You are on page 1of 9

TRAUMA GINJAL Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot punggung di sebelah posterior dan oleh

organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriomya; karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal. Definisi Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam. Etiologi Cedera ginjal dapat terjadi secara: 1. Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau 2. Tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum. Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk, atau luka tembak. 1. Trauma tajam Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau pinggang merupakan 10 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia. 2. Trauma iatrogenic Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography, percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik semakin meningkat, tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .

3. Trauma tumpul Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis. Faktor-faktor Trauma Ginjal Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya trauma ginjal. 1. Ginjal yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus vertebrae, baik karena trauma langsung ataupun tidak langsung akibat deselerasi. 2. Trauma yang demikian dapat menyebabkan peningkatan tekanan subcortical dan intracaliceal yang cepat sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur. 3. Keadaan patologis dari ginjal itu sendiri. Sebagai tambahan, jika base line dari tekanan intrapelvis meningkat maka kenaikan sedikit saja dari tekanan tersebut sudah dapat menyebabkan terjadinya trauma ginjal. Hal ini menjelaskan mengapa pada pasien yang yang memiliki kelainan pada ginjalnya mudah terjadi trauma ginjal. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal. Klasifikasi Trauma Ginjal

Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan pegangan dalam terapi dan prognosis. Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi: 1. Cedera minor 2. Cedera major 3. Cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal. Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera ginjal dibagi dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan pencitraan maupun hasil eksplorasi ginjal (terlihat pada tabel 6-1 dan Gambar 6-1). Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera major (derajat III dan IV), dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal. Tabel 6-1. Penderajatan Trauma Ginjal Derajat
Derajat I Derajat II Derajat III

Jenis kerusakan Kontusio ginjal / hematoma perirenal Laserasi ginjal terbatas pada korteks trombosis arteri segmentalis Laserasi sampai mengenai sislem kalises ginjal o Avulsi pedikel ginjal,mungkin terjadi trombosis arteria renalis o Ginjal terbelah (shatered)

Derajat IV Laserasi ginjal sampai pada medulla ginjal, mungkin terdapat Derajat V Derajat V

Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle : Grade I Lesi meliputi a. Kontusi ginjal b. Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem pelviocalices c. Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang) 75 80 % dari keseluruhan trauma ginjal Grade II Lesi meliputi a. Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga terjadi extravasasi urine b. Sering terjadi hematom perinefron Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla 10 15 % dari keseluruhan trauma ginjal Grade III Lesi meliputi a. Ginjal yang hancur b. Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan trauma ginjal Grade IV Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu: a. Avulsi pada ureteropelvic junction b. Laserasi dari pelvis renal Diagnosis Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat:

1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu. 2. Hematuria 3. Fraktur kosta sebelah bawah (T8.i2) atau fraktur prosesus spinosus vertebra 4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang 5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas. Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ Iain yang menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan luas kerusakan yang terjadi. Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik ataupun mikroskopik. Pada trauma major atau ruptur pedikel seringkali pasien datang dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama makin membesar. Dalam keadan ini mungkin pasien tidak sempat menjalani pemeriksaan PIV karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik seringkali tidak membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dari ginjal cukup deras. Untuk itu harus segera dilakukan ekslorasi laparotomi untuk menghentikan perdarahan. Keluhan dan Gejala Klinis Pada trauma tumpul dapat ditemukan adanya jejas di daerah lumbal, sedangkan pada trauma tajam tampak luka. Pada palpasi didapatkan nyeri tekan daerah lumbal, ketegangan otot pinggang , sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat menyebar luas disertai tanda kehilangan darah merupakan petunjuk adanya cedera vaskuler. Nyeri abdomen umumya ditemukan di daerah pinggang atau perut bagian atas , dengan intenitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa ditemukan adanya tanda perdarahan dalam perut. Bila terjai cedera Tr. Digestivus ditemukan adanya tanda rangsang peritoneum.

Fraktur costae terbawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini ditemukan sebaiknya diperhatikan keadaan paru apakah terdapat hematothoraks atau pneumothoraks. Hematuria makroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih. Derajat hematuria tidak berbanding dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu diperhatikan bila tidak ada hematutia, kemungkinan cedera berat seperti putusnya pedikel dari ginjal atau ureter dari pelvis ginjal. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda shock.

Gambar 6-1. Klasifikasi trauma ginjal A. Kontusio ginjal terlihat kapsul ginjal masih utuh dan terdapat hematoma subkapsuler, B. Laserasi minor : terdapat robekan perankim yang terbatas pada korteks ginjal, C. Laserasi perankim sampai mengenai sistem kaliks ginjal, D. Fragmentasi ginjal (ginjal terbelah menjadi beberapa bagian), E. Ruptur pedikel ginjal. Penatalaksanaan Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus difikirkan untuk melakukan tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul, sebagian besar tidak memerlukan operasi. Lesi minor, grade 1, biasanya diobati secara konservatif. Pengobatan konservatif tersebut meliputi istirahat di tempat tidur, analgesik untuk menghilangkan nyeri, serta observasi status ginjal dengan pemeriksaan kondisi lokal, kadar hemoglobin, hematokrit serta sedimen urin.

Penanganan trauma ginjal grade 2 masih menimbulkan suatu kontroversi. Penenganan secara konservatif, seperti yang dipilih oleh kebanyakan dokter, mengandalkan kemampuan normal ginjal untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Penenganan secara operatif biasanya dilakukan apabila pasien tidak memberikan respond positif terhadap pengobatan konservatif, seperti kehilangan darah yang terus bertambah, bertambah besarnya massa pada regio flank, rasa sakit yang terus menerus dan disertai dengan adanya demam. Pengecualian dari indikasi diatas adalah oklusi pada A. Renalis ( grade 3 ). Tindakan konservatif ini dilakukan untuk menghindari dilakukannya tindakan nephrektomi. Sedangkan dokter yang memilih tindakan operatif secara dini mengemukakan bahwa finsidens terjadinya komplikasi lanjut dapat diturunkan dengan tindakan nephrektomi. Penanganan trauma ginjal unuk grade 3 dan 4 memerlukan tindakan operatif berupa laparotomi. Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah: 1. Konservatif Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, dan suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut, penurunan kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna urine pada pemeriksaan urine serial. Jika selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan atau kebocoran urine yang menimbulkan infeksi, harus segera dilakukan tindakan operasi seperti terlihat pada gambar 6-2. Observasi Didapatkan
Tanda vital Massa di pinggang Hb Urine > pekat

Suhu tubuh Massa di pinggang

Merupakan Tanda perdarahan > hebat

Merupakan Tanda dari kebocoran urine

Draunase urine segera Segera eksplorasi Untuk menghentikan perdarahan

Gambar Tatalaksana tindakan selama observasi trauma ginjal 2. Operasi Operasi ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat. Penyulit Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma major dan trauma pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan kematian. Selain itu kebocoran sistem kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi urine hingga menimbulkan urinoma, abses perirenal, urosepsis, dan kadang menimbulkan fistula renokutan. Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan penyulit berupa hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau pielonefritis kronis. Ekstravasasi ringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urine. Kateter sistostomi dipertahankan sampai
2 minggu, dan dilepas setelah diyakinkan melalui pemeriksaan uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi kontras atau tidak timbul striktura uretra. Namun jika timbul striktura uretra, dilakukan reparasi uretra atau saclue.

Tidak jarang ruptur uretra anterior disertai dengan ekstravasasi urine dan hematom yang luas sehingga diperlukan debridement dan insisi hematoma untuk mencegah infeksi. Reparasi uretra dilakukan setelah luka menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Smiths, General urology Edisi ketujuh belas, California : Mc Graw Hill Medical Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar Dasar Urologi Edisi Kedua . Jakarta : Sagung Seto Reksoprodjo, Soelarto. dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Binarupa Aksara. Sjamsuhidayat. R & Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah. edisi revisi. Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC, 1997.

You might also like