You are on page 1of 4

berbagi ilmu bersama | HUKUM AGRARIA

Copyright alief21 alif.mohammad@webmail.umm.ac.id http://alief21.student.umm.ac.id/2011/10/27/hukum-agraria/

HUKUM AGRARIA
HUKUM AGRARIA Dalam pembahasan tentang sejarah Hukum Agraria Indonesia ada dua fase penting yang harus dipertimbangkan, yaitu fase sebelum September 1960, dan fase sesudah tanggal itu. Dalam fase sebelum September 1960 Hukum Agraria Indonesia terdiri atas bagian-bagian dari Hukum Perdata Barat, Hukum Adat orang Indonesia asli, Hukum Antar Golongan dan hukum sesudah proklamasi merupakan pengaruh dari Hukum Tata Negara. Dari semua hal di atas yang paling penting dijadikan landasan Hukum Agraria Indonesia pada zaman penjajahan Belanda adalah Pasal 51 I.S. tahun 1870, juga dikenal dengan nama bahasa Belanda Agrarische Wet. Sebagai pelaksanaan daripada Agrarische Wet adalah Penyataan Domein (Domein Verklaring) yang berbunyi bahwa: "Semua tanah yang orang lain tidak dapat membuktikan, bahwa itu eigendomnya adalah tanah domein atau milik Negara." Jadi, PernyataanDomein ini mempunyai fungsi sangat penting sebagai: suatu landasan untuk pemerintah supaya dapat memberikan tanah dengan hak-hak Barat, seperti hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dan lain sebagainya. pembuktian pemilikan tanah. Kalau ada seseorang yang mengakui bahwa sebidang tanah adalah hak eigendom-nya, orang itu diwajibkan untuk membuktikan hak ini.Jadi, jelas bahwa tujuan Agrarische Wet bertentangan dengan keadaan alam kemerdekaan sekarang ini, karena Agrarische Wet itu bertujuan untuk "memberi kemungkinan pada modal besar asing agar berkembang di Indonesia". Sekarang ini Indonesia dalam keadaan merdeka maka modal asing hanya merupakan upaya dan bukan merupakan tujuan. Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 dengan sangat jelas menolak dasar -dasar pikiran pemerintah Belanda yang lebih meberikan keuntungan bagi perusahaan asing di Indonesia daripada untuk orang Indonesia pada masa penjajahan itu: "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat." Jadi, tujuan dari UUD 1945 adalah bahwa sumber daya alam atau kekayaan alam Indonesia dipergunakan untuk kemakmuran rakyat, bukan hanya untuk memberikan keuntungan bagi pemilik modal asing saja seperti pada Agrarische Wet. Hindia Belanda menjadi jajahan Belanda sejak tahun 1815 praktis kondisi hukum di Hindia Belanda khususnya hukum perdata bersifat dualistis, atau pluralistis. Di samping Hukum Adat yang merupakan Hukum Perdata untuk penduduk pribumi, penduduk Belanda (penjajah) menerapkan hukum perdata dari negara asalnya. Ketentuan Pasal 131 I.S. adalah ketentuan yang memperlakukan hukum perdata bagi golongan-golongan penduduk, dan menerapkan hukum perdata yang berbeda untuk golongan-golongan penduduk tersebut, sehingga menjadikan adanya sistem hukum yang bersifat pluralistis di dalam lapangan hukum perdata. Penerapan hukum perdata ini setelah Indonesia merdeka tetap sama, dan menurut ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menyatakan bahwa: "Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini." Berdasarkan ketentuan Pasal II A.P. UUD 1945 itu jelas bahwa berlakunya Hukum Perdata Barat ke dalam tatanan hukum Indonesia hanya bersifat sementara sampai diganti dengan yang baru oleh

page 1 / 4

berbagi ilmu bersama | HUKUM AGRARIA


Copyright alief21 alif.mohammad@webmail.umm.ac.id http://alief21.student.umm.ac.id/2011/10/27/hukum-agraria/

bangsa Indonesia sendiri, jika dinilai Hukum Perdata Barat ini bertentangan atau tidak sesuai dengan jiwa UUD 1945 dan falsafah Pancasila. Sejarah Hukum Agraria di Indonesia I.Zaman Hindia Belanda Prinsip yang dianut oleh pemerintah kolonial pada saat itu adalah untuk memperoleh hasil yang istimewa kepada pihak penjajah dan kepastian hak, akibatnya dari hal itu adalah hukum agraria yang ada menjadi begitu beraneka ragam. Pada masa itu, hukum agraria dibagi menjadi beberapa macam menurut: a. Sistem pemerintahan: - Daerah gubernemen Daerah yang diperintah langsung oleh atau atas nama pemerintah pusat. - Daerah swapraja Daerah yang tidak diperintah langsung oleh pemerintah pusat. Akibat dari adanya pemberlakuan hukum ini adalah : dikenal istilah tanah mentah di daerah swapraja dimana terhadap tanah itu, berlaku hukum adat. b. Wilayah Jawa dan Luar Jawa c. Agrarische wet Hukum ini dimaksudkan untuk menguntungkan pemerintah penjajah dengan cara mempersempit kesempatan pengusaha swasta untuk mendapat jaminan atas tanah. Kepada para pengusaha hanya diberikan hak sewa atas tanah kosong selama 20 tahun yang dikenal dengan nama hak persoonlijk. Tanah macam itu tidak dapat dijadikan jaminan hutang.Pada tahun 1860-1870 diajukan suatu rancangan undang-undang yang ketentuannya ada sebagai berikut : - Tanah negara dapat diberikan hak erfpacht paling lama 90 tahun - Persewaan tanah tidak dibenarkan - Persewaan tanah antara pribumi dan golongan lain diatur - Hak tanah adat diganti menjadi hak eigendom - Tanah komunal diganti menjadi milik Undang-undang hanya berlaku di Jawa dan Madura Undang-undang ini disetujui tetapi tidak mengabulkan permohonan tentang hak tanah adat diganti menjadi eigendom dengan S. 1870-55. d. Pernyataan tanah negara Berlaku untuk luar daerah Jawa dan Madura.Semua tanah yang tidak bisa dibuktikan sebagai tanah milik, dianggap sebagai tanah negara dalam artian dimiliki oleh negara. e. Menurut BW Dikenal beberapa istilah tanah : - Hak eigendom - Hak opstal - Hak pinjam pakai - Hak erpacht - Hak pinjam f. Menurut hukum adat Dikenal konsep hak ulayat, yaitu hak satu persekutuan dalam masyarakat hukum adat untuk mengusahakan tanah di wilayah hukum adatnya Tanah ulayat dapat menjadi hak milik jika hubungan antara anggota masyarakat hukum adat itu renggang. II. Masa Penjajahan Jepang Tidak ada suatu perbuahan yang terjadi dalam masa penjajahan Jepang karena masa penjajahan yang begitu singkat. III. Awal Kemerdekaan Ada beberapa peraturan baru untuk mengganti peraturan agraria masa kolonial, antara lain : Pengawasan terhadap penindakan atas tanah Mengutamakan hak warga negara. Penguasaan atas tanah-tanah - Pemakaian tanah perkebunan oleh rakyat Penghapusan tanah partikelir Yang dimaksud dengan tanah partikelir adalah berkenaan dengan hak pertuanan yang meliputi : 1. Hak mengangkat atau memberhentikan kepala desa 2. Hak untuk menuntut kerja paksa atau memungut uang penggantinya 3. Hak meminta pungutan 4. Hak mendirikan pasar dan meminta biaya pemakaian jalan dan penyeberangan. 5. Hak yang sederajat dengan hak pertuanan. Dasar-dasar Pembentukan UUPA Hukum Agraria yang baru harus memberi kemungkinan tercapainya penggunaan yang bermanfaat dari bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bagi kepentingan rakyat dan negara. Hukum Agraria baru ini harus juga mewujudkan penjelmaan asas Kerohanian Negara dan cita-cita Bangsa seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, serta harus merupakan perwujudan ketentuan Pasal 33 Ayat 3 UUD

page 2 / 4

berbagi ilmu bersama | HUKUM AGRARIA


Copyright alief21 alif.mohammad@webmail.umm.ac.id http://alief21.student.umm.ac.id/2011/10/27/hukum-agraria/

1945. Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 adalah UU No. 5/1960, yang dikenal dengan istilah Undang-Udang Pokok Agraria (UUPA). Penjelasan tentang sebagian Pasal-pasal dalam UUPA (UU No. 5/1960) Pasal 20-27: Hak Milik Hak Milik adalah hak yang terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang. Tetapi hak ini tidak mutlak karena tanah juga mempunyai fungsi sosial, misalnya seseorang tidak bebas memanfaatkan tanahnya jika itu mengganggu atau mencemari lingkungannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6, yang berbunyi sebagai berikut: "Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial." Pasal 6 ini sangat bertentangan dengan pemahaman orang penjajah Belanda tentang hak atas tanah, yang lebih mementingkan hak individual atas tanah. Hak Milik hanya dapat dipunyai oleh warganegara Indonesia, walaupun orang asli atau tidak asli, laki-laki atau perempuan. Badan hukum Indonesia juga boleh memiliki Hak Milik. (Badan hukum yang sebagian atau seluruhnya bermodal asing tidak boleh mempunyai hak milik atas tanah Indonesia. Hak Milik dapat dijadikan jaminan Hutang dengan dibebani hak tanggungan. Pasal 28-34: Hak Guna Usaha Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu yang tertentu guna perusahaan pertanian, perikanan atau perternakan. Hak Guna Usaha diberikan dalam waktu paling lama 25 tahun, dan untuk perusahaan tertentu yang memerlukan waktu lebih lama diberi waktu paling lama 35 tahun, dan dapat diperpanjang 25 tahun. Yang berhak memiliki Hak Guna Usaha adalah WNI, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. (Pasal 30) Hak Guna Usaha dapat dialihan kepada pihak lain jika orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Usaha tidak lagi memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 30. Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Pasal 35-40: Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu sampai 30 tahun dan dapat diperpanjang sampai 20 tahun. Seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dapat dialihan kepada pihak lain, dan hanya WNI atau badan hukum Indonesia berhak memiliki Hak Guna Bangunan, serta dapat dijadikan jaminan Hutang. Pasal 41-43: Hak Pakai Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dengan perjanjiannya dengan pemilik tanahnya. Hak ini bukan hak sewa-menyewa atau perjanjian pengolehan tanah. Yang boleh memiliki Hak Pakai adalah WNI orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Pasal 44-45: Hak Sewa untuk Bangunan Seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Perjanjian sewa yang dimaksudkan tidak boleh disertai syarat yang mengandung syarat-syarat memeraskan. Yang boleh memiliki Hak Sewa adalah WNI orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Pasal 46: Hak Membuka Tanah, Memungut Hasil Hutan Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil

page 3 / 4

berbagi ilmu bersama | HUKUM AGRARIA


Copyright alief21 alif.mohammad@webmail.umm.ac.id http://alief21.student.umm.ac.id/2011/10/27/hukum-agraria/

Hutan hanya dapat dipunyai oleh WNI dan diatur oleh peraturan pemerintah. Penggunaan Hak Memungut Hasil Hutan secara sah tidak berarti diperoleh hak milik atas tanah itu. Pasal 47: Hak Guna-air, Pemeliharaan & Penangkapan Ikan Hak guna-air adalah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalir air itu di atas tanah orang lain. Hak guna air serta pemeliharaan & penangkapan ikan diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 48: Hak Guna Ruang Angkasa Hak Guna Ruang Angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dari ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Hak Guna Ruang Angkasa diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 49: Hak-hak tanah untuk Keperluan Suci dan Sosial Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. ASAS DAN HAK DALAM HUKUM AGRARIA a) ASAS HUKUM AGRARIA Asas Nasionalitas Asas Hak Menguasai dari Negara Asas Mempunyai Fungsi Sosial Asas Berdasarkan Hukum Adat b) KONVERSI Eigendom menjadi Hak Milik gendom pemerintah asing menjadi Hak Pakai Eigendom orang asing menjadi HGU Eigendom dibebani hak erfpacht menjadi HGU hak agrarisch eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, grant Sultan, landerijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak usaha atas bekas tanah partikelir menjadi Hak Milik c) Hak Atas Tanah Hak Bersifat Tetap Hak Milik Hak Guna Bangunan Hak Guna Usaha Hak Pakai Hak Sewa Hak Membuka Tanah Hak Memungut Hasil Hutan Hak Bersifat Sementara lihat ps: 53 UUPA d) HAK ATAS AIR DAN RUANG ANGKASA Hak guna air, Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan, Hak guna ruang angkasa.

page 4 / 4

You might also like