You are on page 1of 11

UJI PROFISIENSI LABORATORIUM Dyah Styarini

Pendahuluan Dalam kehidupan modern saat ini kualitas hidup masyarakat dunia mendapat perhatian yang serius dalam berbagai aspek kehidupan. Kualitas produk, jasa maupun komoditas yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari menjadi isu penting yang sangat diperhatikan standarnya. Rendahnya kualitas suatu produk, jasa maupun komoditas dapat berdampak terhadap menurunnya pendapatan ekonomi, kesehatan manusia bahkan merusak lingkungan yang akhirnya menurunkan kualitas hidup manusia. Untuk menjamin kualitas suatu produk atau jasa atau dengan kata lain supaya kualitas mendapatkan pengakuan yang berlaku internasional, diperlukan 3 elemen kunci yaitu sistem akreditasi, pelaksanaan prosedur kontrol kualitas internal serta keikutsertaan dalam uji profisiensi antar laboratorium[1,2]. Laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi diakreditasi berdasarkan ISO/IEC 17025 oleh suatu lembaga akreditasi, seperti Komite Akreditasi Nasional (KAN) bila di Indonesia. Penggunaan standar nasional ini dapat memfasilitasi kerjasama antar laboratorium dengan lembaga-lembaga lainnya, serta membantu dalam pertukaran informasi dan pengalaman dalam harmonisasi standar dan prosedur[3].

Uji Profisiensi Berdasarkan ISO/IEC Guide 43:1997 bagian 1


[1]

didefinisikan sebagai suatu

perangkat yang powerful untuk membantu laboratorium dalam menunjukkan kompetensinya kepada lembaga akreditasi atau pihak ketiga. Dengan kata lain uji profisiensi merupakan suatu metoda untuk mengetahui kinerja laboratorium dengan cara uji banding antar laboratorium. Uji profisiensi memungkinkan laboratorium memonitor hasil ujinya dari waktu ke waktu. Tren hasil pengujian dalam suatu jangka waktu yang cukup lama dapat diketahui sehingga bila ada penyimpangan yang terjadi dapat segera dipikirkan tindakan perbaikannya[4]. Biasanya dalam penyelenggaraan uji profisiensi, penyelenggara mendistribusikan suatu material yang homogen ke masing-masing peserta. Material/contoh uji yang diujikan adalah
1

yang semirip mungkin dengan yang biasanya dianalisis oleh masing-masing laboratorium sehingga dapat merepresentasikan kemampuan masing-masing laboratorium untuk bekerja di kondisi rutin. Peserta kemudian menganalisis material tersebut dengan kondisi tertentu dan melaporkan hasilnya kepada penyelenggara. Penyelenggara kemudian mengumpulkan seluruh hasil dari seluruh peserta dan menginformasikan hasil kepada seluruh peserta, biasanya dalam bentuk nilai yang menunjukkan korelasi/hubungan terhadap akurasi hasil [5]. Seluruh hasil pengujian pasti tidak akan terlepas dari adanya error atau galat. Error disini bukanlah suatu kesalahan yang disengaja melainkan kesalahan yang tak dapat dihindari baik pada prosedur pengujian di fisika maupun kimia. Pada pengujian kimia tentunya akan jauh lebih rumit dibandingkan dengan pengujian fisika. Umumnya akurasi yang diperoleh pada pengujian kimia untuk level konsentrasi yang sangat kecil akan rendah, sebagai contoh pada pengujian residu pestisida dalam makanan[5]. Hasil uji atas suatu contoh uji yang sama oleh dua atau lebih laboratorium belum tentu akan menghasilkan nilai yang sama. Sejauh mana perbedaan hasil tersebut dapat diperbandingkan atau dianggap sama atau tidak sama dapat diketahui dari evaluasi menggunakan statistik. Dengan mengikuti kegiatan uji profisiensi akan terlihat apakah hasil uji suatu laboratorium akurat, memuaskan atau dapat diterima. Adapun tujuan utama dilakukannya uji profisiensi adalah untuk menyediakan perangkat jaminan mutu bagi laboratorium laboratorium dalam membandingkan kinerja suatu laboratorium terhadap laboratorium lain yang sejenis, sehingga dapat mengambil langkah perbaikan yang diperlukan bila ada ketidaksesuaian. Uji profisiensi ini didesain sebagai peringatan bahwa suatu laboratorium sudah harus memodifikasi prosedurnya[5]. Dari definisi di atas terdapat dua istilah yang sering dipergunakan yaitu uji profisiensi dan uji banding. Uji banding atau Interlaboratory comparison (ILC) adalah organisasi, kinerja serta evaluasi dari suatu hasil pengujian/kalibrasi dari suatu matriks atau contoh uji yang sama oleh dua laboratorium atau lebih dimana kondisi pengujian telah ditentukan sebelumnya. Uji banding antar laboratorium memiliki lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan uji profisiensi, karena uji banding laboratorium dapat dipakai untuk maksud: 1. Menentukan dan memonitor kesinambungan unjuk kerja laboratorium dalam pengujian tertentu.
2

2. Mengidentifikasi masalah dalam berbagai laboratorium dan menginisiasi tindakan perbaikan yang diperlukan. 3. Menentukan unjuk kerja dari suatu metode pengujian (yang lama dan yang baru),sehingga diperoleh komparabilitas antar metode. 4. Menetapkan nilai pada bahan acuan (reference materials). Adapun beberapa kemungkinan tipe uji profisiensi yang dapat dilakukan dalam rangka akreditasi adalah uji profisiensi bilateral, proficiency testing schemes dan uji banding.

Kaitannya dengan persyaratan ISO 17025 dan Metrologi Kimia Berdasarkan persyaratan ISO/IEC 17025 [1], suatu laboratorium harus memiliki prosedur quality control untuk memonitor validitas dari hasil uji dan kalibrasi yang dilakukan. Monitoring dapat meliputi keikutsertaan pada uji banding antar laboratorium atau program uji profisiensi dan juga dapat melalui penggunaan bahan acuan yang tersertifikasi atau dengan melakukan replikasi pengukuran menggunakan metoda analisa yang sama atau berbeda. Dengan demikian laboratorium dapat menyediakan bukti kompetensinya pada pelanggannya dan kepada lembaga akreditasi. Bagan penilaian terhadap suatu laboratorium oleh lembaga akreditasi menggunakan hasil uji profisiensi dapat dilihat pada gambar 1 [4]. Dalam kurun waktu lebih dari satu dekade belakangan ini, telah berkembang suatu paradigma baru mengenai konsep metrologi kimia. Hal tersebut dikembangkan untuk meningkatkan kualitas hasil pengukuran dan supaya hasil pengukuran dapat diterima dimanapun. Sebelumnya dua parameter jaminan kualitas hasil pada pengujian kimia telah diterapkan yaitu sistem manajemen kualitas dan akreditasi. Saat ini, prinsip dalam pengukuran atau yang dikenal sebagai metrologi telah mendapatkan perhatian lebih serius. Prinsip metrologi tidak berarti menggantikan aspek jaminan mutu melainkan hadir sebagai pelengkap dalam meningkatkan jaminan mutu hasil pengujian. Konsep metrologi ini pertama kali diterapkan dalam bidang fisika kemudian berkembang hingga saat ini diterapkan juga di bidang pengukuran kimia. Implementasi dari metrologi kimia sangat ditekankan dalam ISO/IEC 17025 seperti penekanan pentingnya pemilihan prosedur pengujian dengan menyertakan bukti hasil validasi metodanya, mendeskripsikan
3

prosedur pengujian yang dilakukan, harus mampu membuktikan ketertelusuran hasil pengukuran, mengevaluasi nilai ketidakpastian analisis dan pemilihan serta penggunaan bahan acuan tersertifikasi atau bahan acuan yang sesuai untuk pengujian kimia yang dilakukan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil uji profisiensi yang diikuti oleh laboratorium pengujian dapat digunakan sebagai bukti untuk menunjukkan kepada konsumen bahwa hasil ujinya reliabel sekaligus juga sebagai bahan instrospeksi bila masih harus meningkatkan kualitas hasil pengujian. Umumnya provider uji profisiensi merupakan laboratorium rujukan yang mendistribusikan sampel dengan nilai yang telah ditetapkan kepada peserta. Peserta kemudian menguji sampel tersebut, lalu oleh penyelenggara akan dievaluasi kedekatan hasil atau akurasi hasil pengujian dengan nilai sebenarnya (reference value) dan nilai ketidakpastian analisis yang dihasilkan. Dengan demikian dapat diketahui apakah prosedur pengujian suatu laboratorium sudah cukup baik, hasil yang diperoleh reliabel dan apakah hasil tersebut dapat diterima dimanapun oleh siapapun[7].

ya
Apakah kriteria keberterimaan hasil uji profisiensi tersedia? Apakah kriteria memenuhi syarat?

Tidak
*Contoh kriteria: >80% parameter yang diuji memiliki nilai Z score diantara 3 Tetapkan kriteria keberterimaan*

Tidak

Cek hasil kinerja laboratorium

ya

ya Selesai Tidak
Memuaskan?

ya Selesai
Dapat diterima?

ya

Apakah terdapat penjelasan dan perbaikan intenal dari laboratorium?

Tidak Tidak
Adakah Persyaratan untuk tindakan tambahan?** **Contoh tindakan: Mengulang uji profisiensi Mengecek jaminan mutu internal Meminta detil laporan untuk tindakan perbaikan Melakukan surveilen

ya Selesai
Apakah tindakan tersebut positif?

Tidak

Pembatasan ruang lingkup akreditasi, pencabutan atau penangguhan akreditasi

Gambar 1. Bagan alir penilaian kinerja laboratorium oleh lembaga akreditasi menggunakan hasil uji profisiensi
5

Siapa saja yang harus mengikuti uji profisiensi[8] Terkait dengan persyaratan akreditasi, laboratorium peserta uji profisiensi adalah sebagai berikut: 1. Laboratorium yang akan mengajukan akreditasi ke lembaga akreditasi Laboratorium penguji atau laboratorium kalibrasi yang mengajukan akreditasi ke Komite Akreditasi nasional (KAN) harus telah mengikuti minimal satu program uji profisiensi KAN atau uji profisiensi yang diselenggarakan oleh lembaga lain yang mempunyai reputasi baik dalam penyelenggaraan uji profisiensi untuk lingkup utama dari ruang lingkup akreditasi yang diajukan. Apabila tidak tersedia program uji profisiensi yang dimaksud, maka laboratorium harus dapat membuktikan kemampuannya seperti yang dipersyaratkan dalam SNI 19-17025-2000 butir 5.9. a. 2. Laboratorium yang telah diakreditasi Laboratorium yang telah diakreditasi KAN wajib mengikuti program uji profisiensi minimal sekali dalam setahun. Untuk lingkup utama akreditasi, laboratorium wajib mengikuti uji profisiensi sekali dalam masa akreditasinya, terutama dalam uji profisiensi yang diselenggarakan oleh APLAC/ILAC. Apabila KAN tidak menyelenggarakan uji profisiensi untuk suatu lingkup tertentu, maka laboratorium dianjurkan untuk menyelenggarakan sendiri atau berpartisipasi dalam program uji profisiensi yang diselenggarakan oleh lembaga lain yang mempunyai reputasi baik dalam penyelenggaraan uji profisiensi. Apabila selama masa akreditasi laboratorium tidak tersedia program uji profisiensi untuk lingkup utama akreditasi, maka laboratorium harus dapat membuktikan kemampuannya seperti yang dipersyaratkan dalam SNI 19-17025-2000 butir 5.9.a. 3. Laboratorium yang masih harus mengambil tindak lanjut terhadap hasil uji profisiensi laboratorium yang telah diakreditasi. Laboratorium harus melakukan investigasi, audit internal (jika diperlukan) dan tindakan perbaikan untuk setiap hasil uji profisiensi yang tidak memuaskan
6

(outlier). Hasil investigasi, audit internal dan bukti tindakan perbaikan diverifikasi pada kunjungan survailen atau asesmen berikutnya. Penyelenggaraan uji profisiensi Dalam penyelenggaraan uji profisiensi tentunya ada pihak yang berperan sebagai provider (penyedia/penyelenggara) dan juga peserta uji profisiensi. Masingmasing memiliki prosedur kerja tersendiri yang dapat dilihat dari skema pada gambar 2 berikut[9]:
Skema Penyelenggara/Penyedia Peserta

Menjelaskan/mempertimbangkan kembali dokumen peraturan

Menjelaskan prosedur analisis

Merinci/mempertimbangkan kembali kriteria kualitas

Menganalisis bahan uji

Menyiapkan serta memvalidasi material/contoh uji

Melaporkan hasil uji

Menilai / menganalisis hasil dari peserta

Mengulas prosedur

Mengulas hasil / memodifikasi skema

Gambar 2. Organisasi skema uji profisiensi Penyelenggara uji profisiensi adalah suatu organisasi yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan mulai dari perancangan hingga pengoperasian skema uji profisiensi termasuk di dalamnya penyiapan bahan uji, evaluasi hasil hingga pelaporan hasil uji profisiensi. Untuk hal-hal tertentu, penyelenggara dapat melakukan subkontrak kepada subkontraktor yang disebut sebagai kolaborator,
7

misalnya dalam hal penyiapan contoh uji. Ada tiga hal yang tidak dapat disubkontrakkan yaitu perencanaan skema uji profisiensi, evaluasi unjuk kerja dan pengesahan laporan akhir uji profisiensi. Untuk menunjukkan kompetensinya tentunya organisasi penyelenggara uji profisiensi telah memiliki sistem manajemen sesuai dengan yang ditetapkan pada ISO/IEC 43 dan ILAC-G13 sehingga hasilnya dapat diterima secara internasional[10]. Persyaratan sampel atau contoh uji yang dibagikan kepada peserta uji profisiensi adalah contoh uji harus dibuat oleh laboratorium yang berpengalaman di bidang yang akan diujikan, kemudian contoh uji harus seidentik mungkin dengan contoh uji yang biasa digunakan untuk analisis rutin, homogen dan juga stabil. Contoh uji harus homogen yang dibuktikan dengan hasil uji homogenitas yang meliputi F-test atau s, test dimana s adalah akar variance dan adalah standar deviasi nilai target. Jumlah contoh uji yang didistribusikan harus mencukupi kebutuhan analisis dan untuk pengulangan bila diijinkan oleh skema uji profisiensi.
[2,10]

. Setelah mendapatkan contoh uji, peserta kemudian menganalisis contoh uji

tersebut sesuai dengan instruksi kerja atau protokol yang ada. Secara umum biasanya peserta menganalisis contoh uji menggunakan metoda analisis yang biasa digunakan dalam analisa rutin di laboratoriumnya. Hasil uji kemudian dilaporkan dalam format yang telah ditentukan oleh pihak penyelenggara dan dikumpulkan kepada penyelenggara. Seluruh hasil dari seluruh peserta kemudian diolah atau dievaluasi oleh pihak penyelenggara. Peserta yang menyerahkan hasil setelah deadline yang telah ditetapkan oleh pihak penyelenggara akan didiskualifikasi dan datanya tidak akan dievaluasi. Assigned value atau nilai yang ditetapkan dimana merupakan perkiraan nilai zat yang diukur pada contoh uji digunakan untuk keperluan penilaian. Besarnya nilai konsentrasi zat yang akan diukur pada contoh uji dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari beberapa metoda di bawah ini: 1. Pengukuran oleh laboratorium rujukan 2. Nilai pada sertifikat bahan acuan yang digunakan sebagai contoh uji 3. Membandingkan langsung nilai zat yang akan diukur pad contoh uji dengan bahan acuan tersertifikasi (CRMs).
8

4. Konsensus bidangnya.

oleh

laboratorium-laboratorium

yang

berpengalaman

di

5. Formulasi ( penetapan nilai berdasarkan proporsi yang digunakan dalam larutan atau campuran dimana besarnya kandungan analit diketahui. 6. Nilai konsensus (nilai yang diperoleh langsung dari hasil laporan peserta uji profisiensi)[2,5]. Laboratorium peserta akan dievaluasi berdasarkan perbedaan hasil nilai analit yang diperoleh dengan nilai analit yang sebenarnya atau yang telah ditetapkan. Penilaian dihitung untuk masing-masing laboratorium dengan menggunakan statistik. The 1993 Harmonized Protocol merekomendasikan konversi hasil uji dari masingmasing laboratorium peserta dengan menggunakan nilai z-score. Hasil yang diperoleh peserta, x, dikonversikan ke nilai z-score berdasarkan persamaan z = (x-xa)/p dimana xa adalah nilai yang telah ditetapkan (Assigned value) dan p adalah standar deviasi untuk penilaian profisiensi. Dihitungnya nilai z score adalah untuk menjadikan hasil uji dari tiap-tiap peserta menjadi dapat diperbandingkan. Nilai (x-xa) dapat didefinisikan sebagai error/kesalahan dalam pengukuran sedangkan p mendeskripsikan nilai ketidakpastian standar. Nilai z score dapat dinterpretasikan berdasarkan distribusi normal sebagai berikut: 1. Nilai z score = 0 menandakan bahwa hasil uji yang didapatkan adalah sempurna. Hal ini sangat jarang terjadi bahkan pada laboratorium berpengalaman sekalipun. 2. Nilai z score antara -2 sampai 2 dianggap memuaskan atau diterima. 3. Nilai z score <-3 atau >+3, berarti hasil uji tidak dapat diterima atau tidak memuaskan. 4. Nilai z score diantara -2 hingga -3 dan 2 hingga 3 berarti hasil uji yang diperoleh diragukan. Berikut adalah contoh grafik z score dari masing-masing peserta uji profisiensi[2]:

Nomor Laboratorium

Setelah data-data dievaluasi oleh penyelenggara, kemudian penyelenggara berkewajiban untuk memberikan hasil uji profisiensi yang merupakan laporan kinerja ke masing-masing peserta. Data-data yang terkumpul dari seluruh peserta sebaiknya ditampilkan dalam laporan sehingga peserta juga dapat ikut memeriksa hasil evaluasi kinerja yang telah dihasilkan. Peserta berhak mendapatkan laporan dalam format yang sederhana dan jelas sehingga mudah dimengerti dan laporan dalam bentuk data yang telah diolah menjadi suatu grafik atau histogram atau distribusi plot jenis lainnya dengan kesimpulan statistik yang sesuai. Dengan demikian diharapkan dengan mengikuti uji profisiensi secara rutin akan memberikan gambaran yang jelas mengenai kinerja dari suatu laboratorium terhadap kemampuannya dalam melakukan pengujian suatu parameter uji. Data hasil uji profisiensi dapat dijadikan bukti yang kuat bahwa hasil uji yang dihasilkan adalah akurat, dapat dipercaya sehingga dapat diterima oleh semua pihak, dimana hal ini merupakan bentuk tanggungjawab terhadap pelanggan, lembaga akreditasi dan juga pemerintah. Bila suatu saat didapatkan hasil uji profisiensi yang tidak memuaskan atau meragukan, maka dapat segera diketahui sehingga dapat segera dilakukan tindakan perbaikan. Dengan demikian tidak akan ada pihak-pihak yang dirugikan akibat kesalahan atau ketidaksesuaian dalam melakukan pengujian.

10

Daftar Pustaka
1. W.P. Cofino, Accreditation and Interlaboratory Studies, Accreditation and Quality Assurance in Analytical Chemistry, Springer-Verlag, Berlin Heidelberg New York, 1994. 2. John Gilbert et.al, Laboratory Proficiency Testing Programmes, Pure & appl. Chem., vol.70, No.12, pp. 2309-2312, IUPAC, 1998. 3. Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi, ISO/IEC 17025 (Versi Bahasa Indonesia). 4. Use of Proficiency Testing as a Tool for Accreditation in Testing. Diunduh dari http://www.ilac.org/documents/ILAC_G22_2004_use_of_proficiency_testing_as_ a_tool_for_accreditation_in_testing.pdf 5. Analytical Methods Comittee, What is Proficiecy Testing? Guide for end-users of Chemical data, amc background paper, No.2, Royal Society of Chemsitry, January 2005. 6. ILAC Policy fro Participation in National and International Proficiency Testing Activities, diunduh dari http://www.ilac.org/documents/ILAC_P9_2005_ILAC_policy_for_part_in_nat_and _inter_pt_activities.pdf 7. E.Bulska etal., On The Importance of Metrology in Chemistry. Diunduh dari www.pg.gda.pl/chem/CEEAM/Dokumenty/CEEAM.../chapter4.pdf 8. Kebijakan KAN mengenai Uji Profisiensi, diunduh dari www.bsn.go.id/.../DPLP%2011%20Kebijakan%20KAN%20tentang%20profisiensi .pdf 9. Michael Thompson, Proficiency Testing and Fitness for Purpose in Analysis. Diunduh dari www.lbma.org.uk/docs/.../LBMAARS2009%2002%20Thompson.pdf 10. Michael Thompson et.al, The International Harmonized Protocol for the Proficiency testing of Analytical Chemsitry Laboratories (IUPAC Technical Report), Pure Appl. Chem., Vol. 78 No. 1, pp. 145-196, 2006.

11

You might also like