You are on page 1of 46

ABSTRACT

Background: In Indonesia, the population of elderly has risen up more than life-expectancy. The population of elderly in Indonesia between the year 1990-2025 will increase as much as 414%, one of the highest percentage in the world. The prevalence of elderly with low quality of life is 27% according to previous research done in 2007. Objective: To identify the association between physical activity and quality of life among the elderly. Methods: Samples from this analytical with cross-sectional study were 136 adults aged 60 years old. Data for quality of life of the elderly was obtained by using SF 36 questionnaire and GPAQ questionnaire to measure physical activity of the elderly. Food recall 24-H questionnaire were used to obtain data of nutrition status among the elderly. Data was analyzed by using Pearson Correlation test, One way ANOVA test and independent t- test. Result: Retrieved from the result of bivariate analysis of factors that are statistically associated with quality of life among the elderly; gender (p<0,05), physical activity (p=0.000), and alcohol consumption (p<0,05).Conclusion: Factors that are significantly associated to quality of life among the elderly are gender , physical activity, and alcohol consumption.

Key words: Quality of life, association, old, elderly, physical activity, gender, SF 36, alcohol consumption.

ABSTRAK
Latar Belakang: Jumlah warga usia lanjut Indonesia yang semakin banyak dan tidak akan terbendung lagi seiring meningkatnya usia harapan hidup. Diproyeksikan populasi orang lanjut usia di Indonesia antara tahun 1990-2025 akan naik 414%, suatu angka tertinggi di dunia. Prevalensi lansia dengan kualitas hidup buruk adalah 27% berdasarkan penelitian pada tahun 2007. Objektif: Untuk mencari hubungan antara factor aktivitas fisik dan kualitas hidup lansia. Metode: Penelitian dijalankan secara observasional jenis analitik dengan mengunakan pendekatan rancangan potong silang (cross sectional) pada sampel responden berusia 60 tahun sebanyak 136 orang. Penilaian kualitas hidup responden berdasarkan kuesioner yang valid yaitu SF 36. Penilaian untuk aktivitas fisik dengan menggunakan kuesioner GPAQ dan kuesioner food recall 24-H untuk menilai asupan makanan responden. Data dianalisis dengan menggunakan uji Pearson Correlation, uji one way ANOVA dan uji independent t-test. Hasil: Melalui hasil analisis bivariat faktor yang secara statistik berhubungan dengan kualitas hidup lansia adalah jenis kelamin (p<0,05), aktivitas fisik (p=0,000), dan riwayat konsumsi alkohol (p<0,05). Kesimpulan: Faktor yang berhubungan secara bermakna terhadap kualitas hidup lansia adalah jenis kelamin, aktivitas fisik, dan riwayat konsumsi alkohol. Kata kunci: Aktivitas fisik, kualitas hidup, hubungan, lansia, jenis kelamin, SF 36, status pendidikan, konsumsi alkohol.

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60 tahun atau lebih. Belum ada kesepakatan tentang batasan umur lanjut usia disebabkan terlalu banyak pendapat tentang batasan umur lanjut usia. Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara 75 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.1 Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.1

Penduduk yang usianya menua, menurut demografi tidak termasuk dalam kelompok angkatan kerja atau kelompok penduduk yang tidak produktif tetapi sekarang banyak dijumpai orang yang sudah berusia 55 tahun atau 65 tahun keatas yang masih bekerja secara paroh waktu, artinya mereka itu bekerja tidak seperti kelompok usia produktif (15-54 tahun) yang malahan banyak bekerja serabutan dan menganggur. Keadaan itu memperlihatkan bahwa rasio ketergantungan dari kelompok usia >55 tahun terhadap usia produktif harus dirubah, karena untuk saat ini kurang sesuai dengan kenyataan kependudukan. Lansia akan meningkat jumlah dan potensinya di masa mendatang.2

Jumlah warga usia lanjut Indonesia yang semakin banyak tidak dapat dibendung lagi seiring meningkatnya usia harapan hidup. Diproyeksikan populasi orang lanjut usia di Indonesia antara thaun 1990-2025 akan naik 414%, suatu angka tertinggi di dunia. Berbagai masalah fisik biologik, psikologik dan sosial akan muncul pada usia lanjut sebagai akibat dari proses menua atau penyakit degeneratif yang muncul seiring dengan menuanya seseorang.2

Aktivitas fisik mengurangi risiko berbagai penyakit, seperti penyakit jantung iskemik, stroke, diabetes mellitus, dan gangguan kognitif serta tingkat mortalitas. Kualitas hidup terkait dengan tingkat kesehatan (Health Related Quality of Life [HRQoL]) merupakan

indikator kesehatan global yang merupakan hasil dari persepsi individu mengenai dampak penyakit berdasarkan komponen hidup yang berbeda (fisik, mental dan sosial). Sebagian besar bukti tentang hubungan antara aktivitas fisik pada waktu senggang dan HRQoL telah diperoleh dalam penelitian cross-sectional pada komunitas lansia. Namun, hal ini masih sulit dibuktikan pada kasus lansia. Bukti yang didapatkan berdasarkan clinical trials untuk efek jangka pendek pada kegiatan olah raga lansia terhadap penyakit kronik yang sering menjadi penyebab perawatan lansia di rumah sakit, dan dalam penelitian cross-sectional, yang mempunyai kapasitas terbatas dalam membuktikan hubungan antara aktivitas fisik dengan HRQoL. Ternyata telah didapatkan satu penelitian terhadap lansia yang menunjukkan hubungan dengan meningkatnya aktivitas fisik pada waktu senggang terhadap perbaikan HRQoL. Namun, penelitian tersebut hanya terbatas pada hubungan efek aktivitas fisik pada waktu senggang dengan komponen mental pada HRQoL.3

Akhir-akhir ini ditemukan konsensus yang menyatakan bahwa perilaku sedenter mempunyai efek yang buruk terhadap kesehatan. Secara spesifik didapatkan bahwa peningkatan waktu yang digunakan untuk duduk dan menonton televisi saja dikaitkan dengan meningkatnya risiko terjadi penyakit kardiovaskuler, diabetes, dan mortalitas. Namun, masih belum ada penelitian tentang pengaruh jumlah waktu yang dihabiskan dengan duduk terhadap HRQoL pada lansia. 3

1.2

RUMUSAN MASALAH 1. Apakah ada hubungan antara karakteristik individual dan kualitas hidup pada lansia? 2. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dan kualitas hidup pada lansia? 3. Apakah ada hubungan antara gaya hidup dan kualitas hidup pada lansia? 4. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit penyerta dan kualitas hidup pada lansia?

1.3

TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum Meningkatnya kualitas hidup pada lansia dengan cara edukasi mengenai aktivitas sehari-harinya 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahui distribusi karakteristik responden lansia di Puskesmas Pasar Minggu. 2. Didapatkannya hubungan antara karakteristik responden (umur, jenis kelamin, status perkahwinan,pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dan kualitas hidup pada lansia 3. Didapatkannya hubungan antara aktifitas fisik dan kualitas hidup pada lansia. 4. Diidentifikasikannya hubungan antara gaya hidup (nutrisi dan riwayat kebiasaan) dan kualitas hidup pada lansia. 5. Untuk menentukan adanya hubungan antara riwayat penyakit penyerta dan kualitas hidup pada lansia.

1.4 HIPOTESIS 1. Terdapat hubungan antara karakteristik responden (umur, jenis kelamin, status perkahwinan, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dan kualitas hidup pada lansia. 2. Terdapat hubungan antara aktifitas fisik dan kualitas hidup pada lansia. 3. Terdapat hubungan antara gaya hidup (nutrisi dan riwayat kebiasaan) dan kualitas hidup pada lansia. 4. Terdapat hubungan antara riwayat penyakit penyerta dan kualitas hidup lansia.
5

1.5 MANFAAT PENELITIAN Bagi Instalasi/profesi Kesehatan Institusi yang terkait dapat melakukan upaya promotif dan preventif berkenaan dengan masalah kesehatan lansia.

Bagi Pengembangan Penelitian Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang hubungan antara faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas hidup lansia.

Bagi Pelayanan Masyarakat i. Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan khususnya dokter Puskesmas untuk melakukan usaha peningkatan status kesehatan lansia. ii. Sebagai sumber informasi bagi para keluarga yang mempunyai anggota keluarga lansia agar dapat meningkatkan status kesehatan lansia menjadi lebih baik. iii. Memberikan gambaran mengenai prevalensi status kesehatan pada lansia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 LANSIA

2.1.1

Definisi lansia

Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60 tahun atau lebih. Belum ada kesepakatan tentang batasan umur lanjut usia disebabkan terlalu banyak pendapat tentang batasan umur lanjut usia. 1 2.1.2 Batasan-batasan lansia

Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara 75-90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.1

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampak keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini/prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut/ senium usia 65 tahun keatas dan usia lanjut dengan risiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal dipanti, menderita penyakit berat atau cacat.4

Saat ini berlaku UU No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.4

2.1.3 Teori-teori penuaan Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis dan teori kejiwaan sosial. Teori-teori biologis terdiri dari teori sintesis protein, teori keracunan oksigen, teori sistem imun, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori reaksi dari kekebalan sendiri dan lainlain. Teori-teori kejiwaan social terdiri dari teori pengunduran diri, teori aktivitas, teori subkultur dan teori kepribadian berlanjut.5

Teori Biologis a) Teori seluler Teori ini menyatakan bahwa kemampuan sel yang hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh deprogram untuk membelah sekitar 50 kali. Bila sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratoriu,, lalu diobservasi jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. Pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, justru kemampuan sel akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia. Sedangkan pada sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut berisiko mengalami penuaan dan memiliki kemampuan yang rendah untuk tumbuh dan memperbaiki diri dan sel dalam tubuh seseorang ternyata cenderung mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati karena sel tidak dapat membelah lagi.5

b) Teori sintesis protein Teori sintesis protein menyatakan bahwa proses penuaan terjadi ketika protein tubuh terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan kurang elastis. Observasi dapat dilakukan pada jaringan seperti kulit dan kartilago, hal ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia, beberapa protein terutama kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit dibuat oleh tubuh dengan struktur yang berbeda dengan protein tubuh orang yang lebih muda. Banyak kolagen pada kartilago dan elstin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia, perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya akan cenderung berkerut.5
8

c) Teori keracunan oksigen Teori ini menyatakan bahwa adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan untuk mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan dan terjadi kesalahan genetik. Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungan yang juga mengontrol proses pengambilan nutrien dan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan repsoduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.5

d) Teori sistem imun Teori ini mengemukakan kemampuan sistem imun mengalami kemunduran, walaupun demikian kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berdistribusi dalam proses penuaan. Hal ini dimanifestasikan dengan meningkatnya infeksi autoimun dan kanker.5

e) Teori radikal bebas Teori radikal bebas menyatakan bahwa dalam teori terjadi ketidakstabilan radikal bebas sehingga oksidasi bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak mampu lagi beregenerasi. 5

2.1.4 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan peran sosial di masyarakat.5

a) Perubahan Kondisi Fisik Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur, sehingga menimbulkan keterasingan.5

b) Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, vaginitis, baru selesai operasi (prostatektomi), kekurangan gizi (karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang), penggunaan obat-obatan tertentu (antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer), dan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal dunia, dan disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun, dan sebagainya.5

c) Perubahan Aspek Psikososial Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.5

10

d) Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering diartikan kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri.5

e) Perubahan dalam peran sosial di masyarakat Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatanm gerak fisik, dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur, dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.5

2.1.5

Masalah kesehatan pada lansia

Adapun beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa, yang menurut Kane & Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu Immobility (kurang bergerak), Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), Incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar), Intellectual impairment (gangguan intelektual/ dementia), Infection (infeksi), Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), Impaction (sulit buang air besar), Isolation (depresi), Inanition (kurang gizi), Impecunity (tidak punya uang), Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), Insomnia (gangguan tidur), Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), dan Impotence (impotensi).6

11

2.1.6

Status Kesehatan pada Lansia Indonesia

Membicarakan mengenai status kesehatan para lansia, penyakit atau keluhan yang umum diderita adalah penyakit rematik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru-paru (bronkitis/ dispnea), diabetes mellitus, jatuh, paralisis/ lumpuh separuh badan, TBC paru, patah tulang dan kanker. Lebih banyak wanita yang menderita/ mengeluhkan penyakitpenyakit tersebut daripada kaum pria, kecuali untuk bronkitis (pengaruh rokok pada pria).6

2.1.7 Sifat-sifat Penyakit pada Lansia Sifat penyakit pada lansia ini perlu sekali untuk dikenali supaya tidak salah ataupun terlambat menegakkan diagnosis, sehingga terapi dan tindakan lainnya yang mengikutinya dengan segera dapat dilaksanakan. Hal ini akan menyangkut beberapa aspek, yaitu etiologi, diagnosis, dan perjalanan penyakit.6 2.1.8 Etiologi Sebab penyakit pada lansia ini pada umumnya lebih bersifat endogen daripada eksogen. Hal ini umpamanya disebabkan karena menurunnya fungsi berbagai alat tubuh karena proses menjadi tua. Sel-sel parenkim banyak diganti dengan sel-sel penyangga (jaringan fibrotik), produksi hormon yang menurun, produksi enzim menurun dan sebagainya.6 Dalam rangka ini juga produksi zat-zat untuk daya tahan tubuh seorang tua akan mundur. Maka dari itu faktor penyebab infeksi (eksogen) akan lebih mudah hinggap. Di negara-negara maju karena faktor infeksi ini secara keseluruhan telah jarang ditemui, penyakit infeksi pada penderita lansia pun juga jarang sekali dijumpai. Di negara-negara berkembang justru masih banyak penyakit infeksi pada golongan anak-anak dan lansia.6 Selain itu, etiologi penyakit pada lansia ini seringkali tersembunyi, sehingga perlu dicari secara sadar dan aktif. Seringkali untuk menegakkan diagnosis kita memerlukan mengobservasi penderita agak lama sambil mengamati dengan cermat tanda-tanda dan gejala-gejala penyakitnya, yang juga seringkali tidak nyata.6

12

Seringkali sebab penyakit tadi bersifat ganda (multiple) dan kumulatif, terlepas satu sama lain ataupun saling mempengaruhi timbulnya. Dapat diharapkan bahwa di negara berkembang patologi multipel ini lebih menonjol lagi, karena pengaruh faktor endogen dan eksogen secara bersama-sama.6 2.1.9 Diagnosis Diagnosis penyakit pada lansia ini pada umumnya lebih sukar daripada usia remaja/ dewasa, karena seringkali tidak khas gejalanya. Selain itu, keluhan-keluhannya pun tidak khas dan tidak jelas, dan tidak jarang asimtomatik. Sebagai contoh, pada appendicitis acuta pada lansia seringkali tidak disertai nyeri pada titik Mc Burney yang khas, tetapi hanya dengan tanda-tanda perut kembung ataupun diare.6 2.1.10 Perjalanan Penyakit Pada umumnya perjalanan penyakit lansia ini adalah kronik (menahun), diselingi dengan eksaserbasi akut. Selain itu, penyakitnya bersifat progresif dan sering menyebabkan kecacatan lama sebelum akhirnya penderita meninggal dunia.6

2.2 KUALITAS HIDUP

2.2.1 Definisi kualitas hidup Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. 7

Kualitas hidup merupakan persepsi individu dari posisi laki-laki/wanita dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan mereka kepada karakteristik lingkungan mereka.7

13

Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang menikmati kemungkinan dalam hidupnya, kenikmatan tersebut memiliki dua komponen yaitu pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karakteristik dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor personal lingkungan. 7

Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi.10,11

2.2.2

Komponen kualitas hidup

Kualitas hidup di kembangkan untuk memberikan suatu pengukuran komponen dan determinan kesehatan dan kesejahteraan. Pengukuran kualitas hidup ini penting berhubungan dengan prioritas kesehatan sepanjang atau semasa hidup yang tidak hanya membutuhkan pengobatan tetapi juga kualitas dari kelangsungan hidup. Komponen komponen yang mempengaruhi kualitas hidup menurut WHO yaitu :7 1. Fisik a) Nyeri dan ketidaknyaman b) Energi dan kelelahan c) Aktivitas seksual d) Tidur dan istirahat e) Fungsi sensorik

14

2. Psikologik a) Perasaan positif b) Berpikir, belajar, memori, konsentrasi c) Penghargaan diri d) Citra tubuh dan penampilan e) Perasaan negatif

3. Tingkat kemandirian a) Mobilitas b) Aktivitas dalam keseharian c) Ketergantungan pada obat obatan dan alat bantu medis d) Ketergantungan pada zat nonmedis (alkohol, tembakau) e) Komunikasi f) Kapasitas kerja

4. Hubungan sosial a) Hubungan pribadi b) Dukungan sosial c) Aktivitas sebagai penyedia / pendukung

5. Lingkungan a) Kebebasan dan keamanan b) Lingkungan rumah c) Kepuasan dalam pekerjaan d) Sumber daya keuangan e) Kesehatan dan kepedulian sosial: aksesibilitas dan kualitas f) Peluang untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan g) Kesempatan untuk rekreasi h) Lingkungan fisik (polusi / suara / lalu lintas / iklim) i) Transportasi

15

6. Spiritualitas, agama, kepercayaan Penyakit kronis akan mempengaruhi kualitas hidup lansia. Kualitas hidup dapat disimpulkan menjadi dua komponen yaitu kesehatan fisik dan kesehatan mental, untuk mengkaji kulitas hidup tersebut maka didapat 36 pertanyaan tentang kemampuan pasien yang dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu: 8

i.

Fungsi fisik terdiri dari beberapa pernyataan yaitu aktifitas yang memerlukan energi, aktivitas yang ringan, mengangkat dan membawa barang yang ringan, menaiki beberapa anak tangga, menaiki satu anak tangga, membungkuk, berjalan beberapa gang, berjalan satu gang dan mandi atau memakai baju sendiri.

ii.

Keterbatasan peran fisik terdiri dari pernyataan penggunaan waktu yang singkat, penyelesaian pekerjaan yang tidak tepat waktu, terbatas pada beberapa pekerjaan dan mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan.

iii. Nyeri pada tubuh terdiri dari pernyataan seberapa besar rasa nyeri pada tubuh dan seberapa besar nyeri mengganggu aktifitas. iv. Persepsi kesehatan secara umum terdiri dari pernyataan bagaimana kondisi kesehatan saat ini dan satu tahun yang lalu, mudah terserang sakit, sama sehatnya dengan orang lain, kesehatan yang buruk dan kesehatan yang sangat baik. v. Vitalitas terdiri dari pernyataan yang menggambarkan tentang bagaimana pasien dalam melaksanakan aktifitasnya apakah penuh semangat memiliki energi yang banyak, bosan dan lelah. vi. Fungsi sosial terdiri dari pernyataan seberapa besar masalah emosi mengganggu aktifitas sosial dan mempengaruhi aktifitas sosial. vii. Keterbatasan peran emosional terdiri dari pernyataan apakah masalah emosional mempengaruhi penggunaaan waktu yang singkat dalam pekerjaan atau lebih lama lagi melakukan pekerjaan dan tidak berhati-hati sebagaimana mestinya. viii. Kesehatan mental terdiri dari pernyataan apakah pasien sering gugup, merasa tertekan, tenang, sedih dan periang.

16

Kualitas hidup dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu internal individu, kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dan harapan (prestasi dan aspirasi individu).7,8

i. Internal Individu Internal individu dalam kualitas hidup dibagi tiga yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual. Sedangkan menurut WHOQoL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, tiga diantaranya yaitu domain fisik, domain psikologis, dan domain spiritual. 7,8

ii. Kepemilikan Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial

Sedangkan menurut WHOQoL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain hubungan sosial. 7,8

iii. Harapan Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas hidup dapat dibagi dua yaitu secara praktis dan secara pekerjaan. Sedangkan menurut WHOQoL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain lingkungan. 7,8

Kualitas hidup dalam hal ini dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada suatu aspek hidup yang baik, yaitu: 8

a)

Kualitas hidup subjektif, yaitu bagaimana suatu hidup yang baik dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara personal mengevaluasi bagaimana mereka menggambarkan sesuatu dan perasaan mereka

17

b)

Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan level yang dalam. Ini mengasumsikan bahwa individu memiliki suatu sifat yang lebih dalam yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam keharmonisan.

c)

Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya

Ketiga aspek kualitas hidup ini keseluruhan dikelompokkan dengan pernyataan yang relevan pada kualitas hidup yang dapat ditempatkan dalam suatu spektrum dari subjektif ke objektif, elemen eksistensial berada diantaranya yang merupakan komponen kulitas hidup meliputi kesejahteraan, kepuasan hidup, kebahagiaan, makna dalam hidup, gambaran biologis kualitas hidup, mencapai potensi hidup, pemenuhan kebutuhan dan faktor-faktor objektif.8

a) Kesejahteraan Kesejahteraan berhubungan dekat dengan bagaimana sesuatu berfungsi dalam suatu dunia objektif dan dengan faktor eksternal hidup. Ketika kita membicarakan tentang perasaan baik maka kesejahteraan merupakan pemenuhan kebtuhan dan realisasi diri.

b) Kepuasan hidup Menjadi puas berarti merasakan bahwa hidup yang seharusnya, ketika pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan gairah hidup diperoleh disekitarnya maka seseorang puas, kepuasaan adalah pernyataaan mental yaitu keadaan kognitif.

c) Kebahagiaan Menjadi bahagia bukan hanya menjadi menyenangkan dan hati puas, ini merupakan perasaan yang spesial yang berharga dan sangat diinginkan tetapi sulit di peroleh. Tidak banyak orang percaya bahwa kebahagiaan diperoleh dari

18

adaptasi terhadap budaya seseorang, kebahagiaan diasosiasikan dengan dimensidimensi non rasional seperti cinta, ikatan erat dengan sifat dasar tetapi bukan dengan uang, status kesehatan atau faktor-faktor objektif lain.

d) Makna dalam hidup Makna dalam hidup merupakan suatu konsep yang sangat penting dan jarang digunakan. Pencarian makna hidup melibatkan suatu penerimaan dari ketidak berartian dan keseangat berartian dari hidup dan suatu kewajiban untuk mengarahkan diri seseorang membuat perbaikan apa yang tidak berarti.

e) Gambaran biologis kualitas hidup Gambaran biologis kualitas hidup yaitu sistem informasi biologis dan tingkat keseimbangan eksistensial dilihat dari segi ini kesehatan fisik mencerminkan tingkat sistem informasi biologi seperti sel-sel dalam tubuh membutuhkan informasi yang tepat untuk berfungsi secara benar dan untuk menjaga kesehatan dan kebaikan tubuh. Kesadaran kita dan pengalaman hidup juga terkondisi secara biologis. Pengalaman dimana hiup bermakana atau tidak dapat dilihat sebagai kondisi dari suatu sistem informasi biologis. Hubungan antara kualitas hidup dan penyakit diilustrasikan dengan baik dan menggunakan suatu teori individual sebagai suatu sistem informasi biologis

f) Mencapai potensi hidup Teori pencapaian potensi hidup merupakan suatu teori dari hubungan antara sifat dasarnya. Titik permulaan biologis ini tidak mengurangi kekhususan dari makhluk hidup tetapi hanya tingkat dimana ini merupakan teori umum dari pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem hidup dari sel ke organisme sosial.

19

g) Pemenuhan kebutuhan Kebutuhan dihubungkan dengan kualitas hidup dimana ketika kebutuhan seseorang terpenuhi kualitas hidup tinggi. Kebutuhan merupakan suatu ekspresi sifat dasar kita yang pada umumnya di miliki oleh makhluk hidup. Pemenuhan kebutuhan dihubungkan pada aspek sifat dasar manusia. Kebutuhan yang kita rasakan baik ketika kebutuhan kita sudah terpenuhi. Informasi ini berada dalam suatu bentuk komplek yang dapat dikurangi menjadi sederhana yakni kebutuhan aktual.

h) Faktor-faktor objektif Aspek objektif dari kualitas hidup dihubungkan dengan faktor-faktor eksternal hidup dan secara baik mudah di wujudkan. Hal tersebut mencakup pendapatan, status perkawinan, status kesehatan dan jumlah hubungan dengan orang lain. Kualitas hidup objektif sangat mencerminkan kemampuan untuk beradaptasi pada budaya dimana kita tinggal. Secara umum pengkajian kulitas hidup berhubungan dengan kesehatan yang menggambarkan suatu usaha untuk menentukan bagian variabel-variabel dalam dimensi kesehatan, berhubungan dengan dimensi khusus dari hidup yang telah ditentukan untuk menjadi penting secara umum atau untuk orang yang memiliki penyakit spesifik. Konseptualisasi kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan menegaskan efek penyakit pada fisik, peran sosial, psikologi/emosional dan fungsi kognitif. Gejala-gejala persepsi kesehatan dan keseluruhan kualitas hidup sering tercakup dalam konsep kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan.8

20

2.3 KERANGKA TEORI

KUALITAS HIDUP

TEORI BIOLOGIS

TUA

TEORI KEJIWAAN SOSIAL

ENDOGEN > EKSOGEN

MASALAH KESEHATAN

14 I menurut Kane & Ouslander , smell

Immobility Instability Incontinence Intellectual impairment Infection Impairment of : - Vision and hearing - Taste - Smell - Communication - Convalescence - Skin integrity

Impaction Isolation Inanition Impecunity Iatrogenesis Insomnia Immune deficiency Impotence

Gambar 1: Kerangka teori (Essentials of Clinical Geriatrics)

21

BAB III KERANGKA KONSEP, VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL


3.1 KERANGKA KONSEP
KARAKTERISTIK INDIVIDUAL

Usia Jenis kelamin Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan Pendapatan

GAYA HIDUP

Aktivitas Fisik Nutrisi Asupan makanan Kebiasaan Merokok Alkohol

KUALITAS HIDUP LANSIA

RIWAYAT

Riwayat penyakit penyerta : Hipertensi

Gambar 2. Kerangka konsep variabel-variabel yang berhubungan dengan kesehatan pada lansia

22

3.2

VARIABEL PENELITIAN a. Variabel Tergantung Kualitas hidup lansia

b. Variabel Bebas i. Karakteristik individual : ii. Usia Jenis kelamin Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan Pendapatan

Gaya hidup : Aktivitas Fisik Nutrisi Asupan makanan Kebiasaan Merokok Alkohol

iii.

Riwayat penyakit penyerta Hipertensi

23

3. 3. DEFINISI OPERASIONAL

Variabel

Definisi

Alat Ukur

Cara Ukur

Hasil Ukur

Skala Pengukur an Rasio

Variabel bebas: 1. Usia

Usia responden 60 tahun yang diperoleh dengan melihat KTP. Ciri atau karakteristik yang menunjukkan bahwa responden adalah laki-laki atau perempuan Pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang pernah dilalui. Pendidikan tinggi terdiri dari responden yang tamat SMA dan kuliah. Pendidikan Sedang terdiri dari responden yang tamat SMP dan tidak tamat SMA. Pendidikan Rendah terdiri dari responden yang tidak sekolah, SD dan tidak tamat SMP. Sesuatu yang dikeluarkan oleh responden sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan

KTP

Wawancara

Usia dalam tahun

2.Jenis Kelamin

Kuesioner

Wawancara

1 = Laki-laki Nominal 2 = Perempuan

3. Pendidikan

Kuesioner

Wawancara

1= Tinggi 2= Sedang 3=Rendah

Ordinal

4. Pekerjaan

Kuesioner

Wawancara

1=Bekerja 2=Tidak bekerja

Nominal

24

5. Pendapatan

Sesuatu yang didapatkan oleh Kuesioner responden dalam bentuk uang yang diukur menggunakan UMR (Upah Minimum Regional) DKI Jakarta yaitu sebanyak Rp 1290000 pada tahun 2011 Status responden sudah menikah (berpasangan) , janda/duda dan belum menikah . Kuesioner

Wawancara

1= < UMR 2= UMR

Ordinal

5.Status perkawinan

Wawancara

1=Menikah(pasangan masih ada ) 2= Duda/janda 3= Belum menikah

Nominal

6.Aktivitas fisik

Kebiasaan responden melakukan aktivitas fisik yang diukur mengunakan (Global Physical Activity Questionnaire) GPAQ.

Kuesioner GPA terdiri 16 soal mencakup 4 domain a) work b) transport recreation c) activity during leisure time Kuesioner Food Recall 1x24 Jam, Nutrisurvey, Food model kit.

Wawancara

Aktivitas fisik dalam METmenit/minggu

Interval

7. Asupan makanan

Penilaian asupan makan secara kuantitatif. Setiap makanan dikategorikan menjadi total energi, karbohidrat, lemak dan protein dengan menggunakan kuesioner Food Recall 1x24 jam dengan bantuan food model kit.

Wawancara

Total energi dalam kcal. Karbohidrat, protein dan lemak dalam gram.

Rasio

25

8.Kebiasaan merokok

Aktivitas atau kegiatan responden yang berhubungan dengan kebiasaan merokok.

Kuesioner

Wawancara

1 = Merokok 2 = Tidak merokok

Nominal

9.Kebiasaan minum alkohol 10. Hipertensi

Kebiasaan responden minum minuman beralkohol. Seseorang responden yang memiliki riwayat tekanan darah yang tinggi sebelumnya. Tekanan darah sesuai klasifikasi hipertensi menurut JNC 7.

Kuesioner

Wawancara

1 = Minum alkohol 2 = Tidak minum

Nominal

Pemeriksaan tekanan darah secara manual dengan alat sfignomanometer dan stetoskop.

Subjek duduk menghadap peneliti kemudian dipasang manset pada lengan kanan. Kemudian diukur tekanan darahnya dengan melihat jarum pada sfignomanometer Subjek duduk menghadap peneliti kemudian dipasang manset pada lengan kanan. Kemudian diukur tekanan darahnya dengan melihat jarum pada sfignomanometer

1 = Normal: <120/<80mmHg 2= Prehipertensi: 120-139/8089mmHg 3=Hipertensi derajat 1: 140-159/9099mmHg 4=Hipertensi derajat 2: 160/100mmHg

Ordinal

a) Sistole b) Diastole

Seseorang responden yang memiliki riwayat tekanan darah yang tinggi sebelumnya. Tekanan darah sistole dan diastole sesuai klasifikasi hipertensi menurut JNC 7.

Pemeriksaan tekanan darah secara manual dengan alat sfignomanometer dan stetoskop.

Tekanan darah sistole dan diastole dalam satuan mmHg

Interval

26

Variabel tergantung : Kualitas kehidupan lansia

Kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan kuesioner SF-36.

SF 36 yang terbagi kepada 8 domain dan terdiri 36 soal yang mencakup a) b) c) d) vitalitas fungsi fisik penyakit persepsi kesehatan secara umum e) fungsi peran fisikal f) fungsi peran emosional g) kesehatan mental

Wawancara

Nilai rata-rata untuk setiap domain.

Interval

27

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah ini rancangan penelitian observasional jenis analitik dengan mengunakan pendekatan rancangan potong silang (cross sectional). 4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 19 Juli 2011 1 Agustus 2011 (2 minggu).

4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 4.3.1 Populasi Terjangkau Populasi terjangkau adalah seluruh lansia ( 60 tahun ) di Pasar Minggu periode Juli 2011 Agustus 2011 sebanyak 248 orang yang datang ke Poli Umum dengan subjek penelitian adalah seluruh lansia yang termasuk ke dalam populasi terjangkau dan memenuhi kriteria penelitian sebanyak 136 orang.

4.3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi a) Orang dewasa berusia 60 tahun. b) Lansia yang kooperatif c) Lansia yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian

2.

Kriteria Eksklusi a) Lansia yang baru pertama kali terdiagnosa hipertensi. b) Lansia yang memiliki lebih dari satu penyakit kronik.

28

4.3.2 Sampel Penelitian

Besar sampel Perkiraan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus.

Rumus populasi infinit: No Z P Q = Z2 x P x Q d2 = Tingkat kemaknaan yang dikehendaki 95% besarnya 1,96 = Prevalensi kelompok lansia dengan QoL yang rendah tahun 2007* = 27% = Prevalensi/proporsi yang tidak mengalami peristiwa yang diteliti = 1 0,27 = 0,73 d = Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p > 10% adalah 0,05 No = (1,96)2 x 0,27 x 0,73 (0,05)2 *Penelitian sebelumnya pada tahun 2007 yang dilakukan di daerah Tomang, Jakarta. = 302,8 ~ pembulatan 303

Rumus populasi finit: n = n0 (1 + n0/N) n n0 N = Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit. = Besar sampel dari populasi yang infinit = Besar sampel populasi finit

Karena jumlah lansia yang berkunjung ke Puskesmas Pasar Minggu berjumlah 248 lansia maka: n = 303 (1 + 303/248) = 136 lansia

29

4.4 INSTRUMEN PENELITIAN

No. 1.

INSTRUMEN Wawancara

FUNGSI INSTRUMEN Untuk mengetahui : Usia Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Status perkawinan Riwayat kebiasaan (merokok dan alkohol)

2. 3.

Kuesioner GPAQ Food Recall 24-Hours

Untuk mengukur aktivitas fisik Untuk mengukur status gizi berdasarkan ingatan responden terhadap makanan yang dimakan dalam 24 jam terakhir.

4.

Food Model Kit

Alat bantu untuk mengukur jumlah makanan yang dimakan responden dengan lebih akurat.

5. 6. 7.

Kuesioner SF-36 Timbangan injak Tensimeter dan stetoskop

Untuk mengukur kualitas hidup Untuk mengukur berat badan Untuk mengukur tekanan darah

30

4.5 ALUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Proposal disetujui

Peneliti mendapatkan data yaitu populasi daftar pasien lansia dari Puskesmas Pasar Minggu

Peneliti turun ke lapangan

Mengumpulkan sampel

Peneliti melakukan wawancara, penyebaran kuesioner, dan pemeriksaan fisik

Peneliti mengumpulkan data

Peneliti mengolah dan menganalisis data dalam bentuk tabular, tekstular dan grafik dengan menggunakan Microsoft Excel, Word 2007 dan SPSS 17,0

Penyajian data dalam bentuk presentasi

Gambar 3: Alur pelaksanaan penelitian

31

BAB V HASIL PENELITIAN


5.1 DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN Tabel 1:Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik
Karakteristik
Usia (tahun)* Jenis Kelamin - Laki- laki - Perempuan Status Perkawinan - Menikah - Duda/Janda Pendidikan - Tinggi - Sedang - Rendah Pekerjaan - Bekerja - Tidak Bekerja Pendapatan - < UMR - UMR Aktivitas Fisik (MET- min/mgg)* Asupan Makanan* - Total energi (Kkal) - Karbohidrat (g) - Lemak (g) - Protein (g) Kebiasaan Merokok - Merokok - Tidak Merokok Kebiasaan Konsumsi Alkohol - Minum - Tidak Minum Hipertensi - Sistolik (mmHg)* - Diastolik (mmHg)* - Derajat Hipertensi Normal Prehipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2 Kualitas Hidup* - Total skor - Kesehatan fisik - Kesehatan mental - Fungsi fisik - Peran fisik - Peran emosional - Vitalitas - Mental - Fungsi sosial - Nyeri pada tubuh - Kesehatan umum

Jumlah n= 136 (%)


66,6 5,9 65 (47,8) 71 (52,2) 87 (64,0) 49 (36,0) 56 (41,2) 21 (15,4) 59 (43,4) 55 (40,4) 81 (59,6) 111 (81,6) 25 (18,4) 1222,4 841,0 1356,4 386,0 157,47 52,52 61,13 27,56 55,10 20,83 30 (22,1) 106 (77,9) 5 (3,7) 131 (96,3) 135,7 18,7 84,41 11,1 35 (25,7) 29 (21,3) 39 (28,7) 33 (24,3) 64,44 19,83 62,18 22,25 67,82 19,47 71,97 28,03 64,93 40,01 72,11 33,95 62,24 28,82 70,18 18,03 67,68 19,43 62,92 22,82 47,46 21,96

Catatan : * Mean SD
32

Dari tabel di atas, didapatkan rata rata usia responden yang ikut berpartisipasi adalah 66,6 5,9 tahun dengan jumlah responden perempuan lebih banyak yaitu 71 orang (52,2%) dibandingkan dengan jumlah laki laki yaitu 65 orang (47,8%). Responden yang menikah lebih banyak yaitu 87 orang (64,0%), sedangkan responden yang berstatus duda/janda berjumlah 49 orang (36,0%). Status pendidikan responden yang berpartisipasi lebih banyak yang berstatus pendidikan rendah yaitu 59 orang (43,3%), yang berstatus pendidikan tinggi 56 orang

(41,2%) dan yang berstatus pendidikan sedang 21 orang (15,4%). Responden yang tidak bekerja lebih banyak yaitu 81 orang (59,6%) sedangkan yang bekerja berjumlah 55 orang (40,4%). Terdapat 111 orang (81,6%) yang memiliki pendapatan < UMR sedangkan yang berpendapatan UMR sebanyak 25 orang (18,4%). Dari tabel dapat dilihat pula rata rata jumlah aktivitas fisik responden yang berpartisipasi adalah 1222,4 841,0 MET- min/mgg. Rata rata total energi seluruh responden adalah 1356,4 386,0 Kkal, dengan rata rata asupan karbohidrat 157,47 52,52 g, asupan lemak 61,13 27,56 g dan rata rata asupan protein 55,10 20,83 g. Terdapat 106 orang (77,9%) responden yang tidak merokok dan 30 orang (22,1%) responden yang memiliki kebiasaan merokok. Responden yang tidak minum alkohol ada 131 orang (96,3%) sedangkan responden yang juga peminum alkohol ada 5 orang (3,7%). Rata rata tekanan darah sistole responden yang ikut berpartisipasi ialah 135,7 18,7 mmHg. Rata-rata tekanan darah diastole responden yaitu 84,41 11,1. Berdasarkan criteria JNC 7 diketahui tekanan darah responden yang normal 35 orang (25,7%), prehipertensi 29 orang (21,3%), hipertensi derajat satu 39 orang (28,7%) dan hipertensi derajat dua 33 orang (24,3%). Untuk rata rata total skor kualitas hidup responden adalah 64,44 19,83, rata rata skor dari kesehatan fisik 62,18 22,25, kesehatan mental 67,82 19,47, fungsi fisik 71,97 28,03, peran fisik 64,93 40,01, peran emosional 72,11 33,95, vitalitas 62,24 28,82, mental 70,18 18,03, fungsi sosial 67,68 19,43, nyeri pada tubuh 62,92 22,82 serta skor rata rata kesehatan umum 47,46 21,96.

33

5.2 HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN KUALITAS HIDUP Tabel 2. Hubungan karakteristik dan kualitas hidup
Karakteristik Jenis kelamina -Laki-laki -Perempuan Pendidikanb -Tinggi -Sedang -Rendah Pekerjaana -Bekerja -Tidak bekerja Pendapatana -<UMR -UMR Status perkawinana -Menikah -Duda/Janda Merokoka -Merokok -Tidak merokok Alkohola -Minum -Tidak minum Derajat Hipertensib -Normal -Prehipertensi -Hipertensi derajat 1 -Hipertensi derajat 2 Total * 71.0616.80 58.4020.60 66.4919.13 63.8216.08 62.7121.72 65.9617.77 63.4121.15 62.7020.27 72.1715.88 Kesehatan Fisik 67.9021.06 56.9622.17 63.8922.59 61.2519.18 60.8923.17 65.8418.72 59.6924.15 60.5322.57 69.4919.53 Kesehatan Mental * 74.6315.80 61.5820.50 69.6818.87 66.7315.50 64.4421.35 68.3317.966 7.4720.52 66.2519.97 74.7615.53 Fungsi Fisik * 80.1224.07 64.5029.44 72.9928.01 76.9022.6 69.2429.83 76.9526.63 68.5828.60 70.1828.20 79.9026.28 Peran Fisik Peran Emosional * 78.1928.92 66.5437.31 74.7631.33 70.0636.24 70.3335.87 72.0135.00 72.1733.42 69.9635.35 81.6525.24 Vitalitas Mental * 74.801403 65.9620.22 73.9114.77 70.3816.59 66.5720.68 71.1018.30 69.5617.91 68.6518.27 76.9815.44 Fungsi Sosial * 74.1116.64 61.8020.03 68.9719.23 62.5918.71 68.2619.89 68.0417.55 67.4320.70 67.4019.30 68.9020.33 Nyeri pada tubuh * 66.7020.26 59.5024.60 63.0523.41 63.5719.69 62.5923.64 64.6822.76 61.7222.92 62.2922.75 65.7023.40 Kesehatan Umum 52.2321.47 43.1021.64 52.1422.34 39.7618.87 45.7621.93 51.9020.40 44.4422.58 44.6821.25 59.8021.13

71.5439.00 58.9040.24 66.3438.91 61.4339.44 64.8341.81 69.0937.25 62.0941.77 63.1040.78 73.0036.02

72.1224.37 53.2159.95 62.8827.93 63.4124.00 61.2331.72 62.8727.55 61.8229.97 59.8528.75 72.8627.74

66.4018.37 60.9621.95 72,7214,16 62,1020,62 42.319.54 65.2819.64 60,9820,97 73,0912,17 63,7820,75 61,3021,44

64.0821.00 58.8024.16 71,4618,70 59,5622,55 35.8612.90 63.1821.94 59,4722,10 70,5216,14 60,5923,51 59,6024,60

69.9917.62 63.9522.03 74,5312,66 65,9220,65 48.7616.16 68.5419.26 63,6021,66 75,7111,58 87,2720,12 66,0320,55

75.5227.90 65.6527.40 84,8315,73 68,3329,68 47.0021.67 72.9127.86 73,7727,38 83,2919,32 68,2128,46 64,5531,27

68.1637.97 59.1843.20 75,8335.04 61,8440,94 25.0025.00 66.453.47 53,2941,25 75,5236,58 67,3130,54 65,1541,90

74.2130.67 68.3739.14 78,8024,02 70,2236,14 42.1427.66 73.2533.72 64,1437,86 79,3827,26 74,6734,74 71,1533,60

66.6827.55 54.3729.88 72,3722,64 59,3829,94 60.0025.73 62.3329.12 58,4332,83 75,9222,10 58,0225,06 59,2831,53

70.6517.13 69.3419.66 75,1814,41 68,7718,74 * 52.406.06 70.8617.99 66,0321,56 76,4711,45 70,8618,23 68,2717,57

69.4117.62 64.5922.12 71,5016,71 66,6020,07 52.0028.02 68.2718.92 67,2917,46 72,2216,91 65,5122,30 66,6720,04

62.5821.58 63.5225.09 69,6718,49 61,0223,64 34.0012.82 64.0222.41 63,2921,72 66,9021,40 61,4723,63 60,7624,71

49.1320.47 44.4824.30 55,5019,57 45,1922,14 26.0016.73 48.2821.76 45,8619,19 53,7921,24 44,3624,12 47,2821,98

*p value<0,05
a b

= menggunakan independent T-test. = menggunakan One-way ANOVA test.

34

Berdasarkan tabel 2, didapatkan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan kualitas hidup dan dapat dilihat bahwa kualitas hidup laki-laki lebih baik dibandingkan perempuan. Dari tabel dapat dilihat pula bahwa bagian kesehatan mental, fungsi fisik, peran emosional, mental, fungsi sosial dan nyeri pada tubuh memberikan arti bermakna dengan kualitas hidup laki-laki lebih baik dibandingkan perempuan. Pada bagian konsumsi alkohol terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dan mental responden tersebut dengan kualitas hidup peminum alkohol lebih buruk dibandingkan yang bukan peminum alkohol.

35

Tabel 3.Hubungan karakteristik responden dan kualitas hidup


KARAKTERISTIK Total skor r -0,141 0.784 0,143 0,133 0,041 0,096 -0,075 -0,159 P value 0.102 0,000* 0,097 0,123 0,633 0,267 0,388 0,065 Kesehatan fisik r -0,191 0.751 0,109 0,103 0,040 0,077 -0,116 -0,147 P value 0.026* 0,000* 0,207 0,232 0,642 0,374 0,178 0,087 KUALITAS HIDUP Kesehatan mental r -0,085 0.697 0,151 0,148 0,066 0,107 -0,033 -0,119 P value 0,325 0,000* 0,078 0,087 0,444 0,213 0,700 0,166 r -0.172 0.497 0,085 0,062 0,045 0,091 -0,227 -0,228

Fungsi fisik P value 0.045* 0,000* 0,323 0,474 0,600 0,292 0,008* 0,007*

Peran fisik R -0,107 0.622 0,136 0,116 0,065 0,080 0,002 -0,046 P value 0,217 0,000* 0,115 0,177 0,450 0,353 0,981 0,597

Usia Aktivitas fisik Asupan makanan -Total kalori -Karbohidrat -Lemak -Protein Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik

Pearson Correlation test

Tabel 4. Lanjutan karakteristik responden dengan kualitas hidup


KARAKTERISTIK Peran emosional r P value 0,000 0,997 0.489 0,000* Vitalitas r P value -0,065 0,455 0.562 0,000* Mental r P value -0,127 0,140 0.591 0,000* KUALITAS HIDUP Fungsi sosial r P value -0,155 0,071 0.558 0,000* Nyeri pada tubuh r P value -0,171 0,046* 0.654 0,000* Kesehatan umum r P value -0,185 0,031* 0.630 0,000*

Usia Aktivitas fisik Asupan makanan -Total kalori -Karbohidrat -Lemak -Protein Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik

0,165 0,114 0,101 0,152 -0,017 -0,054

0,054 0,185 0,243 0,077 0,847 0,536

0,043 0,045 0,008 0,035 -0,049 -0,137

0,620 0,600 0,922 0,082 0,573 0,112

0,219 0,240 0,103 0,095 -0,004 -0,100

0,011 0,005 0,234 0,270 0,967 0,246

0,085 0,117 0,006 0,067 -0,067 -0,096

0,325 0,175 0,945 0,441 0,437 0,266

0,069 0,069 0,023 0,061 -0,100 -0,098

0,424 0,424 0,790 0,484 0,247 0,254

0,036 0,071 -0,020 0,001 -0,067 -0,102

0,680 0,408 0,818 0.991 0,439 0,236

Pearson Correlation test

36

Dari tabel 3 dan 4 dapat diketahui bahwa faktor usia dengan kesehatan fisik, fungsi fisik, nyeri pada tubuh, dan kesehatan umum memiliki makna (p value < 0,05). Dengan uji Pearson Correlation diketahui bahwa kekuatan hubungan usia dan kesehatan fisik sangat lemah (r=-0,191). Kekuatan hubungan usia dan kesehatan umum juga sangat lemah dan (r=0,185), Kekuatan hubungan antara usia dengan fungsi fisik adalah sedang (r=-0,172). Kekuatan hubungan usia dan nyeri pada tubuh juga memiliki kekuatan hubungan yang sedang (-0,171). Namun untuk keseluruhan dari kualitas hidup, factor usia tidak memiliki makna yang berarti (p value = 0,102). Dari uji Pearson Correlation didapatkan terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan seluruh komponen dari kualitas hidup. Kekuatan hubungan antara aktivitas fisik dan seluruh komponen kualitas hidup adalah kuat ( r = 0,784). Hubungan antara total energi dengan kualitas hidup yang bermakna hanya dari komponen mental. Kekuatan hubungannya adalah lemah ( r = 0,219) Hubungan antara asupan karbohidrat dengan kualitas hidup memiliki makna namun hanya dengan komponen mental. Kekuatan hubungan antara asupan karbohidrat dengan komponen mental dari kualitas hidup adalah lemah (r = 0,240). Hubungan antara tekanan darah sistole dan diastole dengan kualitas hidup hanya memiliki makna pada komponen fungsi fisik. Kekuatan hubungan antara tekanan darah sistolik dengan kualitas hidup adalah lemah ( r = -0.227). Kekuatan hubungan antara tekanan darah diastolik adalah lemah (r = -0,228).

37

BAB VI PEMBAHASAN

Penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan kualitas hidup lansia di Puskesmas Pasar Minggu tahun 2011 dilaksanakan selama 4 minggu. Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu dianggap mewakili lansia di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Berdasarkan hasil penelitian pada analisis bivariat, diketahui bahwa terdapat hubungan antara faktor aktivitas fisik dengan kualitas hidup lansia. Selain itu terdapat beberapa faktor lain yang mempunyai hubungan dengan kualitas hidup seperti jenis kelamin, status pendidikan, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol.

Dari penelitian di dapatkan hasil bahwa, usia lansia yang datang ke Puskesmas Pasar Minggu tidak berpengaruh pada kualitas hidup lansia itu sendiri. Pada uji Pearson correlation, p value = 0,102 (> 0,05), sehingga hasil yang didapatkan tidak bermakna. Artinya tidak terdapat hubungan antara usia dan kualitas hidup lansia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara usia dan kualitas hidup lansia. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian di Madrid yang menyatakan bahwa usia mempengaruhi kualitas hidup lansia.3 Namun, sesuai dengan penelitian di London yang menyatakan tidak ada hubungan antara usia dan kualitas hidup.8 Penelitian yang dijalankan oleh Naing MM dkk di Myanmar juga menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara usia dan kualitas hidup lansia karena selagi lansia tetap aktif beraktivitas dan mendapat dukungan keluarga yang baik, kualitas hidup mereka tetap baik.13

38

Dari penelitian di dapatkan hasil bahwa, jenis kelamin mempengaruhi kualitas hidup lansia. Pada independent t-test di mana didapatkan p value< 0,05. Sehingga hasil yang didapatkan bermakna. Artinya jenis kelamin mempengaruhi kualitas hidup lansia. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dan kualitas hidup lansia. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di Madrid dan Bangladesh yang menyatakan bahwa jenis kelamin mempengaruhi kualitas hidup lansia.3,14 Penelitian pada tahun 2004 oleh Charles F di Amerika menyatakan perempuan mempunyai kecenderungan untuk mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah berbanding laki-laki karena persepsi perempuan sangat dipengaruhi oleh status mental dan emosional seperti depresi, ansietas, dan aktivitas sosial yang merupakan komponen dalam kualitas hidup seseorang.16 Dari penelitian di dapatkan hasil bahwa, status perkawinan lansia yang datang ke Puskesmas Pasar Minggu mempengaruhi kualitas hidup lansia. Pada independent t-test, p

value > 0,05. Sehingga hasil yang didapatkan tidak bermakna. Artinya status perkawinan tidak mempengaruhi kualitas hidup lansia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara status perkawinan dan kualitas hidup lansia. Hal ini juga tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa status perkawinan mempengaruhi kualitas hidup lansia yang menyatakan bahwa adanya peran seorang pendamping hidup dapat meningkatkan kualitas hidup individu tersebut.15 Penelitian yang dijalankan di Pasar Minggu tidak dapat membuktikan adanya hubungan antara status perkawinan dan kualitas hidup lansia mungkin karena kelemahan sampel yang diambil tidak mewakili seluruh populasi lansia di Pasar Minggu.

Faktor tingkat pendidikan dan kualitas hidup responden didapatkan hasil tidak bermakna setelah dilakukan uji one way ANOVA di mana p value>0,05. Artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan kualitas hidup responden. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara faktor tingkat pendidikan dan kualitas hidup lansia. Hal ini juga bertentangan dengan penelitian sebelumnya pada tahun 2010 di Myanmar yang menyatakan tingkat pendidikan mempunyai hubungan dengan kualitas hidup lansia. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin baik kualitas hidup lansia.15

39

Untuk variabel pekerjaan, telah dilakukan independent t-test dan didapatkan p value p>0,05 dan ini menunjukkan hasil tidak bermakna. Tidak terdapat hubungan antara jenis pekerjaan dan kualitas hidup lansia. Hal ini bertentangan dengan hipotesis awal yaitu terdapatnya hubungan antara jenis pekerjaan dan kualitas hidup lansia. Berdasarkan penelitian sebelumnya pada tahun 2010 di Myanmar, jenis pekerjaan tidak mempunyai hubungan dengan kualitas hidup lansia sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Myanmar tersebut.15

Dari hasil penelitian yang didapatkan, tidak ada hubungan antara faktor pendapatan responden dan kualitas hidup lansia. Hal ini diketahui setelah dilakukan independent t-test dan p value >0,05. Hal ini jelas menunjukkan hipotesis awal yang menyatakan terdapat hubungan antara faktor pendapatan responden dan kualitas hidup tidak sesuai dengan hasil penelitian. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa faktor pendapatan merupakan faktor kecil yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia.16 Hasil penelitian yang dilakukan di Bangladesh pula menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan dan kualitas hidup lansia karena, pada usia lanjut, lansia sering melakukan aktivitas atau pekerjaan yang tidak berbayar. Ini mengakibatkan hasil pendapatan bulanan mereka rendah.14 Dari hasil penelitian di Puskesmas Pasar Minggu juga, masih terdapat bias di mana responden kurang terbuka dalam menyatakan pendapatan bulanan mereka.

Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa asupan makanan pada lansia tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup. Pada uji Pearson Correlation didapatkan p value = 0,097 (p>0,05). Berdasarkan hasil uji ini disimpulkan bahwa tidak terdapatnya hubungan antara asupan makanan dan kualitas hidup lansia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan terdapat hubungan antara asupan makan dan kualitas hidup lansia. Penelitian sebelumnya pada tahun 2011 di DKI Jakarta menyatakan bahawa terdapat hubungan antara asupan makanan kualitas hidup lansia. Semakin baik asupan makanan seseorang, semakin baik kualitas hidup individu tersebut.17 Penelitian pada tahun 2007 juga turut menyatakan terdapat hubungan antara nutrisi individu dengan kualitas hidup mereka.18 Hal ini dikarenakan dalam penelitian hanya dilakukan satu kali food recall, dimana

40

seharusnya dilakukan minimal dua kali. Sehingga data asupan makanan yang diperoleh kurang mecakupi keseluruhan dari gambaran asupan makanan pada lansia itu sendiri. Dari penelitian didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan kualitas hidup lansia. Pada uji Pearson Correlation didapatkan p value = 0,000 (p<0,05). Maka hal ini bermakna sebagai terdapatnya hubungan antara aktivitas fisik dan kualitas hidup lansia. Jadi berdasarkan hal ini, sesuai dengan hipotesis awal. Semakin tinggi aktivitas fisik maka semakin tinggi kualitas hidupnya. Hal ini juga didapatkan pada penelitian tahun 2011 di Madrid.3 Penelitian di Bangladesh pada tahun 2009 juga menyatakan bahwa dengan meningkatnya aktivitas fisik akan memberikan dampak yang positif terhadap berbagai aspekaspek seperti fungsi fisik dan daya ketahanan tubuh yang merupakan komponen dalam menilai kualitas hidup seseorang.14

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dan kualitas hidup lansia berdasarkan independent t-test dan p value >0,05. Hal ini tidak bermakna dan bertentangan dengan hipotesis awal. Kemungkinan hal ini berbeda dengan hipotesis awal karena kami memasukkan responden yang telah berhenti merokok tetap dalam kategori perokok. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya pada tahun 2009 di Minnesota yang menyatakan orang yang merokok atau yang pernah merokok mempunyai kualitas hidup yang lebih buruk berbanding dengan bukan perokok. 19

Faktor konsumsi alkohol mempunyai hubungan dengan kualitas hidup lansia setelah dilakukan independent t-test dan p value <0,05. Hal ini bermakna dan sesuai dengan

hipotesis awal yang menyatakan ada hubungan antara konsumsi alkohol dan kualitas hidup. Dari penelitian sebelumnya pada tahun 2008 juga menyokong hasil penelitian ini dengan menyatakan lansia yang juga peminum alkohol mempunyai kualitas hidup yang lebih buruk dibandingkan lansia bukan peminum.20 Penelitian yang dijalankan pada tahun 2011 oleh Lima MG dkk di Sao Paolo, Brazil juga menyatakan bahwa lansia yang mengkonsumsi alkohol mempunyai kualitas hidup yang lebih buruk berbanding bukan peminum. Hal ini karena alkohol dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan dan meningkatkan

41

risiko terjadinya penyakit lain dan meningkatkan risiko terjadinya perilaku kekerasan dan kecelakaan.22

Faktor tekanan darah tidak berhubungan dengan kualitas hidup lansia. Ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang telah dibuktikan dengan uji Pearson Correlation dan p value = 0,388 (p>0,05). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan ada hubungan antara faktor tekanan darah dengan kualitas hidup pada lansia. Hal ini juga tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya pada tahun 2007 di Madrid yang menyatakan penderita hipertensi pada lansia mempunyai kualitas hidup yang kurang dibandingkan dengan bukan penderita.21 Hal ini bisa saja dikarenakan peneliti tidak hanya memeriksa tekanan darah responden tetapi juga menanyakan riwayat penyakit responden sebelumnya dan riwayat pengobatan responden. Ternyata didapatkan ada responden yang teratur minum obat dan ada yang tidak teratur.

42

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 KESIMPULAN Diketahui dari 136 responden, didapatkan sebanyak 65 responden laki-laki dan 71

responden perempuan serta prevalensi lansia dengan kualitas hidup buruk di Puskesmas Pasar Minggu yaitu 22,8 %, lebih sedikit berbanding penelitian sebelumnya yang dilakukan di daerah Tomang, Jakarta Barat tahun 2007 yaitu sebesar 27 %. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dan kualitas hidup lansia serta tidak terdapat hubungan antara kualitas hidup dan karakteristik responden lainnya. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan kualitas hidup lansia. Terdapat hubungan antara kebiasaan minum alkohol dan kualitas hidup lansia. Tidak terdapat hubungan antara riwayat hipertensi dan kualitas hidup lansia.

7.2 SARAN Puskesmas Diadakan pendataan lansia yang datang ke puskesmas dengan lengkap khususnya yang mempunyai risiko memiliki kualitas hidup yang kurang. Puskesmas mengadakan program aktivitas senam secara rutin untuk lansia supaya lansia tetap aktif beraktivitas di samping dapat dipantau status kesehatan lansia di daerah sekitar puskesmas. Program Santun Lansia diteruskan agar semua lansia mendapat pelayanan khusus.

43

Peneliti Untuk penelitian selanjutnya, peneliti harus meneliti ulang hubungan antara tingkat pendidikan dan pendapatan dengan kualitas hidup lansia. Penelitian yang dijalankan bersifat bias karena responden kurang terbuka dalam memberitahu data-data personalnya. Penelitian berikutnya disarankan untuk meneliti ulang hubungan antara kebiasaan merokok dan kualitas hidup. Pembagian yang dipakai adalah merokok dan tidak merokok sedangkan terdapat beberapa responden kami yang telah berhenti merokok namun tetap dimasukkan ke dalam kelompok merokok.

44

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Active Ageing A Policy Framework. Madrid, Spain;April 2002. Hal 4-11. Diunduh dari http://www.who.int/ageing/publications/active/en.html. 2. Soejono CH, Setiati S, Nasrun MWS, Silaswati S. Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri Untuk Dokter dan Perawat. Edisi Pertama. Jakarta:Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2004. 3. Castilo TB, Leon-Munoz LM, Graciani A, Rodriguez AF, Catilon PG. Health and Quality of Life Outcomes. 2011. 9. 47 73. 4. Departemen Sosial RI. Penduduk lanjut usia di Indonesia dan masalah kesejahteraannya. Diposkan tanggal 23 Oktober 2007 available at

http://www.depsos.go.id diakses pada 15 Juli 2011. 5. Bengtson VL, Silverstein M, Putney M, M Norella, Gans Daphna. Handbook of Theories of Aging. 2nd ed. New York : Springer Publishing Company; 2009.p.3 707. 6. Kane RL, Ouslander JG, Abrass I. Essentials of Clinical Geriatrics. 6th ed. New York : McGraw Hill; 2008.p.1 548. 7. World Health Organization. WHOQOL User Manual. Geneva : 1998. Hal 15. 8. John EW.D. SF-36 Health Survey Update. Available at http://www.sf-

36.org/tools/sf36.shtml di akses pada 16 Juli 2011. 9. Boivin J, Takefman J, Braverman A. Human Reproduction. 2011. 26. 20842091. 10. Hsu P. Development of A New Zealand Version of The World Organization Quality of Life Survey Instrument. Auckland University of Technology. 2009. 6 15. 11. Department of Chronic Diseases and Health Promotion Surveillance and PopulationBased Prevention World Health Organization. Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). (online) 2011 (diakses tanggal 15 Juli 2011). Diunduh dari

www.who.int/chp/steps 12. Food recall 24 hours. University of Cambridge. Available at

http://www.srl.cam.ac.uk/epic/nutmethod/24hr.shtml di akses pada 16 Juli 2011. 13. Netuveli G, Blane D. British Medical Bulletin. 2008. 85. 113-126. 14. Rana M, Wahlin A, Lundborg CS, Kabir ZN. Health Promotion International. 2009. 24. 36 45. 15. Naing MM, Suthan N, Chockchai M.. Asia Journal of Public Health. 2010. 1. 4-10.

45

16. White M A, ONeil PM, Kolotkin RL, Byrne TK. Obes Res. 2004. 12. 949-955. 17. Kusumaratna RK, Hidayat A. Univ Med. 2011. 30. 36-44. 18. Marais ML, Marais D, Labadarios D. South African Journal of Clinical Nutrition. 2007. 20. 102-108. 19. Jang S, Prizment A, Lazovich D. Journal of Clinical Oncology. 2009. 27. 15. 20. Saarni S, Joutsenniemi K, Koskinen S, Suvisaari J, Pirkola S, Sintonen H et al. Alcohol and Alcoholism. 2008. 43. 376-386. 21. Banegas JR, Lopez-Garcia E, Graciani A, Guallar-Castillon P, Guttierez-Fisac JL, Alonso et al. Eur J Cardiovasc Prev Rehabil. 2007. 14. 456-462. 22. Lima MG, Barros MB, Cesar CL, Goldbaum M, Carandina L, Alves MC. Rev Suide Publica. 2011. 45.485-493.

46

You might also like