You are on page 1of 16

Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST Anesty Claresta 102011223 a_resta21@yahoo.

com Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Penyakit jantung merupakan penyebab kematian utama di Indonesia sehingga sangat penting untuk mengetahui dan mempelajarinya lebih dalam untuk dapat menegakkan diagnosis serta memberi tatalaksana yang optimal pada penyakit jantung. Salah satu dari penyakit jantung yang membahayakan dan dapat menyebabkan kematian adalah Sindroma Koroner Akut (SKA). SKA merupakan sindroma klinis yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil, infark miokard tanpa elevasi segmen ST atau yang disebut NSTEMI, dan infark miokard dengan elevasi segmen ST atau yang disebut STEMI.1 Infark Miokard Akut (IMA) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan arteri koroner.1 Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang dimana lesi lemak yang disebut Plak Ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri. Sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagian distal.

Skenario Nn B, 50 tahun datang diantar keponakannya ke UGD RS UKRIDA dengan keluhan nyeri pada dada kiri menjalar ke lengan kiri yang muncul tiba-tiba 3 jam yang lalu, nyeri sedikit berkurang saat istirahat namun terus menerus muncul kembali dan semakin memberat. Pasien sebelumnya juga merasakan nyeri dada kiri namun tidak terlalu sakit dan hanya sekitar 5 menit saja. Pasien tidak demam dan tidak batuk.

Anatomi dan fisiologi jantung Jantung merupakan organ muscularis yang mempunyai rongga didalamnya dan berbentuk kerucut(conus) dengan ukuran sebesar kepal/tinju pemiliknya. Jantung bersandar pada diaphragma diantara bagian inferior kedua paru dan dibungkus oleh membrane khusus yang disebut pericardium.2 Jantung terletak di dalam mediastinum media pars inferior, di sebelah ventral, ditutupi oleh sternum dan cartilage costalis II/III-V/VI. Dua pertiga jantung terletak di sebelah kiri garis midsternal. Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kira-kira 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.2 Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium. Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik.2 Diantara atrium kanan dan ventrikel kana nada katup yang memisahkan keduanya yaitu ktup tricuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Selain itu otot jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimbulkan rangsangan listrik. Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan.2

Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava superior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel. Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner ini keluar dari aorta kira-kira inchi diatas katup aorta dan berjalan dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi arteriol dan kapiler ke dalam dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler , aliran vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung masuk ke atrium kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara.2 Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis. Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan. Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi khusus sebagai sumber tekanan yang tinggi dan membawa oksigen ke jaringan yang membutuhkan. Pada kapiler terjadin pertukaran O2 dan CO2 dimana pada sirkulasi sistemis O2 keluar dan CO2 masuk dalam kapiler sedangkan pada sirkulasi paru O2 masuk dan CO2 keluar dari kapiler.Volume darah pada setiap komponen sirkulasi berbeda-beda. 84% dari volume darah dalam tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik, dimana 64% pada vena, 13% pada arteri dan 7 % pada arteriol dan kapiler.

Anamnesis Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infrak miokard sebelumnya serta faktorfaktor resiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stres serta
3

riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.3 Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.3 Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan pertanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: lokasinya substernal, retrosternal dan prekordial; sifatnyeri nya rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir; penjalarannya biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher rahang bawah, gigi, punggung/ interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan; nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat; faktor pencetusnya adalah latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan; serta terdapat gejala yang menyertai seperti mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.3 Pemeriksaan Fisik Sebelum melakukan pemeriksaan fisik jantung, perlu dilakukan pemeriksaan keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital yang meliputi jumlah nadi, frekuensi pernafasan, suhu, dan tekanan darah. Melakukan pemeriksaan fisik jantung:3 1. Inspeksi o Dilihat apakah ada kelainan pada bentuk toraks (pectus excavatum,pectus carinatum,scoliosis chest,barrel chest),perubahan warna kulit dan apakah ada lesi ataupun tidak. 2. Palpasi o Meraba ictus cordis(garis midclavikularis sela iga ke 4-5) dan melaporkan denyutan pada pada ictus cordis(lokasi,diameter,kuat angkat ataupun tidak) 3. Perkusi
4

o Melihat apakah ada kelainan pada jantung dengan menentukan batas-batas jantung (batas kanan,atas,pinggang,kiri dan bawah jantung) o Batas jantung normal :i. ii. iii. iv. v. 4. Auskultasi o Mendengarkan menggunakan stetoskop pada katup-katup jantung untuk mengetahui apakah ada kelainan bunyi seperti :i. ii. Sistolik murmur pada kelainan aorta stenosis dan atrium septum defek Holosistolik murmur pada pulmonal stenosis,trikuspidalis Batas kanan : garis sternal kanan sela iga ke 4 Batas atas :- garis sterna kiri sela iga ke 2 Batas pinggang :- garis parasternalis kiri sela iga ke 3 Batas kiri jantung :- garis axillaris anterior sela iga ke 3/4/5 Batas bawah jantung :- garis midclavikularis sela iga ke 5/6.3

insuffisiensi,mitral insuffisiensi dan ventrikel septum defek. iii. iv. Diastolic murmur pada mitral stenosis. Gallop S3 pada decompasatio cordis.3

Pemeriksaan penunjang 1) EKG o Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. o Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark miokard gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard nongelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara

atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau non-STEMI.4 2) Pemeriksaan laboratorium o Petanda (Biomarker) Kerusakan Jantung Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Pengingkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).5 i. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB. ii. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan masih dapat dideteksi setelah 7-10 hari.6 o Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu: i. Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. ii. Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.5

3) Echocardiography Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Working diagnosis dan Differential diagnosis Working diagnosis : STEMI (ST-segment Elevation Myocardial Infarction)
6

Differential diagnosis : NSTEMI (Non-ST segment Elevation Myocardial Infarction). UAP (Unstable Angina Pectoris).7

UAP meliputi onset baru angina berat, angina saat istirahat atau dengan aktivitas minimal, dan peningkatan baru-baru frekuensi dan intensitas angina kronis. NSTEMI didiagnosis ketika gejala UAP disertai dengan bukti nekrosis miokard (misalnya biomarker jantung ditinggikan). Beberapa pasien dengan NSTEMI menunjukkan gejala identik dengan STEMI, keduanya dibedakan oleh hasil EKG.7 Etiologi Penyebab tersering adalah trombosis sehubungan dengan plak ateromatosa yang telah pecah atau ruptur. Nekrosis otot yang diperdarahi oleh pembuluh darah diikuti pembentukan parut. Penyebab yang jaramg adalah emboli arteri koroner dari trombus pada atrium atau ventrikel kiri, atau lesi katup mitral atau aorta. Dapat juga disebabkan oleh kelainan kongenital, seperti anomali percabangan arteri koroner dari arteri pulmonalis; vaskulitis arteri pulmonalis; dan diseksi aneurisma disertai sumbatan arteri koroner. Ukuran dari lokasi infrak tergantung pada arteri mana yang terkena dan terbentuknya pembuluh darah kolateral. Sumbatan pada: arteri desenden anterior kiri mempengaruhi dinding anterior ventrikel kiri, dan kadang- kadang septum; arteri koroner kanan mengenai bagian inferior ventrikel kiri, selain juga bagian dari septum dan ventrikel kanan; dan arteri sirkumfleksa kiri mengenai dinding lateral atau posterior ventrikel kiri. Infark bisa meluas dari endokardium ke epikardium (transmural) atau hanya mengenai daerah subendokardial.1,6 Epidemiologi Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan di rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase
7

berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%. Kejadian sindrom koroner akut menunjukkan laki-laki lebih rawan terkena untuk sekitar umur 70 tahun atau lebih. Semakin bertambah umur, semakin bertambah pula risiko terkena sindrom koroner akut ini. Patofisiologi Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara epat pada lokasi injuri vaskuler, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.7 Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lupid. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik.5-7 Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian menngkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.
8

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik. Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Gejala Klinis Tanda dan gejala yang timbul pada Infark Miokard akut adalah sebagai berikut: Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri, kebanyakan lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya seperti ditusuk-tusuk, ditekan, tertindik. Takikardi Keringat banyak sekali Kadang mual bahkan muntah Dispnea Abnormal Pada pemeriksaan EKG. Nyeri berkepanjangan dan tidak hilang oleh nitrat.1,7

Penatalaksanaan Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence based berdasarkan penilitian randomized clinical trial yang terus berkembang ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guide line). Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guide line) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008. Walaupun demikian disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang kardiologi intervensi).
9

1.

Tatalaksana Umum a. Oksigen Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien ATEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.5 b. Nitrogliserin (NTG) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phospodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.6 c. Morfin Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV degan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg IV.
10

d.

Aspirin Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

e.

Penyekat Beta Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 1-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih darai 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.8

f.

Terapi Reperfusi Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-neddle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

2. a.

Terapi Farmakologis Antitrombotik Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan bukti klinis dan laboratorium bahwa trombosis mempunyai peran penting dalam patogenesis. Tujuan primer pengobatan adalah adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI.
11

Klopidogrel harus diberikan segera mungkin pada semua pasien STEMI yang mengalammi PCI. Pada pasien yang mengalami PCI dianjurkan dosis loading 600 mg. Sedangkan yang tidak mengalami PCI dosis loading 300 mg dilanjtukan dosis pemulihan 75 mg/hari.8 Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractioned heparin. Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA, atau TNK), membantu trombolisis dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000 U) dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). Activated partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali. Antikoagulan alternatif pada pasien STEMI adalah low-molecular-weight heparin (LMWH).8 Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik. Pada keadaan ini harus mendapat terapi antitrombin kadar terapeutik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi warfarin sekurang-kurangnya 3 bulan. Pada pasca STEMI dengan onset <12 jam yang tidak diberikan terapi reperfusi, atau pasien STEMI dengan onset >12 jam aspirin, klopidogrel dan obat antitrombin (heparin, enoksapirin, atau fondaparinux) harus diberikan sesegera mungkin. b. Penyekat Beta Manfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi: yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat beta akut IV memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.
12

Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali pada pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat asma).8 c. Inhibitor ACE Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Manfaat maksimal tampak pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan/atau fungsi ventrikel kiri menurun global), namun bukti menunjukkan manfaat jangka pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil pada STEMI pasien dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg). Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan penurunan risiko gagal jantung. Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada psien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif. Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung termasuk data dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan bahwa angiotensin receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadap inhibitor ACE. Komplikasi 1. Disfungsi Ventrikular Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahuluai berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah
13

infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan knsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain. PAda pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitore ACE harus diberikan.9 2. Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.9 3. Komplikasi Mekanik Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding ventrikel. Prognosis Prognosis MI sangat bervariasi dan amat bergantung dari besarnya infark, fungsi ventrikel kiri dan adanya revaskularisasi. Prognosis yang lebih baik dihubungkan dengan beberapa hal antara lain reperfusi terjadi lebih awal, terjaganya fungsi ventrikel kiri dan penanganan jangka pendek dan jangka panjang. Prognosis juga lebih buruk dihubungkan dengan peningkatan usia, diabetes, riwayat penyakit vascular, tertunda atau gagalnya reperfusi.9

14

Pencegahan Karena penyakit jantung koroner ini dapat menyebabkan kematian, maka perlu dilakukan tindakan pencegahan sekunder dan primer.Usaha yang sudah dikenal selama ini yaitu: Kesimpulan Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa dari skenario, nyonya B menderita sindrom koroner akut dengan lebih spesifik STEMI. Hal ini didasarkan dari keluhan nyeri pada dada kiri yang menjalar ke lengan kiri muncul tiba- tiba dan nyeri berkurang saat istirahat. Infark Miokard Akut dengan ST Elevasi (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Berbagai faktor resiko dapat menyebabkan terjadinya hambatan pada aliran darah koroner. Perlu penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi dari penyakit ini. Daftar Pustaka 1. Davey P. Infark miokard akut. Dalam: Medicine at a glance. Jakarta: Erlangga; 2003. h. 144-145. 2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003.h.228-30. 3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.h. 181-3. 4. Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta : EGC; 2010.h.1-24. 5. Lilly LS, Loscalzo J. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. Dalam: Longo DL, et al, editors. Harrisons Manual of medicine. North America: McGraw-Hill; 2013.h.844-54.
15

Olahraga teratur Diet yang berimbang dan banyak mengandung anti oksidan yaitu sayur dan buah Jangan merokok Obati penyakit dasar seperti DM, hipertensi Atasi kolesterol tinggi Hindari stress.9

6. Sudoyo WA. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Ed V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.1741-51. 7. Sudoyo WA. Infark miokard akut tanpa elevasi ST. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Ed V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.1757-62. 8. Suyatna FD. Anti angina. Dalam: Setiabudy R, Nafrialdi, editors. Farmakologi dan terapi. Jakarta : FKUI; 2007.h.361-72 9. Anonim. Infark miokard akut. Dalam : Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius; 2008.h.437.

16

You might also like