You are on page 1of 21

VITILIGO

I.

PENDAHULUAN

Vitilgo umumnya ditandai dengan munculnya lesi depigmentasi dengan berbagai ukuran yang disebabkan oleh kehilangan atau detruksi pigmen melanosit kulit. Pada pertengahan abad ke 16, Hieronymous mercuralis menduga istilah vitiligo berasal dari bahasa latin yaitu kata vitium yang artinya cacat. Penyebabnya sampai sekarang masih belum diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis mengatakan penyakit ini disebabkan oleh reaksi autoimun dan pernyataan ini didukung dari penelitian menyatakan 1/3 pasien yang datang dan didiagnosa dengan vitiligo mempunyai penyakit autoimun yang lain. Vitiligo umumnya jelas diagnosanya ketika pemeriksaan fisis dan dapat dibedakan dengan penyakit lain dengan melakukan pemeriksaan lampu Wood, KOH atau biopsi kulit. Karakteristik lesi berupa macula ataupun bercak depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimptomatik. Kelainan ini cenderung progresif dan jarang mengalami regresi spontan. Prinsip pengobatan vitiligo adalah repimentasi,maka banyak cara dapat dilakukan, umumnya pengobatan vitiligo melibatkan penggunaan kortikisteroid topikal, psoralens plus PUVA, atau untuk vitiligo yang berat, dimana dipigmentasi kulit agak menyebar luas, dapat digunakan teknik bleaching dengan hydroquinone. 1,2

II.

DEFINISI

Vitiligo adalah kelainan pigmentasi kulit, seringkali bersifat progresif dan familial yang ditandai oleh makula hipopigmentasi pada kulit yang asimtomatik . Selain kelainan pigmentasi, tidak dijumpai kelainan lain pada kulit tersebut. Kata vitiligo berasal dan bahasa latin vitellus yang berarti anak sapi, karena kulit penderita berwarna putih seperti kulit anak sapi yang berbercak putih. Istilah vitiligo mulai diperkenalkan oleh Celsus, seorang dokter Romawi pada abad ke-2 A.D.2,3,4

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 1

III.

EPIDEMIOLOGI

Vitiligo mengenai 1-2% penduduk dunia tanpa membedakan ras dan jenis kelamin. 30 40% kasus mempunyai riwayat familial.4,3 perkembangan awal dari lesi, sekitar 25% penderita dijumpai pada usia di bawah 10 tahun, 50% terjadi pada usia lebih dari 42 tahun. Pada banyak penelitian, vitiligo lebih banyak dijumpai pada wanita (dewasa) dibandingkan pada laki-laki (dewasa) yaitu 2-3 : 1. Sedangkan pada anak, di jumpai perbandingan yang hampir sama pada ke dua jenis kelamin. Hal ini mudah dimengerti karena masalah utamanya adalah kosmetika.

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 2

IV.

ETIOLOGI

Penyebab vitiligo yang pasti belum diketahui, diduga suatu penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Dari beberapa referensi yang berbeda menyatakan faktor-faktor pencetus terjadinya vitiligo antara lain ialah faktor mekanis dimana penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi (fenol). Selain itu, terdapat beberapa kasus penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UVA dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan, faktor emosi/psikis dimana dikatakan bahwa penderita vitiligo berkembang setelah mendapat gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat, dan pada keadaan tertentu vitiligo juga sering ditemukan pada penderita dengan gangguan absorpsi vitamin B12 (anemia defisiensi vitamin B12).
1,2,3,18

V.

PATOGENESIS

Masih sedikit yang diketahui tentang patogenesis vitiligo, sehingga patofisiologi penyakit ini masih menjadi teka-teki Sampai saat ini terdapat 3 hipotesis klasik patofisiologi vitiligo yang dianut, yang masing-masing mempunyai kekuatan dan kelemahan yaitu: 1,3,4,10,11,13,14,15 1. Autositotoksik Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan DOPA ke dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal bebas. Dikemukakan bahwa terdapat produk antara dari biosintesis melanin yaitu monofenol / polifenol. Sintesis produk antara yang berlebihan tersebut akan bersifat toksik terhadap melanosit. Lerner (1959)

mengemukakan bahwa melanosit normal mempunyai proteksi terhadap proses tersebut, sedangkan pada penderita vitiligo mekanisme proteksi ini labil. Sehingga bila ada gangguan, produk antara tersebut akan merusak melanosit dan akibatnya terjadi vitiligo. Secara klinis dapat terlihat lesi banyak dijumpai pada daerah kulit yang mengandung pigmen lebih banyak (berwarna lebih gelap). 2. Hipotesis neurohumoral Hipotesis ini mengatakan bahwa mediator neurokimiawi seperti asetilkolin, epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf perifer merupakan bahan neurotoksik yang dapat merusak melanosit ataupun
REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS Page 3

menghambat produksi melanin. Bila zat-zat tersebut diproduksi berlebihan, maka sel melanosit di dekatnya akan rusak. Secara klinis dapat terlihat pada vitiligo segmental satu atau dua dermatom, dan seringkali timbul pada daerah dengan gangguan saraf seperti pada daerah paraplegia, penderita polineuritis berat 3. Hipotesis imunologik Vitiligo merupakan suatu penyakit autoimun; pada penderita dapat ditemukan autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik, yaitu autoantibodi anti melanosit yang bersifat toksik terhadap melanosit. Dari hasil-hasil penelitian terakhir, tampaknya hipotesis imunologik yang banyak dianut oleh banyak ahli. Hal ini disokong dengan kenyataan bahwa insidens vitiligo meningkat pada penderita penyakit autoimun, yaitu antara lain adalah penyakit kelenjar tiroid, alopesia areata, anemia pernisiosa, anemia hemolitik autoimun, skleroderma, artritis rheumatoid. 4. Faktor genetik Vitiligo dapat terjadi secara sporadis atau bersamaan dengan adanya hubungan keluarga. Hal ini didukung oleh adanya pola herediterpada beberapa keluarga, dimana vitiligo diturunkan melalui gen autosomal dominan atau autosomal resesif 5. Faktor bahan kimia Depigmentasi kulit dapat terjadi akibat paparan monobenzil eter hidroquinon yang terdapat pada sarung tangan. Terdapat sejumlah bahan kimia yang mampu menyebabkan terjadinya depigmentasi yaitu thiol, senyawa fenol, derivat katekol, merkaptoamin, dan beberapa quinon. Menghirup dan menelan senyawa kimia ini akan berperan dalam terjadinya depigmentasi.

VI.

GAMBARAN KLINIK

Lesi vitiligo biasanya asimptomatik, tidak dijumpai rasa gatal dan sakit. Timbul makula berwarna putih dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis yang lain. Kadang-kadang terlihat makula hipomelanotik selain makula

apigmentasi. Didalam makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi normal atau hiperpigmentasi yang disebut repigmentasi perifolikular. KadangREFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS Page 4

kadang ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema dan gatal yang disebut inflamatoar. Lesi vitiligo meluas secara sentrifugal dengan kecepatan yang tidak dapat diprediksi. Lesi ini dapat muncul dimana saja pada tubuh tetapi pada umumnya pada daerah yang sering terkena gesekan adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetris ataupun asimetris. Pada area yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Mukosa jarang terkena, kadang-kadang mengenai genital eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva. Koebnerisasi (proses yang berjalan isomorfik) juga dapat terjadi pada vitiligo. Lesi sering muncul pada daerah yang terkena trauma, misalnya terkena gesekan pakaian, tergores ataupun luka bakar. Makula hipopigmentasi yang khas pada vitiligo berupa bercak putih seperti susu, berdiameter beberapa milimeter sampai sentimeter, berbentuk bulat, lonjong, ataupun tak beraturan, dan berbatas tegas. Selain hipopigmentasi tidak dijumpai kelainan lain pada kulit. Kadang-kadang rambut pada kulit yang terkena ikut menjadi putih. Pada lesi awal kehilangan pigmen tersebut hanya sebagian, tetapi makin lama seluruh pigmen melanin hilang.4,5,6 Vitiligo diklasifikasi berdasarkan distribusi dan bentuk lesinya dan klasifikasi ini penting dalam memahami prognosis penyakit. Berdasarkan beberapa pola distribusi yang khas, vitiligo dibagi kepada tipe lokalisata, generalisata, dan universalisata. Tipe lokalisata terdiri daripada lesi (1) tipe fokal dimana satu makula yang terisolasi atau beberapa makula yang terbatas baik jumlah maupun ukurannya (terdapat pada satu atau dua tempat di bagian tubuh), (2) tipe segmental dimana distribusinya khas, dengan lesi vitiligo yang unilateral dalam suatu distribusi dermatom atau quasidermatom. Tipe ini dikatakan sebagai suatu jenis vitiligo yang bersifat stabil, dan (3) tipe mukosal yang hanya mengenai membran mukosa atau selaput lendir.1,7,8,9.

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 5

1. VITILIGO FOKAL

Gambar 1 : Vitiligo Fokal

(1)

Satu macula yang terisolasi atau beberapa macula yang berbatas baik jumlah maupun ukurannya (terdapat pada satu atau dua tempat di bagian tubuh)

2. VITILIGO SEGMENTAL

Gambar 2 : Vitiligo Segmental

(2)

Distribusi unilateral lengkap atau parsial sesuai dermatom. Kebanyakan pasien memiliki satu segmen yang mengalami depigmentasi. Jarang terjadi pada dua atau lebih segmen yang ipsilateral maupun kontralateral.

3. VITILIGO MUKOSAL

Gambar 3 : Vitiligo mukosal

(3)

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 6

Vitiligo tipe generalisata merupakan jenis vitiligo yang banyak dijumpai, khas dengan beberapa atau banyak makula yang tersebar. Makula ini seringkali bersifat simetris. Tipe ini dibagi lagi ke beberapa subkategori iaitu (1) vitiligo akrofasial dimana dipigmentasi kulit hanya melibatkan bagian distal ektremitas dan wajah, (2) vitiligo vulgaris dimana makula hipopigmentasi tersebar tanpa pola khas, dan (3) vitiligo campuran dimana merupakan campuran diantara vitiligo akrofasial, vulgaris dan/atau segmental. Vitiligo tipe universalisata merupakan depigmentasi kulit secara total atau hampir seluruh tubuh.
1,7,8,9.

4. VITILIGO AKROFACIAL

Gambar 4 : Vitiligo akrofasial

(4)

5. VITILIGO VULGARIS

Gambar 5 : Vitiligo vulgaris

(5)

Bercak putih, biasanya simetris,ukurannya bertambah besar, berhubungan dengan kehilangan fungsi melanosit epidermal dan melanosit folikel rambut.

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 7

Vitiligo yang diklasifikasi berdasarkan bentuk lesinya, antara lain : (vitiligo pg 1of 5) 1. Trichrome vitiligo : vitiligo yang terdiri atas lesi berwarna coklat, coklat muda dan putih

Gambar 6(6) :trichrome vitiligo 2. Vitiligo inflamatoar: lesi dengan tepi yang meninggi eritematosa dan gatal.

3. Quadrichrome

vitiligo

adanya

macula

perifoliculer

atau

batas

hiperpigmentasi yang terlihat pada proses repigmentasi vitiligo

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 8

VII.

DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis bisa didasarkan atas pemeriksaan klinis (anamnesis, pemeriksaan fisik), uji diagnostik (untuk membedakan dengan penyakit lain yang menyerupai), dan pemeriksaan laboratorium (untuk membantu mencari adanya kaitan dengan penyakit sistemik, seperti Diabetes melitus, insufisiensi adrenal, anemia pernisiosa, penyakit tiroid dan lain-lain). Menegakkan diagnose vitiligo pada umumnya berdasarkan gambaran klinis yang khas yaitu adanya lesi depigmentasi berupa macula atau bercak berwarna putih, berbatas tegas dengan pinggir yang hiperpigmentasi dan mempunyai dfistribusi yang khas. Penderita vitiligo dengan kulit yang terang (putih), agak sulit membedakan lesi vitiligo dengan kulit normal sekitarnya, untuk keadaan ini dapat digunakan lampu wood yang memberikan hasil yaitu macula yang amelanosit akan tampak putih berkilau. Dari anamnesia, perlu ditanyakan kepada penderita : awitan penyakit, riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini, riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes mellitus, dan anemia pernisiosa, kemungkinan factor pencetus misalnya: stress, emosi, terbakar matahari, pajanan bahan kimia, riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih.

Tes diagnostik dilakukan untuk membedakan dengan penyakit yang menyerupai, misalnya limfoma kutan sel T, LED/LES, lepra, pinta, nevus anemikus, depigmentosus, pielbadisme, pityriasis alba, hipopigmentasi pasca inflamasi, sarkoidosis, skleroderma, tinea versikolor dan lain-lain.

Tes laboratorium dilakukan untuk mendeteksi penyakit-penyakit sistemik yang menyertai, misalnya insufisiensi adrenal, diabetes melitus, anemia pernisiosa, penyakit tiroid. Tes-tes yang mungkin dapat membantu antara lain biopsi dari batas lesi (dengan teknik Fontana-Masson) untuk membedakan vitiligo dari beberapa keadaan yang disebut di atas. Penderita yang mempunyai

kecenderungan untuk mendapatkan foto-khemoterapi, perlu diperiksa ANA (antinuclear antibody), tes faal hepar dan faal ginjal, dsb.4,5,8,14,

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 9

Pemeriksaan Lampu Wood Pada pemeriksaan lampu wood didapatkan lesi vitiligo tampak putih berkilau dan dalam hal ini berbeda dengan kelainan hipopigmentasi lainnya. 2,14

Gambar 8(7): Pemeriksaan dengan menggunakan Lampu Wood. Lampu Wood merupakan alat pencahayaan yang menggunakan sinar ultraviolet A yang dipancarkan pada gelombang 365nm. Pemeriksaan ini dilakukan didalam ruang yang gelap. Pemeriksa dibiarkan beradaptasi dengan ruangan gelap selama 30s sebelum memulai pemeriksaan. Lampu Wood memberi kesan putih berkilau pada lesi hipopigmentasi (Gambar A) berbanding pada pencahayaan menggunakan sinar normal (Gambar B)

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 10

Histopatologi

Gambar 9(8): Anak panah menunjukkan batas yang memisahkan kulit yang mempunyai pigmen melanin (kiri) dan tidak (kanan)

Pada lesi yang baru, jumlah melanosit berkurang sedang pada lesi yang sudah lama tidak terdapat melanosit dalam lapisan basal epidermis. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya, terlihat hilangnya melanosit dan digantikan dengan sel-sel Langerhans. Kehilangan pigmen / depigmentasi sel melanosit dapat dikonfirmasi dengan pewarnaan dopa untuk tyrosinase atau pewarnaan Masson silver untuk melanin. Untuk vitiligo yang diikuti dengan inflamasi, didapatkan gambaran dermis yang diinfiltrasi oleh sel mononuclear dan sel mast. Hasil pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan jumlah melanosit di lamina basalis tergantung kepada durasi lesi itu muncul pada setiap individual. Pada vitiligo, pigment melanosit didapati hilang dan ditepi lesi didapatkan melanosit yang besar dengan prosesuss dendritikus yang panjang. Beberapa peneliti menemukan infiltrasi sel-sel limfotik didermis. 1,2,8,9,15

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 11

VIII.

DIAGNOSIS BANDING

KAUSA BAHAN KIMIA ENDOKRIN GENETIK INFEKSI PASCA INFLAMASI LAINNYA Hydroquinone

CONTOH PENYAKIT

Hipopituitarisme Albinisme, fenilketonuria, Leprosy. Pityriasis versikolor Krioterapi, eczema, psoriasis,morfea, pitriasis alba Vitiligo, liken sklerosus,halo nevus

Tabel 1(9): PENYEBAB HIPOPIGMENTASI Beberapa penyakit yang mempunyai gambaran lesi seperti vitiligo yaitu: 1. Tinea Versicolor Lesi berupa bercak hipopigmentasi dengan skuama pada permukaannya. Lesi biasanya terdapat pada pungggung atas dan dada yang dapat meluas ke leher dan lengan . dengan pemeriksaan potassium hydroxide (KOH) menunjukkan adanya hyfa dan spora. (15,16,17) 2. Pityriasis Alba Lesi berupa bercak hipopigmentasi dan dijumpai adanya skuama. Lesi biasanya terdapat pada pipi, lengan, dan paha bagian atas. Biasanya terdapat pada penderita dermatitis atopic. (15,16,17) 3. Tuberous Sclerosis Berupa makula hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada umumnya terlihat sejak lahir atau masa bayi, dengan lokasi didaerah punggung dan ekstremitas. (15,16,17)

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 12

4. Piebaldism Merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal dominan yang timbul sejak lahir, dimana tidak dijumpainya melanosit pada kulit dan rambut. Lokasi lesi selalu pada permukaan tubuh bagian ventral dan rambut bagian depan sering berwarna ke putih, dahi. kemudian bercak lesi

depigmentasi

dapat

meluas

hingga

Perkembangan

depigmentasi biasanya stabil. (15,16,17)

5. Albinism Merupakan kelainan genetik yang sering terdeteksi pada saat lahir. Dijumpai adanya melanosit tetapi mengalami mutasi atau tidak mampu mensintesis melanin. Dapat mengenai seluruh permukaan kulit, rambut, maupun mata. Penderita akan menderita kelainan pada mata seperti nystagmus, strabismus,dan berkurangnya tajam penglihatan. (15,16,17)

6. Lupus Erythematous Pada tipe sistemik maupun cutaneous, dapat dijumpai bercak depigmentasi dengan pinggir hiperpigmentasi. Kadang-kadang dijumpai plak berwarna merah dan bersisik. Lokasi sering pada daerah yang terpapar sinar matahari seperti wajah, kulit kepala, dan lengan. Pemeriksaan biopsy dan antinuclear antibody (ANA) dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa.

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 13

7. Nevus Depigmentosus Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua umur, tidak mengalami depigmentasi dan biasanya tidak berkembang. Pada pemeriksaan histology dijumpai melanosit dan melanin tetapi dengan jumlah sel dan pigmen yang berkurang dibandingkan pada kulit yang normal. (15,16,17)

Gambar 10 (10): TUBERKULOID LEPROSI Lesi hipopigmentasi pada tuberkuloid leprosi dengan batas eritematous. Lesi pada leprosi sangat khas kearana disertai gejala anestesi.

Gambar 11(11) : Ptyriasis Alba Lesi hipopigmentasi pada ptyriasis alba mempunyai batas yang tidak tegas dan sering diawali dengan lesi eritematous yang bersisik dan kemudian menghilang dan meninggalkan bercak putih.

Gambar 12(12) : PtyriasisVersikolor Lesi hipopigmentasi pada ptyriasis versikolor yang berbentuk seperti pohon krismas terbalik dan sering muncul di area belakang tubuh.
REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS Page 14

IX.

TERAPI DAN PENGOBATAN

Umum : Seseorang yang akan mengobati vitiligo, perlu mengenal dan mengetahui beberapa hal, misalnya tentang sifat dan biologi sel melanosit, tentang farmakologi obat-obat yang digunakan, prinsip-prinsip terapi sinar, resiko serta hasil yang akan terjadi. Semua penderita vitiligo perlu diperiksa gula darah, karena mempunyai insiden yang lebih tinggi pada DM, penyakit tiroid, anemia pernisiosa dan penyakit Addison. Pada lesi, oleh karena mudah terbakar sinar matahari, dianjurkan penggunaan tabir surya (SPF15-30), beberapa alas an penggunaan tabir surya: kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari (sunburn)dan dapat mengakibatkan kanker kulit, trauma yang diakibatkan sinar matahari selanjutnya dapat memperluas daerah

depigmentasi.. Oleh karena melanosit sangat lamban dalam merespon pengobatan, untuk mencapai hasil yang optimal, tetapi harus dilanjutkan sampai 6-12 bulan.8,9.

Khusus : 1. Psoralen photochemotherapy Fototerapi dengan psoralen baik topikal maupun sistemik, ataupun keduanya, dikatakan merupakan cara yang cukup efektif. Mekanisme : Reservoar melanosit yang mengadakan migrasi ke dalam kulit yang mengalami depigmentasi datang dari kulit yang bersebelahan dengan kulit yang berpigmen (melanosit mengalami migrasi kira-kira 2-3 mm ke dalam kulit yang mengalami depigmentasi), dan juga datang dari folikel rambut karena tidak adanya reservoar, maka pada kulit berambut pada daerah lengan bawah atau tungkai dimana rambut terminal mengalami depigmentasi, kurang respon terhadap pengobatan medik, seperti juga kulit daerah glabrosa, seperti telapak tangan, jari-jari dan dorsum pedis.
REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS Page 15

2. Fototerapi psoralen topikal Fototerapi psoralen topikal dilakukan apabila lesi terbatas (kurang dari 20% permukaan tubuh) atau pada anak lebih dari 5 tahun dengan vitiligo fokal. Beberapa pertimbangan lain: pada keadaan tertentu, ahli penyakit kulit dengan kepakaran khusus, dapat menggunakan fototerapi psoralen topikal pada anak-anak yang berumur lebih muda dari 5 tahun. lotion oksoralen biasanya dilarutkan dalam etanol, petrolatum atau petrolatum hidrofilik, sampai konsentrasi 0,001 0,1%. Sebelum terapi perlu dilakukan tes dosis. preparat dioleskan pada daerah vitiligo 15-30 menit sebelum penyinaran UVA. Dosis permulaan biasanya 0,12 sampai 0,25 J/cm2; kemudian ditambah sampai muncul eritema ringan; umumnya kenaikan berkisar antara 0,12 atau 0,25 J/cm2 per minggu tergantung dari tipe kulit pasien. pengobatan biasanya diberikan satu sampai tiga kali per minggu tetapi tidak boleh dua hari berturut-turut. tabir surya berspektrum luas diberikan pada daerah yang diobati dan pasien dianjurkan untuk menggunakan pakaian yang bersifat protekstif. kegiatan di luar harus dihindari, karena ada potensi terjadi reaksi fototoksik yang hebat.

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 16

PSORALEN Bentuk aktif yang sering digunakan adalah trimetoksi psoralen (TPM) dan 8-metoksi psoralen. Bahan ini bersifat photosensitizer. Sebagai sumber sinar, digunakan sinar matahari atau sinar buatan. Cara pemberiannya, obat psoralen 20-30 mg (0,6 mg/kgBB) dimakan 2 jam sebelum penyinaran. Lama penyinaran dimulakan sebentar kemudian setiap hari dinaikkan perlahan-lahan (antara sampai 4 menit). Ada yang menganjurkan pengobatan dihentikan seminggu setiap bulan. Selain sinar matahari langsung, dapat pula digunakan terapi PUVA, terapi harus berlanjut sampai 6 bulan untuk melihat efeknya. Obat yang digunakan adalah 8-metoksi psoralen 0,6 mg/kgBB, yang diberikan 2 jam sebelum penyinaran dengan UVA dua kali seminggu. Perlu diwaspadai akan terjadinya efek samping, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Efek samping jangka pendek berupa nausea (dapat diatasi dengan minum susu), kulit kering dan gatal (dapat diberikan antihistamin), eritema, nyeri dan PUVA-pain. Belum ada kesepakatan mengenai pengobatan psoralen topikal. Sebagian mengatakan berbahaya, apalagi bila lesinya luas, karena bisa timbul eritem atau bula. Namun sebagian masih ada yang menggunakan terapi topikal ini. Larutan yang digunakan adalah larutan metoksalen 1%, dengan cara dioleskan secara hati-hati. Olesan jangan sampai ke batas tepi, karena diharapkan akan terjadi difusi intradermal. Setelah diolesi selama beberapa menit. Ada pula yang menggunakan psoralen ini secara kombinasi, yaitu makan pil dulu, dua jam kemudian diolesi, dan kemudian disinar. Kontra indikasi yang harus diperhatikan adalah pasien yang mempunyai hipertensi, gangguan hati, kegagalan ginjal dan jantung. Walaupun belum pernah dilaporkan ada efek samping yang serius, beberapa keadaan dapat terjadi, misalnya mual, muntah, vertigo, bahkan hiperpigmentasi menyeluruh. Kecepatan repigmentasi tidak sama. Umumnya daerah muka lebih cepat, menyusul daerah leher, badan; lesi di atas tulang menonjol paling resisten, begitu pula lesi pada punggung tangan dan jari.

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 17

Kortikosteroid Pemakaian kortikosteroid topikal pada vitiligo berdasarkan pada hipotesis autoimun. Kumani (1984) menggunakan klobetasol propionat 0,05% dengan hasil yang cukup baik. Pernah pula dilaporkan penggunaan triamsionolon asetonid 0,1% intralesi atau betametason 17 valerat 0,1% secara topikal. Pada kasus yang dini pemberian kortikosteroid intralesi efektif pada 50% penderita dan penggunaan kortikosteroid topmkal dapat mencegah perkembangan lebih lanjut. Biasanya diperlukan terapi yang lama dan adanya efek samping akibat pemakaian steroid yang lama menyebabkan pemakaiannya terbatas. Depigmentasi Jika lesi vitiligo sangat luas, jauh lebih luas dari kulit normalnya (lebih dari 50%), yang menganjurkan untuk memberikan monobenzil hidrokuinon 20%, dua kali sehari pada kulit normal, sehingga terjadi bleaching, dan diharapkan warna kulit menjadi sama. Percobaan pada area kecil perlu dilakukan, sebelum terapi dilakukan pada area yang lebih luas. Bedah Tindakan bedah yang dapat dilakukan adalah autologus skin graft, yakni memindahkan kulit normal (2-4 mm) ke ruam vitiligo. Efek samping yang mungkin timbul antara lain parut, repigmentasi yang tak teratur, koebnerisasi dan infeksi.4,5,6.

X.

Prognosis

Vitiligo bukan penyakit yang membahayakan kehidupan, tetapi prognosisnya masih meragukan dan bergantung pula pada kesabaran dan kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang diberikan. Efek psikososial vitiligo juga tidak boleh dilupakan. Tiap penderita memerlukan dukungan psikologis, lebih-lebih bila terdapat hambatan sosial atau psikis.1,4,15

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 18

XI. KESIMPULAN Vitiligo merupakkan kelainan depigmentasi di dapat yang disebabkan hilangnya melanosit pada epidermis, membrane mukosa, mata, dan rambut. Penyebab hilangnya melanosit belum diketahui dengan pasti dan banyak hipotesisyang mencoba untuk menjelaskannya. Vitiligo terbanyak dijumpai pada usia 10-30 tahun. Gambaran klinis berupa makula atau bercak putih seperti susu, berbatas tegas, pinggir yang hiperepigmentasi, asimptomatik dan mempunyai distribusi lesi yang tertentu. Pemeriksaan menggunakan lampu wood, biopsy, pewarnaan khusus untuk melanosit dan melanin, dapat membantu penegakkan diagnosis vitiligo. Pengobatan pada vitiligo sangat individual dan memiliki banyak pilihan sehingga membutuhkan kecermatan dalam memilih pengobatan dan terjadinya repigmentasi membutuhkan waktu yang lama, sehingga diperlukan kesabaran penderita, orang tua maupun dokter yang merawat.

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 19

DAFTAR PUSTAKA
1. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit. Vitiligo pada Anak. Makassar: Bahagian Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin FK-UH; Febuari 2003. p. 395-403. 2. M. H. Beers, MD., R. S. Porter, MD.,T. V. Jones, MD, MPH,eds. The Merck Manual of DIAGNOSIS & THERAPY. Ch 10: Dermatology Disorders. Pigmentation Disorders: Vitiligo. Whitehouse Station, NJ. Merck Research Laboratories, division of MERCK & Co., INC. 2006. p. 1002-3. 3. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin. Edisi ketiga. Jakarta: Fakultaas Kedokteran Universitas Indonesia; 1999. p. 278-80. 4. Harahap, Marwali, eds. Ilmu Penyakit Kulit. Vitiligo. Jakarta: Penerbit Hipokrates; 2000. p. 151-6. 5. Arnold Jr., Odom R.B., James W.D., eds. Andrew's: Diseases of The Skin: Clinical Dermatology: Vitiligo. 8th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company, HBJ, Inc.; 1990. p. 215-18. 6. Levine N., ed. Pigmentation & Pigmentary Disorders. Part III: Hypopigmentary Disorder. Acquired Hypomelanotic Disorders: Vitiligo. London: CRC Press;. p. 338-51. 7. Nath S.K, Kelly J.A, Namjou B., Tom Lam, Bruner G.R, Scofield R.H., Aston C.E., and Harley J.B, eds. Am. J. Hum. Genetic : Evidence for a Susceptibility Gene, SLEV1, on Chromosome 17p13 in Families with Vitiligo-Related Systemic Lupus Erythematosus. (serial online). 2001. [cited, 2010 February 18]; Volume 69. Pages 1401-1406. Available from: URL: http://wwwsciencedirectcom/science?_ob=MImg&_imagekey=B8JDD4R1WP1S-Y2&_cdi=43612&_user=10&_pii=S0002929707612701&_orig=search&_coverD ate=12%2F31%2F2001&_sk=999309993&view=c&wchp=dGLbVlbzSkWA&md5=84e4f68f5c95eb0b037536534e0061e9&ie=/sdarticlepdf

8. Am. J. Hum. Genet. A Genomewide Screen for Generalized Vitiligo: Confirmation of AIS1 on Chromosome 1p31 and Evidence for Additional

9. Alain Taeb MD, Mauro Picardo MD. Vitiligo. The New England Journal of Medicine. (serial online) 2005. [cited 2010 07/02]; Volume 360:160-169. Available from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/2/160

10. Vlada Groysman M, Naveed Sami M, FAAD. Vitiligo. Alabama: Department of Dermatology, University of Alabama School of Medicine; 2009 [updated Nov 30, 2009; cited 2010 11/2]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1068962-overview

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 20

11. Anonim. Vitiligo. [cited 2009]. Available from : http://www.aad.org/common_vitiligo.html

12. Anonim. Ketika Kulit Putih Tidak Diinginkan. [cited 2005 November 22]. Available from : http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/mag_detail.asp?mid=8.

13. Namazi, MR. Phenytoin as a novel anti-vitiligo weapon. [cited 2005]. Available from: http://www.jautoimdis.com/content/2/1/11

14. Lamerson C, Nordlund J J. Vitiligo. In : harper J, Oranje A. Pediatric dermatology

15. Hann S K. Vitiligo. http://www.emedicine.com/ oct 9, 2001

16. Vitiligo. In: handbook of dermatology & venereology. http://www.hkmj.org.hk/skin/vitiligo.htm

17. Vitiligo. http://www.skinsite.com/info vitiligo.htm

REFERAT: VITILIGO ; RS MARDI RAHAYU KUDUS

Page 21

You might also like

  • Lepra
    Lepra
    Document7 pages
    Lepra
    Dita Udayani
    No ratings yet
  • KET
    KET
    Document38 pages
    KET
    Hadiyanto Tiono
    No ratings yet
  • KET
    KET
    Document38 pages
    KET
    Hadiyanto Tiono
    No ratings yet
  • Dosis Obat
    Dosis Obat
    Document21 pages
    Dosis Obat
    Hadiyanto Tiono
    100% (2)
  • Serotinus
    Serotinus
    Document20 pages
    Serotinus
    Hadiyanto Tiono
    No ratings yet
  • Status Psikiatri Kelompok 3
    Status Psikiatri Kelompok 3
    Document16 pages
    Status Psikiatri Kelompok 3
    Hadiyanto Tiono
    No ratings yet
  • Referat PTSD
    Referat PTSD
    Document19 pages
    Referat PTSD
    Goldy Siuray
    No ratings yet
  • Kuliah PTSD
    Kuliah PTSD
    Document8 pages
    Kuliah PTSD
    MeLi Beiiby Dudunk
    No ratings yet
  • Gangguan Disosial
    Gangguan Disosial
    Document25 pages
    Gangguan Disosial
    Hadiyanto Tiono
    No ratings yet
  • Psikiatri 1
    Psikiatri 1
    Document16 pages
    Psikiatri 1
    Hadiyanto Tiono
    No ratings yet