You are on page 1of 10

BAB 6 PEMBAHASAN

A. 1.

Pembahasan Faktor Pengetahuan Berdasarkan tabel 5.20 menunjukkan bahwa sebagian besar (53,3%)

responden di Ruang Medikal Bedah memiliki tingkat pengetahuan tidak baik tentang Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP). Tabel 5.17 5.19 menunjukkan hasil penelitian di masing-masing ruang medikal bedah didapatkan hampir seluruh (92,3%) responden di Ruang Shofa Marwah memiliki pengetahuan tidak baik tentang MAKP, seluruh (100%) responden di Ruang Mina memiliki pengetahuan baik tentang MAKP, dan sebagian besar (55,6%) responden di Ruang Multazam memiliki pengetahuan baik tentang MAKP. Hal ini menunjukkan bahwa di Ruang Medikal Bedah yang memiliki pengetahuan tidak baik tentang MAKP adalah Ruang Shofa Marwah. Pengetahuan merupakan dasar dari perilaku dan tindakan seseorang. Semakin baik
pengetahuan seseorang maka semakin mudah menerima informasi dan semakin baik pula perilaku dan tindakan seseorang. Pengetahuan yang dimiliki seseorang

dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan usia. Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra pengelihatan dan pendengaran.

79

80

Berdasarkan tabel 5.16 menunjukkan bahwa sebagian besar (66,7%) responden di Ruang Medikal Bedah merupakan lulusan D3 Keperawatan. Tabel 5.13 5.15 menunjukkan hasil penelitian di masing-masing Ruang Medikal Bedah didapatkan hampir seluruh (76,9%) responden di Ruang Shofa Marwah lulusan D3 Keperawatan, sebagian besar (62,5%) responden di Ruang Mina lulusan D3 Keperawatan, dan sebagian besar (55,6%) responden di Ruang Multazam lulusan D3 Keperawatan. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden di Ruang Shofa Marwah memiliki pengetahuan tidak baik tentang MAKP merupakan lulusan D3 Keperawatan. Berdasarkan kurikulum pendidikan D3 Keperawatan materi tentang Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) hanya diberikan secara teoritis saja tidak didukung dengan adanya kegiatan praktikum sehingga responden memiliki pemahaman yang kurang tentang Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP). Menurut

Notoatmodjo (2012) pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Melalui pendidikan seseorang akan mendapatkan pengetahuan tentang suatu hal. Selain pendidikan, umur dari responden juga mempengaruhi tingkat pengetahuan. Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa setengah (50%) responden di Ruang Medikal Bedah termasuk dalam kategori umur 40 54 tahun. Tabel 5.1 5.3 menunjukkan hasil penelitian di masing-masing Ruang Medikal Bedah didapatkan sebagian besar (61,5%) responden di Ruang Shofa Marwah termasuk dalam kategori umur 25 39 tahun, sebagian besar (62,5%) responden

81

di Ruang Mina termasuk kategori umur 40 54 tahun, dan sebagian besar (66,7%) di Ruang Multazam termasuk kategori umur 40 54 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden di Ruang Shofa Marwah memiliki tingkat pengetahuan tidak baik, sebagian besar termasuk kategori umur 25 39 tahun. Seharusnya semakin bertambah dewasa umur individu, maka pengetahuan individu semakin bertambah karena pengetahuan yang didapatkan bukan hanya berasal dari lingkungan tingkat pendidikan, tetapi dapat diperoleh juga dari pengalaman dalam menghadapi realita kehidupan yang menuju kematangan pemikiran. Menurut Dariyo (2011) usia 25 39 tahun cenderung selalu belajar dan mencari tambahan informasi untuk menghasilkan puncak intelektual dan mempunyai konsep diri yang realistis. 2. Faktor Motivasi Kerja Berdasarkan tabel 5.24 menunjukkan bahwa sebagian besar (53,3%) responden di Ruang Medikal Bedah memiliki motivasi kerja tidak baik dalam penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP). Tabel 5.21 5.23 menunjukkan hasil penelitian di masing-masing Ruang Medikal Bedah didapatkan hampir seluruh (92,3%) responden di Ruang Shofa Marwah memiliki motivasi kerja tidak baik, seluruh (100%) responden di Ruang Mina memiliki motivasi kerja baik, dan sebagian besar (55,6%) responden di Ruang Multazam memiliki motivasi kerja baik. Hal ini menunjukkan bahwa Ruang Medikal Bedah yang memiliki motivasi kerja tidak baik adalah Ruang Shofa Marwah. Motivasi merupakan suatu dorongan dari dalam diri individu untuk berperilaku. Motivasi yang dimiliki

82

setiap individu tidak sama, motivasi kerja yang baik akan muncul apabila individu telah memiliki masa kerja yang lebih lama. Selain itu, motivasi kerja baik biasanya lebih ditampilkan oleh perempuan daripada laki-laki. Berdasarkan teori kebutuhan Maslow, individu akan memiliki motivasi kerja baik apabila kebutuhannya telah terpenuhi, sehingga ia akan menunjukkan perilaku yang positif sebagai manifestasi rasa puasnya. Menurut Sitorus (2011) Motivasi sebagai proses psikologis yang terjadi pada diri seseorang. Berdasarkan tabel 5.12 menunjukkan bahwa hampir setengah (33,3%) responden di Ruang Medikal Bedah RS Islam Surabaya bekerja selama 11 15 tahun. Tabel 5.9 5.11 menunjukkan hasil penelitian di masing-masing Ruang Medikal Bedah didapatkan hampir setengah (46,1%) responden di Ruang Shofa Marwah bekerja selama 11 15 tahun, setengah (50%) responden di Ruang Mina bekerja selama 6 10 tahun, dan hampir setengah (33,4%) responden di Ruang Multazam bekerja selama > 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden di Ruang Shofa Marwah yang memiliki motivasi kerja tidak baik, hampir setengahnya bekerja selama 11 15 tahun. Responden di Ruang Shofa Marwah dalam melaksanakan tugasnya belum mendapatkan dorongan positif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seharusnya responden di Ruang Shofa Marwah lebih menunjukkan motivasi kerja yang baik karena setengahnya telah bekerja selama 11 15 tahun. Menurut Robin dan Judge (2008) bahwa pekerja yang lebih lama kemungkinan mengundurkan diri dari pekerjaannya rendah daripada pekerja yang baru, karena masa pengabdian yang panjang yang cenderung memberikan tingkat gaji yang

83

lebih tinggi, tunjangan liburan yang panjang, dan tunjangan pensiun yang menarik. Lama kerja dapat menentukan sejauh mana motivasi kerja dibutuhkan, semakin lama pekerjaan seseorang, semakin tinggi juga pengharapan untuk memenuhi kebutuhan. Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa hampir seluruh (90%) responden di Ruang Medikal Bedah RS Islam Surabaya berjenis kelamin perempuan. Tabel 5.5 5.7 menunjukkan hasil penelitian di masing-masing Ruang Medikal Bedah didapatkan hampir seluruh (84,6%) responden di Ruang Shofa Marwah berjenis kelamin perempuan, seluruh (100%) responden di Ruang Mina berjenis kelamin perempuan, dan hampir seluruh (88,9%) responden di Ruang Multazam berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden di Ruang Shofa Marwah yang memiliki motivasi kerja tidak baik berjenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa seharusnya perempuan lebih terbuka dan lebih peka dengan adanya suatu dorongan terhadap dirinya, sehingga saat ada suatu dorongan yang positif mereka akan melakukan sesuatu yang lebih baik dengan adanya dorongan tersebut. Menurut Robin dan Judge (2008) bahwa perempuan lebih bersedia menyesuaikan diri terhadap kebijakan sedangkan lakilaki lebih agresif dalam menyelesaikan pekerjaan. Menurut Bastable (2002) mengatakan bahwa perempuan lebih cenderung menggunakan motivasi untuk meningkatkan keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya dibandingkan laki-laki yang cenderung kompetitif.

84

3.

Keberhasilan Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Berdasarkan tabel 5.28 menunjukkan bahwa sebagian besar (53,3%)

responden di Ruang Medikal Bedah tidak berhasil menerapkan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP). Hasil penelitian di masing-masing Ruang Medikal Bedah didapatkan sebagian besar (69,2%) responden di Ruang Shofa Marwah tidak berhasil menerapkan MAKP, sebagian besar (62,5%) di Ruang Mina berhasil menerapkan MAKP, dan sebagian besar (55,9%) responden di Ruang Multazam berhasil menerapkan MAKP. Hal ini menunjukkan bahwa Ruang Medikal Bedah di RS Islam Surabaya yang tidak berhasil menerapkan MAKP adalah Ruang Shofa Marwah. Penerapan MAKP tidak berhasil di Ruang Shofa Marwah dikarenakan gaya kepemimpinan yang digunakan kepala ruangan dan tipe kepribadian yang dimiliki oleh masingmasing anggotanya. Ruang Shofa Marwah menerapakan gaya kepemimpinan bebas atau laissez faire dengan mayoritas pegawai yang menyukai pengarahan dari pimpinan dan tidak menyukai perubahan. Selain itu responden di Ruang Shofa Marwah kurang menerima dan membuka diri terhadap perubahan yang ada. Menurut Gillies (1996) kepemimpinan bebas atau laissez faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara lebih banyak menyerahkan pelaksanaan berbagai kegiatan kepada bawahan.

85

4.

Hubungan antara pengetahuan perawat dengan keberhasilan penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Berdasarkan uji chi square dengan tingkat kemaknaan = 0,05 didapatkan

= 0,004 artinya 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa faktor pengetahuan berhubungan dengan keberhasilan penerapan MAKP di Ruang Medikal Bedah RS Islam Surabaya. Tabel 5.32 menunjukkan bahwa dari 30 responden di Ruang Medikal Bedah sebesar 16 responden memiliki tingkat pengetahuan tidak baik, hampir seluruhnya (81,3%) tidak berhasil menerapkan MAKP di Ruang Medikal Bedah RS Islam Surabaya. Tabel 5.29 5.31 menunjukkan hasil penelitian di masing-masing Ruang Medikal Bedah didapatkan dari 13 responden di Ruang Shofa Marwah sebesar 12 responden memiliki pengetahuan tidak baik, sebagian besar (75%) tidak berhasil menerapkan MAKP, seluruh responden di Ruang Mina memiliki pengetahuan baik sebagian besar (62,5%) berhasil menerapkan MAKP, dan 9 responden di Ruang Multazam sebesar 5 responden memiliki pengetahuan baik dan berhasil menerapkan MAKP. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan persepsi dari seluruh tim keperawatan sangat dibutuhkan untuk keberhasilan penerapan MAKP di suatu ruangan. Perawat yang memiliki pengetahuan baik akan berhasil menerapkan MAKP karena telah memiliki pemahaman tentang konsep MAKP. Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Semakin baik pengetahuan seseorang maka semakin mudah menerima informasi dan semakin

86

baik pula perilaku dan tindakan seseorang. Berdasarkan teori perubahan perilaku Kurt Lewin (1970) bahwa salah satu faktor yang mendorong keberhasilan penerapan MAKP di suatu ruang rawat adalah pengetahuan. Faktor pendorong harus dikedapankan agar MAKP dapat berhasil diaplikasikan di suatu ruang rawat rumah sakit. 5. Hubungan antara motivasi kerja perawat dengan keberhasilan penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Berdasarkan uji chi square dengan tingkat kemaknaan = 0,05 didapatkan = 0,004 artinya 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa faktor motivasi kerja berhubungan dengan keberhasilan penerapan MAKP di Ruang Medikal Bedah RS Islam Surabaya. Tabel 5.36 menunjukkan bahwa dari 30 responden di Ruang Medikal Bedah sebesar 16 responden memiliki motivasi kerja tidak baik, hampir seluruhnya (81,3%) tidak berhasil menerapkan MAKP di Ruang Medikal Bedah RS Islam Surabaya. Tabel 5.33 5.35 menunjukkan hasil penelitian di masingmasing Ruang Medikal Bedah didapatkan dari 13 responden di Ruang Shofa Marwah sebesar 12 responden memiliki motivasi kerja tidak baik, sebagian besar (75%) tidak berhasil menerapkan MAKP, seluruh responden di Ruang Mina memiliki motivasi kerja baik sebagian besar (62,5%) berhasil menerapkan MAKP, dan 9 responden di Ruang Multazam sebesar 5 responden memiliki motivasi kerja baik dan berhasil menerapkan MAKP.

87

Hal ini menunjukkan bahwa untuk mewujudkan keberhasilan penerapan MAKP di ruangan dibutuhkan motivasi kerja baik dari masing-masing individu dalam penerapan MAKP. Motivasi dapat muncul karena adanya penghargaan atau reward dari apa yang telah dilakukan, baik berupa pelatihan-pelatihan untuk perawat, kesempatan untuk meneruskan jenjang pendidikan, maupun jaminan kesehatan yang diberikan oleh pihak manajemen tempat kerja untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan perawat. Seorang perawat yang memiliki pengetahuan baik dan didukung dengan motivasi kerja yang baik senantiasa menunjukkan kinerja dalam sikap positif dan termotivasi untuk menjadi unggul dan kreatif. Menurut teori kebutuhan Maslow, bahwa dalam diri individu ada lima macam hierarki kebutuhan yaitu kebutuhan fisik, rasa aman, sosial, harga diri, dan aktualisasi diri. Menurut Hamzah (2008) motivasi kerja seorang pegawai tinggi apabila tuntutan kebutuhannya telah mencapai di kebutuhan tingkat tinggi, yaitu kebutuhan yang dipenuhi secara internal meliputi kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. Menurut Swansburg (2002) seorang perawat yang memiliki motivasi kerja tinggi senantiasa menunjukkan kinerja dalam sikap positif dan termotivasi untuk menjadi unggul dan kreatif.

88

B.

Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menyadari bahwa masih banyak keterbatasan-

keterbatsan dalam penelitian yang dilakukan antara lain : 1. Instrumen penelitian motivasi kerja yang berupa skala likert memungkinkan responden menjawab dengan tidak jujur, sehingga mempengaruhi hasil penelitian. 2. Instrumen penelitian pengetahuan yang berupa lembar kuesioner

memungkinkan terjadinya ketidakjujuran dalam pengisian lembar kuesioner oleh responden, sehingga mempengaruhi hasil penelitian.

You might also like