You are on page 1of 52

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gigi Impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut.1 Insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah pada gigi molar tiga. Hal tersebut karena gigi molar ketiga adalah gigi yang terakhir tumbuh, sehingga sering mengalami impaksi karena tidak ada atau kurangnya ruang yang memadai.1 Hal itulah yang melatarbelakangi penelitian ini, yaitu seringnya molar ketiga mengalami impaksi. Menurut Chu dkk yang dikutip oleh Alamsyah daan Situmorang 28.3% dari 7468 pasien mengalami impaksi, dan gigi molar ketiga mandibula yang paling sering mengalami impaksi (82.5%).1 Menurut Goldberg yang dikutip oleh Tridjaja bahwa pada 3000 rontgen foto yang dibuat pada tahun 1950 dari penderita usia 20 tahun, 17% diantaranya mempunyai paling sedikit satu gigi impaksi. Sedang hasil foto panoramik dari 5600 penderita usia antara 17-24 tahun yang dibuat tahun 1971, 65.6% mempunyai paling sedikit satu gigi impaksi.

Keluhan penderita bervariasi dari yang paling ringan misalnya hanya terselip sisa makanan sampai yang terberat yaitu rasa sakit yang hebat disertai dengan pembengkakan dan pus.2 Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prevalensi dan klasifikasi impaksi gigi molar ketiga rahang bawah pada pasien dengan kasus impaksi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) Kandea . Penelitian ini dilakukan di RSGMP bagian Ilmu Bedah Mulut Kandea karena di tempat tersebut khusus menangani kasus yang terjadi pada gigi dan rongga mulut, sehingga akan banyak ditemukan kasuskasus impaksi dan akan memudahkan penelitian. Berdasarkan klasifikasinya dapat diambil simpulan bahwa klasifikasi gigi impaksi dapat ditentukan dengan menggunakan foto radiografi, begitupun dalam penelitian ini penentuan klasifikasi tersebut dilihat berdasarkan foto radiografi dari pasien yang mengalami impaksi tersebut. Adapun pada penelitian ini klasifikasi yang akan dilihat yaitu klasifikasi :3 A. Berdasarkan relasai molar tiga bawah dengan ramus mandibula dan molar dua bawah 1. Klas I 2. Klas II 3. Klas III

B. Berdasarkan dalamnya molar tiga bawah impaksi di dalam rahang 1. Posisi A 2. Posisi B 3. Posisi C C. Hubungan radiografis terhadap molar kedua a. Mesioangular b. Distoangular c. Vertical d. Horizontal Gigi molar ketiga rahang bawah tumbuh pada usia 18-24 tahun dan merupakan gigi yang terakhir tumbuh, hal itulah yang menyebabkan sering terjadinya impaksi pada gigi tersebut. Menurut beberapa ahli, frekuensi impaksi gigi molar ketiga maksila adalah yang terbanyak dibandingkan dengan molar ketiga mandibula. Kenyataannya di Indonesia berbeda, impaksi gigi molar ketiga mandibula ternyata frekuensinya lebih banyak dari pada gigi molar ketiga maksila. Dampak dari adanya gigi impaksi molar ketiga rahang bawah adalah gangguan rasa sakit. Keluhan sakit juga dapat timbul oleh karena adanya karies pada gigi molar tiga rahang bawah dan kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya karies pada gigi molar ketiga rahang bawah.1,4,5 Apabila impaksi gigi molar ketiga rahang bawah hanya terlihat sebagian maka akan memudahkan makanan terperangkap di dalamnya, sehingga pasien akan mengalami kesulitan untuk membersihkannya. Efek selanjutnya adalah rasa tidak enak, mulut berbau, gigi gampang terserang karies.5 Adanya komplikasi yang

diakibatkan gigi impaksi maka perlu dilakukan tindakan pencabutan. Pencabutan dianjurkan jika ditemukan akibat yang merusak atau kemungkinan terjadinya kerusakan pada struktur sekitarnya dan jika gigi benar-benar tidak berfungsi.6 Mengingat banyaknya insiden, masalah dan keluhan yang ditimbulkan oleh impaksi gigi molar tiga mandibula ini, maka dirasakan perlu untuk meneliti prevalensi impaksi gigi molar tiga mandibula.1

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu posisi impaksi apa yang paling banyak terjadi di RSGMP Kandea sesuai dengan klasifikasinya.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis prevalensi Impaksi molar ketiga rahang bawah yang banyak terjadi di RSGMP Kandea berdasarkan klasifikasinya.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari peneltian ini adalah sebagai berikut : 1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai klasifikasi impaksi molar tiga rahang bawah utamanya bagi penulis sendiri. 2. Mendapatkan informasi mengenai klasifikasi gigi impaksi molar ketiga rahang bawah yang banyak terjadi. 3. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan baik bagi masyarakat dan terutama bagi mahasiswa kedokteran gigi sendiri serta menambah khasanah ilmu pengetahuan itu sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI IMPAKSI

Gigi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan posisinya berlawanan dengan gigi lainya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat juga oleh karena adanya jaringan patologis. Impaksi dapat diperkirakan secara klinis bila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir dapat dipastikan bila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi.7 Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena ketidaktersediaan ruangan yang cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut.1 Secara umum impaksi adalah keadaan jika suatu gigi terhalang erupsi untuk mencapai kedudukan yang normal. Impaksi gigi dapat berupa gigi yang tumbuhnya terhalang sebagian atau seluruhnya oleh gigi tetangga, tulang atau jaringan lunak sekitarnya.4

2.2 ETIOLOGI

Etiologi dari gigi impaksi bermacam-macam diantaranya kekurangan ruang, kista, gigi supernumerer, retensi gigi sulung, infeksi, trauma, anomali dan kondisi sistemik.8 Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi gigi adalah ukuran gigi. Sedangkan faktor yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi adalah bentuk gigi. Bentuk gigi ditentukan pada saat konsepsi. Satu hal yang perlu diperhatikan dan perlu diingat bahwa gigi permanen sejak erupsi tetap tidak berubah.4 Pada umumnya gigi susu mempunyai besar dan bentuk yang sesuai serta letaknya terletak pada maksila dan mandibula. Tetapi pada saat gigi susu tanggal tidak terjadi celah antar gigi, maka diperkirakan akan tidak cukup ruang bagi gigi permanen penggantinya sehingga bisa terjadi gigi berjejal dan hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya impaksi.4 Penyebab meningkatnya impaksi gigi geraham rahang bawah disebabkan oleh karena faktor kekurangan ruang untuk erupsi. Hal ini dapat dijelaskan antara lain jenis makanan yang dikonsumsi umumnya bersifat lunak, sehingga untuk mencerna tidak memerlukan kerja yang kuat dari otot-otot pengunyah, khususnya rahang bawah menjadi kurang berkembang.5 Istilah impaksi biasanya diartikan untuk gigi yang erupsi oleh sesuatu sebab terhalang, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal di dalam deretan susunan gigi geligi. Hambatan halangan ini biasanya berupa hambatan dari sekitar gigi atau hambatan dari gigi itu sendiri.9

Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi karena :9 1. Tulang yang tebal serta padat 2. Tempat untuk gigi tersebut kurang 3. Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut 4. Adanya gigi desidui yang persistensi 5. Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat

Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi oleh karena : 1. Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distal dan lain-lain.

2. Daya erupsi gigi tersebut kurang.

2.2.1 Berdasarkan Teori Filogenik Berdasarkan teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola makan pada manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi antara lain perubahan patologis gigi, kista, hiperplasi jaringan atau infeksi lokal.6 Ada suatu teori yang menyatakan berdasarkan evolusi manusia dari zaman dahulu sampai sekarang bahwa manusia itu makin lama makin kecil dan ini menimbulkan teori bahwa rahang itu makin lama makin kecil, sehingga tidak dapat menerima semua gigi yang ada. Tetapi teori ini tidak dapat diterima, karena tidak dapat menerangkan bagaimana halnya bila tempat untuk gigi tersebut cukup, tetapi gigi tersebut tidak dapat tumbuh secara normal misalnya letak gen abnormal dan mengapa ada bangsa yang sama sekali tidak mempunyai gigi

terpendam misalnya Bangsa Eskimo, Bangsa Indian, Bangsa Maori dan sebagainya.9 Kemudian seorang ahli yang bernama Nodine, mengatakan bahwa sivilisasi mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan rahang. Makin maju suatu bangsa maka stimulan untuk pertumbuhan rahangnya makin berkurang. Kemajuan bangsa mempunyai hubungan dengan pertumbuhan rahang, karena bangsa yang maju diet makanannya berbeda dalam tingkatan kekerasan dibandingkan dengan bangsa yang kurang maju. Misalnya bangsa-bangsa primitif lebih sering memakan makanan yang lebih keras sedangkan bangsa modern lebih sering makan malanan yang lunak, sehingga tidak atau kurang memerlukan daya untuk mengunyah, sedangkan mengunyah merupakan stimulasi untuk pertumbuhan rahang.9

2.2.2 Berdasarkan teori Mendel

Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi mangalami impaksi, antara lain jaringan sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi susu yang terlalu dini, tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, rahang terlalu sempit oleh karena pertumbuhan tulang rahang kurang sempurna, dan menurut teori Mendel, jika salah satu orang tua mempunyai rahang kecil, dan salah satu orang tua lainnya bergigi besar, maka kemungkinan salah seorang anaknya berahang kecil dan bergigi besar. Sebagai akibat dari kondisi tersebut, dapat terjadi kekurangan tempat erupsi gigi permanen sehingga terjadi impaksi.4

2.2.3 Etiologi Gigi Terpendam Menurut Berger 9

Kausa lokal 1. Posisi gigi yang abnormal 2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga 3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut 4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut 5. Gigi desidui persintensi (tidak mau tanggal) 6. Pencabutan gigi yang prematur 7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling gigi 8. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena inflamasi atau abses yang ditimbulkannya 9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.

Kausa umum 1. Kausa prenatal a. Keturunan b. Miscegenation 2. Kausa postnatal Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan pada anak-anak seperti : a. Ricketsia b. Anemi c. Syphilis kongenital

10

d. TBC e. Gangguan kelenjar endokrin f. Malnutrisi

3. Kelainan pertumbuhan a. Cleido cranial dysostosis Terjadi pada masa kongenital dimana terjadi kerusakan atau

ketidakberesan dari pada tulang cranial. Hal ini biasanya diikuti dengan persistensi gigi susu dan tidak erupsinya atau tidak terdapat gigi permanen, juga ada kemungkinan dijumpai gigi supernumeri yang rudimeter. b. Oxycephali Suatu kelainan dimana terdapat kepala yang lonjong diameter muka belakang sama dengan dua kali kakan atau kiri. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan rahang.

2.3 GIGI YANG PALING SERING MENGALAMI IMPAKSI

Gigi impaksi merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi di masyarakat. Gigi impaksi merupakan sumber potensial yang terus menerus dapat menimbulakan keluhan sejak gigi mulai erupsi. Keluhan utama yang paling sering dirasakan adalah rasa sakit dan pembengkakan yang terjadi di sekeliling gusi gigi tersebut bahkan kadang-kadang dapat mempengaruhi estetis.1

11

Gigi molar tiga adalah gigi yang paling akhir erupsi dalam rongga mulut, yaitu pada usia 18-24 tahun. Keadaan ini kemungkinan menyebabkan gigi molar tiga lebih sering mengalami impaksi dibandingkan gigi yang lain karena seringkali tidak tersedia ruangan yang cukup bagi gigi untuk erupsi. Menurut Chu yang dikutip oleh Alamsyah dan Situmarong, 28,3 % dari 7468 pasien mengalami impaksi, dan gigi molar tiga mandibula yang paling sering mengalami impaksi (82,5%).1 Adapun sumber lain yang menyebutkan bahwa erupsi gigi molar ketiga rahang bawah banyak ditemukan pada pasien berusia 16 sampai dengan 21 tahun. Disebutkan bahwa penyebab adanya kesulitan erupsi gigi adalah kurangnya atau terbatasnya ruang untuk erupsi, sehingga gigi molar ketiga bawah sering mengalami impaksi.5 Frekuensi gigi impaksi yang terjadi sesuai dengan urutan berikut :10 1. Molar ketiga rahang bawah 2. Molar ketiga rahang atas 3. Kaninus rahang atas 4. Premolar rahang bawah 5. Kaninus rahang bawah 6. Premolar rahang atas 7. Insisivus sentralis rahang atas 8. Insisivus lateralis rahang atas Perkembangan dan pertumbuhan gigi geligi seringkali mengalami gangguan erupsi, baik pada gigi anterior maupun gigi posterior. Frekuensi gangguan erupsi

12

terbanyak pada gigi molar ketiga baik di rahang atas maupun rahang bawah diikuti gigi kaninus rahang atas. Gigi dengan gangguan letak salah benih akan menyebabkan kelainan pada erupsinya, baik berupa erupsi di luar lengkung yang benar atau bahkan terjadi impaksi. Gigi dinyatakan impaksi apabila setelah mengalami kegagalan erupsi ke bidang oklusal.6 Andreasen melaporkan frekuensi impaksi gigi molar ketiga sebesar 18% sampai dengan 32%; Bjrk et al dan Vent et al melaporkan frekuensi sebesar 22,3% sampai dengan 66,6%.11

2.4 PERTUMBUHAN MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH Gigi geraham bungsu bawah adalah gigi terakhir pada lengkung mandibula dan gigi kedelapan dari garis tengah. Ia membantu gigi-geligi molar bawah lain dalam mengelilingi dan menghancurkan makanannya, walaupun sering ia tidak dapat melakukan fungsinya karena posisinya yang buruk, misalnya impaksi. Karena alasan ini banyak contoh gigi molar ketiga praktis tampak tidak terkikis.12 Kronologi pertumbuhan gigi molar ketiga yaitu :13 a. Tahap inisiasi, terjadi pada umur 3.5 4 tahun. Tahap inisiasi adalah

permulaan pembentukan kuntum gigi (bud) dari jaringan epitel mulut. b. Kalsifikasi dimulai, pada umur 8-10 tahun c. Pembentukan mahkota, pada umur 12-16 tahun. d. Tahap erupsi, pada umur 17-21 tahun.

13

e. Pembentukan akar selesai, terjadi pada umur 18-25 tahun. Rata-rata gigi molar ketiga bawah mengalami kalsifikasi pada usia 9 tahun dan erupsi penuh pada usia 20 tahun. Proses pembentukan akar sempurna terjadi pada usia 22 tahun. Dengan keluarnya gigi molar ketiga, maka selesailah proses erupsi aktif gigi tetap.14 Puncak tonjol mesial dan distal dari gigi molar ketiga bawah dapat diidentifikasi pada usia kurang dari 8 tahun. Kalsifikasi enamel lengkap terjadi pada usia 12 sampai 16 tahun. Erupsi terjadi antara usia 15 sampai 21 tahun atau lebih dan akar terbentuk lengkap antara usia 18 sampai 25 tahun.14 Molar ketiga bawah klasik mempunyai bentuk mahkota yang sangat mirip dengan molar kedua bawah, dengan 4 cuspis dan morfologi molar bawah yang khas seperti yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi dengan lebih banyak fisura tambahan yang berjalan dari fossa sentral. Seperti pada gigi geraham bungsu atas, bentuk dasarnya menjadi sasaran banyak variasi.12 Bila dilihat dari permukaan oklusal, kecembungan permukaan bukal yang jelas mudah dibedakan dari permukaan lingual yang lebih datar. Bagan oklusal peripheral secara keseluruhan serupa dengan molar bawah lain yang secara kasar berbentuk bujur atau empat persegi, teteapi sudutnya cenderung lebih membulat sampai tingkat beberapa molar ketiga bawah mempunyai bagan oklusal hampir bundar. Lebar bukolingual gigi ini terkecil pada ujung distal.12

14

Pada dasarnya dua akar, satu mesial dan satu distal, mirip dengan molar bawah lain, kecuali bahwa ia lebih pendek dan tidak berkembang baik atau bisa cenderung saling berfusi menjadi satu massa kerucut dalam beberapa kasus. Lengkungan akar selalu ke distal, dan biasanya lebih besar daripada molar kedua bawah. Dengan cara yang sama, lengkungan akar molar kedua bawah distal lebih jelas daripada molar pertama bawah.12

2.5 KLASIFIKASI IMPAKSI GIGI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH

2.5.1 Berdasarkan sifat jaringan10

Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat diklasifikasikan menjadi 1. Impaksi jaringan lunak Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang mencegah erupsi gigi secar normal. Hal ini sering terlihat pada kasus insisivus sentral permanen, di mana kehilangan gigi sulung secara dini yang disertai trauma mastikasi menyebabkan fibromatosis

2. Impaksi jaringan keras Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh tulang sekitar, hal ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di sini, gigi impaksi secara utuh tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap jaringan

15

lunak direfleksikan, gigi tidak terlihat. Jumlah tulang secara ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong sebelum dicabut.

2.5.2 Klasifikasi Pell dan Gregory Pell dan Gregory menghubunkan kedalaman impaksi terhadap bidang oklusal dan garis servikal gigi molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan dan diameter mesiodistal gigi impaksi terhadap ruang yang tersedia antara permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens mandibula dalam pendekatan lain.15

Gambar II.1 Klasifikasi impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Pell dan Gregory. Sumber : Monaco G, Montevecchi M, Bonetti GA, Gatto MRA, Checchi L. Reliability of panoramic radiographyin evaluating the topographic relationship between the mandibular canal and impacted third molars. JADA American Dental Association 2004;135:315

16

A. Berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula 3 1. Klas I: Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang antara batas anterior ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua.10 Pada klas I ada celah di sebelah distal Molar kedua yang potensial untuk tempat erupsi Molar ketiga.3 2. Klas II: Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter mesiodistal gigi lebih besar daripada ruang yang tersedia.10 Pada klas II, celah di sebelah distal M 3. Klas III: Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula akses yang sulit. Pada klas III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus.

B. Komponen kedua dalam sistem klasifikasi ini didasarkan pada jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi.10 Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal Molar kedua disebelahnya.3

Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan rahang bawah : 1. Posisi A: Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang sama dengan oklusal gigi molar kedua tetangga.10 Mahkota Molar ketiga yang impaksi berada pada atau di atas garis oklusal.3 2. Posisi B: Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan garis servical dan bidang oklusal gigi molar kedua tetangga.10 Mahkota Molar ketiga di bawah garis oklusal tetapi di atas garis servikal Molar kedua.3

17

3. Posisis C: Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat garis servikal gigi molar kedua. Hal ini juga dapat diaplikasikan untuk gigi maksila.10 Mahkota gigi yang impaksi terletak di bawah garis servikal.3

Gambar II.2 Klasifikasi impaksi molar ketiga menurut Pell dan Gregory. Sumber : Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p. 126

Pada Gambar II.2 sama dengan yang dijelaskan pada Gambar II.1 Klasifikasi impaksi molar ketiga menurut Pell dan Gregory :16 a. Berdasarkan kedalaman impaksi dan jaraknya ke molar kedua 1. Posisi A : permukaan oklusal gigi impaksi sama tinggi atau sedikit lebih tinggi dari gigi molar kedua. 2. Posisi B : permukaan oklusal dari gigi impaksi berada pada pertengahan mahkota gigi molar kedua atau sama tinggi dari garis servikal 3. Posisi C : permukaan oklusal dari gigi impaksi berada di bawah garis servikal molar kedua.

18

b. Posisinya berdasarkan jarak antara molar kedua rahang bawah dan batas anterior ramus mandibula 1. Klas I : jarak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibula cukup lebar mesiodistal molar tiga bawah 2. Klas II : jarak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibula lebih kecil dari lebar mesiodistal molar tiga bawah 3. Klas III : gigi molar tiga bawah terletak di dalam ramus mandibula

2.5.3 Klasifikasi Winter10 Winter mengajukan sebuah klasifikasi impaksi gigi molar ketiga mandibula berdasarkan hubungan gigi impaksi terhadap panjang aksis gigi molar kedua mandibula. Beliau juga mengklasifikasikan posisi impaksi yang berbeda seperti impaksi vertikal, horizontal, inverted, mesioangular, distoangular, bukoangular, dan linguoangular. Quek et al mengajukan sebuah sistem klasifikasi menggunakan protractor ortodontik. Dalam penelitian mereka, angulasi dideterminasikan menggunakan sudut yang dibentuk antara pertemuan panjang aksis gigi molar kedua dan ketiga. Mereka mengklasifikasikan impaksi gigi molar ketiga mandibula sebagai berikut:15 1. Vertikal (10o sampai dengan -10o) 2. Mesioangular (11o sampai dengan -79o) 3. Horizontal (80o sampai dengan 100o) 4. Distoangular (-11o sampai dengan -79o) 5. Lainnya (-111o sampai dengan -80o)

19

Teori didasarkan pada inklinasi impaksi gigi molar ketiga terhadap panjang axis gigi molar kedua16

Gambar II.3 Klasifikasi impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Archer dan Kruger (1 mesioangular, 2 distoangular, 3 vertical, 4 horizontal, 5 buccoangular, 6 linguoangular, 7 inverted) Sumber : Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.126

a. Mesioangular: Gigi impaksi mengalami tilting terhadap molar kedua dalam arah mesial. b. Distoangular: Axis panjang molar ketiga mengarah ke distal atau ke posterior menjauhi molar kedua.

Gambar II.4 Impaksi mesioangular molar ketiga rahang bawah kanan dan distoangular pada molar ketiga rahang bawah kiri (catatan: gigi molar ketiga rahang bawah tidak erupsi) Sumber : Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. New York:Churchill Livingstone;2001,p.51

20

c. Horisontal: Axis panjang gigi impaksi horisontal

Gambar II.5 Impaksi horisontal bilateral molar ketiga rahang bawah Sumber : Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. New York:Churchill Livingstone;2001,p.54

d. Vertikal: Axis panjang gigi impaksi berada pada arah yang sama dengan axis panjang gigi molar kedua

Gambar II.6 Sebuah impaksi dengan posisi vertikal Sumber : Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. New York:Churchill Livingstone;2001,p.53

e. Bukal atau lingual: Sebagai kombinasi impaksi yang dideskripsikan di atas, gigi juga dapat mengalami impaksi secara bukal atau secara lingual f. Transversal: Gigi secara utuh mengalami impaksi pada arah bukolingual

21

g. Signifikansi: Tiap inklinasi memiliki arah pencabutan gigi secara definitif. Sebagai contoh, impaksi mesioangular sangat mudah untuk dicabut dan impaksi distoangular merupakan posisi gigi yang paling sulit untuk dicabut. Gigi maksila dengan posisi bukal lebih mudah dicabut karena tulang yang menutupi gigi lebih tipis, sedangkan gigi pada sisi palatal tertutupi jumlah tulang yang banyak, dan membuat ekstraksi sulit untuk dilakukan.10 Posisi mesioangular paling sering terjadi pada impaksi gigi bawah sedangkan posisi distoangular paling sering terjadi pada impaksi gigi atas. Untungnya kedua gigi tersebut juga paling mudah pencabutannya. Didasarkan pada hubungan ruang, impaksi juga dikelompokkan berdasarkan hubungan bukallingualnya. Kebanyakan impaksi Molar ketiga bawah mempunyai mahkota mengarah ke lingual. Pada impaksi Molar ketiga yang melintang, orientasi

mahkota selalu ke lingual. Hubungan melintang juga terjadi pada impaksi gigi atas tetapi jarang.3

2.5.4 Klasifikasi Impaksi Molar Ketiga Menurut Thoma15 Thoma mengklasifikasikan kurvatura akar gigi molar ketiga yang mengalami impaksi ke dalam tiga kategori: 1. Akar lurus (terpisah atau mengalami fusi) 2. Akar melengkung pada sebuah posisi distal 3. Akar melengkung secara mesial.

22

2.5.5 Klasifikasi Impaksi Molar Ketiga Menurut Killey dan Kay15 Killey dan Kay mengklasifikasikan kondisi erupsi gigi molar ketiga impaksi dan jumlah akar ke dalam tiga kategori. Gigi tersebut diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Erupsi 2. Erupsi sebagian 3. Tidak erupsi

2.5.5 Menurut American Dental Association15 Jumlah akar mungkin berjumlah dua atau multipel. Gigi impaksi juga dapat terjadi dengan akar yang mengalami fusi. Dengan tujuan untuk memberikan mekanisme logis dan praktik untuk industry asuransi. American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons mengklasifikasikan gigi impaksi dan tidak erupsi berdasarkan prosedur pembedahan yang dibutuhkan untuk melakukan pencabutan, daripada posisi anatomi gigi. Mereka mengklasifikasikan gigi impaksi ke dalam empat kategori: 1. Pencabutan gigi hanya dengan impaksi jaringan lunak 2. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang secara parsial 3. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang secara sempurna 4. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang sempurna dan komplikasi pembedahan yang tidak biasa

23

Klasifikasi posisis gigi impaksi secara sistematis dan teliti membantu dalam memeriksa arah pencabutan gigi impaksi dan juga mendeterminasikan jumlah kesulitan yang akan dialami selama pencabutan.10

2.6 EVALUASI KLINIS Pemeriksaan awal harus berupa sebuah riwayat medis dan dental, serta pemeriksaan klinis ektra oral dan intral oral yang menyeluruh. Hasil penemuan positif dari pemeriksaan ini seharusnya dapat mendeterminasikan apakah pencabutan diindikasikan atau disarankan, dan harus mengikutsertakan pemeriksaan radiologi.10

2.6.1 Pemeriskaan Umum10

Pemeriksaan umum harus dilakukan dengan cara yang sama dengan prosedur pembedahan lainnya. Adanya gangguan sistemik atau penyakit sistemik harus dideteksi dan kehati-hatian harus diterapkan sebelum pembedahan. Pasien juga harus diperiksa apakah sedang menjalani terapi tertentu, seperti terapi irradiasi, terapi cytostatic, dan transplantasi organ.

2.6.2 Pemeriksaan Lokal10

1. Status erupsi gigi impaksi. Status erupsi gigi impaksi harus diperiksa karena status pembentukan mendeterminasikan waktu pencabutan. Idealnya, gigi dicabut ketika duapertiga akar terbentuk. Jika akar telah terbentuk sempurna,

24

maka gigi menjadi sangat kuat, dan gigi terkadang displitting untuk dapat dicabut. 2. Resorpsi molar kedua. Karena kurangnya ruang molar ketiga yang impaksi sehingga memungkin terjadi resorpsi akar pada molar kedua. Setelah

pencabutan gigi molar ketiga yang impaksi, molar kedua harus diperiksa untuk intervensi endodontik atau periodontik tergantung pada derajat resorpsi dan keterlibatan pulpa. 3. Adanya infeksi lokal seperti periokoronitis. Infeksi ini merupakan sebuah inflamasi jaringan lunak yang menyelimuti mahkota gigi yang sedang erupsi yang hampir seluruhnya membutuhkan penggunaan antibiotik atau prosedur yang jarang dilakukan, eksisi pembedahan pada kasus rekuren. Periokoronitis rekuren terkadang membutuhkan pencabutan gigi impaksi secara dini. 4. Pertimbangan ortodontik. Karena molar ketiga yang sedang erupsi, memungkinkan terjadi berjejal pada regio anterior setelah perawatan ortodonti yang berhasil. Oleh karena itu, disarankan untuk mencabut gigi molar ketiga yang belum erupsi sebelum memulai perawatan ortodontik. 5. Karies atau resorpsi molar ketiga dan gigi tetangga. Akibatnya

kurangnya ruang, kemungkinan terdapat impaksi makanan pada area distal atau mesial gigi impaksi yang menyebabkan karies gigi. Untuk mencegah karies servikal gigi tetangga, disarankan untuk mencabut gigi impaksi. 6. Status periodontal. Adanya poket sekitar gigi molar ketiga yang impaksi atau molar kedua merupakan indikasi infeksi. Penggunaan antibiotik

25

disarankan harus dilakukan sebelum pencabutan gigi molar ketiga impaksi secara bedah untuk mengurangi komplikasi post-operatif. 7. Orientasi dan hubungan gigi terhadap infeksi saluran akar gigi. hal ini akan didiskusikan secara detail pada pemeriksaan radiologi. 8. Hubungan oklusal. Hubungan oklusal molar ketiga rahang atas terhadap molar ketiga rahang bawah harus diperiksa. Ketika gigi molar ketiga rahang bawah yang impaksi berada pada sisi yang sama diindikasikan untuk ekstraksi, sisi yang satunya juga harus diperiksa. 9. Nodus limfe regional. Pembengkakan dan rasa nyeri pada nodus limfe regional mungkin terindikasi infeksi molar ketiga 10. Fungsi temporomandibular joint.

2.6.3 Tehnik Roentgenografi Dalam Penentuan Gigi Impaksi17

Sejalan dengan perkembangan tehnik roentgenografi intraoral maupun ekstraoral, dimulai dengan ditemukannya panagrafi sampai dengan panoramik dengan demikian dimulailah roentgenogram gigi khususnya untuk melihat gigi impaksi. Hasilnya dapat merupakan penuntun kerja bagi ahli bedah mulut dalam menentukan dan penatalaksanaan kausatif lebih lanjut untuk gigi impaksi tersebut. Saat ini tehnik roentgenografi sangat diperlukan untuk penentuan lokasi gigi impaksi, dengan kualitas hasil foto yang baik dan interpretasi yang akurat akan meringankan penatalaksanaan yang tepat bagi operator. Dalam tehnik

roentgenografi penentuan lokasi gigi impaksi terdapat beberapa tehnik proyeksi dengan nama sendiri-sendiri, tetapi sangat penting pula dalam pemrosesan film

26

yang baik agar didapat kualitas gambar yang baik pula, yang akhirnya kita bisa menginterpretasi lokasi dari gigi tersebutsehingga kendala atau faktor-faktor kesulitan dalam penatalaksanaan gigi impaksi dapat dikurangi. Tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang berbeda dengan tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi depan. Berikut akan dijelaskan mengenai tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang. Tehnik roentgenografi ini dikenal sebagai roentgenografi right angle procedure. 1. Tehnik proyeksi pada tehnik proyeksi ini mula-mula dilakukan tehnik periapikal kesejajaran biasa setelah diketahui gigi impaksi (gigi premolar dan molar) maka dilakukan proyeksi true oklusal dengan menggunakan film periapikal no.2 atau film oklusal no.4. Proyeksi sinar X diarahkan tegak lurus pada film sedangkan fiksasi filmnya dioklusal plane diusahakan dalam proyeksi ini sinar X menelurusi inklinasi gigi impaksi. 2. Interpretasi Pada roentgenogram proyeksi true oklusal, terlihat gambaran radiopak dari gigi impaksi bila dekat dengan kortek tulang rahang bukalis maka gigi tersebut berada di bukal atau bila gigi impaksi tersebut dekat dengan kortek tulang rahang di lingualis atau palatalis maka gigi tersebut berada di lingualis atau palatalis. Untuk rahang bawah tehnik ini lebih mudah dilakukan daripada rahang atas oleh karena inklinasi rahang bawah lebih vertikal disbanding rahang atas.

27

2.7 DAMPAK DAN KELUHAN YANG DITIMBULKAN Gigi molar ketiga merupakan salah satu gigi yang paling banyak dibahas dalam literatur kedokteran gigi, dan pertanyaan besar yang mengemuka adalah apakah perlu untuk melakukan ekstraksi atau tidak perlu mendapatkan perhatian khusus bagi profesional untuk memperdebatkan maneuver yang sangat kontrovesial ini untuk merencanakan dan mempelajari subjek ini. Walaupun tidak semua gigi molar ketiga menyebabkan masalah klinis dan patologis, tiap gigi molar ketiga memiliki sebuah potensi yang besar untuk menyebabkan masalah periodontal yang berhubungan dengan perikoronitis, karies molar, reabrsorbsi gigi molar kedua, dan juga pembentukan kista dan tumor.18

Gambar II.7 Sebuah impaksi mesioangular molar ketiga bawah kiri, di mana akar divergen (catatan: karies dan bone loss pada aspek distal gigi molar kedua bawah karena dampak impaksi molar ketiga) Sumber : Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. New York:Churchill Livingstone;2001,p.58

Hampir satu abad lalu, gigi impaksi kadang-kadang menimbulkan keluhan baik akut atau kronis maupun akut eksaserbasi, gejala simptomatik tersebut mula-mula terjadi di daerah retromolar rahang bawah maupun rahang atas bahkan bila menjalar dapat menyebabkan timbulnya keluhan umum yang bisa pula mengganggu aktivitas penderita.17

28

Dampak dari adanya gigi impaksi molar ketiga rahang bawah adalah gangguan rasa sakit, yang dimaksud dengan gangguan rasa sakit yang berasal dari reaksi radang pada jaringan operkulum yang tampak hiperemi, bengkak dan rasa sakit bila ditekan. Kesemuaanya itu merupakan gejala yang lazim disebut sebagai perikoronitis. Keluhan sakit juga dapat timbul oleh karena adanya karies pada gigi molar tiga rahang bawah.5 Kerusakan atau keluhan yang ditimbulkan dari impaksi dapat berupa:9 1. Inflamasi Inflamasi merupakan suatu perikoronitis yang lanjutannya menjadi abses dento-alveolar akut-kronis, ulkus sub-mukus yang apabila keadaan tubuh lemah dan tidak mendapat perawatan dapat berlanjut menjadi osteomyelitis. Biasanya gejala-gejala ini timbul bila sudah ada hubungan soket gigi atau folikel gigi dengan rongga mulut.

Gambar II.8 Perikoronitis karena impaksi molar ketiga Sumber : Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.122

29

2. Resorpsi gigi tetangga Setiap gigi yang sedang erupsi mempunyai daya tumbuh ke arah oklusal gigi tersebut. Jika pada stadium erupsi, gigi mendapat rintangan dari gigi tetangga maka gigi mempunyai daya untuk melawan rintangan tersebut. Misalnya gigi terpendam molar ketiga dapat menekan molar kedua, kaninus dapat menekan insisivus dua dan premolar. Premolar dua dapat menekan premolar satu. Disamping mengalami resorpsi, gigi tetangga tersebut dapat berubah arah atau posisi.

3. Kista Suatu gigi yang terpendam mempunyai daya untuk perangsang pembentukan kista atau bentuk patologi terutama pada masa pembentukan gigi. Benih gigi tersebut mengalami rintangan sehingga pembentukannya terganggu menjadi tidak sempurna dan dapat menimbulkan primordial kista dan folikular kista.

4. Rasa sakit Rasa sakit dapat timbul bila gigi terpendam menekan syaraf atau menekan gigi tetangga dan tekanan tersebut dilanjutkan ke gigi tetangga lain di dalam deretan gigi, dan ini dapat menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit dapat timbul karena : a. Periodontitis pada gigi yang mengalami trauma kronis b. Gigi terpendam langsung menekan nervus alveolaris inferior pada kanalis mandibularis.

30

Gigi molar ketiga rahang bawah impaksi dapat mengganggu fungsi pengunyah dan sering menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa resorbsi patologis gigi yang berdekatan, terbentuknya kista folikuler, rasa sakit neurolgik, perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibat lemahnya rahangdan berdesakan gigi anterior akibat tekanan gigi impaksi ke anterior. Dapat pula terjadi periostitis, neoplasma dan komplikasi lainnya.6

Gambar II.9 Karies pada permukaan distal molar kedua karena impaksi molar ketiga rahang bawah Sumber : Fragiskos D. Oral surgery. Berlyn: Springer; 2007,p.123

31

Gambar II.10 Karies pada bagian distal dari mahkota impaksi molar ketiga rahang bawah, karena terselip makanan dan oral hygiene buruk. Sumber : Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007, p.123

Gambar II.11 Resopsi tulang pada permukaan distal akar molar kedua, dihasilkan di pocket periodontal. Sumber : Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007, p.123

32

Gambar II.12 Obstruksi dari erupsi molar kedua rahang bawah dari impaksi molar ketiga Sumber : Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.123

Gambar II.13 Radiolusen yang luas lesi pada bagian posterior mandibula, menempati ramus. Gigi impaksi telah berpindah ke perbatasan inferior dari mandibula Sumber : Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.124

33

Gambar II.14 Radiolusen yang luas lesi pada mandibula. Gigi impaksi telah berpindah ke bagian puncak ramus mandibula. Sumber : Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.124

Mengingat banyaknya masalah dan keluhan yang ditimbulkan oleh impaksi gigi molar tiga mandibula ini, maka dirasakan perlu untuk meneliti prevalensi impaksi gigi molar tiga mandibula serta masalah dan keluhan yang sering ditimbulkan oleh impaksi tersebut.1

34

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan mengambil data yang ada.

3.2 RANCANGAN PENELITIAN

Adapun rancangan dari penelitian ini adalah cross sectional study (transversal). Yaitu penelitian atau observasi dilakukan pada satu saat tertentu dan setiap subyek/sampel dilakukan hanya satu kali.

3.3 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di RSGMP Kandea

3.4 WAKTU PENELITIAN

April Mei 2011

3.5 SUBYEK PENELITIAN

Semua pasien di RSGMP Kandea dengan kasus impaksi pada molar ketiga rahang bawah dari tahun 2008-2010.

3.6 DATA

1. Jenis data : data primer, yaitu data diperoleh dari objek yang di teliti secara langsung 2. Pengolahan data : secara manual 3. Analisis data : penyajian data dalam bentuk tabel. Data yang diperoleh dari kartu status tersebut di klasifikasikan sesuai dengan gambar radiografi gigi yang impaksi, kemudian hasil dari pengolahan data tersebut di gambarkan dalam bentuk tabel.

3.7 ALAT DAN BAHAN

1. Kartu status pasien 2. Foto Periapikal

3.8 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

Impaksi adalah suatu kondisi dimana tumbuhnya gigi dimana sebagian atau seluruhnya terhalang oleh gigi yang berdekatan, tulang, atau jaringan lunak sekitarnya.

36

Klasifikasi impaksi molar ketiga rahang bawah : A. Berdasarkan relasai molar ketiga bawah dengan ramus mandibula dan molar dua bawah : 1. Klas I : jarak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibula cukup lebar mesiodistal molar tiga bawah 2. Klas II : jarak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibula lebih kecil dari lebar mesiodistal molar tiga bawah 3. Klas III : gigi molar tiga bawah terletak di dalam ramus mandibula

B. Berdasarkan dalamnya molar ketiga bawah impaksi di dalam rahang 1. Posisi A : bagian tertinggi dari molar tiga bawah impaksi sama dengan oklusal plane gigi molar bawah 2. Posisi B : bagian tertinggi dari molar ketiga bawah impaksi terletak di bawah oklusal plane molar dua bawah 3. Posisi C : molar tiga bawah impaksi terletak dibawah cervical line gigi molar dua bawah

C. Berdasarkan hubungan radiografi terhadap molar kedua 1. Mesioangular : gigi molar ketiga bawah yang impaksi mengarah ke mesial 2. Distoangular : gigi molar ketiga rahang bawah mengarah ke distal 3. Vertikal : gigi molar ketiga rahang bawah mengarah vertikal 4. Horisontal : gigi molar ketiga bawah mengarah horisontal

37

3.9 ALUR PENELITIAN

Memilih klinik RSGMP Kandea sebagai tempat penelitian

Menentukan tanggal penelitian

Mencari status pasien yang didiagnosa impaksi

Pengelompokan status pasien berdasarkan klasifikasi gigi impaksi

Klas

Posisi

mesioangular distoangular vertikal

II

III

horizontal

Data dikelompokkan kemudian diolah

Penyajian data

pembahasan

Kesimpulan

38

BAB IV HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian diperoleh 133 sampel yang tercatat pada tahun 2008-2010. Sampel tersebut diperoleh dari kartu status pasien dengan kasus impaksi pada bagian Bedah Mulut RSGMP Kandea. TABEL IV.1 Klasifikasi berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula dan molar kedua bawah Klasifikasi Jumlah % Klas I Klas II Klas III Total
Sumber : Purnamasari AI. Data primer. 2011

62 36 35 133

46.6 % 27.1 % 26.3 % 100 %

Berdasarkan tabel di atas yaitu klasifikasi impaksi berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula dan molar dua bawah, menunjukkan kasus impaksi pada Kelas I yaitu sebanyak 62 kasus dari 133 kasus, sedangkan pada Kelas II ditemukan 36 kasus dan pada Kelas III ditemukan 35 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2008-2010 kasus impaksi berdasarkan klasifikasi tersebut diatas yang paling banyak ditemukan adalah pada Kelas I yaitu 46.6 % dari 133 kasus.

50% 45% 40% jumlah kasus impaksi 35%

46.6%

27.1% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%

26.3%

kelas I kelas II kelas III

GRAFIK IV.1 Klasifikasi berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula dan molar dua bawah

40

Adapun dengan sampel yang sama sebanyak 133 kasus, dilihat berdasarkan kedalam molar ketiga bawah impaksi di dalam rahang TABEL IV.2 Berdasarkan kedalaman molar ketiga bawah impaksi di dalam rahang Klasifikasi Posisi A Posisi B Posisi C Total
Sumber : Purnamasari AI. Data primer. 2011

Jumlah 123 10 0 133

% 92.5% 7.5% 0% 100%

Berdasarkan tabel di atas, klasifikasi impaksi berdasarkan kedalaman molar ketiga bawah ditemukan Posisi A sebanyak 123 kasus, Posisi B sebanyak 10 kasus, dan tidak ditemukan kasus dengan Posisi C. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2008-2010 berdasarkan kedalamannya Posisi A merupakan kasus terbanyak yaitu 123 kasus atau 92.5% dari 133 kasus.

41

100% 90% 80% jumlah kasus impaksi 70% 60% 50% 40% 30% 20%

92.5%

posisi A posisi B posisi C

7.5% 10% 0% 0%

GRAFIK IV.2 Berdasarkan kedalaman molar ketiga bawah impaksi di dalam rahang

42

TABEL IV.3 Berdasarkan hubungan radiografis terhadap molar kedua Klasifikasi Mesioangular Distoangular Horizontal Vertikal Total
Sumber : Purnamasari AI. Data primer. 2011

Jumlah 126 0 7 0 133

% 94.7% 0% 5.3% 0% 100%

Berdasarkan table di atas, klasifikasi impaksi berdasarkan hubungan radiografi molar kedua kasus yang paling banyak ditemukan adalah posisi

Mesioangular yaitu 126 kasus, dan posisi Horisontal ditemukan 7 kasus, dan tidak ditemukan kasus dengan posisi Distoangular dan Vertikal. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2008-2010 kasus terbanyak ditemukan yaitu posisi Mesioangular sebanyak 94.7% dari 133 kasus.

43

100% 90% 80% jumlah kasus impaksi 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10%

94.7%

mesioangular distoangular horisontal vertikal

5.3% 0% 0%

0%

GRAFIK IV.3 Berdasarkan hubungan radiografis terhadap molar kedua

44

BAB V PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSGMP Kandea didapatkan sampel sebanyak 133 kartu status yang tercatat sebagai kasus impaksi molar ketiga rahang bawah selama tahun 2008-2010. Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambar radiografi gigi impaksi yang ada pada kartu status tersebut. Ada tiga macam

penklasifikasian yang dilihat, klasifikasi Pell dan Gregory yaitu berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula dan molar kedua bawah seperti Klas I,II dan III, dan berdasarkan kedalaman impaksi dan jaraknya ke molar kedua seperti Posisi A, B dan C, serta klasifikasi Archer dan Kruger sama dengan yang dijelaskan pada klasifikasi Winter seperti mesioangular, distoangular dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel IV.1 menunjukkan bahwa berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula dan molar dua bawah prevalensi tertinggi adalah impaksi pada posisi Klas I sebanyak 62 kasus (46.6%), Klas I yaitu jarak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibula cukup lebar mesiodistal molar ketiga bawah. Klas II sebanyak 36 kasus (27.1%), Klas II yaitu jarak antara distal molar keduan bawah dengan ramus mandibula lebih kecil dari lebar mesiodistal molar tiga bawah, dan Klas III gigi molar ketiga bawah terletak di dalam ramus mandibula sebanyak 35 kasus (26.3%).

Pada tabel IV.2 hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan kedalaman impaksi molar ketiga bawah prevalensi tertinggi adalah pada Posisi A sebanyak 123 kasus (92.5%). Posisi A yaitu bagian tertinggi dari molar ketiga bawah impaksi sama dengan oklusal plane gigi molar kedua bawah. Sedangkan pada Posisi B sebanyak 10 kasus (7.5%), yaitu bagian tertinggi dari molar ketiga bawah impaksi terletak

dibawah oklusal plane molar kedua bawah dan pada Posisi C yaitu molar ketiga bawah impaksi terletak dibawah cervical line gigi molar kedua bawah sebanyak 0% atau tidak ditemukan sama sekali. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil bahwa prevalensi tertinggi klasifikasi berdasarkan relasinya dengan ramus mandibula dan molar kedua rahang bawah prevalensi tertinggi terjadi pada Klas II. Namun berdasarkan kedalaman molar ketiga rahang bawah hasil penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang sama yaitu prevalensi tertinggi terjadi pada Posisi A. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Retno Dwi Prasetyaningsih pada mahasiswa Fakultas Kedokeran Gigi Universitas Jember angkatan tahun 2003. Penelitian tersebut menunjukkan prevalensi impaksi molar ketiga rahang bawah tertinggi pada Klas II (70%) dan pada Posisi A (62.5%). Begitupun dengan penelitian yang dilakukan di Negeria oleh Obiechena AE, Arotiba JT dan Fasola AO, dimana hasil penelitian tersebut jika berdasarkan kedalamannya menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini yaitu prevalensi tertinggi pada Posisi A (54.55%), namun jika berdasarkan hubungannya dengan ramus mandibula dan molar kedua menunjukkan prevalensi tertinggi pada Klas II (60.89%).

46

Dari hasil penelitian didapatkan hasil yang sedikit berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya mengenai prevalensi impaksi khusus molar ketiga bawah, hal ini mungkin saja disebabkan karena indikasi kebutuhan mahasiswa coass RSGMP Kandea dimana mahasiswa tersebut membutuhkan pasien dengan kasus impaksi Posisi A dan Kelas I. Kemungkinan lain adalah karena Posisi A dan Kelas I lebih terlihat secara klinis sehingga pasien lebih mudah diidentifikasi mengalami impaksi, selain itu posisi tersebut dapat menimbulkan keluhan yang menyebabkan pasien datang berobat dibandingkan dengan posisi yang lebih tenggelam kadang tidak ada keluhan. Berdasarkan tabel IV.3 dapat dilihat bahwa impaksi molar ketiga berdasarkan hubungan radiografi terhadap molar kedua prevalensi tertinggi terjadi pada posisi mesioangular. Hal ini sama dengan banyak penelitin-penelitian lainnya mengenai prevalensi impaksi molar ketiga, seperti penelitian di Universitas Dipenegoro, Malaysia , Nigeria dan Nairobi Kenya. Begitupun penelitian yang dilakukan oleh Retno Dwi Prasetya pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember Angkatan Tahun 2003, dimana posisi impaksi molar ketiga rahang bawah terbanyak pada posisi mesioangular sebanyak 52.5%. Impaksi molar ketiga dengan posisi mesioangular paling sering terjadi karena impaksi dengan posisi mesioangular cenderung lebih dapat menyebabkan karies pada gigi molar kedua sehingga menimbulkan keluhan pada pasien yang menyebabkan pasien tersebut datang ke klinik atau rumah sakit seperti di RSGMP Kandea. Penelitian yang dilakukan oleh Mwaniki D dan Guthua SW di Kenya menunjukan 62.6% impaksi molar ketiga rahang bawah dengan posisi mesioangular dan 46.4%

47

diantaranya mangalami impaksi dan karies. Impaksi dengan posisi mesioangular juga banyak terjadi mungkin karena pergerakan gigi cenderung mengarah ke mesial. Richardson, Schiller, dan Vent et al menunjukkan gigi molar ketiga mengalami perkembangan ke atas selama perkembangan, dan angulasi mengalami pertambahan. Peneliti lain telah menunjukkan pergerakan mesial gigi molar karena atrisi interproksimal dan terapi ekstraksi meningkatkan ruang erupsi dan menurunkan frekuensi impaksi gigi molar ketiga. Namun demikian, hasil kontradiksi telah diamati mengenai hubungan angulasi dan kontak gigi molar ketiga setelah ekstraksi gigi premolar dan molar kedua.11

48

BAB VI PENUTUP

4.1 SIMPULAN

Dari hasil penelitian mengenai

prevalensi impaksi molar ketiga

bawah

berdasarkan klasifikasi yang dilakukan di RSGMP bagian Ilmu Bedah Mulut Kandea data dari tahun 2008-2010 dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula dan molar kedua bawah (Klasifikasi Pell dan Gregory) prevalensi tertinggi adalah impaksi pada posisi Klas I (46.6%), kemudian tertinggi kedua pada posisi Klas II (27.1%) dan posisi yang paling sedikit terjadi pada posisi Klas III (26.3%). 2. Berdasarkan kedalaman impaksi molar ketiga bawah (Klasifikasi Pell dan Gregory) prevalensi tertinggi adalah pada Posisi A (92.5%), kemudian tertinggi kedua pada Posisi B (7.5%) dan tidak ditemukan impaksi pada Posisi C. 3. Berdasarkan hubungan radiografi terhadap molar kedua (Klasifikasi Winter) prevalensi tertinggi terjadi pada posisi Mesioangular (94.7%), kemudian tertinggi kedua pada posisi Horisontal (5.3%) dan tidak ditemukan impaksi pada posisi Distoangular maupun Vertikal.

4.2 SARAN

Diharapkan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang variatif dan lebih banyak.

Karena tingginya prevalensi impaksi molar ketiga rahang bawah, diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor penyebab tingginya prevalensi tersebut.

50

DAFTAR PUSTAKA

1. Alamsyah RM, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kualitas hidup mahasiswa universitas sumatera barat. Dentika Dental Journal 2005;10(2):73-4 2. Tridjaja AN. Pengamatan klinik gigi molar tiga bawah impaksi dan variasi komplikasi yang diakibatkannya di RS Cipto Mangunkusumo bulan Juli 1993 s/d Desember 1993. 2011. Available from : URL: http://eprints.lib.ui.ac.id/12366/ Accessed Juni 6, 2011 3. Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut 2nd ed. Alih Bahasa: Purwanto, Basoeseno. Jakarta: EGC; 1996,hal.61-3 4. Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk gigi geligi terhadap terjadinya impaksi gigi molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2007; 6(2):65-6 5. Astuti ERT. Prevalensi karies pada permukaan distal gigi geraham dua rahang bawah yang diakibatkan oleh impaksi gigi geraham tiga rahang bawah.Jurnal MIKGI 2002;IV(7):154-6 6. Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. Komplikasi post odontektomi gigi molar ketiga rahang bawah impaksi. Journal of the Indonesian Dental Assocation 2009;58(2):20 7. Nasir M, Mawardi. Perawatan impaksi impaksi gigi insisivus sentralis maksila dengan kombinasi teknik flep tertutup dan tarikan ortodontik (laporan kasus). Dentika Dental Jurnal 2003;8(2):95 8. Pertiwi ASP, Sasmita IS. Penatalaksanaan kekurangan ruangan pada gigi impaksi 1.1 secara pembedahan dan ortodontik. Indonesian Jurnal of Oral and Maxillofacial Surgeon 2004:229-30

9. Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2nd ed. Jakarta:Cahaya Sukma;1989,p.145-148 10. Balaji SM. Oral and maxillofacial surgery. Delhi: Elsevier; 2009,p.233-5 11. Sinan A, Agar U, Bicakci AA, Kosger H. Changes in mandibular third molar angle and position after unilateral mandibular first molar extraction. American Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics 2006;129(1):37 12. Beek GCV. Morfologi gigi 2nd ed. Editor: Andrianto P. Alih Bahasa: Yuwono L. Jakarta:EGC;1996,p.101 13. Harshanur IW. Anatomi gigi. Jakarta : EGC;1991,p.221,239 14. Metalita M. Pencabutan gigi molar ketiga untuk mencegah terjadinya gigi berdesakan anterior rahang bawah. Available from :URL: http://www.pdgionline.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=582&Itemid=1 Accessed Juni 19, 2011 15. Obimakinde OS. Impacted mandibular third molar surgery; an overview. Dentiscope 2009;16:2-3 16. Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.126-7 17. Lukman D. Penentuan lokasi roentgnografi gigi impaksi. Journal of the Indonesian Dental Association 2004;54(1):10-13 18. Marzola C, Comparin E, Filho JLT. Third molars classifications prevalence in the cities of cunha pora, maravilha and palmitos in the northwest of santa catarina state in brazil. Available from: URL:http://www.actiradentes.com.br/revista/2007/text os/3RevistaATO-Prevalence_Third_Molars_Positions-2007.pdf Accessed Juni 6, 2011

You might also like