You are on page 1of 12

KISTA BARTHOLINI

I.

PENDAHULUAN

Kelenjar Bartolini atau glandula vestibularis mayor merupakan kelenjar yang memiliki struktur sangat kecil terletak dalam lapisan diafragma urogenital dan berbentuk bentuk oval. Kelenjar ini berjumlah dua buah dengan diameter 0,5 cm yang terletak di labia minora dengan posisi pada arah jam 4 dan 8 posisi jam. Kelenjar ini biasanya tidak dapat di palpasi. Kelenjar ini mengeluarkan lendir ke dalam saluran sepanjang 2,5 cm yang bermuara pada celah yang terdapat di antara labium minus pudendi dan tepi himen. Secara histologis kelenjar ini terdiri dari banyak asinus yang berjajar oleh satu lapisan sel kolumnar rendah atau kuboid dan duktusnya dilapisi oleh epitel transisional. Kelenjar ini tepat berada diatas otot perineal transversal profunda dan dibatasi oleh jaringan fibrosa padat yang mencegahnya membesar atau menjadi kista ketika titik obstruksi terjadi dibagian proksimal duktus. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu koitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi (melicinkan) permukaan vagina di bagian kaudal. [1,2,3]

Gambar 1: Anatomi kelenjar Bartholini [2]

Kista Bartolini adalah suatu pembesaran berisi cairan yang terjadi akibat sumbatan pada salah satu duktus sehingga mukus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Kista dapat berkembang pada kelenjar itu sendiri atau pada duktusnya termasuk duktus kecil dan kelenjar asinus. Kista dapat unilobuler atau multilobuler. Kista Bartolini adalah kista yang paling umum terjadi pada vulva labia mayor, menyerang kira-kira pada 2% wanita, terutama saat usia reproduktif. Gejala yang paling umum termasuk rasa sakit, dispareunia, rasa kepenuhan, dan tekanan atau ketidaknyamanan saat duduk atau berjalan. Pengobatan yang tepat diperlukan tidak hanya untuk menggurangi gejala tetapi juga untuk menghindari kemungkinan abses kelenjar berulang [3,7]

Gambar 2: Kista kelenjar bartholini [4]

II.

EPIDEMIOLOGI Kista duktus Bartolini terjadi pada 2 % wanita yang memeriksakan diri ke klinik ginekologi, insidens dan prevalensinya tidak diketahui. Ukuran dari kista tergantung dari akumulasi sekret dari kelenjar Bartolini, dan muara dari duktus ini akan terbuka pada saat melakukan aktivitas seksual. Kista barholini biasanya terjadi pada wanita usia produktif yang aktif berhubungan seksual. Kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 dan 30
2

tahun, dimana 72% terjadi sebelum usia 30 tahun, dan hanya 10% terjadi pada wanita diatas 40 tahun. Kista dan abses Bartholini jarang terjadi sebelum pubertas dan hanya 2 kasus yang dilaporkan terjadi pada neonatus.[5]

III.

ETIOLOGI Kista Bartolini disebabkan oleh sumbatan terutama pada duktus, termasuk duktus kecil dan kelenjar asinus. Sumbatan dapat disebabkan oleh karena mukus yang mengental, infeksi, trauma, inflamasi kronik atau gangguan kongenital. Sekresi yang dihasilkan oleh kelenjar terakumulasi dan menyebabkan kelenjar membesar dan membentuk kista. [3,6,7]

IV.

PATOGENESIS Kelenjar Bartolini menghasilkan cairan yang membasahi vagina mulai masa pubertas, yang selain berfungsi untuk melumasi vagina pada saat koitus, juga pada kondisi normal. Kista Bartolini terjadi karena adanya sumbatan pada salah satu duktus sehingga mukus yang dihasilkan tidak dapat disekresi, hal ini menyebabkan akumulasi cairan sekresi. Sumbatan dapat disebabkan oleh mukus yang mengental, infeksi, inflamasi kronik, trauma atau gangguan kongenital. Jika terjadi infeksi pada kista Bartolini maka kista ini dapat berubah menjadi abses, yang ukurannya dapat meningkat setiap hari dan sangat nyeri. Namun kista tidak selalu harus ada mendahului terbentuknya abses. [3]

V.

DIAGNOSIS a. Gejala Klinis Kista Bartolini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai massa yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika kista Bartolini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimptomatik, tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Gejala yang paling umum yaitu nyeri, dispareunia, rasa tidak nyaman saat duduk atau berjalan. Tanda kista bartolini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva. [3,7]

b. Pemeriksaan Fisis Kista atau abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya dengan pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4 atau jam 8 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk

mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan Klamidia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang dicurigai keganasan.[3]

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Histopatologi

Gambar 3: (A) Gambaran mikroskopik pada dinding kista bagian dalam yang tertutup oleh lapisan epithelium . Pewarnaan HE x 200. (B) Gambaran mikroskopik yang menunjukkan sebagian besar epitel tertutup oleh epitel berlapis skuamosa, terutama terdiri dari epitel silindris. Pewarnaan HE x 400 [8]

2. Radiografi (MRI dan CT-scan)

Kista paravulvar secara kebetulan ditemukan oleh MRI dan CT pelvis. Kista vulvar termasuk kista duktus Bartolini adalah yang paling sering. Kista duktus Bartolini biasanya memiliki panjang 1-4cm dan dapat dideteksi dengan ultrasound : kista yang kecil dan asimptomatik tidak membutuhkan pengobatan. Pada MRI, kesan T2 pada kista duktus Bartolini biasanya memperlihatkan sinyal intensitas yang tinggi, meskipun pada T1 memperlihatkan berbagai sinyal intensitas.[8]

Gambar 4. (A) CT tanpa kontras dan (B) CT dengan kontras menunjukkan massa berbatas tegas dan dinding tipis dengan densitas rendah homogen pada sisi kiri vulva.
[8]

Gambar 4: (A) kesan T1 secara horizontal menunjukkan massa berbatas tegas dan dinding tipis dengan intensitas tinggi yang homogen pada vulva. (B) kesan T2 horizontal menunjukkan massa 5x10 cm berbatas tegas dengan intensitas tinggi homogen pada vulva.[8]

VI.

DIFERENSIAL DIAGNOSIS 1. Bartholin gland malignancy Karena kelenjar bartolini biasanya menyusut selama menopause, massa vulva pada wanita yang lebih tua lebih mungkin untuk menjadi ganas dan harus dibedakan dari massa vulva jinak lainnya. Hal ini terutama berlaku jika massa tersebut padat, irregular, nodular.[9] Karsinoma primer kelenjar bartolini berkisar 5% dari semua kanker vulva. Karsinoma kelenjar bartolini dapat menjadi skuamosa jika mereka berasal dekat lubang pada saluran, papiler jika mereka timbul dari epitel transisi dari duktus, atau adenocarcinoma jika mereka muncul dari kelenjar itu sendiri. Sekitar 50% dari tumor kelenjar Bartolini adalah karsinoma sel skuamosa. Pada tahun 1993, Felix et al. menunjukkan bahwa pada karsinoma bartolini skuamosa, enam dari tujuh kasus mengandung human papillomavirus (HPV).[9]

Gambar 5. Adenocarcinoma bartolini.[10]

2. Abses Bartolini Dua persen wanita dapat mengalami kista atau abses kelenjar Bartolini. Abses hampir tiga kali lebih umum dari kista. Abses bartolini terbentuk dari infeksi kelenjar primer lainnya atau infeksi kista. Pasien dengan abses mengeluh nyeri vulva akut progresif. Penelitian telah menunjukkan bahwa abses biasanya polimikroba dan jarang disebabkan patogen menular seksual.[11] Pada abses bartolini, pasien umumnya memiliki massa yang lunak dan fluktuan dengan kemerahan dan bengkak di sekelilingnya. Pada beberapa kasus, dapat terdapat area selulitis pada sekitar abses. Apabila abses ruptur secara spontan, maka cairan purulen akan keluar. Lain halnya dengan kista bartolini yang memiliki massa unilateral yang tidak nyeri tanpa tanda selulitis di sekelilingnya dan cairan yang keluar dari kista bila ruptur bukan cairan purulen.[12]

Gambar 5. Abses Bartolini [12]

Tabel 1. Karakteristik diagnosis banding kista bartolini.[11]

VII.

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan kista Bartolini tergantung pada beberapa faktor seperti gejala klinik (nyeri atau tidak), ukuran kista dan terinfeksi tidaknya kista. Kista Bartolini yang asimptomatik pada penderita dibawah usia 40 tahun tidak membutuhkan pengobatan. Pada beberapa kasus, kista kecil hanya perlu diamati beberapa waktu untuk melihat ada tidaknya pembesaran.

Beberapa prosedur yang dapat dilakukan : 1. Word catheter Word catheter seringkali digunakan untuk menangani kista Bartolini dan abses kelenjar. Setelah insisi dilakukan, Word catheter dimasukkan, dan ujung balon dikembangkan dengan salin 2-3 ml diinjeksi melalui ujung kateter. Balon yang mengembang menyebabkan kateter tetap berada di dalam rongga kista. Ujung bebas dari kateter dapat diletakkan di dalam vagina. Untuk memperbolehkan epitelisasi dari rongga akibat operasi, Word catheter dibiarkan selama 4-6 minggu meskipun epitelisasi dapat mulai terjadi dalam 3-4 minggu.[11]

Gambar 6.Word Catheter[14]

2. Marsupialisasi Marsupialisasi dilakukan jika kista rekuren setelah terapi dengan Word Catheter atau jika dokter memilih marsupialisasi sebagai terapi pilihan pertama. Prosedur tidak dapat dilakukan jika terdapat abses. Sekitar 5-15% kasus kista Bartolini yang rekuren terjadi setelah marsupialisasi. Adapun komplikasi dari prosedur

10

semacam ini berupa dispareunia, hematom dan infeksi. Metode ini tidak dapat dilakukan jika terjadi abses Bartolini.[11]

Gambar 7. Marsupialisasi kista Bartholini [11]

3. Eksisi Eksisi dapat dilakukan pada kista yang cenderung berulang beberapa kali. Prosedur ini tidak dapat dilakukan ditempat praktek, melainkan dikamar operasi karena dapat terjadi perdarahan dari vena-vena sekitarnya. Prosedur ini menggunakan anestesi umum dan dapat menimbulkan hemoragik, hematom, infeksi sekunder dan dispareunia akibat pembentukan jaringan parut. Eksisi kelenjar Bartolini dilakukan jika tidak ada infeksi aktif. Jika sebelumnya telah dilakukan beberapa tindakan untuk drainase kista maka kemungkinan ada perlengketan yang dapat mempersulit eksisi dan dapat menimbulkan jaringan parut yang disertai nyeri kronis postoperasi. Beberapa peneliti menyarankan eksisi pada kelenjar Bartolini untuk mencegah adenokarsinoma jika kista menyerang pada usia >40tahun, meskipun adenokarsinoma pada kelenjar Bartolini termasuk dalam kasus yang jarang terjadi.[11]

11

4. CO2 Laser Vaporization Teknik konvensional seperti marsupialisasi atau eksisi,

mempunyai nilai rekurensi rendah tapi biasanya membutuhkan anestesi umum dan berkaitan dengan perdarahan, infeksi, delayed scarring dan dispareunia. Alternatif lain yang kurang invasif dan harga efektif telah dikembangkan. Akhir-akhir ini, pasien kista Bartolini rawat jalan dengan CO2 Laser Vaporization menunjukkan teknik alternatif yang aman dan efektif. Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1985 oleh Davis.[7]

VIII. PROGNOSIS Untuk mencegah terjadinya kista Bartolini, dapat mengurangi paparan terhadap penyakit menular seksual dan trauma vulva. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah dispareunia dan inflamasi rekuren. Prognosis untuk penyakit ini adalah rekuren yang terjadi dalam 5-10% dari pasien yang menjalani marsupialisasi.[15]

12

You might also like