You are on page 1of 7

JOURNAL READING

DIGOXIN DAN PENGURANGAN MASA RAWAT INAP PASIEN GAGAL JANTUNG KRONIK SISTOLIK DAN DIASTOLIK

Disusun oleh : Muhammad David Perdana P. G99122069 Raden Artheswara S. Shankara Pillai R. G99122098 G99122177

Pembimbing : dr. Aminan, Sp. JP NIP :19650718 200312 1 004

KEPANITERAAN KLINIK KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULER FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. SUHADI PRIYONEGORO SRAGEN 2013

Digoxin dan Pengurangan Masa Rawat Inap Pasien Gagal Jantung Kronik Sistolik dan Diastolik Philippe Meyer, MD, Michel White, MD, Marjan Mujib, MBBS, Anna Nozza, MSc, Thomas E. Love, PhD, Inmaculada Aban, PhD, James B. Young, MD, William H. Wehrmacher, MD, and Ali Ahmed, MD, MPH, American Journal of Cardiology. 2008 December 15; 102(12): 16811686. doi:10.1016/ j.amjcard.2008.05.068.

Abstrak Dalam penelitian Group Investigasi Digitalis, penggunaan digoxin berkaitan dengan pengurangan masa rawat inap pasien gagal jantung dan mortalitas yang lebih signifikan pada pasien gagal jantung sistolik, tapi tidak dengan dengan gagal jantung diastol. Untuk menilai apakah perbedaan ini nyata, dapat dijelaskan dengan perbedaan karakteristik dan ukuran sampel pasien. Kami menggunakan studi kohort pada 916 pasang pasien gagal jantung sistolik dan diastolik. Kami memperkirakan Hazzard Ratio (HR) dan tingkat kepercayaan 95% dari efek penggunaan digoxin pada pasien gagal jantung. Masa rawat inap dan mortalitas pada pasien gagal jantung sistolik terjadi pada 28% dan 32% (HR ketika digoksin dibandingkan dengan plasebo adalah 0.85, 95% CI=0.60 to 1.03, p=0.118), serta terjadi pada 20% dan 25% pasien gagal jantung diastolik (HR=0.79, 95% CI=0.60-1.03, p=0.085). Setelah 2 tahun, hasil dari penggunaan digoksin dan plasebo menunjukkan nilai yang hampir sama pada gagal jantung sistolik (p=0.022) dan diastolik (0.025). Digoksin juga mengurangi masa rawat inap pasien gagal jantung sistolik (p=0.033) dan diastolik (p=0.01). Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan digoksin pada pasien gagal jantung diastolik sama efektifnya dengan gagal jantung sistolik.

Kata kunci : Digoxin; Gagal Jantung; Sistol; Diastol; Morbiditas; Mortalitas

Pendahuluan Dengan lebih dari satu juta pasien yang di rawat inap, faktor penyebab utama adalah gagal jantung dimana populasi berumur > 65 tahun di USA. Sebagian besar kurang lebih pasien gagal jantung merupakan pasie gagal jantung diastolik memiliki kecenderungan yang sama dengan pasien gagal jantung sistolik untuk dirawat-inapkan untuk kasus gagal jantung. Rawat inap pasien gagal jantung di hubungkan dengan peningkatan angka kematian dan risiko kematian pasien setelah selesai dirawat inap memiliki kesamaan pada kasus gagal jantung sistolik maupun diastolik. Namun, sedikit intervensi untuk

mengurangi masa rawat inap gagal jantung telah diujikan pada pasien dengan gagal jantung diastolik. Kelompok peneliti digitalis (DIG) meneliti bahwa digoxin secara signifikan telah mengurangi masa rawat inap pasien gagal jantung sistolik (LVEF 45%) dalam penelitian utama (n=6800), tetapi tidak pada gagal jantung diastolik (LVEF 45%) dalam penelitian tambahan (n=988). Dalam perbedaan efek pemberian digoxin telah diaplikasikan pada sejumlah kecil sampel oleh DIG dengan jumlah sampel 988 didapatkan hasil yang berbeda antara pasien gagal jantung sistolik dan diastolik. Bagaimanapun, hal ini tidak pernah diuji secara sistematik dan kemungkinan telah memberikan hasil bahwa digoxin tidak memberikan efek yang potensial pada pasien gagal jantung diastolik. Kami telah menguji hasil dan efek dari digoxin secara berbeda pada pasien gagal jantung diastolik dan sistolik pada jumlah sampel yang sama.

Metode Kami menggunakan data tesmi DIG dari NHLBI. Secara rasional, design, dan hasilnya penelitian oleh DIG sebelum ini pernah dilaporkan. Secara singkat pasien gagal jantung kronis dalam irama ritmis normal telah diacak untuk menerima obat digoxin atau placebo. Pasien-pasien ini dipilih dari 302 klinik di USA (186) dan Kanada (116) sekitar tahun 1991 dan 1993 pasien dengan LVEF 45% (n=6800) telah dipilih dalam percobaan utama dan pasien dengan LVEF 45% (n=988) telah dipilih untuk mengikuti penelitian tambahan. Pasien akan menerima 4 dosis digoxin yang berbeda tiap harinya dan menyamakan placebo (0,125; 0,25; 0,275; dan 0,5 mg). Sebagian besar pasien menerima obat diuretik (>80%) dan ACE inhibitor (>90%).

Hasil utama yang dicari adalah kombinasi hasil akhir rawat inap gagal jantung atau kematian gagal jantung karena itu adalah hasil utama dari penelitian tambahan DIG dan digunakan sebagai dasar dari Badan perizinan makan dan obat-obatan USA. Sejak kombinasi hasil akhir didorong oleh penurunan masa rawat inap gagal jantung, Kami telah meneliti hasilnya secara terpisah. Kami telah menganalisis efek digoxin selama 2 tahun. Setelah 2 tahun kami melakukan analisis didapatkan spesifikasi dalam protokol DIG yang juga meupakan dasar untuk badan perizinan obat USA. Hasil telah diklasifikasikan oleh peneliti dari DIG.

Untuk memastikan efek dari digoxin pada pasien gagal jantung sistolik dan diastolik, mereka tidak disertakan karena perbedaan karakteristik awal diantara dua kelompok ini. Kami telah membentuk populasi kecenderungan dimana 916 pasang pasien gagal

jantung sistolik dan diastolik yang diseimbangkan dalam kovariat dasar. Kami menghitung skor kecenderungan pada pasien gagal jantung diastolik menggunakan multivariabel yang tidak sedikit menyesuaikan untuk semua kovariat dasar yang diukur (ditunjukkan pada Gambar 1). Perbedaan standarisasi yang absolut < 10% untuk semua kovariat yang diukur menunjukkan tidak ada hubungan antara sebab akibat dengan ketidak seimbangan setelah pengujian.

Jalan cerita kumulatif oleh Kaplan-Meier untuk digoxin dan plaebo telah dibentuk dan dibanding menggunakan statistik log-rank secara terpisah untuk gagal jantung sistolik dan diastolik. Keseimbangan risiko bahaya model yang digunakan untuk membandingkan efek digoxin dalam kedua hasil. Kami mengulangi analisis kohort sejumlah 988 pasien gagal jantung sistolik secara acak dari 6800 pasien pada penelitian utama, untuk menentukan bahwa pemberian digoxin memberikan efek yang sama pada kedua tipe penyakit yang berbeda tersebut. Semua analisa yang dilakukan bertujuan untuk membahas dasar. Akan disebut seignifikan bila ditemukan nilai p < 0,05 menggunakan SPSS 15 for Windows.

Hasil Ketidakseimbangan karakteristik awal pasien gagal jantung sitolik-diastolik dan pemberian digoksin maupun plasebo, ditampilkan dalam gambar dan tabel 1. Efek penggunaan digoksin dari sisi masa rawat inap dan angka kematian antara pasien gagal jantung sistolik (p=0.188) dan diastolik (p=0.085) adalah sama. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan digoksin dan LVEF, terlepas apakah digunakan sebagai kategori (p=0.655) atau variabel yang kontinu (p=0.991). Efek dari penggunaan digoksin dalam masa rawat inap antara gagal jantung sistolik dan diastolik adalah sama, dengan p masing-masing adalah 0.079 dan 0.074.

Pada akhir follow up pasien selama 2 tahun, ternyata efek dari penggunaan digoksin pada pasien gagal jantung sistolik (p=0.022) dan diastolik (p=0.025) menunjukkan hasil yang signifikan. Digoksin juga mengurangi masa rawat inap pada pasien gagal jantung sistolik (p=0.033) dan diastolik (p=0.01).

Pada sampel pasien gagal jantung sistolik (n=988) yang diuji secara acak, digoksin menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p=0.059) dalam masa rawat inap. Hasil ini juga tidak signifikan pada pasien gagal jantung diastolik jika diuji secara acak (n=988).

Diskusi Dari hasil analisis, digoksin ternyata berhubungan dengan pengurangan masa rawat inap selama 2 tahun penelitian, baik pada pasien gagal jantung sistolik maupun diastolik. Penemuan ini sangat penting bagi pasien gagal jantung diastolik dan sistolik, apalagi masih sedikitnya penelitian mengenai hal ini. Disamping itu, setengah dari pasien gagal jantung adalah pasien gagal jantung diastolik, dan diperkirakan jumlah ini akan meningkat seiring waktu.

Terdapat 2 perbedaan yang nyata antara pasien gagal jantung sistolik dan diastolik dari penelitian DIG. Jumlah sampel pasien gagal jantung diastolik diperkirakan 7 kali lebih sedikit (988 berbanding 6800) dan mereka memiliki kelangsungan hidup yang lebih baik

daripada pasien gagal jantung sistolik. Efek pengobatan umumnya terlihat jelas pada pasien dengan tingkat keparahan penyakit yang tinggi dan hasil yang buruk. Namun ketika kami meneliti efek digoksin secara acak dari 988 pasien gagal jantung sistolik, dimana karakteristiknya berbeda dari pasien gagal jantung diastolik, hasilnya menunjukkan bahwa kurang signifikan pada gagal jantung diastolik.

Penelitian kami mengenai efek digoksin pada pasien gagal jantung sistolik dan diastolik secara mekanis masuk akal. Aktivasi neurohormonal adalah jalur patofisiologi yang umum pada pasien gagal jantung sistolik dan diastolik dalam memperburuk penyakit. Digitalis telah terbukti mengurangi aktivitas sistem saraf simpatik dan sistem reninangiotensin-aldosteron dengan menghambat natrium-kalium enzim adenosine

triphosphatase masing-masing dalam serabut vagal afferen dan ginjal.

Efek yang menguntungkan dari digoxin telah hilang signifikansinya setelah 2 tahun pemberian, dan yang lebih penting, efek digoksin tidak berbahaya pada tahun kemudian. Efek ini mungkin berkurang disebabkan penggunaan dosis yang semakin tinggi dan dapat mengakibatkan konsentrasi serum digoksin terlalu meningkat, sehingga mengurangi manfaat dari digoksin. Digoksin dosis rendah merupakan prediktor independen yang kuat dalam mengurangi angka kematian.

Bukti pengobatan pada pasien gagal jantung diastolik masih sangat langka. Efek dari candesartan dalam masa rawat inap pasien gagal jantung diastolik sama dengan penggunaan digoksin. Namun, digoksin memiliki efek samping yang rendah dan lebih murah, perhatian penting bagi negara berkembang. Perindropil juga merupakan obat lain yang pernah dicoba pada pasien gagal jantung diastolik, namun tidak ada efeknya.

Analisis yang ada dibatasi dengan penggunaan sejumlah kecil sampel pasien gagal jantung sistolik yang menghasilkan efek digoksin yang tidak signifikan. Penemuan ini menunjukkan bahwa efek digoksin dapat mengurangi masa rawat inap pada pasien gagal jantung sistolik dan diastolik. Digoksin dosis rendah sebaiknya diberikan pada pasien

gagal jantung sistolik tanpa atau dengan atrial fibrilasi. Pada pasien dengan gagal jantung diastolik, digoksin juga ssebaiknya diberikan untuk mengurangi keluhan dan masa rawat inap . Digoksin juga sangat membantu dalam mengatur heart rate pada pasien dengan atrial fibrilasi yang mana lebih efektif pada pasien gagal jantung diastolik.

You might also like