You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN MENINGOKEL A.

PENGERTIAN MENINGOKEL Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida dan terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang sangat tipis. Pada kasus tertentu kelainan ini dapat dikoreksi dengan pembedahan. Pembedahan terdiri dari insisi meningokel dan penutupan dura meter. Kemudian kulit diatas cacat ditutup. Hidrosefalus kemungkinan merupakan komplikasi yang memerlukan drainase. (Prinsip Keperawatan Pediatric, Rosa M. sachrin. Hal-283). Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKAFKUI. Hal-1136) Spina bifida dimanifestasikan pada hampir semua kasus disrafisme spinal yang merupakan terminologi untuk kelompok kelainan spinal yang umumnya menunjukkan ketidaksempurnaan menutupnya jaringan mesenkim, tulang dan saraf di garis tengah. . (Buku Ajar Neurologi Anak. Hal-144) Pembagian disrafisme spinal antara lain: 1. Spina bifida okulta Defek terdapat pada arkus vertebrata tanpa herniasi jaringan. 2. Meningokel spinalis Defek pada durameter dan arkus spinalis. Herniasi jaringan saraf spinalis atau sebagian medulla spinalis. 3. Meningomielokel Kantung herniasi terdiri dari leptomeningen, cairan, jaringan saraf berupa serabut spinalis atau sebagian medulla spinalis. 4. Mielomeningosistokel Kantung terdiri dari leptomeningen, cairan cerebrospinal, serabut saraf yang membenntuk kista berisi cairan yang berhubungan dengan kanalis sentralis.

5. Rakiskisis spinal lengkap Tulang belakang terbuka seluruhnya B. PATOFISIOLOGI Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan kolumna spinalis: spina bifida okulta dan spina bifida sistika. Spina bifida okulta adalah defek penutupan dengan meninges tidak terpajan di permukaan kulit. Defek vertebralnya kecil, umumnya pada daerah lumbosakral. Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang menyebabkan penonjolan medula spinalis dan pembungkusnya. Meningokel adalah penonjolan yang terdiri dari maninges dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS): penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan neurologi, dan medulla spinalis tidak terkena. Hidrosefalus terdapat pada 20% kasus spina bifida sistika. Meningokel umumnya terdapat pada lumbosakral atau sacral. Mielomeningokel adalah penonjolan meninges dan sebagian medulla spinalis, selain kantong berisi CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral terdapat pada 42% kasus; torakolumna pada 27 kasus, sacral 21% kasus; dan torakal atau servikal pada 10% kasus. Bayi dengan mielomeningokel mudah terkena cedera selama proses kelahiran. Hidrosefalus terdapat pada hampir semua anak yang menderita spina bifida (85% sampai 90%);kira-kira 60% sampai 70% tersebut memiliki IQ normal. Anak dengan mielomeningokel dan hidrosefalus menderita malformasi system saraf pusat lain, dengan deformitas Arnold-Chiari yang paling umum. Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468) C. ETIOLOGI Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat

dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468) Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam penyebab yang berat menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. hal-885) D. MANIFESTASI KLINIS Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit dan saluran genitourinari akibat spina bifida, tetapi tergantung pada bagian medulla spinalis yang terkena. Pada meningokel dapat ditemukan: 1. Kantong herniasi CSS yang dapat dilihat pada daerah lumbosakral. 2. Hidrosefalus

E. GEJALA Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala,sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang persarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena. Terdapat 3 jenis spina bifida yaitu: a. Spida bifida okulata,merupakan spina bifida yang paling ringan.Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal,tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. b. Meningokel,yaitu meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. c. Mielokel,merupakan jenis spina bifida yang paling berat,dimnana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Gejala dari spina bifida umumnya berupa penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir,jika disinari kantung tersebut tidak tembus cahaya,kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontensia uri (besar) maupaun inkontensia tinja, korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada spina bifida okulata, adalah seberkas rambut pada daerah sacral (panggul bagian belakang), lekukan pada daerah sakrum.

F. DIAGNOSIS Diagnosis spina bifida termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.Pada trimester pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen.Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida,sindrom down,dan kelainan bawaan lainnya.Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida,akan memiliki kadar serum alfa petoproteinyang tinggi.Tes ini memiliki angka positif yang palsu positif tinggi,karena itu,jika hasilnya positif perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.Kadang-kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban). Setalah bayi lahir dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan,pemeriksaan USG tulang belakang bias menunjukan adanya kelainan pada korda spinalis maupaun vertebra,serta pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan. G. PENGOBATAN Tujuan dari pengobatan awal spina bifida termasuk meningokel adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida,meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi),serta membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini.Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus,kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot.untuk mengobati atau mencegah meningitis,infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya,diberikan antibiotic.Untuk membantu mempelancar aliran air kemih bias dilakukan penekanan lembut diatas kendung kemih.Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter.Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bias membantu membaiki fungsi saluran pencernaan.Untuk mengatasi gejala muskloskeletal ( otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi ( bedah tulang) maupun terapi fisik.Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil,karena kelainan ini terjadi sangat dini.Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari.Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.

H. PENATALAKSANAAN Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan kulit diperlakukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai system tubuh. a. Untuk spina bifida okulta atau maningokel tidak diperlukan pengobatan b. Perbaikan mielomeningokel, dan kadang-kadang meningokel, secara bedah diperlukan c. Apabila dilakukan perbedahan secara bedah, maka perlu dipasang suatu pirau (shunt) untuk memungkinkan drainase CSS dan mencegah timbulnya hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranium d. Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis 1. Sebelum dioperasi,bayi di masukkan ke dalam incubator dengan kondisi tanpa baju. 2. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk mencegah infeksi. 3. Berkolaborasi dengan dokter anak,ahli bedah,ahli ortopedi,dan ahli orologi,terutama unuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga. I. ASUHAN KEPERAWATAN 1) Pengkajian a. Anamnesa : 1. Identitas bayi 2. Identitas ibu 3. Riwayat kehamilan ibu kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat pada usia 16-18 minggu 4. Riwayat kelahiran. Seksio sesarae terencana atau normal 5. Riwayat Keluarga. Anak sebelumnya menderita spina bifida 6. Riwayat atau adanya faktor resiko Jenis kelamin laki-laki b. Pemeriksaan Fisik.

Observasi adanya manifestasi mielomeningokel i. Kantong yang dapat dilihat ii. Gangguan sensori biasanya disfungsi motorik paralel a. Di bawah vertebra lumbal kedua - Flaksid, paralis parsial arefleksik pada ekstremitas bawah - Berbagai derajat defisit sensori - Inkontenensia aliran berlebihan dengan penetesan urin konstan - Kurang kontrol defikasi - Prolapsus rektal (kadang-kadang) b. Di bawah vertebra sakrum ketiga - Tidak ada kerusakan motorik - Dapat berupa anestesia sadel dengan paralis sfingter kandung kemih dan sfingter anus c. Deformitas sendi (terkadang terjadi di uterus) - Talipes valgus atau kontraktur varus - Kifosis - Skoliosis lumbosakral - Dislokasi pinggul i. Lakukan atau bantu dengan pemeriksaan neurologis untuk menentukan tingkat kerusakan motorik dan sensorik ii. Inspeksi mielomeningokel untuk adanya perubahan pada penampilan, sebagai contoh, abrasi, robekan, tanda-tanda infeksi iii. Observasi adanya tanda-tanda hidrosefalus iv. Observasi adanya tanda-tanda alergi lateks v. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian. d. Radiologi e. Tomografi 2) Diagnosa 1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif. 2. Risti trauma berhubungan dengan lesi spinal 3. Risti trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal 4. Risti cidera berhubungan dengan pemajanan berulang pada produk lateks dan alergi lateks 5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial

6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan emosi pada semua anggota keluarga yang berkaitan dengan pengobatan atau sakitnya anggota keluarga 7. Risiko hambatan kedekatan orang tua-bayi berhubungan dengan hambatan untuk menggendong sekunder akibat pemantauan pada perawatan intensif 8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas sekunder akibat reposisi tidak efektif 9. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

3. Intervensi 1. Diagnosa : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif. Sasaran: Pasien mengalami penurunan risiko terhadap infeksi system saraf pusat Intervensi keperawatan/rasional a. Posisikan bayi untuk mencegah kontaminasi urin dan feses b. Bersihkan mielomeningokel dengan cermat menggunakan salin normal steril bila bagian ini menjadi kotor atau terkontaminasi c. Berikan balutan steril dan lembab dengan larutan steril sesuai instruksi (salin normal, antibiotik) untuk mencegah pengeringan kantong d. Berikan antibiotik sesuai resep e. Pantau dengan cermat tanda-tanda infeksi (peningkatan suhu, peka rangsang, latergi, kaku kuduk) untuk mencegah keterlambatan pengobatan dalam pengobatan f. Berikan perawatan serupa untuk sisi operatif pada paskaoperasi Hasil yang di harapkan Kantong meningeal tetap bersih, utuh, dan tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi 2. Diagnosa: Risti trauma berhubungan dengan lesi spinal Sasaran: pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal Intervensi keperawatan/rasional

a. Rawat bayi dengan cermat untuk mencegah kerusakan pada kantong meningeal atau sisi pembedahan b. Gunakan alat pelindung di sekitar kantong missal; selimut plastic bedah, potong sesuai ukuran dan tempelkan dibawah kantong di samping sacrum dan selimuti dengan longgar untuk memberikan lapisan pelindung c. Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (misal; member makan, merapikan tempat tidur, aktifitas kenyamanan) untuk mencegah trauma Hasil yang diharapkan a. Kantong meningeal tetap utuh b. Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma

3. Diagnosa Risiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan serebrospinl Sasaran: pasien tidak mengalami tekanan intracranial Intervensi keperawatan/rasional a. Ukur lingkaran oksifitoprontal setiap hari untuk mendeteksi peningkatan tekanan intracranial dan terjadinya hidrosefalus b. Observasi adanya tanda-tanda peningkatan intracranial, yang menunjukkan terjadinya hidrosefalus. Peka rangsang Latergi Menangis bila diangakat atau digendon: diam bila tetap berbaring Peningkatan lingkar oksipitofrontal Peregangan sutura Perubahan tingkat kesadaran anak Sakit kepala (khusus di pagi hari) Apatis Konfusi

Hasil yang diharapkan Bukti tekanan intracranial dan hidosefalus terdeteksi dini, dan intervensi yang tepat diimplementasikan 4. Diognosa: Risti cidera berhubungan dengan pemajanan berulang pada produk lateks dan alergi lateks. Sasaran pasien: pasien mengalami pemajanan minimum pada lateks Intervensi keperawatan/rasional a. Identifikasi anak dengan alergi lateks b. Jaga agar lingkungan bebas lateks untuk menurunkan pemajanan c. Ajari anggota keluarga dan pemberi perawatan lain (mis., pekerja perawatan sehari, guru) tentang hal-hal berikut: - Risiko alergi lateks dan hal-hal yang harus dihindari untuk menurunkan pemajanan - Tanda-tanda alergi (dari gatal-gatal, ruam, dan mengi pada anafilaktik) untuk mendeteksi reaksi dengan cepat - Tindakan kedaruratan, termasuk penggunaan kit anafilaktik dan memanggil pelayanan medis darurat, untuk mencegah keterlambatan tindakan Hasil yang diharapkan Anak tidak mengalami reaksi alergi terhadap lateks 5. Diagnose: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial Sasaran pasien : pasien tidak mengalami deformitas ekstremitas bawah dan panggul atau resiko pasien terhadap hal tersebut minimal

Intervensi keperawatan/rasional a. Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk mencegah kontraktur; jangan memaksakan suatu titik tahanan untuk mencegah trauma b. Lakukan peregangan otot bila diindikasikan untuk mencegah kontraktur

c. Pertahankan panggul pada abduksi ringan sampai sedang untuk mencegah dislokasi, jaga agar kaki tetap berada pada posisi netral untuk mencegah kontraktur d. Gunakan gulungan popok, bantalan, bantal pasir kecil, atau alat yang dirancang khusus untuk mempertahankan posisi yang diinginkan Hasil yang diharapkan 1. Ekstremitas mempertahankan fleksibelitasnya 2. Panggul dan ekstremitas bawah dipertahankan pada artikulasi dan kesejajaran yang benar

6. Diagnose: Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan emosi pada semua anggota keluarga yang berkaitan dengan pengobatan atau sakitnya anggota keluarga Tujuan Anggota keluarga mempertahankan sistem fungsi dukungan mutual satu sama lain Intervensi keperawatan/rasional a. Beri dukungan emosional kepada orang tua c. Bantu keluarga dalam menghadapi kekhawatirannya terhadap situasi d. Ciptakan lingkungan rumah sakit yang bersifat pribadi dan mendukung untuk keluarga e. Libatkan anggota keluarga dalam perawatan anggota keluarganya yang sakit bila memungkinkan (member makan, memandikan, memakai baju, ambulasi) f. Bantu anggota keluarga mengubah harapan anggota keluarga yang sakit dengan sikap realistis Kriteria hasil Ansietas keluarga berkurang yang berhubungan dengan ketakutan karena ketidaktahuan, ketakutan karena kehilangan control emosi.

7. Diagnose : Risiko hambatan kedekatan orang tua-bayi berhubungan dengan hambatan untuk menggendong sekunder akibat pemantauan pada perawatan intensif

Tujuan Mendemonstrasikan peningkatan perilaku kedekatan, seperti menggendong bayi dengan dekat, tersenyum dan bicara pada bayi, dan mencari kontak mata dengan bayi Intervensi keperawatan/rasional a. Izinkan orang tua untuk melihat dan menyentuh bayi sebelum dipindahkan

b. Anjurkan kunjungan dini untuk ibu bila mungkin, buat hubungan telefon yang sering dengan pemberi perawatan bayi bila kunjungan tidak memungkinkan

Kriteria hasil Orang tua mulai mengungkapkan perasaan positif mengenai bayi 8. Diagnose : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas sekunder akibat reposisi tidak efektif Tujuan Individu menunjukkan integritas kulit bebas decubitus Intervensi keperawatan/rasional i. ii. Ubah posisi individu untuk berbalik atau mengangkat berat badannya setiap 30 menit sampai 2 jam untuk penurunan takanan pada kulit Instruksikan keluarga tentang teknik spesifik yang digunakan dirumah untuk mencegah dekubitus

Kriteria hasil Individu bebas dari dekubitus 9. Diagnose: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake adekuat Tujuan Membantu terpenuhinya kebutuhan nutrisi

Intervensi keperawatan/rasional a. Beri dosis sedikit tetapi sering

b. Pasang infus c. Kolaborasi dengan ahli gizi Kriteria hasil Dapat mempertahankan berat badan dalam batas normal 4. IMPLEMENTASI 1. Minimalkan resiko infeksi sebelum dan sesudah operasi 2. Jaga pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal 3. Deteksi dini tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial 4. Minimalkan pemajanan lateks 5. Pertahankan asupan nutrisi dan cairan 6. Pantau adanya tanda dan gejala infeksi 7. Lakukan perawatan luka operasi: gunakan teknik steril ketika mangganti dan menguatkan balutan 8. Ajarkan pada orang tua tentang pelaksanaan pelatihan jangka panjang 9. Beri informasi pada orang tua tentang teknik-teknik yang memfasilitasi mobilitas dan kemandirian 10. Beri pendidikan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan normal serta penyimpangan-penyimpangannya dari normal Evaluasi 1. Apakah anak terhidrasi dengan baik dan mempertahankan berat badannya 2. Apakah anak bebas dari infeksi 3. Apakah Anak dan orang tua menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan perawatan jangka panjang di rumah dan bebas dari komplikasi.

Daftar Pustaka: 1. Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. EGC: Jakarta. 2. Elizabet J. Corwin. 2000. Buku saku patofisiologi. EGC: Jakarta

3. J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum Dan Sistematik. Vol 2. EGC: Jakarta 4. Linda Juall Carpenito-moyet. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan Edisi 10. EGC: Jakarta 5. Marliynn E. Doengoes, Dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC: Jakarta 6. Wong , Donna L dkk. 2008. Buku ajar keperawatan pediatric vol 2. EGC: Jakarta.

You might also like