You are on page 1of 18

P5LEXUS BRACHIALIS

I. PENDAHULUAN Pleksus brachialis adalah pangkal dari serabut-serabut saraf yang berasal dari medulla spinalis C5-Th 1, dan mempersarafi ekstremitas superior.1Pleksus brakialis (plexus brachialis) juga merupakan pleksus saraf somatik dibentuk oleh intercommunications antara rami ventral (akar) dari saraf serviks 4 lebih rendah (C5-C8) dan saraf dada pertama (T1).Lesi pada pleksus brachialis dapat diklasifisikasikan sesuai dengan derajat kerusakan saraf dan secara anatomi dibagi menjadi cedera pleksus brachialis atas dan bawah.1Pleksus brakialis merupakan sumber penting nyeri bahu dan lengan. Gangguan yang utama adalah brakialis neuritis dan infil-tration metastasis dan kerusakan radiasi pleksus.2 Pleksopati merupakan gangguan saraf perifer yang terbatas pada pleksus brakhialis dan lumbosacral. Lesi pleksus brakhialis kejadiannya adalah 10% dari lesi saraf perifer dan kira-kira 14% lesi neurologik di anggota gerak atas adalah akibat lesi pleksus brakhialis. Penyebabnya beragam dimana trauma merupakan penyebab tersering terlebih lagi karena letaknya didaerah leher dan bahu yang sering bergerak. 1,2

BAB II

ANATOMI PLEKSUS BRAKHIALIS

Pleksus brakhialis merupakan serabut saraf yang berasal dari ramus anterior radiks saraf C5-T1. C5 dan C6 bergabung membentuk trunk superior, C7 membentuk trunk medial, dan C8 dan T1 bergabung membentuk trunk inferior.Trunkus berjalan melewati klavikula dan disana membentuk divisi anterior dan posterior. Divisi posterior dari masing-masing dari trunkus tadi akan membentuk fasikulus posterior. Divisi anterior dari trunkus-trunkus superior dan media membentuk membentuk fasikulus lateral. Divisi anterior dari trunkus inferior membentuk fasikulus medial. Kemudian fasikulus posterior membentuk n. radialis dan n. axilaris. Fasikulus lateral terbagi dua dimana cabang yang satu membentuk n. muskulokutaneus dan cabang lainnya bergabung dengan fasikulus media untuk membentuk n. medianus. Fasikulus media terbagi dua dimana cabang pertama ikut membentuk n. medianus dan cabang lainnya menjadi n. ulnaris. 2,4,5,6

Gambar 1. Anatomi pleksus brakhialis

Pleksus Brachialis dan struktur yang berkaitan.4

Pembagian subdivisi pleksus brakhialis yaitu 5 Root, 3 Trunkus,6divisi,3 cord dan 5 branches . Ramus dan trunkus terletak supraklavikular, ada 2 nervus berasal dari ramus dan 2 saraf dari trunkus (bagian atas) . Divisi terletak posterior terhadap klavikula.Divisi anterior memberi inervasi pada otot fleksor dan posterior memberikan inrevasi pada otot ekstensor. Cord dan branches terletak infraklavikular. Penamaan pada cord berdasarkan letaknya terhadap arteri aksilaris.3,4

Pleksus Brachialis.4

Plexus brachialis menerima komponen symphatis melalui ganglion cervicale medius, yaitu n.spinalis C5-6, melalui ganglion cervicale inferius atau ganglion stellatum untuk n.spinalis C6-7-8, dan melalui ganglion para vetebrae ThI dan II nervus spinalis Th.1-2. Menurut letaknya terhadap clavicula percabangan plexus brachialis dibagi menjadi pars supraclavicularis dan pars infraclavicularis. Yang termasuk percabangan pars supraclavicularis adalah :1 N.thoracalis posterior.

N.subclavius N.supraclavicularis

Pars infraclavicularis mempercabangkan: Nn.thoracalis anterior Nn.subscapularis N.thoraco dorsalis N.axillaris, disebut n.circumflexus N.cutaneus brachii medialis N.cutaneus antebrachii medialis Cabang terminal plexus brachialis adalah : 1. N.musculocutaneus 2. N.medianus 3. N.ulnaris 4. N.radialis Secara skematis percabangan terminal plexus brachialis adalah sebagai berikut : Fasciculus lateralis mempercabangkan : 1. N.musculocutaneus 2. Radix superior nervus medianus Fasciculus medialis mempercabangkan : 1. N.ulnaris 2. N.cutaneus brachii medialis

3. N.cutaneus antebrachii medialis 4. Radix inferior nervus medianus Fasciculus posterior mempercabangkan : 1. N.axillaris 2. N.radialis
Inervasi Pleksus Brakhialis.4

Persebaran dermatom inervasi sensoris Pleksus 444 Brakhialis5

BAB III LESI PLEKSUS BRAKHIALIS

I. Definisi Lesi pleksus brakhialis adalah lesi saraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang membentuk pleksus brakhialis, mulai dari radiks saraf hingga saraf terminal. Keadaan ini dapat menimbulkan gangguan fungsi motorik, sensorik atau autonomic pada ekstremitas atas. Istilah lain yang sering digunakan yaitu neuropati pleksus brakhialis atau pleksopati brakhialis 2,3,4,7 II. Penyebab Penyebab lesi pleksus brakhialis bervariasi, diantaranya : 1. Trauma 4,8,9 Merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brakhialis pada orang dewasa maupun neonatus. Keadaan ini dapat berupa ; cedera tertutup, cedera terbuka, cedera iatrogenic. 2. Tumor 1,10 Dapat berupa tumor neural sheath yaitu ; neuroblastoma, schwannoma, malignant peripheral nerve sheath tumor dan meningioma. Tumor non-neural ; jinak (desmoid, lipoma), malignant ( kangker mammae dan kangker paru) 3. Radiation-induced Frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan sebanyak 1,8 4,9% dari lesi dan paling sering pada pasien kangker mammae dan paru. 4. Entrapment Keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brakhialis pada thoracic outlet syndrome. Postur tubuh dengan bahu yang lunglai dan dada yang kolaps menyebabkan thoracic outlet menyempit sehingga menekan struktur neurovaskuler. Adanya iga accessory atau jaringan fibrous juga berperan menyempitkan thoracic outlet. Faktor lain yaitu payudara berukuran besar yang dapat menarik dinding dada ke depan (anterior dan inferior). Teori ini didukung dengan hilangnya gejala setelah operasi mammoplasti reduksi. Implantasi mammae juga dikatakan dapat menyebabkan cedera

pleksus brakhialis karena dapat nmeningkatkan tegangan dibawah otot dinding dada dan mengiritasi jaringan neurovaskuler. 5. Idiopatik Pada Parsonage Turner Syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab yang jelas namun diduga terdapat infeksi virus yang mendahului. Presentasi klasik adalah nyeri dengan onset akut yang berlangsung selama 1 2 minggu dan kelemahan otot timbul lebih lambat. Nyeri biasanya hilang secara spontan dan pemulihan komplit terjadi dalam 2 tahun. III. Patofisiologi Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus mengalami traksi atau kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relatif fixed pada prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai pleksus. Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak pembuluh darah. Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematome intraneural, dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya.

Gambar 2. Patofisiologi lesi pleksus brakhialis

IV. Derajat Kerusakan Derajat Kerusakan pada lesi saraf perifer dapat dilihat dari klasifikasi Sheddon (1943) dan Sunderland (1951).

Klasifikasi Sheddon, yaitu : 2, a. Neuropraksia Pada atipe ini terjadi kerusakan mielin namun akson tetap intak. Dengan adanya kerusakan mielin dapat menyebabkan hambatan konduksi saraf. Pada tipe cedera seperti ini tidak terjadi kerusakan struktur terminal sehingga proses penyembuhan lebih cepat dan merupakan derajat kerusakan paling ringan. b. Aksonotmesis Terjadi kerusakan akson namun semua struktur selubung saraf termasuk endoneural masih tetap intak. Terjadi degenerasi aksonal segmen saraf distal dari lesi (degenerasi Wallerian). Regenerasi saraf tergantung dari jarak lesi mencapai serabut otot yang denervasi tersebut. Pemulihan sensorik cukup baik bila dibandingkan motorik. c. Neurotmesis Terjadi ruptur saraf dimana proses pemulihan sangat sulit terjadi meskipun dengan penanganan bedah. Bila terjadi pemulihan biasanya tidak sempurna dan dibutuhkan waktu serta observasi yang lama. Merupakan derajat kerusakan paling berat. Klasifikasi Sunderland lebih merinci kerusakan saraf yang terjadi dan membaginya dalam 5 tingkat, yaitu : 1. Tipe I : hambatan dalam konduksi (neuropraksia) 2. Tipe II : cedera akson tetapi selubung endoneural tetap intak (aksonotmesis) 3. Tipe III : aksonotmesis yang melibatkan selubung endoneural tetapi perineural dan epineural masih intak. 4. Tipe IV : aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural, tetapi epineural masih baik. 5. Tipe V : aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural dan epineural (neurotmesis).

Gambar 3. Klasifikasi cedera saraf V. Gambaran Klinis Gejala yang timbul umumnya unilateral berupa kelainan motorik, sensorik dan bahkan autonomik pada bahu dan/atau ekstremitas atas. Gambaran klinisnya mempunyai banyak variasi tergantung dari letak dan derajat kerusakan lesi. Lesi pleksus brakhialis dapat dibagi atas pleksopati supraklavikular dan pleksopati infraklavikular. 2

Gambar 4. Pleksus supraclavikular dan infraklavikular

Pleksopati supraklavikuler Pada Pleksopati supraklavikuler lesi terjadi ditingkat radiks saraf, trunkus saraf atau kombinasinya. Lesi ditingkat ini dua hingga tujuh kali lebih sering terjadi dibanding lesi infraklavikuler.2 1. Lesi tingkat radiks Pada lesi pleksus brakhialis ini berkaitan dengan avulsi radiks. Gambaran klinis sesuai dengan dermatom dan miotomnya. Lesi di tingkat ini dapat terjadi partial paralisis dan hilangnya sensorik inkomplit, karena otot-otot tangan dan lengan biasanya dipersyarafi oleh beberapa radiks. 5 Presentasi klinis pada lesi radiks : 5 Radiks saraf C5 C6 C7 C8 T1 Penurunan Refleks Biseps brakhii Brakhioradiialis Triceps brakhii Kelemahan Fleksi siku Ekstensi pergelangan tangan Ekstensi siku Fleksi jari2 tangan Abduksi jari2 tangan Hipestesi/kesemutan Lateral lengan atas Lateral lengan bawah Jari tengah Medial lengan bawah Medial siku

Presentasi klinis diatas adalah untuk membantu penentuan level lesi radiks, sedangkan kelemahan otot yang lebih lengkap terjadi sesuai miotom servikal berikut ini : 5 C5 C6 C7 : Rhomboideus, deltoid, biseps brachii, supraspinatus, infraspinatus, brachialis, brachioradialis, supinator dan paraspinal : Deltoid, biseps brachii, brachioradialis, supraspinatus, infraspinatus, supinator, pronator teres, fleksor carpi radialis, ekstensor digitorum komunis dan paraspinal : Pronator teres, fleksor carpi radialis, ekstensor digitorum komunis, triceps brachii dan paraspinal C8/T1 : Triceps brachii, fleksor carpi ulnaris, fleksor digitorum profundus, abduktor digiti minimi, pronator kuardatus, abduktor pollicis brevis dan parapinal

Gambar 5. Gambar miotom servikal

2. Sindroma Erb-Duchenne Lesi di radiks servikal atas (C5 dan C6) atau trunkus superior dan biasanya terjadi akibat trauma. Pada bayi terjadi karena penarikan kepala saat proses kelahiran dengan penyulit distokia bahu, sedangkan pada orang dewasa terjadi karena jatuh pada bahu dengan kepala terlampau menekuk kesamping. Presentasi klinis pasien berupa waiters tip position dimana lengan berada dalam posisi adduksi (kelemahan otot deltoid dan supraspinatus), rotasi internal pada bahu (kelemahan otot teres minor dan infraspinatus), pronasi (kelemahan otot supinator dan brachioradialis) dan pergelangan tangan fleksi (kelemahan otot ekstensor karpi radialis longus dan brevis). Selain itu terdapat pula kelemahan pada otot biseps brakhialis, brakhialis, pektoralis mayor, subscapularis, rhomboid, levator scapula dan teres mayor. Refleks bisep biasanya menghilang, sedangkan hipestesi terjadi pada bagian luar (lateral) dari lengan atas dan tangan.2,5,7 3. Sindroma Klumpkes Paralysis Lesi di radiks servikal bawah (C8, T1) atau trunkus inferior dimana penyebab pada bayi baru dilahirkan adalah karena penarikan bahu untuk mengeluarkan kepala,sedangkan pada orang dewasa biasanya saat mau jatuh dari ketinggian tangannya memegang sesuatu kemudian

bahu tertarik. Presentasi klinis berupa deformitas clawhand (kelemahan otot lumbrikalis) sedangkan fungsi otot gelang bahu baik. Selain itu juga terdapat kelumpuhan pada otot fleksor carpi ulnaris, fleksor digitorum, interosei, tenar dan hipotenar sehingga tangan terlihat atrofi. Disabilitas motorik sama dengan kombinasi lesi n. Medianus dan ulnaris. Kelainan sensorik berupa hipestesi pada bagian dalam/ sisi ulnar dari lengan dan tangan.2,5,7 4. Lesi di trunkus superior Gejala klinisnya sama dengan sindroma Erb di tingkat radiks dan sulit dibedakan. Namun pada lesi di trunkus superior tidak didapatkan kelumpuhan otot rhomboid, seratus anterior, levator scapula dan saraf supra - & infraspinatus. Trdapat gangguan sensorik di lateral deltoid, aspek lateral lengan atas dan lengan bawah hingga ibu jari tangan.2,7 5. Lesi di trunkus media Sangat jarang terjadi dan biasanya melibatkan daerah pleksus lainnya (trunkus superior dan/atau trunkus inferior) Gejala klinis didapatkan kelemahan otot triceps dan otot-otot yang dipersyarafi n. Radialis (ekstensor tangan), serta kelainan sensorik biasanya terjadi pada dorsal lengan dan tangan.2 6. Lesi di trunkus inferior Gejala klinisnya yang hampir sama dengan sindroma Klumpke di tingkat radiks. Terdapat kelemahan pada otot-otot tangan dan jari-jari terutama untuk gerakan fleksi, selain itu juga kelemahan otot-otot spinal intrinsik tangan. Gangguan sensorik terjadi pada aspek medial dari lengan dan tangan.2 7. Lesi Pan-supraklavikular (radiks C5-T1 / semua trunkus) Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh otot ekstremitas atas, defisit sensorik yang jelas pada seluruh ekstremitas atas dan mungkin terdapat nyeri. Otot rhomboid, seratus anterior dan otot-otot spinal mungkin tidak lemah tergantung dari letak lesi proksimal (radiks) atau lebih ke distal (trunkus).2 Pleksopati Infraklavikuler Pada pleksopati infraklavikuler terjadi lesi ditingkat fasikulus dan/atau saraf terminal. Lesi infraklavikuler ini jarang terjadi dibanding supraklavikuler namun umumnya mempunyai prognosis lebih baik. Penyebab utama terjadi pleksopati infraklavikuler biasanya adalah trauma dapat tertutup (kecelakaan lalu lintas) maupun terbuka (luka tembak). Mayoritas disertai oleh

kerusakan struktur didekatnya (dislokasi kaput humerus, fraktur klavikula, scapula atau humerus). Gambaran klinis sesuai dengan lesinya : 2,7 1. Lesi di fasikulus lateral Dapat terjadi akibat dislokasi tulang humerus. Lesi disini akan mengenai daerah yang dipersyarafi oleh n. Muskulocutaneus dan sebagian dari n. Medianus. Gejala klinisnya yaitu kelemahan otot fleksor lengan bawah dan pronator lengan bawah, sedangkan otototot intrinsik tangan tidak terkena. Kelainan sensorik terjadi di lateral lengan bawah dan jari 1 III tangan.2 2. Lesi di fasikulus medial Disebabkan oleh dislokasi subkorakoid dari humerus. Kelemahan dan gejala sensorik terjadi dikawasan motorik dan sensorik n. Ulnaris. Lesi disini akan mengenai seluruh fungsi otot intrinsik tangan seperti fleksor, ekstensor dan abduktor jari-jari tangan, juga fleksor ulnar pergelangan tangan. Secara keseluruhan kelaianan hampir menyerupai lesi di trunkus inferior. Kelainan sensorik terlihat pada lengan atas dan bawah medial, tangan dan 2 jari tangan bagian medial.2 3. Lesi di fasikulus posterior Lesi ini jarang terjadi. Gejala klinisnya yaitu terdapat kelemahan dan defisit sensorik dikawasan n. Radialis. Otot deltoid (abduksi dan fleksi bahu), otot-otot ekstensor lengan, tangan dan jari-jari tangan mengalami kelemahan. Defisit sensorik terjadi pada daerah posterior dan lateral deltoid, juga aspek dorsal lengan, tangan dan jari-jari tangan.2 VI. Pemeriksaan Penunjang Radiografi Adanya cedera saraf tepi biasanya disertai dengan cedera tulang dan jaringan iikat sekitar yang dapat dinilai dengan pemeriksaan radiografi. Pada kasus cedera traumatik, penggunaan X-foto dapat membantu menilai adanya dislokasi, subluksasi atau fraktur yang dapat berhubungan dengan cedera pleksus tersebut. Pemeriksaan radiografi : 1. Foto vertebra servikal untuk mengetahui apakah ada fraktur pada vertebra servikal 2. Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fraktur skapula, klavikula atau humerus.

3. Foto thorak untuk melihat disosiasi skapulothorak serta tinggi diafragma pada kasus paralisa saraf phrenicus. Adanya benda asing seperti peluru juga dapat terlihat. Sedangkan pada kasus cedera pleksus brakhialis traumatik yang berat. Narakas, melaporkan bahwa umumnya terdapat trauma multipel pada kepala atau muskuloskletal lainnya. CT scan dapat digunakan untuk menilai adanya fraktur tersembunyi yang tidak dapat dinilai oleh x-foto. Sedangkan myelografi digunakan pada lesi supraklavikular berat, yang berguna untuk membedakan lesi preganglionik dan postganglionik. Kombinasi CT dan myelografi lebih sensitif dan akurat terutama untuk menilai lesi proksimal (avulsi radiks). MRI dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai jaringan ikat sekitar lesi dan penilaian pleksus brakhialis ekstraforaminal normal atau tidak normal. 2,3,4 Elektrofisiologi Hasil pemeriksaan kecepatan hantar syaraf untuk Compound Muscle Action Potentials (CMAP) didapatkan amplitudo yang rendah setelah hari ke-9. SNAPs (Sensory Nerve Action Potentials) berguna untuk membedakan lesi preganglionic atau lesi postganglionic. Pada lesi postganglionic, SNAPs tidak didapatkan tetapi positif pada lesi preganglionic. EMG (Elektromiografi) dengan jarum pada otot dapat tampak fibrilasi, positive sharp wave (pada lesi axonal), amplitudo dan durasi. Dimana denervasi terlihat setelah minggu ke-2. VII. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pleksus brakhialis menjadi tantangan, terutama karena beberapa penyebab tidak ada terapi yg spesifik. Penatalaksanaan suportif, dengan berfokus pada kontrol nyeri dan disertai dengan penatalaksanaan aspek rehabilitasi dan tindakan operasi, operasi diindikasikan pada lesi pleksus brakhialis berat dan umumnya dilakukan 3-4 bulan setelah trauma dan tidak dianjurkan jika telah lebih dari 6 bulan karena hasil kesembuhan tidak optimal. Jika lesi sangat luas dan perbaikan keseluruhan tidak memungkinkan maka tujuan utama perbaikan bedah adalah mengembalikan fungsi

fleksi siku, kemudian dapat dilanjutkan dengan fungsi ekstensi pergelangan tangan dan fleksi jari-jari. Beberapa tindakan operasi yang dilakukan pada lesi pleksus brakhialis adalah : 1. Pembedahan primer Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki injury pada plexus serta membantu reinervasi. Teknik yang digunakan tergantung berat ringan lesi. Neurolysis : Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf Neuroma excision: Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan kembali dengan teknik end-to-end atau nerve grafts Nerve grafting : Bila gap antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin dilakukan tarikan. Saraf yang sering dipakai adalah n suralis, n lateral dan medial antebrachial cutaneous, dan cabang terminal sensoris pada n interosseus posterior Neurotization : Neurotization pleksus brachialis digunakan umumnya pada kasus avulsi pada akar saraf spinal cord. Saraf donor yang dapat digunakan : hypoglossal nerve, spinal accessory nerve, phrenic nerve, intercostal nerve, long thoracic nerve dan ipsilateral C7 nerve. Intraplexual neurotization menggunakan bagian dari root yang masih melekat pada spinal cord sebagai donor untuk saraf yang avulsi. Perbaikan primer yang segera biasanya direkomendasikan bila laserasi saraf bersih dari benda tajam. 2. Pembedahan sekunder Tujuan untuk meningkatkan seluruh fungsi extremitas yang terkena. Ini tergantung saraf yang terkena. Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled muscle transfers, free muscle transfers, joint fusions and rotational, wedge or sliding osteotomies. Perbaikan operatif sekunder setelah 2-4 minggu secara umum direkomendasikan untuk cedera tumpul atau cedera dengan kerusakan jaringan lunak yang luas dimana cedera saraf sangat berat dan perbaikan primer atau grafting tidak memungkinkan, neurotization dengan anastomosis satu saraf dengan yang lain dapat menjadi pilihan lainnya.

VIII.

Prognosis Prognosis lesi pleksus brakhialis bervariasi tergantung pada patofisiologi yang mendasari, meliputi tempat dan derajat kerusakan saraf dan kecepatan mendapat terapi. Proses regenerasi saraf terjadi kira-kira 1-2 mm/hari atau 1 inci/bulan, sehingga mungkin diperlukan beberapa bulan sebelum tanda pemulihan dapat dilihat.1,2,4,5 Neuropraksia merupakan tipe kerusakan yang paling ringan dan mempunyai prognosis yang paling baik, dimana perbaikan spontan dapat terjadi beberapa minggu hingga bulan (3-4 bulan setelah cedera).4,16 Pada tipe aksonotmesis, perbaikan diharapkan dapat terjadi dalam beberapa bulan dan biasanya komplit kecuali terjadi atrofi motor endplate dan reseptor sensorik sebelum pertumbuhan akson mencapai organ-organ ini. Perbaikan fungsi sensorik mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan motorik karena reseptor sensorik dapat bertahan lebih lama dibandingkan motor endplate (kira-kira 18 bulan). Sedangkan neurotmesis, regenerasi dapat terjadi namun fungsional sulit kembali sempurna. Faktor-faktor yang mempengaruhi keluaran yaitu luasnya lesi jaringan saraf, usia (dimana usia tua mengurangi proses pertumbuhan akson), status medis pasien, kepatuhan dan motivasi pasien dalam menjalani terapi.4,5 Untuk lesi pleksus brakhialis yang berat, hasil yang memuaskan dapat terjadi pada lebih dari 70% pasien postoperatif setelah perbaikan primer dan 48% setelah graft saraf. Kira-kira 50-85% pasien dengan TOS non-neurogenik mengalami perbaikan dengan latihan. Prognosis lesi pleksus brakhialis pada daerah supraklavikular kurang memuaskan dibanding daerah infraklavikular, oleh karena biasanya disertai dengan adanya avulsi radiks.2 Pada neonatus dengan lesi pleksus brakhialis bila terdapat sedikit kontraksi pada bulan pertama dan kontraksi pada bulan kedua maka kita dapat mengharapkan pemulihan spontan yang komplit. Jika kontraksi belum terlihat pada bulan ketiga biasanya pemulihan tidak akan mencapai fungsi normal sepenuhnya.

Daftar Pustaka 1. Mardjono. Mahar., Shidarta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat,Jakarta 2. Wedantho Sigit, 2007,Kelumpuhan Plexus Brachialis: Divisi Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 3. Shenaq S.M., Hand, Brachial Plexus Surgery, available from : www.emedicine.com , last updated : October 7, 2002, taken on January 29, 2005. 4. Hein, H.A., Brachial Plexus Palsy : A Perspective on C urrent Management, available from: www.virtualhospital.com , last updated : September 2003. 5. Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah Mada University Press. 6. Sidharta, Priguna, dan Mardjono, Mahar 2004 Neurologis Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat. 7. Sidharta, Priguna M.D. Ph.D. 1999. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi.

You might also like