Professional Documents
Culture Documents
Kantor: Gedung H lt 4 Kampus, Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Kelas: Reguler
Mata Kuliah: Konsep & Teori Sosial Semester/Tahun: II/2013 Program: Pascasarjana Unnes
Karya
Karir
Secara logika sosial, seseorang akan melakukan upaya-upaya tertentu untuk memecahkan masalah, yang dilakukan oleh para ahli (dalam hal ini Parsons) adalah dengan menggunakan kekuatan akademiknya, dengan menghasilkan teori kemasyarakatan.
ia
Ritzer dan Goodman. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2007) hlm. 128-129. Utari, IS. Masyarakat dan Pilihan Hukum (Semarang: CV Sanggar Krida Aditama, 2012) hlm. 55. 4 Ritzer dan Smart. Handbook Teori Sosial (Jakarta: Nusa Dua, 2012) hlm. 296.
pertama yang diampu oleh Durkheim adalah pendidikan moral, tujuannya adalah mengkomunikasikan sistem moral kepada para mahasiswa, ini sekaligus sebagai upaya untuk menanggulangi kemerosotan moral yang terjadi di Perancis saat itu. Durkheim adalah seorang Yahudi, dan saat itu kehidupan di Perancis sedang menghembuskan gerakan anti-Yahudi. Hal inilah yang menyebabkan Durkheim mengatakan bahwa di Perancis sedang terjadi kemerosotan moral. Pemikiran inilah yang menginspirasi Parsons dalam merumuskan skema AGIL, bahwa dalam sistem sosial perlu ada fungsi Latency, yang berfungsi sebagai upaya pemeliharaan pola, yakni salah satunya melalui pendidikan moral seperti apa yang diajarkan Durkheim. Malinowski melalui hasil penelitiannya mengenai sistem sosial-budaya di masyarakat suku Trobrian menginspirasi Parsons untuk mengembangkan teori tentang sistem sosial. Bahwa ternyata di masyarakat Trobrian masing-masing unsur masyarakat saling bahu-membahu menyusun sistem kehidupannya, menjalankan fungsi AGIL, guna mencapai kehidupan bersama yang harmonis.
Parsons lahir tahun 1902 di Colorado Spring, Colorado. Ia berasal dari latar belakang religius dan intelektual. Ayahnya seorang pendeta, profesor dan akhirnya menjadi rektor di sebuah perguruan tinggi kecil. Parsons mendapat gelar Sarjana Muda dari Universitas Amherst tahun 1924. Cita-cita Parsons adalah menjadi ahli kedokteran atau biologi. Saat itu Parsons tertarik dengan sistem organisme (nantinya melahirkan teori sistem sosial) yang terdiri dari organ dan masing-masing elemennya mempunyai fungsi satu dengan lainnya. Di Amherst dia justru masuk ke sekolah kelembagaan, yakni kajian ekonomi politik, studi atas konsekuansi-konsekuensi sosial atas proses-proses ekonomi. Lulus dari Amherst, Parsons melanjutkan sekolah Pascasarjana di London School of Economics. Di tahun berikutnya ia pindah ke Heidelberg, Jerman. Tahun 1927 Parsons mengajar di Harvard. Ia tetap mengajar di Harvard meski harus berganti jurusan beberapa kali. Tahun 1937 Parsons menerbitkan bukunya yang berjudul The Structure of Social Action. Buku ini tidak hanya mengenalkan pemikir sosiolog utama seperti Weber kepada sejumlah sosiolog, tetapi juga meletakkan landasan bagi teori yang dikembangkan Parsons sendiri. Setelah menerbitkan buku, karir akademis Parsons berkembang pesat, dia menjadi Ketua Jurusan Sosiologi di Harvard pada tahun 1944. Dua tahun kemudian, ia mendirikan Departemen Hubungan Sosial, yang tidak hanya memasukkan sosiologi, tetapi juga berbagai sarjana ilmu sosial lainnya. Tahun 1949 Parsons terpilih menjadi President The American Sociological Association. Tahun 1950 dan menjelang tahun 1960-an, Parsons menerbitkan buku The Social System. Hal ini menempatkan Parsons menjadi tokoh dominan dalam sosiologi Amerika. Parson meninggal di tahun 1979 dalam usia 77 tahun.5
5 6
Ritzer dan Goodman. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2007) hlm. 128-129. Ibid.
2. Mengapa aktor manusia bertindak seperti yang dilakukannya saat itu?7 3. Sejauh mana tindakan aktor manusia ditentukan oleh pengaruh-pengaruh di luar kendalinya?8 4. Apa akibat, yang disengaja atau tidak, dari tindakan-tindakan aktor tersebut?9 5. Bagaimana keanekaragaman tindakan sosial dapat menghasilkan pemolaan sosial tertentu yang selaras?10 6. Sejauh mana pemolaan sosial tergantung pada pemaksaan atau tekanan, yang bertentangan dengan konsensus?11
Keterangan: Organisasi perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan, dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial melaksanakann fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya.
7 8
Ritzer dan Smart. Handbook Teori Sosial (Jakarta: Nusa Dua, 2012) hlm. 297. Ibid. 9 Ibid. 10 Ibid. 11 Ibid. 12 Ritzer dan Goodman. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2007) hlm. 121.
1. Sistem Tindakan13
Sistem tindakan berjalan menurut langkah-langkah berikut ini. Informasi tinggi Informasi tinggi (kontrol) (kontrol) 1. Lingkungan Tindakan: reaksi akhir 2. Sistem Kultural Hierarki faktor yang Hierarki faktor yang 3. Sistem Sosial Mengkondisikan mengkondisikan 4. Sistem Kepribadian 5. Organisasi Perilaku 6. Lingkungan Tindakan: lingkungan fisik-organis Energi tinggi Energi tinggi (kontrol) (kontrol) Parsons berpendapat bahwa masing-masing tingkat yang lebih rendah menyediakan kondisi atau kekuatan yang diperlukan untuk tingkat yang lebih tinggi. Tingkat yang lebih tinggi mengendalikan tingkat yang berada di bawahnya. Saya dapat jelaskan di sini, bahwa tingkat paling rendah dalam tindakan aktor adalah lingkungan fisik-organis, yakni tubuh manusia, anatomi, dan fisiologinya. Ini sekaligus sebagai prasyarat tindakan aktor, tanpa ketiganya tindakan aktor akan susah diwujudkan. Tahap selanjutnya adalah organisasi perilaku, dimaksudkan bahwa tindakan aktor merupakan wujud adaptasi terhadap lingkungan fisik, sosial, dan budayanya. Hal-hal yang aktor peroleh dari lingkungan kemudian diolah dalam sistem kepribadiannya. Aktor yang memiliki kepribadian positif dan merespon sesuatu dengan positif, akan menciptakan motivasi tinggi untuk menuju pada tindakan-tindakan sosial yang positif juga. Tindakan yang akan dilakukan aktor, juga masih harus diintegrasikan dengan sistem sosial yang berlaku di masyarakat sekitar. Tindakan aktor perlu di-menej dalam bingkai sistem sosial, kesesuaian antara organisme perilaku, sistem kultural, dan pemeliharaan pola perlu bersifat integratif. Tahap selanjutnya adalah tindakan-tindakan ini disesuaikan dengan garis-garis norma dan nilai. Setelah semua tahap ini dilalui, aktor telah dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu. Parsons kemudian berbicara tentang keteraturan,14 bahwa: a. Sistem memiliki alat-alat keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung. b. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan. c. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur. d. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk-bentuk bagian yang lain. e. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya. f. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses dasar yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.
13 14
Ritzer dan Goodman. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2007) hlm. 128-129. Ibid.
g. Sistem cenderung bergerak ke arah pemeliharaan keteraturan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk mengubah sistem dari dalam. Utari (2012) menambahkan bahwa Parsons dalam bukunya The Structure of Social Action menggambarkan aksi sebagai tingkah laku voluntaristik yang mencakup beberapa elemen pokok, diantaranya sebagai berikut: a. aktor sebagai individu aktif; b. aktor memiliki tujuan yang ingin dicapai; c. aktor dihadapkan pada pilihan beragam cara yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan; d. terdapat beragam kondisi dan situasi yang dapat mempengaruhi aktor dalam memilih cara untuk mencapai tujuan; e. penentuan tujuan yang diinginkan dan cara untuk mencapainya, senantiasa berpedoman pada nilai-nilai, norma-norma, dan ide-ide tertentu yang ada dalam lingkungan sosial di mana aktor berada; f. tindakan atau pengambilan keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu, merupakan hasil dari pertimbangan aktor atas segala sistem situasi yang ia hadapi (nilai, norma, kondisi, dan situasi).15
2. Sistem Sosial
Parsons mengatakan bahwa sistem sosial terdiri dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor mempunyai motivasi dalam arti mempunyai kecenderungan untuk mengoptimalkan kepuasan, yang berhubungan dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi dalam term sistem simbol bersama yang terstruktur secara kultural. Parsons memahami sistem sosial menggunakan pendekatan status dan peran sebagai unit dasar sistem sosial. Status mengacu pada posisi struktural di dalam sistem sosial, dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam posisinya tersebut. Aktor tidak dilihat dari sudut pemikiran dan tindakannya, melainkan dilihat tidak lebih dari sekedar kumpulan beberapa status dan peran. Parsons16 berpendapat bahwa sistem sosial harus: a. tersruktur (ditata) sedemikian rupa sehingga dapat beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan sistem yang lainnya; b. mendapatkan dukungan dari sistem yang lain, guna menjaga kelangsungan hidupnya; c. memenuhi kebutuhan para aktornya dalam porsi yang signifikan; d. mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya; e. mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu; f. jika terjadi konflik, harus dikendalikan; dan g. memerlukan bahasa.
15 16
Ritzer dan Goodman. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2007) hlm. 125. Ibid.
Nasikun17 menambahkan mengenai proporsi-proporsi yang diajukan oleh Parsons, diantaranya: a. masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain; b. dengan demikian hubungan saling pengaruh diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik; c. meskipun integrasi sosial tidak akan pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak kearah equilibrium yang bersifat dinamis. Menanggapi perubahan-perubahan yang datang dari luar dengan kecenderungan memelihara agar perubahanperubahan yang terjadi dalam sistem sebagi akibatnya hanya akan mencapai derajat minimal. d. Meskipun disfungsi, ketegangan-ketegangan dan penympangan-penyimpangan senantiasa terjadi juga, akan tetapi dalam di dalam jangka panjang keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaianpenyesuaian dan institusionalisasi. Sekalipun integrasi sosial pada tingkatnya yang sempurna tidaka akan pernah tercapai, akan tetapi setiap sistem sosial akan senantiasa berproses ke arah itu. e. Perubahan dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian, dan tidak secara revolusioner. Perubahan yang terjadi secara drastis pada umumnya hanya mengenai bentuk luarnya saja, sedangkan unsur-unsur sosial budaya yang menjadi bangunan dsarnya tidak seberapa mengalami perubahan. f. Pada dasarnya perubahan sosial timbul melalui tiga macam kemungkinan, yakni 1) penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial terhadap perubahan dari luar; 2) perubahan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional; dan 3) penemuan baru oleh anggota masyarakat. g. Faktor paling penting yang memiliki daya mengintegrasikan suatu sistem sosial adalah konsensus di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan. Dalam setiap masyarakat pasti memiliki tujuan dan prinsip dasar yang dianggap sebagai suatu hal yang mutlak benar oleh sebagian besar masyarakat. Sistem nilai tersebut tidak saja merupakan sumber yang menyebabkan berkembangnya integrasi sosial, ini juga sekaligus merupakan unsur yang menstabilisir sistem sosial-budaya itu sendiri.
Nasikun. Sistem Sosial Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada) hlm. 11-12. Ritzer dan Goodman. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2007) hlm. 125-127.
sebagian besar dibentuk oleh masyarakat) mengikatkan aktor pada sistem sosial, dan sosialisasi itu menyediakan alat untuk memuaskan disposisi-kebutuhan tersebut. Parsons, berangkat dari pemikiran tentang sosialisasi dan internalisasi yang mengakibatkan perbedaan antaraktor, mengajukan pertanyaan mengapa perbedaan individual biasanya tidak menjadi masalah besar bagi sistem sosial, padahal sistem sosial memerlukan keteraturan? jawaban yang kemudian dihasilkan yaitu, 1) sejumlah mekanisme pengendalian sosial dapat digunakan untuk mendorong ke arah penyesuaian; 2) sistem sosial harus menghormati perbedaan, bahkan penyimpangan tertentu. Sistem sosial yang lentur lebih kuat daripada yang kaku, yang tidak dapat menerima penyimpangan sosial; dan 3) sistem sosial harus menyediakan berbagai jenis peluang untuk berperan yang memungkinkan bermacam-macam kepribadian yang berbeda untuk mengungkapkan diri mereka sendiri tanpa mengancam integritas sistem. Sosialisasi dan kontrol sosial adalah mekanisme utama yang memungkinkan sistem sosial mempertahankan keseimbangannya. Individualitas dan penyimpangan diakomodasi, tetapi bentuk-bentuk yang lebih akstrem harus ditangani dengan mekanisme penyeimbangan ulang (reequilibrating). 4. Masyarakat19 Parsons melihat masyarakat dari kacamata skema AGIL, ia membedakan antara empat struktur dalam masyarakat. Keempat struktur tersebut adalah; 1) sistem ekonomi; 2) sistem pemerintahan; 3) komunitas kemasyarakatan; dan 4) sistem fiduciari. Sistem Sosial Sistem Fiduciari Komunitas Kemasyarakatan Sistem Pemerintahan Sistem Ekonomi Syarat Fungsional Latency Integration Goal attainment Adaptation
Ekonomi adalah subsistem yang melaksanakan fungsi masyarakat dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan melalui tenaga kerja, produksi, dan alokasi. Melalui pekerjaan, ekonomi menyesuaikan diri dengan lingkungan kebutuhan masyarakat dan membantu masyarakat menyesuaikan diri dengan realitas eksternal. Pemerintah melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan mengejar tujuantujuan kemasyarakatan, memobilisasi aktor, dan sumber daya untuk mencapai tujuan. Komunitas kemasyarakatan melaksanakan fungsi integrasi, yang mengkoordinasikan berbagai komponen masyarakat, misalkan hukum. Fiduciari, semisal di sekolah dan keluarga, melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan jalan menyebarkan kultur (nilai dan norma) kepada aktor sehingga aktor menginternalisasikan kultur itu.
19
Ritzer dan Goodman. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2007) hlm. 127-129.
5. Sistem Kultural20
Kultur dimaknai Parsons sebagai kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan, kultur menengahi interaksi antaraktor, menginterasikan kepribadian, dan menyatukan sistem sosial.sistem kultural diwujudkan dalam nilai, norma, dan sistem kepribadian yang diinternalisasikan aktor. Sistem kultural juga berbentuk pengetahuan, simbol, dan gagasan. Kultur merupakan sistem simbol yang terpola, teratur, yang menjadi sasaran orientasi aktor, aspek-aspek sistem kepribadian yang sudah terlembagakan di dalam sistem sosial. Kultur, sebagian besar bersifat subjektif dan simbolik, oleh karena itu kultur dapat dengan mudah dipindahkan dari satu sistem ke sistem lain, dan dari satu sistem kepribadian ke sistem kepribadian lain melalui sosialisasi dan proses belajar.
6. Sistem Kepribadian21 Sistem kepribadian tidak hanya dikontrol oleh sistem kultural, tetapi juga oleh sistem sosial. Meskipun kandungan utamanya dari kedua hal tersebut, sistem kepribadian tetap bersifat independen karena sistem ini langsung berhubungan dengan organisme dirinya sendiri dan melalui keunikan pengalaman hidupnya sendiri. Kepribadian bukan merupakan sebuah epifenomenon semata. Parsons kemudian mengajukan proposisi tentang disposisi-kebutuhan, ini merupakan unit motivasi tindakan yang paling penting, ini merupakan dorongan hati (drives), merupakan kecenderungan batiniah, dan merupakan energi fisiologis yang memungkinkan terwujudnya aksi. Drives merupakan bagian dari organisme biologis, dan disposisi kebutuhan adalah drives yang dibentuk oleh lingkungan sosial. Parsons mengatakan bahwa ada tiga tipe dasar disposisi kebutuhan, yaitu: 1) disposisi-kebutuhan yang memaksa aktor mencari cinta dan persetujuan dari hubungan sosialnya; 2) internalisasi nilai; dan 3) adanya peran yang menyebabkan aktor memberi dan menerima respon yang tepat. 7. Organisme Perilaku22 Organisasi perilaku didasarkan atas konstitusi genetik, organisasinya dipengaruhi oleh proses pengondisian dan pembelajaran yang terjadi selama hidup aktor individual. 8. Perubahan dan Dinamisme23 Sebagai upaya untuk menanggapi kritik terhadap teorinya, Parsons akhirnya mengutarakan teori tentang perubahan sosial, yang dikemas dalam proposisi berikut ini; Teori Evolusi Tema besar dalam teori ini adalah Paradigma Perubahan Evolusioner. Komponen utama paradigma ini adalah proses diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa masyarakat tersusun atas sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan struktur maupun makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih
20 21
Ritzer dan Goodman. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2007) hlm. 129-130. Ibid. hlm. 130-132. 22 Ibid. hlm. 132-133 23 Ibid. hlm. 133-135
luas. Ketika masyarakat berubah, subsistem baru terdiferensiasi. Tetapi ini belum cukup, subsistem baru ini juga harus lebih memiliki kemampuan menyeduaikan diri ketimbang subsistem terdahulu. Jadi, simpulannya adalah aspek esensial paradigma evolusioner adalah kemampuan menyesuaikan diri yang meningkat. Di sinilah kemudian muncul masalah baru, bahwa ketika subsistem-subsistem berkembang biak, masyarakat berhadapan dengan masalah baru dalam mengoordinasi operasi unit-unit yang baru itu. Untuk itu, keterampilan dan kemampuan yang lebih besar diperlukan untuk menangani masalah subsistem yang semakin menyebar. Implikasinya, sistem nilai masyarakat mengalami perubahan serentak dengan perubahan struktur dan fungsi sosial yang semakin terdiferensiasi. Dalam masyarakat yang semakin terdiferensiasi memerlukan sistem nilai yang menggariskan ketentuan-ketentuan umum pada tingkat yang lebih tinggi untuk melegitimasi keanekaragaman tujuan dan fungsi yang semakin meluas. Evolusi dibagi menjadi tiga tahap, yakni evolusi primitif, lanjutan, dan modern. Perbedaan ini didasarkan pada dimensi kulturalnya. Transisi dari tahap primitif ke masa lanjutan adalah perkembangan bahasa, terutama bahasa tulisan. Transisi dari tahap lanjutan ke tahap modern adalah pelembagaan kode tatanan normatif. Media Pertukaran Umum Teori Parsons dikritik sebagai teori yang statis, guna menjawab kritik ini Parsons memasukkan aspek dinamis, yakni gagasannya tentang media pertukaran umum, di dalam maupun di antara empat sistem tindakan. Media pertukaran umum yang dimaksud Parsons misalnya uang, kekuasaan politik, pengaruh, dan komitmen terhadap nilai. Indikator-indikator ini lebih dimaknai pada kualitas simboliknya ketimbang kualitas materialnya.
F. Jenis Realitas
Jenis realitas yang ditampilkan Parsons merupakan realitas simbolik. Dalam hal ini, parson menyimbolkan sistem sosial ke dalam empat skema AGIL. Beberapa pergerakan sosial kemudian disebut Parsons sebagai bentuk adaptasi masyarakat. Di lain hal ada beberapa konsep yang kemudian dinamakan tujuan dari sistem sosial. Untuk menggabungkan beberapa hal tersebut, ada konsep yang dinamakan integrasi. Dan yang terakhir adalah latensi, berfungsi sebagai upaya untuk memelihara pola yang sudah ada dan sudah tersusun dengan seimbang. Parsons dalam analisisnya banyak berbicara tentang sistem, diantaranya sistem tindakan, sistem sosial, sistem budaya, dan sistem kepribadian. Ini semua merupakan realitas simbolik, bukan realitas yang nampak. Keberadaannya akan terasa ketika masing-masing bagian bersatu dan menjalankan fungsinya masing-masing sebagai satu kesatuan sistem. Sistem-sistem ini kemudian dianalisis oleh Parsons, yang kesemuanya dicarikan satu benang merah, untuk sampai pada simpulan bahwa untuk mencapai titik equilibrium masing-masing harus bergerak menuju ke arah konsensus sosial. Ketika ini sudah tercapai, maka keteraturan sosial akan terwujud. Parsons menambahkan bahwa tindakan aktor bersifat voluntaristik. Sifat voluntaristik berarti bahwa ada rasa suka rela, ikhlas, tulus, dan senang hati dari individu dalam bertindak untuk mengadaptasikan tindakannya agar sesuai dengan sistem sosial-
budaya dimana individu tersebut hidup. Sidat-sifat demikian keberadaanya adalah di bawah alam sadar individu, tidak nampak secara inderawi. Sifat voluntaristik dapat diamati ketika itu diimplementasikan dalam tindakan individu.24
Utari, IS. Masyarakat dan Pilihan Hukum (Semarang: CV Sanggar Krida Aditama, 2012) hlm. 55 dan Ritzer dan Smart. Handbook Teori Sosial (Jakarta: Nusa Dua, 2012) hlm. 299 . 25 Ritzer dan Smart. Handbook Teori Sosial (Jakarta: Nusa Dua, 2012) hlm. 297.
organis, organisasi perilaku, sistem kepribadian, sistem sosial, sistem kultural lingkungan tindakan: reaksi akhir. Sepanjang inilah alur sistem tindakan individu. Ada nilai-nilai yang perlu dijunjung tinggi oleh aktor dalam menentukan tindakannya.
J. Keberpihakan
Teori fungsionalisme struktural Parsons merupakan bagian dari Mahzab Galilean. Alasannya adalah bahwa kajian Parsons mengenai masyarakat dilakukan secara saintifik, Parsons mencoba menganalogikan kehidupan sosial dengan organisme tubuh manusia. Sistem sosial-budaya masyarakat terdiri atas kepala, badan, tangan, jari-jari tangan, kaki, jari-jari kaki, dan seterusnya. Kajian Parsons bukan kajian yang berawal dari kesadaran (Cartesian) atas fenomena sosial dan kemudian dicapai melalui proses berfikit filsafati, melainkan melalui uji saintifik. Fenomena-fenomena seputar Perang Dunia II merupakan laboratorium Parsons, kemudian hasil penelitian Malinowski tentang masyarakat Trobrian, juga merupakan pertimbangan bagi Parsons dalam menyusun teorinya. Dari data fakta di lapangan kemudian dianalisis oleh Parsons, langkah selanjutnya adalah Parsons mengkristalisasikan hal-hal yang sifatnya umum ini ke dalam generalisasi, yakni teori fungsionalisme struktural. Kajian Parsons juga bukan kajian yang sifatnya Aristotelian, atau hal-hal yang bersumber dari kajian teologikal. Parsons dengan sangat apik mengkreasikan analisisnya dari data-fakta lapangan mengenai unsur-unsur masyarakat yang kemudian disistematiskan dalam bingkai teori fungsionalisme struktural.
26
Daftar Pustaka
Abercrombie, Nicholas. dkk. 2010. Kamus Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nasikun. 2003. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sztompka, Piotr. 2010. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada. Ritzer, Goerge dan Goodman, Douglas J. 2007.Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Ritzer, George dan Smart, Barry. 2012. Handbook Teori Sosial. Jakarta: Nusa Media. Salim, Agus. 2007. Teori Sosiologi Klasik & Modern (Sketsa Pemikiran Awal). Semarang: Unnes Press.