan berita kriminal terhadap kecenderungan perilaku menolong.

I.C. Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh tayangan berita kriminal terhadap kecenderungan perilaku menolong.

Universitas Sumatera Utara

I.D. Manfaat Penelitian Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat praktis maupun teoritis. I.D.1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi Sosial. I.D.2. Manfaat Praktis a. Agar pihak media televisi lebih memperhatikan unsur-unsur psikologis dalam penayangan berita kriminal. b. Agar masyarakat lebih selektif lagi dalam memilih dan menonton acara atau berita yang ditayangkan televisi. c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan atau referensi untuk penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan perilaku menolong.

I.E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah : Bab I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Universitas Sumatera Utara

Bab II : Landasan Teori Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dinyatakan adalah teori-teori yang

berhubungan dengan perilaku menolong dan berita kriminal. Bab III : Metodologi Penelitian Pada bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan sampel, rancangan penelitian, teknik kontrol, prosedur penelitian, dan metode analisa data. Bab IV: Analisa data dan interpretasi Bab ini menjelaskan mengenai gambaran dan hasil tambahan penelitian. Bab V : Kesimpulan, Diskusi dan saran Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan utama dan tambahan penelitian, diskusi dan saran-saran. subjek penelitian, hasil utama

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti pada gambat 1. Gambar 1 Kerangka Berpikir Penelitian

Tayangan berita kriminal

Tayangan kekerasan Ditayangkan tiap hari di televisi (Irmanyusron, 2007) Masyarakat dapat mempersepsikan bahwa yang digambarkan dalam berita-berita tersebut adalah gambaran realitas di dunia ini (Aprilia ,2004 ) Timbul rasa takut terhadap kejahatan (Aprilia, 2004 ) Memunculkan perasaan tidak aman, menurunkan sikap percaya terhadap orang lain (interpersonal trust) (Aprilia, 2004) Mempengaruhi perilaku menolong

Universitas Sumatera Utara

You might also like