You are on page 1of 19

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

3.1 Gambaran Umum Secara umum simulasi ini dirancang untuk memprediksi pengaruh bentuk muka bumi (tinggi permukan tanah) terhadap persebaran sinyal pada sel (coverage cell prediction) pada suatu wilayah. Prediksi coverage sel merupakan salah satu bagian penting dalam perancangan jaringan. Simulasi ini mendigitalkan aspek-aspek yang berperan dalam persebaran sinyal, terutama bentuk data kontur muka bumi. Data ini dipadukan dengan perhitungan persebaran sinyal dan analisis visibility akan menghasilkan informasi gambaran perolehan sinyal pada daerahdaaerah tertentu yang berbentuk data digital. Informasi tersebut digabungkan dengan informasi lain, seperti kepadatan penduduk dan kepadatan trafik akan sangat berguna untuk melakukan perancangan, perawatan dan ekspansi jaringan. 3.2 Analisis Sebelum didesain atau dirancang sebuah simulasi yang mampu memprediksi coverage sel, perlu dilakukkan analisis mengenai aspek-aspek yang ikut menentukan persebaran sinyal beserta parameter-parameternya. Disamping itu analisis terhadap software yang mendukung simulasi ini juga di perlukan.

3.2.1 Analisis Prediksi Coverage Prediksi cakupan sinyal adalah isu yang penting dalam proses perancangan jaringan komunikasi seluler. Beberapa aspek yang berperan di dalam memprediksi daerah cakupan, diantaranya adalah bentuk muka bumi, tipe lingkungan, tipe antena, ketinggian antena, arah antena dan lain-lain. Mengingat gelombang radio merambat di luar ruangan pada tipe wilayah tertentu, maka diperlukan pemakaian model propagasi yang tepat. Model propagasi yang digunakan untuk memprediksi cakupan sinyal pemilihannya didasarkan pada parameter dan kondisi masing-masing sel. Secara garis besar aspek-aspek yang telibat untuk melakukkan prediksi coverage sel adalah sebagai berikut : 1. Spesifikasi teknis 2. Tipe lingkungan 3. Frekuensi pembawa 4. Model propagasi 5. Anggaran daya 6. Jari-jari sel 3.2.1.1 Spesifikasi Teknis Spesifikasi teknis lebih banyak berkaitan dengan parameter antena, baik antena pada Base Sation (BS/BTS) maupun Mobile Station (MS), seperti penguatan antena, daya antena, rugi-rugi antena dan lain sebagainya. Spesifikasi ini akan mempengaruhi anggaran daya (link budget). Pola radiasi antena menentukan bentuk dasar sel. Sedangkan ketinggian antena, kemiringan antena

(tilt) akan ikut menentukan luas cakupan sinyal. Direction antena menentukan arah propagasi. 3.2.1.2 Tipe Daerah Bentuk muka bumi mempengaruhi propagasi gelombang radio. Daerah yang memiliki perbukitan (daerah pegunungan) berbeda dengan derah dengan gedung-gedung tinggi (daerah perkotaan). Pembagian tipe daerah dibedakan berdasarkan struktur yang dibuat manusia (human-made structure) dan keadaan alami daerah, tipe-tipe tersebut sebagai berikut. 1. terbuka Contoh 2. : Pedesaan Daerah Suburban, jumlah bangunan yang mulai padat, tinggi rata-rata antara 12 20 m dan lebar 18 30 m. Contoh 3. tinggi. Contoh : daerah pusat kota baik metropolis maupun kota menengah Detail pembagian wilayah ini dibahas lebih jelas di sub bab 2.2.8. Tipe ini akan menentukan model propagasi yang digunakan. 3.2.1.3 Model Propagasi Pemilihan model propagasi di dasarkan pada tipe daerah, ketinggian antena, frekuensi yang digunakan dan beberapa parameter lainnya. Beberapa : pinggiran kota , kota- kota kecil. Daerah Urban, memiliki gedung-gedung yang rapat dan Daerah Rural, jumlah bangunan sedikit dan jarang, alam

model yang sering digunakan untuk memprediksi propagasi gelombang radio beserta karakteristiknya adalah seperti dibawah ini, detail pembahasan modelmodel ini berada di sub-bab 2.2.9. Model Okumura, cocok untuk daerah urban dan sub-urban Model Hatta cocok untuk daerah urban,sub-urban dan rurual, frekuensi pembawa antara 150-1500 Mhz. Model Okumura-Hatta adalah pengembangan dari model Hatta dan Okumura, cocok dengan frekuensi pembawa antara 1500-2000 Mhz, tinggi antena 30-200 meter, tinggi mobile station 1-20 m dan jarak antara antena dan mobile station 1-20 kilometer. Dengan model propagasi ini, akan didapatkan rugi-rugi lintasan antara pengirim dan penerima yang terlihat pada anggaran daya. 3.2.1.4 Anggaran Daya Daerah cakupan (coverage area) sel didefinisikan sebagai luasan daerah yang dapat menerima sinyal dengan kualitas yang cukup untuk melakukan komunikasi. Daerah cakupan ini ditentukan oleh kekuatan sinyal yang diterima MS. Dalam perencanaannya sel diusahakan untuk selalu seimbang antara daya yang dipancarkan untuk uplink ( MS ke BS ) dan downlink ( BS ke MS ) agar interferensi yang terjadi minimal. Dalam sistem seluler berlaku bahwa level sinyal yang diterima MS sama dengan level sinyal yang diterima BS. Dengan demikian rugi-rugi lintasan yang terjadi antara uplink dan downlik juga sama, sehingga

perencanaan jari-jari dari hasil rugi-rugi lintasan tersebut juga sama. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara level daya sinyal uplink dan downlink , level yang digunakan untuk penentuan jari-jari sel adalah uplink. Tetapi dalam memprediksi coverage pada simulasi ini perhitungan downlink yang dipakai. Adapun parameter yang digunakan untuk anggaran daya adalah sebagai berikut : 1. Daya pancar (Pm, Pb); level daya pancar ini berlaku untuk MS maupun BTS. Untuk kelas-kelas level daya GSM 900 dan DCS 1800 menurut standar ETSI yang dapat dilihat di lampiran 3. 2. Penguatan antena(Gm, Gb); penguatan antena baik pada MS maupun BTS menentukan kesetimbangan daya. Adapun penguatan antena MS berkisar 2 dBi dan antena BTS sekitar 18 dBi 21 dBi. 3. Penguatan peragaman (Gd); penguatan ini ada apabila BTS menggunakan peragaman baik peragaman waktu, ruang, maupun frekuensi sehingga sistem dapat mentoleransi sinyal yang lebih lemah. Penguatan ini berpengaruh terhadap level daya sinyal uplink. 4. Sensitivitas penerimaan; sensitivitas adalah level sinyal minimum yang dapat diterima dan tetap dapat dimodulasi dengan kualitas yang memadai. Baik MS (Sm) dan BTS (Sb) mempunyai level sensitivitas yang telah di standarkan oleh ETSI. 5. Rugi-rugi komponen (Ld, Lj, Ltf); rugi-rugi ini dapat berupa rugi pendupleks (Ld) yang diakibatkan perangkat pendupleks uplink dan downlink, rugi filter

(Ltf) akibat pemakaian penfilter sinyal (downlink), dan rugi feeder (Lf) yaitu rugi-rugi akibat penggunaan kabel penghubung antena dengan perangkat BTS. 6. Rugi-rugi body (Lb), yaitu rugi-rugi yang diakibatkan penghalangan sinyal dengan kontak badan pemakai MS. (Standar ETSI 6 dB) 7. Cadangan pudaran (fading margin/sfm), yaitu perhitungan pudaran jamak yang diakibatkan oleh pergerakan MS. Persamaan umum untuk anggaran daya ini adalah : Lpu = Pm + Gm + Gb + Gd Ld - Lj - Sb - sfm Lb Lpd = Pb + Gm + Gb Ld - Lj - Sm - Ltf - sfm - Lb 3.2.1.5 Jari Jari Sel Dalam perencanaan sel, penentuan jenis/tipe sel yang akan dirancang terlebih dulu harus ditentukan dengan memperhatikan tipe daerah lokasi layanan. Berdasarkan jari-jari sel terdapat tiga jenis sel yaitu sel besar, sel kecil, dan mikrosel. 1. Sel Besar Pada sel besar, antena BS dapat dikonfigurasi untuk mencapai ketinggian yang optimal. Jarak sel minimal dalam perencanaan menggunakan perhitungan sel besar ini adalah 1 km dan biasanya digunakan untuk jari-jari sel di atas 3 km. Model perambatan gelombang dan rugi-rugi lintasan yang dipakai dalam sel ini adalah model Hatta untuk GSM 900 dan model COST 231-Hatta untuk DCS 1800. Sel ini biasanya diaplikasikan untuk daerah rural dan sub urban karena akan menghasilkan jari-jari sel yang besar. Namun demikian, implementasi sel ini (3.1) (3.2)

juga dilakukan untuk daerah Urban dengan tujuan meningkatkan kapasitas trafik dengan menopang sel- sel kecil (cell splitting). Berdasarkan model Hatta, persamaan umum dalam menentukan jari jari sel GSM 900 adalah
log( R ) = Lp 69.55 26.16 log f c +13.2 log( Hb) + a ( Hm) 44.9 66.5 log( Hb)

(3.3)

dengan Lp : rugi-rugi lintasan (dB), fc : frekuensi pembawa (900 Mhz), Hb : Tinggi antena BTS(m), a(Hm): faktor koreksi untuk tinggi antena MS dalam beberapa tipe daerah. Untuk menentukan jari-jari sel DCS 1800 yang menggunakan Model COST 231-Hatta memiliki persamaan umum
log( R ) = Lp 46.3 33.9 log f c + 13.2 log( Hb) + a ( Hm) Cm 44.9 66.5 log( Hb)

(3.4)

dengan Cm : faktor koreksi berdasarkan tipe daerah. Untuk beberapa nilai a(Hm) pada GSM 900 dan Cm pada DCS 1800 berdasarkan tipe daerah dapat dilihat pada subbab 2.2.9. 2. Sel Kecil Daerah cakupan untuk perhitungan jari-jari dengan metode sel kecil ini akurat untuk rentang 0,2 km sampai 5 km, biasanya sekitar 3 km. Karakteristik lain pada sel ini yaitu ketinggian antena yang berkisar 4 m 50 m. Model perambatan dan rugi-rugi lintasan yang dipakai dalam sel kecil adalah model COST 231-Walfish-Ikegami baik untuk GSM 900 maupun DCS 1800. Persamaan umum untuk menghitung jari-jari sel. (3.5)

log( R) =

L p Lo Lrts Lmsd 20 + k d

untuk semua parameternya dapat dilihat pada subbab 3.5. Perencanaan sel kecil biasanya digunakan untuk perencanaan sel dengan trafik seperti dalam kota, oleh sebab itu ada beberapa parameter tentang keadaan daerah seperti lebar jalan, tinggi gedung, sudut orientasi, dan jarak antar gedung yang merupakan ciri-ciri perkotaan atau daerah urban. 3. Mikrosel Perencanaan menggunakan metode sel kecil juga dapat digunakan untuk perencanaan mikrosel, namun mikrosel yang dimaksud di sini adalah ketika antara MS dan BTS tidak terdapat suatu penghalang apapun. Model perambatan dan rugi-rugi lintasan yang dipakai untuk perencanaan mikrosel ini adalah suatu model yang diambil dari keadaan di jalan Canyon dan biasa digunakan untuk perencanaan mikrosel jangkauan 200 300 m yang mempunyai persamaan umum log( R ) = Lwm LOS 42.64 20 log f c 20 (3.6)

Dari jenis-jenis sel ini, yang akan digunakan untuk simulasi ini adalah jenis sel besar.

3.2.2 Analisis Software Simulasi Simulasi yang akan dibuat adalah sebuah simulasi yang memberikan gambaran prediksi persebaran sinyal sel dari BS tertentu pada daerah tertentu. Simulasi yang dibuat lebih menekankan pengaruh tinggi permukaan bumi

(kontur) terhadap persebaran sinyal dan feature tambahan untuk memprediksi hubungan LoS dengan BS di sekitarnya. Dengan pertimbangan tersebut diperlukan perangkat lunak yang memodelkankan tinggi permukaan tanah ke dalam bentuk digital dan mampu mendukung analisis LoS dari suatu titik ke titik tertentu atau dari titik ke suatu area bumi yang memiliki kontur tertentu, disamping ketersediaan tool untuk programming juga sangat diperlukan. ARC VIEW GIS 3.3 adalah salah satu software milik Environmental Systems Research Institute (ESRI) yang memiliki kemampuan untuk memodelkan data yang di anggap kontinyu seperti tinggi permukaan tanah dalam bentuk digital. Kemampuan ini dimiliki setelah adanya extension baru yaitu Extension 3D Analyst dan Extension Spatial Analyst. Dari kedua extension ini dihasilkan sebuah fungsi yang berguna di dunia telekomunikasi untuk analisa visibility yaitu viewshed. Sedangkan untuk programming tool, ARCVIEW menyediakan bahasa semi pemprograman sederhana yang digunakan untuk mengotomasikan kerja ARCVIEW yaitu Avenue.

3.2.2.1 Extension 3D Analyst Extension 3D analyst memiliki kemampuan untuk memodelkan data-data yang dianggap kontinyu seperti permukaan tanah. Diantara kemampuan ekstension ini yang bermanfaat untuk membangun dan menganalisa simulasi yang akan dirancang adalah kemampuan untuk menentukan tinggi untuk lokasi-lokasi yang ditentukan di atas permukaan, melakukan analisis line of sight dan membuat peta-peta visibility.

3.2.2.2 Extension Spatial Analyst Extension Spatial Analyst memiliki kemampuan untuk melakukan pemodelan dan analisis-analisis spasial (berbasiskan raster grid) dalam mencapai berbagai kemungkinan solusi permasalahan yang erat kaitannya dengan spasial. Dan kemampuan yang dimanfaatkan dari extension ini adalah kemampuannya untuk melakukan aljabar peta. 3.2.2.3 Viewshed Viewshed adalah suatu algoritma yang dapat menentukan titik atau daerah mana yang dapat terlihat dari titik atau garis tertentu ( visibility). Dengan melakukan aljabar peta, hasil perhitungan persebaran sinyal dan hasil visibility akan dapat dihasilkan coverage sel. Proses viewshed menggunakan metode ray-tracing yang bisa dijelaskan melalui Gambar 3.1. Algoritma viewshed membuat garis LoS dari titik/kotak (sel) pusat pengamatan (origin cell) ke sel (kotak warna merah) di sampingnya

(adjacent cell). Tahap selanjutnya cek visibility dari adjacent cell, dengan membandingkan elevasi adjacent cell. Jika sama atau lebih dari origin cell, sel ini akan dipertimbangkan untuk di kodekan 1. Sudut elevasi antara origin cell dan adjacent cell kemudian dihitung dan disimpan.

Gambar 3.1 Dasar perhitungan LoS Viewshed.

Perhitungan dilakukan pada sel tetangga berikutnya (kotak warna hijau) dan LoSnya digambarkan dengan warna kuning. Untuk menentukan visibility selsel ini, dua sudut di hitung dan dibandingkan. Pertama mengetahui elevasi pada titik dimana garis kuning bersinggungan dengan sel sebelumnya. (garis kuning memotong garis merah ) dan menentukan sudut antara titik pengamatan dengan titik singgungnya. Sudut kedua adalah sudut yang dibentuk oleh titik pengamat dengan titik target. Jika sudut kedua lebih lebih besar dengan sudut pertama, sel target dikodekan dengan 1, sudut ini disimpan untuk menentukan visibility pada sel selanjutnya. Jika sudut kedua lebih kecil sel target dikodekan dengan 0 dan kemudian menentukan visibility sel-sel selanjutnya, elevasi diketahui , sudut

dihitung, dan bandingan yang lebih besar di simpan, untuk menentukan visibility sel-sel selanjutnya.

Untuk menjalankan fungsi viewshed dilakukan penentuan titik (point) berdirinya BS dan model digital permukaan bumi, di bidang geografi nama model ini lebih dikenal dengan nama digital elevation model (DEM), pada simulasi ini yang digunakan adalah peta kontur yang telah di digitalkan yang kemudan disimpan dalam bentuk data raster atau grid. Viewshed kemudian

menampilkannya dalam bentuk sel grid yang dikodekan 0 jika tidak terlihat dan 1 jika terlihat. Gambar 3.2 memperlihatkan implementasi viewshed pada data DEM dan parameter-parameter yang diperlukan untuk perhitungan.

Gambar 3.2 Implementasi Viewshed.

Parameter-parameter yang diperlukan untuk menjalankan viewshed adalah sebagai berikut. 1. Ketinggian permukaan di titik tempat berdirinya pengamat (observer) (SPOT).

2. Ketinggian pengamat (OFFSETA). 3. Ketinggian titik yang diamatai (OFFSETB). 4. Sudut dimulainya pengamatan secara horisontal (AZIMUTH1). 5. Sudut berakhirnya pengamatan secara horisontal (AZIMUTH2).

Gambar 3.3 Sudut AZIMUTH.

Gambar 3.4 Ketinggian observer.

6. Sudut dimulainya pengamatan secara vertikal (VERT1). 7. Sudut berakhirnya pengamatan secara vertikal (VERT2).

Gambar 3.5 Sudut VERT.

Gambar 3.6 Radius pengamatan.

8. Radius dimulainya pengamatan (RADIUS1). 9. Radius berakhirnya pengamatan (RADIUS2). 3.2.2.4 Avenue Avenue adalah bahasa semi pemprograman yang dimiliki oleh ARCVIEW. Dengan avenue, pengguna dapat memodifikasi tampilan (user interface) ARCVIEW, membuat script program-program sederhana untuk melakukan tugas-tugas yang kompleks dan berkomunikasi dengan aplikasiaplikasi lain. Singkatnya dengan script-script avenue ARCVIEW dapat dicustomized sedemikian rupa sehingga dapat secara optimal memenuhi kebutuhan pengguna. 3.3 Perancangan Secara garis besar perancangan simulasi ini meliputi dua tahap, yaitu tahap konfigurasi dan tahap pembentukan coverage, seperti terlihat pada Gambar 3.7. Tahap Konfigurasi
Konfigurasi - Tipe Antena - Frekuensi - Tinggi - Menentukan tipe daerah - Perarahan Antena - Model tinggi permukaan bumi

Tahap Pembentukan Coverage


Prediksi Coverage -Penghitungan anggaran daya -Penghitungan jari-jari -Pembentukan pola radiasi -Analisis Viewshed

Gambar 3.7 Tahap-tahap perancangan .

3.3.1 Tahap Konfigurasi Tahap ini diperlukan untuk melakukan konfigurasi simulasi perancangan sel. Parameter-parameter yang terlibat untuk pembentukan sel disiapkan pada tahap ini. Parameter-parameter tersebut secara garis besar dibagi menjadi tiga macam, yaitu parameter BS dan sel, parameter MS dan parameter geografis. 1. Parameter BS dan sel, adalah sebagai berikut : Parameter Umum o Konfigurasi peralatan BS o Daya antena pemancar BS o Rugi-rugi pemancar o Dan lain-lain Konfigurasi jalur antena o Penguatan daya pemancar dan penerima antena BS o Rugi-rugi kabel Parameter tambahan, misalnya o Diversity (uplink) o Low noise amplifier (LNA, uplink) o Power amplifier 2. Parameter MS, adalah sebagai berikut : Sensitivitas MS Penguatan daya antena penerima MS.

3. Parameter geografis, adalah parameter koordinat geografis titik BS berdiri yang akan dimodelkan dalam tampilan simulasi.

Gambar 3.8 Sebagian parameter pada BS

Parameter diatas kemudian dibagi menjadi dua macam, yaitu parameter statis dan parameter dinamis. Parameter statis adalah parameter yang memiliki nilai sama untuk setiap pengujian, misalnya daya antena BS dan MS dan rugi-rugi antena. Semua parameter pada MS adalah parameter satatis. Parameter dinamis adalah parameter yang bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang diinginkan, misalnya perarahan antena, tinggi antena, frekuensi yang digunakan. Parameter dinamis ini semuanya adalah parameter dari sisi BS. Untuk memudahkan melakukkan simulasi konfigurasi parameter yang bersifat dinamis perlu di rancang user interface yang berupa jendela kontrol. Jendela kontrol di rancang untuk men-setting dan memperlihatkan parameter BS dan sel. Kode BS ( Site Id) dan Nama BS (Site Name) bisa di-set dan dilihat pada jendela kontrol BS (Gambar 3.9). Dalam satu BS bisa memiliki

banyak sel, sementara tiap sel bisa memiliki parameter-parameter yang berbeda beda, sehingga diperlukan juga jendela kontrol untuk sel (Gambar 3.10).

Gambar 3.9 Jendela kontrol untuk konfigurasi parameter BS.

Gambar 3.10 Jendela kontrol untuk konfigurasi sel.

3.3.2 Tahap Pembentukan Coverage Hasil dari tahap konfigurasi, selanjutnya digunakan pada tahap pembentukan coverage sel. Pada proses ini terjadi dua proses utama, yaitu proses membuat model persebaran sinyal menggunakan pola radiasi antena dan model propagasi (untuk mendapatkan jari-jari sel) dan proses melakukan analisis prediksi visibility pada daerah-daerah yang dilalui sinyal menggunakan viewshed. Berdasarkan analisis-analisis yang telah di lakukan di atas, berikut ini adalah garis besar proses yang dilakukan pada tahap pembentukan coverage sel. Penghitungan anggaran daya Dengan menggunakan persamaan 3.1 (anggaran daya downlink) penghitungan anggaran daya dapat dilakukan. Dengan anggaran daya dapat ditentukan rugi-rugi lintasan yang dipergunakan untuk perhitungan jari-jari. Penghitungan jari-jari Simulasi ini menggunakan asumsi sel besar, sehingga untuk jari-jari sel digunakan persamaan 3.3 atau 3.4. Pembentukan pola radiasi antena Pola radiasi antena ikut menentukan bentuk sel sesungguhnya, yang berarti juga menentukan daerah coverage sel. Untuk itu pengenalan pola radiasi antena yang digunankan perlu dilakukan.

Analisis visibility Analisis penentuan prediksi visibility suatu daerah menggunakan viewshed, dimana prosesnya viewshed ini telah di bahas pada sub bab 3.2.2.3.

Proses pembentukan coverage sel dalam proses simulasi dilakukan secara otomatis. Sehingga proses diatas di implementasikan ke dalam script-script avenue (Lampiran 1).

You might also like