You are on page 1of 16

MODUL XIV GANGGUAN SKIZOFRENIA DAN GANGGUAN PSIKOTIK LAINNYA

Fitri Fausiah, M.Psi

Masing-masing dari kita mungkin pernah menyaksikan di jalan-jalan, orang yang berpakaian compang-camping bahkan terkadang telanjang sama sekali, berkulit dekil, rambut gimbal atau kasar seperti bertahun-tahun tidak dicuci dan disisir. Jika diperhatikan lebih lanjut, terkadang mereka tampak berbicara sendiri tanpa ada lawan bicara, terkadang mengomel, atau marah-marah pada orang-orang di sekitarnya tanpa tujuan yang jelas. Apabila melihat hal tersebut, biasanya kita langsung menyebutnya sebagai orang gila, orang sinting, orang edan, dan sebagainya. Secara ilmiah, orang semacam ini dikatakan menderita gangguan skizofrenia; yaitu suatu gangguan yang dianggap sebagai salah satu gangguan mental yang paling parah. Skizofrenia adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa yunani schizein yang berarti terpisah atau pecah dan phrenia yang berarti jiwa. Arti dari kata-kata tersebut menjelaskan tentang karakteristik utama dari gangguan skizofrenia, yaitu adanya pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya. Gangguan skizofrenia tergolong pada gangguan psikotik, yang ciri utamannya antara lain adalah kegagalan dalam reality resting. Pada bab ini kita akan membahas lebih detail tentang gangguan skizofrenia ini. Selain itu akan sedikit dibahas pula beberapa gangguan psikotik lainnya.

A. SKIZOFRENIA Gangguan skizofrenia sebenarnya telah dibicarakan sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam sejarahnya, banyak sekali tokoh psikiatri maupun neurologi yang berperan. Beberapa tokoh yang dianggap memberikan sumbangan penting antara lain Emil Kraepelin dan Eugen Bleuler. Emil Kraepelin (1856-1926) mula-mula menyebut gangguan semacam ini sebagai dementia precox (dari istilah demence precoce yang diperkenalkan oleh Morel). Istilah ini

11

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

menekankan pada proses kognitif tertentu (dementia) dan onset pada masa awal (precox). Pasien dengan gangguan ini digambarkan memiliki deteriorasi jangka panjang serta gejala klinis umum berupa halusinasi dan delusi. Adapun istilah skizofrenia diperkenalkan oleh Eugen Blueler (1857-1939), yang menunjukkan terjadinya pemisahan antara pikiran, emosi, dan periolaku orang yang mengalaminya. Menurut Bleuler, Orang yang mengalami skizofrenia tidak harus mengalami deteriorasi. Selain itu, Bleuler juga mengidentifikasi Bleuler simtom dasar (primer) dari skizofrenia, yang dikenal sebagai 4A Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi. Ia juga mengemukakan simtom penunjang (sekunder) yang menurut Kraepelin adalah indikasi utama dementia precox berupa halusinasi dan delusi (Kaplan, Sadock, & Grebb, 1999). Pada pembahasan tentang skizofrenia kita mendasarkan diagnosis pada DSM, IV, yang juga menjadi acuan dalam mempelajari berbagai gangguan yang telah dibahas sebelumnya. Menurut DSM IV, terdapat beberapa simtom yang mungkin muncul sebagai manifestasi dari gangguan skizofrenia, yang dapat berbeda dari satu orang dengan orang yang lain. Oleh sebab itulah skizofrenia dikatakan tidak memiliki simtom esensial. Skizofrenia juga dikatakan tidak memiliki gejala yang patognomonik (gejala yang khas, yang membedakannya dengan gangguan lainnya). Sebab gejala yang muncul pada penderita, mungkin muncul juga pada gangguan lain. Misalnya halusinasi, mungkin juga dialami oleh orang yang baru menggunakan obat-obatan tertentu seperti ganja atau LSD. Prevalensi penderita skizofrenia di Amerika Serikat diperkirakan 1- 1,5 % dari populasi. Tidak ditemukan perbedaan prevalensi berdasarkan jenis kelamin pada gangguan skizofrenia; artinya jumlah penderita pria dan wanita diperkirakan seimbang. Perbedaan antara pria dan wanita terjadi pada onset dan bentuk penyakit; dimana onset gangguan muncul lebih awal pada pria dibandingkan wanita. Puncak usia onset pada pria adalah 15-25 tahun, sementara pada wanita 25-35 tahun. Sedangkan onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau setelah usia 50 tahun sangat jarang terjadi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pria lebih mungkin memunculkan simtom negatif dibandingkan wanita, dan wanita tampaknya memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada pria (Kaplan, Sadock, & Grebb, 1999; Davison & Neale, 2001).

Kriteria Diagnosis Sebagaimana telah disebutkan di atas, kita menggunakan DSM IV sebagai acuan dalam menentukan kriteria diagnosis gangguan skizofrenia. Menurut DSM IV (APA, 1994), terdapat 6

11

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

hal yang harus diperhatikan (A-F). Antara lain karakteristik simtom pada kriteria A (harus mencakup 2 atau lebih simtom yang disebutkan, atau 1 simtom jika halusinasi atau delusi sangat menonjol, setidaknya dalam waktu 1 bulan), adanya disfungsi sosial atau pekerjaan (kriteria B), durasi 6 bulan atau lebih (kriteria C). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa gangguan bukan termasuk gangguan skizoafektif maupun gangguan mood (kriteria D), bukan karena penyalahgunaan zat / obat atau kondisi medis tertentu (kriteria E), dan memperhatikan ada atau tidaknya gangguan perkembangan pervasive (kriteria F). Davison dan Neale (2001) menyatakan bahwa secara umum karakteristik simtom skizofrenia (kriteria A), dapat digolongkan dalam 3 kelompok simtom positif, simtom negatif dan simton lainnya. Simtom positif adalah tanda-tanda yang berlebihan, yang biasanya pada orang kebanyakan tidak ada, namun pada pasien skizofrenia justru muncul. yang termasuk dalam simtom positif ini antara lain delusi (atau dikenal juga dengan istilah waham) dan halusinasi. Pengertian waham adalah keyakinan yang keliru, yang tetap dipertahankan sekalipun dihadapkan dengan cukup bukti tentang kekeliruannya dan tidak serasi dengan latar belakang pendidikan dan sosial budaya orang yang bersangkutan. Hasil penelitian di Amerika Serikat (Davison & Neale, 2001) menunjukkan bahwa waham yang paling banyak terjadi adalah waham persekusi. Contohnya adalah seorang tukang kayu yang merasa bahwa semua orang ingin menghancurkan diri dan usahanya. Setiap kali orang berkumpul atau berbicara, pasti sedang merencanakan sesuatu untuk membunuhnya. Jenis waham yang lain antara lain waham kebesaran, nihilistik, dikendalikan oleh orang / kekuatan lain, waharn cemburu, erotomania, dll. Sedangkan halusinasi adalah penghayatan (seperti persepsi) yang dialami melalui panca indera dan terjadi tanpa adanya stimulus eksternal: Misalnya saja penderita skizofrenia tampak berbicara sendiri, padahal menurut pengakuannya ia sedang berbicara dengan seseorang yang ada di depannya. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana pada ilusi yang terjadi adalah kesalahan dalam mempersepsi stimulus yang nyata (misalnya adalah pensil yang dimasukkan dalam gelas bening berisi air, jika dilihat dari samping maka pensil akan tampak bengkok). Jenis halusinasi adalah visual (penglihatan), auditorik (pendengaran), olfaktori (penciuman), haptic (taktil; sentuhan atau sensasi permukaan), serta halusinasi liliput. Simtom negatif adalah simtom yang defisit, yaitu perilaku yang seharusnya dimiliki oleh orang normal, namun tidak dimunculkan oleh pasien. Termasuk dalam simtom ini adalah avolition / apathy (hilangnya energi dan hilangnya minat atau ketidakmampuan untuk mempertahankan hal-hal yang awalnya merupakan aktivitas rutin, alogia (kemiskinan kuantitas

11

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

dan/atau isi pembicaraan), anhedonia (ketidakmampuan untuk memperoleh kesenangan, muncul antara lain dalam bentuk hilangnya minat dalam aktivitas rekreasional, kegagalan menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain, dan hilangnya minat dalam hubungan seksual), abulia (berkurangnya impuls untuk bertindak atau berpikir, tidak mampu memikirkan konsekuensi dari tindakan), dan asosialitas (gangguan yang buruk dalam hubungan sosial). Hal lain yang tergolong simtom negatif adalah afek datar (ketidakmampuan menampilkan ekspresi emosi), dan afek yang tidak sesuai (respons emosi yang tidak sesuai dengan konteks). Sedangkan kategori ketiga adalah disorganisasi, antara lain perilaku yang aneh (misalnya katatonia dimana pasien menampilkan perilaku tertentu berulang-ulang, menampilkan pose tubuh yang aneh, dll; atau waxy flexibility orang lain dapat memutar atau membentuk posisi tertentu dari anggota badan pasien, yang akan dipertahankan untuk wkatu yang lama) dan disorganisasi pembicaraan. Adapun disorganiasi pembicaraan adalah masalah dalam mengorganisir ide dan berbicara sehingga orang lain mengerti, (dikenal juga dengan gangguan berpikir formal). Misalnya asosiasi longgar, inkoherensi, dll (Davison & Neale, 2001).

Jenis-jenis skizofrenia Menurut DSM IV (APA, 1994), terdapat beberapa jenis gangguan skizofrenia, meliputi: Tipe paranoid. Untuk dapat digolongkan tipe ini, pada pasien harus tampak adanya preokupasi dengan satu atau lebih waham, atau halusinasi auditoris yang sering: Syarat lain adalah hal-hal berikut tidak menonjol: disorganisasi pembicaraan, disorganisasi perilaku atau katatonik, atau afek datar atau tidak sesuai. Tipe Tidak Terorganisir (Disorganized). Pada masa lampau dikenal sebagai gangguan skizofrenia hebefrenik. Kriterianya adalah munculnya semua simtom tidak terorganasir (disorganisasi pembicaraan, disorganisasi perilaku, dan afek datar atau tidak sesuai). Syarat lain adalah kriteria yang muncul tidak tergolong tipe katatonik. Tipe Katatonik. Gambaran klinis yang muncul secara dominan adalah setidaknya 2 perilaku berikut : imobilitas motorik karena katalepsi, aktivitas motor yang berlebihan, negativisme berIebihan, keanehan gerakan, ekolalia atau ekopraksia Tipe tidak Tergolong. Tipe dimana karakteristik simtom A muncul, namun kriteria tidak masuk untuk gangguan paranoid, disorganisasi atau katatonik.

11

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

Tipe Residual. Memiliki karakteristik berikut: hilangnya delusi, halusinasi atau disorganisasi pembicaraan dan disorganisasi perilaku atau perilaku katatonik yang nyata. Selain itu terdapat bukti yang berkelanjutan dari gangguan, sebagaimana diindikasikan oleh munculnya simtom negatif atau dua atau lebih simtom yang termasuk kategori A, yang muncul dalam bentuk yang lemah (misal keyakinan yang aneh).

Selain penggolongan jenis skizofrenia berdasarkan DSM IV, terdapat penggolongan lain yang tidak berasal dari DSM IV, namun berdasarkan hasil penelitian atau temuan di masa lalu (Kaplan, Sadock, & Grebb, 1994): Buffee Delirante (Acute Delusional Psychosis) . Konsep diagnosis yang berasal dari Perancis, menyebutkan diagnosa dapat ditegakan jika durasi simtom skizofrenia muncul kusang dari 3 bulan. Latent Schizophrenia. Diagnosis ini dapat diberikan pada individu yang sekarang dikatakan memiliki gangguan kepribadian skizoid atau skizotipal. Pasien mungkin menunjukkan perilaku yang aneh atau gangguan proses pikir; namun tidak secara konsisten menunjukkan simtom psikotik. Pada masa lampau, diagnosa yang diberikan pada pasien dengan simtom seperti ini adalah borderline schizophrenia. Oneiroid. Keadaan seperti mimpi, dimana pasien merasa sangat tenang dan tidak sepenuhnya memiliki orientasi tentang waktu dan tempat. Diagnosis oneiroid schizophrenia biasanya diberikan pada pasien yang sangat terikat dengan halusinasinya, sehingga sama sekali tidak terlibat dalam dunia nyata. Paraphrenia. Biasanya digunakan sebagai sinonim dari skizofrenia paranoid. Istilah ini mengacu pada keadaan dimana terjadi kemunduran progresif karena perjalanan penyakit, atau adanya waham yang sangat sistematis. Pseudoneurotic. Pasien dengan gangguan ini memiliki simtom berupa free-floating anxiety, dan jarang dari mereka yang menjadi psikotik parah, atau tidak tampak jelas sebagai pasien psikotik. Kebanyakan pasien kemudian didiagnosa memiliki gangguan kepribadian ambang (borderline). Simple Schizophrenia. Karakteristiknya antara lain hilangnya ambisi dan dorongan dari dalam diri secara bertahap dan perlahan-lahan. Biasanya pasien tidak tampak seperti pasien psikotik; dan tidak mengalami halusinasi ataupun waham yang menetap. Simtom utama mereka adalah menarik diri dari hubungan personal dan lingkungan kerja.

11

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

Etiologi Berikut ini adalah beberapa teori tentang etiologi dari gangguan skizofrenia (disarikan dari Kaplan, Sadock, & Grebb, 1994): A. Model Diatesis Stres Teori ini mengintegrasikan faktor biologis, psikososial, dan lingkungan. Beranggapan seseorang mungkin memiliki kerentanan spesifik (diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stres, akan memungkinkan berkembangnya simtom skizofrenia. Stresor atau diatesis ini mungkin bersifat biologis; lingkungan, atau keduanya. Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (seperti situasi kematian orang terdekat).

B. Faktor Biologis Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai saat ini belum diketahui. bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya simtom skizofrenia. Penelitian pada beberapa dekade terakhir mengindikasikan peran patofisiologis dari area tertentu di otak; termasuk sistem limbik, korteks frontal, dan ganglia basalis. a. B.1. Hipotesa Dopamin. Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergic. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin, meningkatnya jumlah reseptor dopamin, turunnya nilai ambang atau hipersensitivitas reseptor dopamin, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

C. Faktor Genetik Penelitian yang luas tentang genetik menunjukkan bukti kuat adanya komponen genetik dalam pewarisan skizofrenia. Pewarisan predisposisi genetik pada pasien skizofrenia, telah terbukti melalui beberapa penelitian tentang keluarga dengan skizofrenia. Jika pada populasi normal prevalensi penderita skizofrenia sekitar 1%, maka pada keluarga skizofrenia prevalensi ini meningkat. Antara lain saudara kandung pasien skizofrenia (bukan kembar) prevalensinya adalah 8%. Anak dengan salah satu orang tua menderita skizofrenia memiliki prevalensi 12%. Jika kedua orang tuanya mengalami skizofrenia, prevalensi ini meningkat pesat hingga mencapai 40%. Sedangkan pada penelitian anak kembar, ditemukan bahwa pasien skizofrenia

11

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

yang kembar dua telur memiliki prevalensi 12 %, dan untuk kembar satu telur prevalensinya meningkat menjadi 47%.

D. Faktor Psikososial D1. Teori tentang individu pasien a. Teori Psikoanalitik. Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, dan merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simtom skizofrenia. Sedangkan menurut harry Stack Sullivan, gangguan skizofrenia disebabkan karena kesulitan interpersonal yang terjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik, kerusakan ego mempengaruhi interpretasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik antara ibu dan anak (bayi). Pandangan psikoanalitik juga beranggapan bahwa berbagai simtom dalam skizofrenia rnemiliki makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan subtitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya. b. Teori Psikodinamik. Pandangan psikodinamik lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stres dalam hubungan interpersonal. Simtom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respons terhadap faktor pemicu / pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simtom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku / fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan ego yang mendasar. Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa simtom-simtom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya, waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka.

11

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia. c. Teori Belajar. Menurut teori ini anak-anak yang nantinya mengalami skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir yang tidak rasional dengan mengimitasi orang tua yang juga memiliki masalah emosional yang signifikan. Hubungan interpersonal yang buruk dari pasien skizofrenia berkembang karena pada masa kanak-kanak mereka belajar dari model yang buruk,

D.2. Teori Tentang Keluarga Beberapa pasien skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami penyakit nonpsikiatrik berasal dari keluarga dengan disfungsi. Selain itu, hal yang juga relevan adalah perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stres emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain: a. Double-Bind (keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari dari orang tua berkaitan dengan perilaku, sikap, maupun perasaannya). b. Schisms and Skewed Families. Pada pola pertama, terdapat perpecahan yang jelas antara orang tua, sehingga salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga yang skewed, hubungan skewed melibatkan perebutan kekuasaan dan dominasi dari salah satu orang tua. c. Pseudomutual and Pseudohostile Families, dimana keluarga men-supress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten d. Ekspresi Emosi. Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap terlalu banyak mengkritik, kejam dan sangat ingin ikut campur urusan anak. Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia.

D.3. Teori Sosial Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini

11

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit

Penanganan (Treatment) Diperkirakan tidak lebih dari 10% pasien skizofrenia yang dapat berfungsi secara baik dengan pendekatan yang hanya menekankan pada obat antipsikotik dan perawatan rumah sakit singkat. Sedangkan 90% sisanya membutuhkan berbagai pendekatan dinamis termasuk farmakoterapi, terapi individu, terapi kelompok, terapi keluarga, dan perawatan rumah sakit dalam penanganan skizofrenia. Oleh karenanya tidak ada pendekatan tertentu yang dapat disebut sebagai pengobatan untuk skizofrenia. Semua intervensi yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan unik setiap pasien (Kaplan, Sadock, & Grebb, 1994):

A. Perawatan Rumah Sakit Perawatan di rumah sakit memiliki beberapa tujuan, yaitu menegakkan diagnostik, menstabilkan pengobatan, demi keamanan diri pasien dan orang lain (yang mungkin terancam karena perilaku penderita yang kacau dan tidak sesuai); juga dikarenakan pasien yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Pada saat perawatan di rumah sakit ini orangtua atau orang yang merawat turut dilibatkan dalam program rehabilitasi, dengan tetap memperhitungkan tingkat keparahan pasien.

B. Terapi Biologis Pada mulanya hidroterapi dan obat-obatan sedatif seperti Bromida dan Barbiturat digunakan untuk mengontrol agitasi. Pengobatan melalui terapi koma insulin mulai digunakan pada awal tahun 1930-an. Kemudian pada tahun 1935 Egas Maniz melakukan lobotomi prefrontal bagi penderita gangguan mental berat. Selanjutnya terapi kejang mulai berkembang setelah hasil observasi menunjukkan bahwa keadaan pasien mulai membaik setelah keadaan kejang berlangsung. Obat-obatan seperti Camphor dan Metrazol digunakan untuk membangkitkan kejang yang kemudian ditinggalkan setelah Ugo Cerletti dan Lucio Bini memperkenalkan ECT (Electro-Convulsive Therapy).

11

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

Pada awal tahun 1950 ditemukan Reserpine yang mempunyai efek hipertensi dan juga memiliki efek anti psikotik. Namun efek samping yang dihasilkan (depresi) membuat para klinikus lebih memilih golongan dopamine receptor antagonist (DRA). Pada tahun 1952, CPZ menunjukkan hasil yang bermakna pada pengobatan pasien gaduh gelisah dan psikotik. Kemudian ditemukan pula golongan Butyrophenones seperti haloperidol. Obat-obatan tersebut memiliki efek samping seperti gejala ekstrapiramidal. Tahun 1960 ditemukan Clozapine, obat antipsikotik yang hampir tidak memiliki efek samping ekstrapiramidal, namun menimbulkan efek samping lain yaitu agranulocytosis. Setelah tahun 1990 terapi psikofarmakologi bagi pasien skizofrenia, berkembang sangat pesat. Penemuan Risperidon (risperdal) pada tahun 1994, Olanzapine (zyrexa) pada 1996, Quaetiapine (seroquel) tahun 1997 dan Ziprasidone (zeldex) pada tahun 1998, telah memberikan alternatif lain bagi para klinikus untuk mengobati pasien skizofrenia. Secara umum obat-obatan antipsikotik dapat dikelompokkan dalam 2 golongan besar, yaitu: Kelompok yang tradisional / klasik / tipikal yaitu Dopamine Receptor Antagonist (DRA). DRA dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu high potency (misalnya CPZ) dan low potency (misalnya haloperidol) Kelompok yang non-tradisional / atipikal yaitu Serotonin Dopamine Antagonist (SDA).

C. Intervensi Psikososial Dalam melakukan intervensi psikososial perlu untuk menentukan potensi keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dari suatu pendekatan. Termasuk dalam pendekatan psikososial ini adalah terapi individu, terapi kelompok, terapi keluarga, bentuk-bentuk rehabilitasi vokasional, dll. 1. Terapi Individual. Dapat dilakukan dengan menggunakan terapi psikodinamik, atau Cognitive-Behavior Therapy (CBT). 2. Terapi Keluarga. Pada terapi ini dapat dilakukan beberapa hal, antara lain (Davison & Neale, 2001): a. Memberikan kekambuhan. b. Memberikan informasi tentang dan memonitor efek pengobatan dengan anti- psikotik. pendidikan tentang skizofrenia, termasuk simtom dan tanda-tanda

11

10

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

c. Menghindari saling menyalahkan dalam keluarga. d. Meningkatkan komunikasi dan keterampilan pemecahan masalah dalam keluarga. e. Mendorong pasien dan keluarga untuk mengembangkan kontak sosial mereka, terutama berkaitan dengan jaringan pendukung. f. Meningkatkan harapan bahwa segala sesuatu akan membaik, dan pasien mungkin tidak harus kembali ke rumah sakit. 3. Terapi Kelompok. Pada dasarnya, melalui terapi kelompok pasien skizofrenia diberi pelatihan kemampuan sosial, antara lain bagaimana memecahkan masalah sosial 4. Pelatihan Keterampilan Sosial. Terdapat 3 model soial skills training bagi penderita skizofrenia (Kaplan, Sadock, & Grebb, 1994): a. Basic social skills model b. Social problem-solving model c. Cognitive remediation d. Rehabilitasi Vokasional

Menurut Davison dan Neale (2001), terdapat beberapa catatan penting dalam penanganan pasien gangguan skizofrenia. Yaitu: Pasien maupun keluarga harus diberi informasi yang realistik dan ilmiah tentang skizofrenia (misalnya bahwa gangguan ini dapat dikontrol namun mungkin berlangsung seumur hidup). Oleh karenanya, sebagaimana gangguan medis kronis lainnya, medikasi adalah hal yang sangat penting untuk mengontrol dan memungkinkan pasien melakukan aktivitas harian. Medikasi hanyalah salah satu bagian dari pengobatan. Penanganan yang berorientasi keluarga bertujuan mengurangi stres yang dialami pasien setelah keluar dari rumah sakit, yaitu dengan cara mengurangi Ekspresi Emosi (EE) keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi sejak dini merupakan hal yang penting dan bermanfaat dalam mempengaruhi perjalanan penyakit skizofrenia selanjutnya. Sehingga pengobatan secara benar (termasuk medikasi dan terapi) dan penyediaan dukungan serta informasi bagi pasien serta keluarga dapat mencegah kekambuhan yang parah di masa mendatang.

Contoh kasus : Gatot dibawa ke RS oleh ayah dan oomnya karena sehari sebelumnya

11

11

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

mengamuk di rumah setelah mendengar bunyi petasan. Pada saat mengamuk, ia sempat melempari genteng rumah tetangga dan menghancurkan barang pecah belah yang ada di rumahnya. Gatot belum pemah dirawat di rumah sakit untuk keluhan seperti sekarang. Namun sejak tahun 3 tahun sebelumnya bicaranya mulai kacau dan sulit dipahami. Sekitar dua tahun terakhir sebenarnya ia sudah menunjukkan gejalagejala perilaku yang tidak wajar. Antara lain membawa masuk tanah ke kamarnya, menyiram kamarnya hingga becek, menyimpan barang-barang seperti rokok, selotip, gunting, dll di dalam lemari es, serta membakar peralatan rumah tangga. Selain itu tubuh Gatot menjadi lebih kurus tanpa sebab yang jelas. Sejak awal tahun lalu, Gatot sering marah dan memaki-maki, serta merasa mendengar pohon, tembok, atau rumput berbicara kepadanya. Beberapa bulan terakhir ia menunjukkan gejala susah tidur, bicara sendiri, merasa mendengar suara yang menentang atau memarahinya, serta merasa gerak-geriknya diamati oleh seseorang. Seminggu sebelum dirawat, Gatot masih mengendarai motor bersama Tuti, adiknya. Dalam perjalanan tersebut Gatot tertawa-tawa sendiri dan tidak berkonsentrasi. Hasil diagnosis dari Dokter yang merawat adalah Gatot mengalami gangguan skizofrenia tidak terorganisir (disorganized schizophrenia). (Sumber: kasus pribadi)

B. GANGGUAN PSIKOTIK LAINNYA Setelah sebelumnya membahas tentang skizofrenia, pada bagian kedua bab ini akan dibahas pula beberapa gangguan psikotik lain yang dijelaskan dalam DSM IV. Kaplan, Sadock, dan Grebb (1994) menjelaskan bahwa definisi konseptual dari gangguan psikotik, adalah pada hilangnya ikatan ego (ego boundaries) atau rusaknya kemampuan menilai realitas (reality testing) dalam taraf yang parah. Gangguan psikotik lain yang dijelaskan dalam DSM IV menekankan pada aspek-aspek berbeda dari berbagai definisi psikotik. Berikut ini adalah sedikit gambaran tentang gangguan-gangguan tersebut (disarikan dari Kaplan, Sadock, & Grebb, 1994):

1. Gangguan Skizofreniform Adalah gangguan yang sangat identik dengan gangguan skizofrenia. Perbedaannya hanya pada durasi; dimana pada skizofreniform gangguan terjadi, sekurang-kurangnya selama 1 bulan, namun tidak tidak lebih dari 6 bulan. Biasanya, pasien yang mengalami gangguan ini

11

12

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

dapat berfungsi kembali pada tingkat semula (sebelum sakit), jika gangguan dapat disembuhkan. Semakin pendek masa sakitnya, semakin baik prognosis pasien. Tidak banyak data yang diketahui tentang prevalensi, banyaknya kasus, atau rasio jenis kelamin pada gangguan ini. Namun diperkirakan gangguan ini lebih banyak terjadi pada remaja dan orang dewasa muda, dan banyak peneliti berkeyakinan jumlah penderita di Amerika Serikat kurang dari setengah pasien skizofrenia.

2. Gangguan Skizoafektif Sebagaimana tercermin dari namanya, gangguan ini memiliki ciri atau fitur gangguan skizofrenia maupun gangguan afektif. Untuk dapat menegakkan diagnosis ini, pasien harus memenuhi kriteria gangguan depresif utama atau episode manik, dan bersamaan dengan itu juga memenuhi kriteria A (fase aktif) dari gangguan skizofrenia. Persyaratan lain, halusinasi atau delusi harus berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu pada saat absennya simtom gangguan mood yang nyata. Kriteria lainnya, simtom gangguan mood juga harus muncul dalam porsi yang cukup menonjol pada periode psikotik aktif maupun residual. Prevalensinya diperkirakan kurang dari 1% populasi di Amerika Serikat; sekitar 0,5-0,8 %. Gangguan skizoafektif tipe depresif diperkirakan lebih banyak terjadi pada orang tua, sementara tipe bipolar lebih banyak terjadi pada dewasa muda. Prognosis pasien dengan gangguan ini diperkirakan lebih baik dari pasien gangguan skizofrenia, namun lebih buruk dari penderita gangguan afektif.

3. Gangguan Delusi Gangguan ini merupakan gangguan psikotik dimana dimtom yang paling menonjol adalah delusi atau waham. Gangguan delusi sebelumnya dikenal juga dengan sebutan gangguan paranoid atau paranoia. Perbedaannya dengan gangguan skizofrenia adalah pada gangguan delusi, isi wahamnya bukan yang aneh (bizarre), namun lebih pada waham yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pasien gangguan delusi juga tidak memperlihatkan simtom lain yang tampak pada pasien skizofrenia (seperti halusinasi yang nyata dan menonjol, afek data, dan simtom berupa gangguan pikiran lainnya). Gangguan delusi dapat dibagi dalam beberapa jenis:

11

13

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

a. Erotomania (pusat waham adalah bahwa pasien sangat dicintai oleh orang tertentu biasanya tokoh yang cukup terkenal seperti bintang film atau politikus). Jenis ini disebut juga sebagai psychose passionelle atau de Clerembault syndrome. b. Kebesaran, dikenal juga sebagai megalomania. Bentuk paling umum dari jenis ini adalah keyakinan hebat, namun tidak diketahui atau individu membuat penemuan baru yang bermakna bagi dunia. Waham pada gangguan jenis ini dapat memiliki isi yang sifatnya religious c. Tipe Cemburu, dikenal juga dengan sebutan conjugal paranoia atau Othello syndrome, yaitu delusi yang berkaitan dengan kesetiaan pasangan. d. Persekutori (tipe yang paling banyak terjadi); isi waham bisa sesuatu yang sangat sederhana, atau bahkan lebih teroleh, dan melibatkan satu tema atauserangkaian tema yang saling berhubungan. Misalnya adanya konspirasi untuk menjatuhkan dirinya, ada yang berniat meracuninya, dll). e. Tipe Somatik, dikenal pula sebagai monosymptomatic hypochondriacal psychosis. Perbedaan utama antara gangguan delusi tipe somatik dan hipokondriasis adalah pada derajat keyakinan (gangguan delusi lebih kuat) yang dimiliki pasien tentang gangguan yang dideritanya. f. Campuran

4. Gangguan Reaktif Singkat DSM IV menggabungkan 2 konsep diagnostik dalam gangguan psikotik singkat. Pertama, gangguan terjadi dalam waktu singkat di DSM IV (APA, 1994) disebutkan kurang dari 1 bulan, namun setidaknya 1 hari; simtom mungkin memenuhi kriteria diagnostik skizoftenia ataupun tidak. Kedua, gangguan mungkin berkembang sebagai respons terhadap stresor psikososial yang berat, atau serangkaian stresor psikososial. Beberapa hal yang dapat memberikan prognosis yang baik untuk pasien gangguan reaktif singkat ini antara lain penyesuaian diri yang baik pada masa premorbid, trait skizoid sedikit, stresor pemicu yang sangat berat, onset gejala muncul tiba-tiba, penumpulan afek hanya sedikit, durasi simtom singkat, dan tidak adanya keluarga yang mengalami skizofrenia.

5. Gangguan Psikotik Karena Kondisi Medis Umum dan Gangguan Psikotik Karena Penggunaan Zat

11

14

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

Evaluasi pasien gangguan psikotik harus memperhitungkan kemungkinan adanya simtom psikotik sebagai akibat dari kondisi medis umurn (seperti tumor otak) atau penggunaan obat tertentu seperti phencyclidine (PCP).

6. Gangguan Psikotik pada Bagian Tambahan (Appendix) DSM IV a. Gangguan depresif paskapsikotik (Postpsychotic depressive disorder of schizophrenia) b. Simple deteriorative disorder (Simple Schizophrenia)

7. Gangguan Psikotik Atipikal a. Gangguan psikotik bersama (shared psychotic disorder) biasa dikenal juga sebagai folie a deux adalah gangguan yang sangat jarang terjadi. Gangguan ini didiagnosis jika simtom psikotik pasien berkembang selama hubungan jangka panjang dengan orang lain yang memiliki simtom sama, yang terjadi sebelum munculnya simtom pada pasien gangguan psikotik bersama. Biasanya gangguan melibatkan 2 pihak, yaitu orang yang dominan (pasien utama), dan pihak yang submisif (yang mengalami gangguan psikotik bersama). Beberapa kasus menunjukkan gangguan ini melibatkan lebih dari 2 orang, bahkan satu keluarga. b. Psikosis Autoskopis, karakteristiknya adalah halusinasi visual pada seluruh atau bagian tubuh tertentu pada tubuh seseorang. Halusinasi ini yang biasa disebut phantom tidak berwarna dan transparan. c. Sindrom Capgra, yaitu sindrom yang mengandung delusi dimana orang lain biasanya yang memiliki hubungan cukup dekat, telah digantikan oleh orang lain yang persis sama dengannya (bahwa orang lain tersebut ada 2, dan orang yang dikenal digantikan oleh kembarannya). d. Sindrom Cotard, terkadang disebut gangguan delusi nihilistik, dimana pasien mengeluh kehilangan kepemilikan, status, dan kekuatan, juga jantung, darah, dan saluran makanan mereka. Dunia disekelilingnya berubah menjadi tidak berarti. e. Skizofrenia atipikal, pasien mengalami stupor atau katatonia periodik.

8. Sindrom Psikotik yang Terkait Budaya Beberapa diantaranya adalah Amok di Malaysia (kemarahan yang mendadak; seolaholah menjadi gila, dan keinginan untuk menyerang orang atau binatang yang ditemuinya) atau

11

15

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

Koro di China (delusi bahwa penis akan mengecil dan dapat menghilang masuk ke dalam perut, sehingga ia akan mati). Contoh lain adalah Piblokto pada yang ditemukan pada bangsa Skandinavia, yaitu serangan yang terjadi selama 1-2 jam, dimana orang yang mengalami serangan tiba-tiba berteriak dan mulai merobek serta menghancurkan pakaiannya. Sambil menirukan suara. binatang, ia mulai melemparkan diri salju atau berlari ke arah es, meskipun suhu udara mungkin di bawah 0 derajat. Di Indonesia sendiri fenomena semacam ini muncul pada orang yang mengalami trance (kesurupan)

9. Gangguan Psikotik NOS (Not Otherwise Specified) . Postpartum Psychosis, terjadi pada wanita yang baru saja melahirkan. Sindromnya antara lain depresi, delusi, dan munculnya pikiran untuk menyakiti bayi maupun dirinya.

11

16

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi Fillino Firmansyah, M.Psi.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana

You might also like