You are on page 1of 11

PENEGAKAN HUKUM HAK CIPTA ATAS PROGRAM KOMPUTER DI INDONESIA

Oleh :

(ANDI SUFIARMA, S.H.,M.H)


(uphie_bpn@yahoo.com) (telp.085240124789)

Dipublikasikan dan didedikasikan untuk perkembangan pendidikan di Indonesia melalui

MateriKuliah.Com
Lisensi Pemakaian Artikel:
Seluruh artikel di MateriKuliah.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak menghapus atau merubah atribut Penulis. Hak Atas Kekayaan Intelektual setiap artikel di MateriKuliah.Com adalah milik Penulis masing-masing, dan mereka bersedia membagikan karya mereka sematamata untuk perkembangan pendidikan di Indonesia. MateriKuliah.Com sangat berterima kasih untuk setiap artikel yang sudah Penulis kirimkan.

Keberadaan Hak Milik Intelektual (HAKI) dalam hubungan antarmanusia dan antarnegara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri lagi. Begitu pula dengan masyarakat Indonesia yang harus bersinggungan dan terlibat langsung dalam masalah HAKI. Sebagai konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) maka Indonesia diharuskan menyesuaikan segala peraturan di bidang HAKI dengan standar Trade Related Aspect on Intellectual Property Right (TRIPs). Dalam perkembangan Undang-undang Hak Cipta di Indonesia, perlindungan program komputer baru ditambahkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Penambahan ini didasarkan pada pemikiran bahwa program komputer merupakan karya cipta di bidang ilmu pengetahuan dan semakin pentingnya peranan dan penggunaan komputer di Indonesia. HAKI terbagi menjadi Hak Cipta dan Hak Atas Kekayaan Industri. Khusus untuk Hak Cipta program komputer hingga awal tahun 1970-an belum dilindungi dengan Hak Cipta. Menurut konvensi Bern tahun 1971, program komputer dan kompilasi data dilindungi hanya sebagai karya tulisan. Barulah pada tahun 1976 dengan adanya Amandement to the Copyright yang menambahkan proteksi program komputer pada hak cipta, sejak saat itu sistem operasi termasuk dalam perangkat lunak yang dilindungi oleh hak cipta. Awal tahun 1980, beberapa keputusan pengadilan meluaskan jangkauan perlindungan hak cipta untuk program komputer, sehingga perlindungan hak cipta perangkat lunak meliputi operation system, object code, source code, micro data, program structure, sequence organization dan juga look and feel (I Made Wiryana, 2002 ). Kebanyakan program komputer dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta , sehingga seseorang yang menciptakan program komputer akan dilindungi dari pengumuman dan perbanyakan hasil ciptaannya yang dilakukan tanpa seijinnya, karena pengumuman dan perbanyakan itu hanya dapat dilakukan oleh pencipta itu sendiri atau orang yang menerima hak untuk itu. Apabila dilakukan oleh orang lain maka dapat dikatakan orang itu telah membajak suatu

karya cipta. Pembatasan terhadap hak cipta di bidang program komputer hanyalah terhadap pembuatan salinan cadangan (back-up copy) suatu program komputer. Penciptaan hak milik intelektual membutuhkan banyak waktu disamping bakat, pekerjaan dan juga uang untuk membiayainya sehingga jelas bahwa perlindungan terhadap hak-hak tersebut sangat dibutuhkan. Apabila tidak ada perlindungan atas kreativitas intelektual maka tiap orang dapat meniru dan membuat copy secara bebas serta memproduksi tanpa batas. Jadi perlindungan terhadap hak milik intelektual dapat menjamin kelanjutan perkembangan hak milik intelektual ini dan juga untuk menghindarkan kompetisi yang tidak layak atau unfair competition (Soedjono Dirdjosisworo, 2000:3). Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang sampai saat ini masih saja terjadi pelanggaran hak cipta khususnya terhadap program komputer Diantara program yang dibajak di Indonesia, program komputer dari Microsoft menempati urutan pertama dalam daftar program komputer yang dibajak di Indonesia . Menyikapi tingkat pembajakan di Indonesia telah dilakukan berbagai usaha oleh berbagai pihak. Konvensi Internasional, Undang-Undang Hak Cipta, serta perjanjian-perjanjian antarnegara gencar dilakukan untuk hal tersebut. Akan tetapi dalam kenyataan ternyata pelanggaran hak cipta masih tetap saja terjadi di Indonesia dan sama sekali tidak disikapi secara maksimal oleh seluruh pihak yang terkait. Menelaah uraian di atas, di mana pelanggaran banyak terjadi namun tidak ada satupun yang diproses secara hukum, terlihat bahwa undang-undang hak cipta yang berkaitan dengan program komputer tidak dilaksanakan secara maksimal. Oleh karena itu peneliti ingin mengkaji lebih jauh tentang faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta yang berkaitan dengan program komputer di Indonesia. A. Substansi Undang-Undang Hak Cipta Perlindungan terhadap hak cipta program komputer mulai diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta tahun 1987, namun undang-undang ini masih ada kekurangannya dan belum memenuhi

kriteria dari TRIPs yaitu tentang jangka waktu perlindungan karya cipta, ketentuan mengenai rent right atau hak menyewakan, dan sifat delik. Undang-Undang Hak Cipta 1987 juga tidak mengatur mengenai perlindungan terhadap kode baik itu Source Code, object code maupun compilation data. Sedangkan Indonesia mengambil bagian dalam TRIPs sehingga mewajibkan Indonesia untuk menyesuaikan peraturan di bidang HAKI dengan standar TRIPs. TRIPSs memberikan perlindungan untuk program komputer berdasarkan Bern Convention, yang menggolongkan kode dan kompilasi data sebagai karya tulisan. Tahun 1997, Undang-Undang Hak Cipta 1987 disempurnakan dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 12 tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang No 7 tahun 1987. dalam UUHC 1997 jangka waktu perlindungan untuk program komputer dari 25 tahun ditambah menjadi 50 tahun sejak pertama kali diumumkan dan ada ketentuan mengenai hak menyewakan. Sifat deliknya menjadi delik biasa, sehingga apabila terjadi pelanggaran dapat segera dilakukan penindakan oleh penegak hukum (polisi dan PPNS) tanpa perlu menunggu adanya pengaduan dari pemegang Hak Cipta yang dilanggar. Namun tetap tidak mengurangi hak dari pemegang Hak Cipta untuk melaporkan terlebih dahulu kejadian pelanggaran tersebut pada pihak kepolisian. Undang-Undang Hak Cipta 1997 masih belum melindungi elemen-elemen yang membangun program komputer, sehingga perlindungan untuk program komputer masih sebatas larangan untuk memperbanyak program komputer, mendistribusikan dan menyewakan tanpa izin pencipta program. Tahun 2002, Indonesia kembali merevisi Undang-Undang Hak Cipta No. 12 tahun 1997 dengan Undang-Undang Hak Cipta No. 19 tahun 2002. Dalam Undang-Undang Hak Cipta 2002 ini terdapat beberapa penambahan pengaturan yang lebih spesifik untuk program komputer. Dalam pasal 1 angka 8 menyebutkan yang dimaksud dengan program komputer adalah : Sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi

tersebut. Penambahan definisi untuk program komputer membawa implikasi yang berbeda dalam hal perlindungan hukum yang diberikan kepada program komputer bila dibandingkan dengan perlindungan dari Undang-Undang Hak Cipta 1997. Dalam Undang-Undang Hak Cipta 1997 program komputer dipandang sebagai satu kesatuan instruksi yang dapat menyebabkan komputer melakukan fungsi tertentu, sedangkan hal-hal yang membangun program itu sendiri tidak termasuk dalam lingkup Undang-Undang Hak Cipta, misalnya bahasa pemrograman, kode, skema, binary code dan lain-lainnya Undang-Undang Hak Cipta 2002 menilai bahwa keseluruhan sistem yang membangun program komputer termasuk dalam karya cipta dibidang program komputer yang harus dilindungi. Maka menurut Undang-Undang Hak Cipta 2002, pelanggaran Hak Cipta terjadi bukan saja jika dilakukan perbanyakan, pendistribusian, dan penyewaan tanpa izin. Pelanggaran Hak Cipta program komputer juga terjadi antara lain jika dilakukan peniruan source code oleh pencipta program lain, dilakukan pemodifikasian source code tanpa izin dan membuka kerahasiaan binary code. Dengan demikian cakupan perlindungan untuk program komputer yang diberikan oleh Undang-Undang Hak Cipta 2002 lebih luas bila dibandingkan dengan 1997. Namun demikian Undang-Undang No.12 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ini dalam pandangan Penulis, masih memiliki kekurangan sehubungan dengan cakupan materi tentang program komputer. Kekurangan yang Penulis maksudkan adalah pada perlindungan source code. Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa perlindungan hak cipta program komputer dalam undangundang ini memiliki cakupan yang lebih luas dengan diberikannya perlindungan terhadap source code. Apabila antara dua buah program komputer memiliki source code yang sama. Maka dimungkinkan telah terjadi peniruan terhadap salah satu program komputer. Akan tetapi, seberapa kesamaan dari source code tersebut sehingga dikatakan melanggar hak cipta, Undang-Undang ini menentukannya secara pasti. Jadi tidak terdapat batasan (seberapa persen) kesamaan antara kedua

program sehingga dikatakan melanggar hak cipta orang lain. Selain cakupan tentang program komputer, hal lain yang membedakan antara kedua undangundang ini adalah masalah sanksi. Sanksi untuk pelanggaran hak cipta atas program komputer dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 merupakan sanksi yang jauh lebih berat dibandingkan undang-undang hak cipta sebelumnya, baik dari denda maupun sanksi penjara yang diancamkan terhadap pelaku. Namun , satu kelemahan undang-undang ini dalam pandangan penulis yaitu masih belum adanya ketentuan sanksi minimal bagi pelanggaran hak cipta program komputer. B. Struktur (Aparat Penegak Hukum) 1. Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Aparat Penegak Hukum Demi terwujudnya tujuan UUHC berupa perlindungan hak atas cipta, itu akan ditentukan oleh mekanisme pelaksanaan penegakan hukum oleh aparat terkait. Kriteria penilaian yang dapat dijadikan pedoman dalam penegakan hukum atas cipta dapat dilihat dari kualitas pemahaman aparat terhadap UU Cipta, jumlah aparat pelaksana dan fasilitas yang dimilki dalam pelaksanaan tugas tersebut. Selain itu, dapat ditinjau dari segi konsistensi kebijakan yang ditempuh dalam pengembangan amanat UU Cipta. Aparat pelaksana dalam penegakan hukum atas hak cipta dalam hal ini meliputi aparat dari Kanwil Hukum dan HAM, serta polisi, penyidik yang ditunjuk untuk itu, pihak kejaksaan, pihak pengadilan, serta pengacara bilamana pelanggaran hak cipta tersebut diproses secara hukum. Dalam menentukan kriteria penilaian menyangkut kualitas pemahaman aparat pelaksana, pada dasarnya sudah cukup memadai bila dikaitkan dengan tingkat pendidikan berhubungan erat dengan pengetahuan dan pemahaman hukum seseorang, yang nantinya akan menciptakan kesadaran hukum dan kepatuhan hukum yang bersangkutan. Penulis melihat adanya suatu kendala yang sangat besar dalam pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta oleh aparat penegak hukum, karena seharusnya para penegak hukum mengetahui

undang-undang tersebut secara lebih mendalam agar para pihak penegak dapat menjalankan tugasnya dalam penegakan Undang-Undang Hak Cipta, baik untuk sosialisasi maupun dalam

penanganan pelanggaran hak cipta. 2. Sosialisasi oleh Aparat Penegak Hukum Sehubungan dengan sosialisasi dan komunikasi hukum dalam rangka penegakan UndangUndang Hak Cipta bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh Kanwil Kehakiman dan HAM dalam rangka penegakan Undang-Undang Hak Cipta, yaitu : 1. Penyuluhan Hukum 2. Wawancara di RRI 3. Media Cetak Hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan sosialisasi adalah kurangnya jumlah aparat yang dipersiapkan untuk mensosialisasikam Undang-Undang Hak Cipta. Begitupun halnya dengan pengetahuan teknis aparat yang masih sangat minim tentang program komputer. Persyaratan di atas mendeskripsikan kondisi faktual dalam rangka penegakan UndangUndang Hak Cipta. bahwa walaupun Undang-Undang Hak Cipta telah disempurnakan namun jika tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai maka Undang-Undang Hak Cipta tidak banyak memberi manfaat bagi perlindungan hak atas cipta. Selain itu, jika dihubungkan dengan indikator pengetahuan dan pemahaman aparat terhadap Undang-Undang Hak Cipta khususnya yang berkaitan dengan program komputer, dalam pandangan penulis terlihat adanya kesulitan yang sangat besar dalam sosialisasi jika pihak penyuluh pun tidak memiliki tingkat pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam terhadap Undang-Undang Hak Cipta. 3. Penegakan Hukum oleh Aparat Dalam Undang-Undang Hak Cipta ditentukan bahwa yang mempunyai kewenangan dalam melakukan penyidikan tindak pidana cipta, adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai negeri sipil (PPNS). Pihak kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM mengakui adanya pengangkatan pejabat yang berstatus Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) oleh Menteri Kehakiman.

Undang-Undang Hak Cipta telah menggariskan beberapa tindakan yang dapat dijerat dengan Undang-Undang Hak Cipta. Salah satu kesulitan yang besar dalam proses pembuktian pelanggaran hak cipta program komputer adalah keterangan saksi ahli. pengetahuan teknis terhadap program komputer masih sangat minim. Bahkan untuk seluruh wilayah Indonesia, pengetahuan teknis yang memadai masih dimiliki oleh para programer, dan untuk menjadikan mereka sebagai saksi merupakan hal yang sulit mengingat kemauan mereka untuk bersikap netral dalam memberikan kesaksian. Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa minimnya kasus-kasus cipta program komputer yang diproses secara hukum bukan hanya karena ketidaktahuan mereka tentang hak cipta terhadap program komputer akan tetapi juga karena kurangnya pengetahuan teknis tentang objek dari hak cipta tersebut. Program komputer masih merupakan hal yang baru bagi sebahagian besar aparat.

C. Faktor-Faktor Nonhukum Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Atas Hak Cipta Program Komputer 1. Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Masyarakat Hukum berlaku di dalam suatu masyarakat tertentu. Pengetahuan masyarakat terhadap hukum yang mengatur kehidupan mereka menjadi hal yang sangat urgen dalam penegakan hukum termasuk penegakan hukum atas hak cipta program komputer. Sehingga untuk mengetahui penegakan suatu hukum dalam masyarakat, penting kiranya untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat .

Indikator tingkat pemahaman masyarakat tentang hak cipta program komputer bagi para responden antara lain pemahaman responden terhadap batasan-batasan pelanggaran hak cipta program komputer, jangka waktu perlindungan program komputer, jenis-jenis pelanggaran hak cipta program komputer serta hal-hal lain yang berhubungan dengan hak cipta program komputer yang diatur dalam undang-undang hak cipta.

Banyak masyarakat menganggap bahwa tindakan membajak, plagiat dan tindakan-tindakan pelanggaran lain terhadap program komputer adalah hal yang tidak perlu diberikan sanksi. Penulis mengasumsikan bahwa selain faktor harga, hal yang menyebabkan mereka membeli produk bajakan bukan hanya harga akan tetapi erat hubungannya dengan kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat. Dalam pengetahuan mereka, meskipun program komputer dilindungi hak cipta namun mereka tidak pernah mendapatkan masalah hukum akibat tindakan tersebut. 3. Faktor Ekonomi Harga program komputer yang mencapai jutaan rupiah merupakan harga yang sangat tinggi bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat pendapatan masyarakat rata-rata menengah ke bawah. Benturan antara kebutuhan dan keadaan ekonomi adalah suatu realitas dalam masyarakat yang sulit untuk dielakkan. Untuk membeli program asli, mereka tidak memiliki uang yang cukup sedangkan untuk tidak membeli program merupakan suatu ketertinggalan terhadap perkembangan zaman yang menuntut mereka untuk memiliki program tersebut baik untuk kepentingan efisiensi maupun efektifitas kerja, sehingga tindakan-tindakan seperti pembajakan menjadi pilihan bagi mereka. Benturan keadaan yang dikemukakan di atas merupakan simalakama bagi bangsa Indonesia dan keadaan ini tidak bisa terus dibiarkan karena dapat memberikan imbas yang kurang baik bagi Indonesia di mata Internasional terutama dalam perdagangan serta alih ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketidaktaatan masyarakat yang seolah-olah serentak disemua kalangan terhadap hak cipta program komputer disertai kinerja aparat yang apatis berpengaruh pula bagi para pemilik program komputer, para pemilik program hanya berbicara masalah pembajakan program mereka melalui media massa, tindakan hukum sangat jarang dilakukan. Bahkan di Indonesia hanya beberapa dealer komputer yang digugat oleh pihak pemilik program akibat tindakan pelanggaran hak cipta tersebut. Untuk mengetahui pihak-pihak yang melakukan pembajakan bukan merupakan hal yang sulit bagi para pemilik program. Prosentase pembajakan yang mencapai 90 % merupakan angka yang sangat

tinggi . Para pemilik program dapat menemukan pelaku pembajakan seperti menemukan 1 (satu) barang diantara 2 (barang) yang ada didepan mata. Namun, seperti dikemukakan sebelumnya bahwa kenyataan yang dihadapi para pemilik program di Indonesia menjadi halangan yang besar bagi mereka untuk melakukan tindakan secara hukum. Misalnya, masyarakat yang enggan menjadi saksi, penegak hukum yang mendiamkan, proses pengadilan yang berbelit-belit . Namun, apatisnya penegak hukum dan seluruh masyarakat tidak lepas dari kondisi perekonomian masyarakat yang masih belum memungkinkan bagi penegakan hak cipta program komputer. Keadaan di atas sejalan dengan teori hukum fungsional-struktural dari Talcott Parsons yang dinamakan Teori Sibernetik menempatkan hukum sebagai salah satu dari sub sistem sosial yang berinteraksi saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain dalam masyarakat bersama sub sistem sosial lainnya seperti: politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lainnya. Akhir-akhir ini, begitu banyak pendapat sehubungan dengan penegakan hak cipta. Pro dan kontra tentang hak cipta program komputer semakin hari semakin ramai. Sebahagian berpendapat bahwa penegakan hak cipta atas program komputer merupakan salah satu ketidakberdayaan Indonesia terhadap negara-negara maju serta merupakan suatu bentuk eksploitasi mereka terhadap Indonesia, sebahagian berpendapat bahwa penegakan hak cipta atas program komputer merupakan suatu keharusan demi kepentingan perdagangan serta dalam upaya untuk menunjang dan merangsang kreatifitas dari para programmer dalam negeri agar ketergantungan terhadap programprogram yang berasal dari negara asing dapat dikurangi. Penulis dalam hal ini berpendapat bahwa tidak bisa dipungkiri jika masyarakat Indonesia sangat membutuhkan program komputer. Namun ini tidak berarti harus melakukan pelanggaran hak cipta. Secara sekilas, pelanggaran hak cipta merupakan jalan yang menguntungkan Indonesia, tapi jika di telaah lebih jauh, bagi penulis, tingginya pelanggaran hak cipta di Indonesia dapat menjadi bom waktu bagi bangsa Indonesia Indonesia. Tingginya tingkat pelanggaran hak cipta atas program komputer di Indonesia, akan

memberikan beberapa implikasi : a. Tindakan-tindakan pelanggaran hak cipta atas program komputer dapat mematikan kreatifitas para programer di Indonesia. b. Tindakan-tindakan pelanggaran hak cipta atas program komputer memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh program komputer yang dibuat oleh programer asing sehingga programer dalam negeri tidak dapat bersaing baik harga maupun nama di masyarakat. c. Tindakan-tindakan pelanggaran hak cipta secara perlahan-lahan akan melahirkan ketergantungan para pemakai komputer di Indonesia terhadap produk tertentu yang menyebabkan bangsa Indonesia kurang mengenal produk-produk lain. d. Karena adanya ketergantungan di atas, maka ketika pemilik program-program komputer dari negara-negara maju mampu untuk memproteksi produk mereka agar tidak dibajak maka saat itulah Indonesia tidak memiliki pilihan kecuali tetap memakai produk tersebut meskipun sangat mahal atau sama sekali meninggalkannya tapi harus memulai dari awal untuk belajar dan mengenal program lain. e. Tingginya tingkat pelanggaran hak cipta atas program komputer dapat menjadi sasaran bagi negara-negara maju untuk menekan Indonesia secara ekonomi dan secara politik.

Penulis : Andi Sufiarma Mustamin, S.H.M.H (Alumni Pascasarjana Universitas Hasanuddin)

You might also like