You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN Tonsilitis adalah penyakit yang umum. Hamper semua anak mengalami setidaknya satu episode tonsillitis.

Di Amerika Serikat, antara 2,5% hingga 10,9% dari anak-anak dapat didefinisikan sebagai carier. Prevalensi rata-rata carier dari anak sekolah untuk kelo mpok A Streptococcus, penyebab dari radang amandel, adalah 15,9% dalam satu penelitian. Pada anak sekolah usia 5-18 tahun di Amerika Serikat Streptococcus beta hemmoliticus group A (SBHGA) didapatkan sebanyak 20-40%. Walaupun tonsilo faringitis akut dapat disebabkan oleh berbaga i bakteri, namun SBHGA mendapat perhatian yang lebih besar karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius, diantaranya demam rematik, penyakit jantung rematik, penyakit send i rematik, dan glo merulonefritis 1. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) ada tahun 19941996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%2. Insidensi tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang yang dilaporkan oleh Arit moyo (1978) sebanyak 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun. Sedangkan Udaya (1999) di RSUP Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 menemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh kunjungan 2 .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Tonsil Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil Tuba Eusthacius (lateral band dinding faring/ Gerlach`s tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air bone droplet), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama anak-anak3. Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:       Lateral m. konstriktor faring superior Medial - ruang oropharynx Anterior m. palatoglosus Posterior m. palatofaringeus Superior palatum mole Inferior tonsil lingual

Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsil palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan d i permukaan medial terdapat kripte. Kripta tonsil berbentuk saluran tidak sama panjang dan masuk ke bagian dalam jaringan tonsil. Umumnya berjumlah 8-20 buah dan kebanyakan terjad i penyatuan beberapa kripta. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epite l permukaan medial tonsil. Saluran kripta ke arah luar biasanya bertambah luas; hal ini
2

membuktikan asalnya dari sisa perkembangan kantong brakial II. Secara klinik kripta dapat merupakan sumber infeksi, baik lokal maupun umum karena dapat terisi sisa makanan, epite l yang terlepas, kuman. Permukaan lateral tonsil yang tersembunyi ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat disebut kapsul; walaupun para ahli anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para pakar klinik menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil 4,5.

Gambar Anatomi Tonsila Palatina4,5

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunya i cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a. palatina desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal, dan a. faringeal asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau lesser palatine artery memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring4,5.
3

Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju ke rangkaian getah bening servika l profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah m. sternokleido mastoideus. Selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktuli torasikus. Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening. Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosso faringeus (N. IX)4. Susunan kripte tubuler di bagian dalam menjadi salah satu karakteristik tonsila palatina. Tonsila palatina memiliki 10 30 kripte dan luas permukaan 300 cm . Masing-masing kripte tidak hanya bercabang tapi juga saling anastomosis. Bersama dengan variasi bentuk dan ukuran folikel limfoid menyebabkan keragaman bentuk tonsil. Kripte berisi sel degenerasi dan debris selular. Epitel kripte adalah modifikasi epitel skuamosa berstratifikasi yang menutupi bagian luar tonsil dan orofaring. Derajat retikulasi (jumlah limfosit intraepitel) epitel sangat bervariasi. Retikulasi epitel kripte berperan penting dalam inisiasi imun respon pada tonsila palatina. Pada kripte antigen lumen diambil oleh sel khusus dari retikulasi epitel skuamosa yang menyerupai membran sel intestinal peyers patches, atau yang dikenal sel M4. Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T sangat berkurang di semua kompartemen tonsil4. Struktur histologi tonsil sesuai dengan fungsinya sebagai organ imunologi. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limposit yang sudah disentisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu: 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitasi sel limfosit T dengan antigen spesifik 6. Definisi Tonsilitis Kronis Tonsillitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine, tonsil lingual ( tonsil pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlanchs tonsil ). Penyebaran infeksi melalu i udara ( air borne droplets ), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.
4
2

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan seranga n yang berulang setiap enam minggu hingga 3 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal Faktor Predisposisi Tonsilitis Kronis Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dar i rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif 3. Klasifikasi ukuran Tonsil Palatina

Gambar 2. Klasifikasi Ukuran Tonsil

Patologi Tonsil sebagai sumber infeksi (focal infection) merupakan keadaan patologis akibat inflamasi kronis dan akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi organ lain. Hal ini dapat terjadi karena kripta tonsil dapat menyimpan bakteri atau produknya yang dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya 4. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut

yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini diisi oleh detritus. Proses ini berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulka n perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula 3. Tonsila palatina yang terpapar infeksi bakteri dan virus dapat merupakan sumber autoantibodi terhadap sejumlah sistem organ sehingga tonsil memainkan peranan penting terhadap patogenitas penyakit autoimun.. Tonsilitis fokal oleh virus atau bakteri dapat menghasilkan berbagai antigen yang mirip dengan bagian lain tubuh yang dapat memacu imunitas seluler (cell-mediated) maupun imunit as humoral sehingga terjadi ko mplek imun terhadap bagian lain tubuh seperti kulit, mesangium ginjal dan mungkin sendi kostoklavikula. Struktur tonsil dengan banyak tampaknya merupakan pintu gerbang bagi antigen asing dan merangsang respon imun pada tonsil 3. Tonsilektomi sering dilakukan pada tonsilitis kronik atau rekuren karena tonsil tersebut telah dekompensata dari segi imunologis. Pemeriksaan radioautografi elektron pada limfosit tonsil 20 penderita tonsilitis kronik deko mpensata, menunjukkan di jaringan limfoid tonsil terjad i proliferasi limfosit T dan B dengan differensiasi jelek. Proses ini ditunjukkan dengan kuatnya inkorporasi 3H+-thymidine berbagai tipe limfosit yang berbeda. Tingginya inkorporasi prekursor radioaktif pada limfosit B menunjukkan terjadinya diferensiasi menetap pada populasi limfosit ini. Esensinya bahwa limfosit B menunjukkan menetapnya produksi maksimal substrat protein aktif yang memperantarai imunitas humoral pada tonsilitis kronik 3. Gejala dan tanda Gejala tonsilits kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi 1) gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2) gejala sistemis, berupa rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyer i otot dan persendian, 3) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis kronis), udem atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik dan kecil (tonsilitis fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional 7.

Terapi Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik, obat kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak memberikan hasil. Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu diberikan selama sekurangnya 10 hari. Antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila terdapat alergi penisilin dapat diberikan eritromisis atau klindamisin. Komplikasi Radang kronik tonsil dapat menimbulkan ko mplikasi ke daerah sekitarnya berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Ko mplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, utrikaria dan furunkulosis 3.

Tonsilektomi Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering dilakukan dalam sejarah operasi. Kontroversi mengenai tonsilektomi dilaporkan lebih banyak bila dibandingkan dengan prosedur operasi manapun. Konsensus umum yang beredar sekarang menyatakan bahwa tonsilektomi telah dilakukan dalam jumlah yang tidak tepat (seharusnya). Pada dekade terakhir, tonsilektomi tidak hanya dilakukan untuk tonsilitis berulang, namun juga untuk berbagai kondisi yang lebih luas termasuk kesulitan makan, kegagalan penambahan berat badan, overbite, tounge thrust, halitosis, mendengkur, gangguan bicara dan enuresis 8. Tonsilektomi merupakan terapi pembedahan berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsil (tonsila palatina) yang merupakan salah satu organ imun dari fossa tonsilaris, dimana tonsil merupakan massa jaringan berbentuk bulat kecil, terutama jaringan limfoid. The American Academy of Otolaringology Head and Neck Surgery Clinical Indicator Compendium tahun 1995 menetapkan: 1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat. 2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial
7

3. Sumbatan jalan nafas yang beupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara,dan cor pulmonale. 4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan. 5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan 6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptococcus hemolitikus. 7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan 8. Otitis media efusa/ otitis media supuratif 3.

BAB III LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien Nama Umur : An. N : 7 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan Alamat :: Dompu

II. Anamnesis Keluhan utama Nyeri menelan disertai amandel membesar Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke Poli THT RSUP NTB pada 16 April 2011 mengeluh nyeri menela n amandel terasa membesar dan kambuh-kambuhan sejak usia 3 tahun. Keluhan pasien sering kambuh dalam 6 bulan terakhir. Dalam 1 bulan terakhir dapat kambuh 3 kali. Bila kambuh terasa nyeri tenggorokan, susah menelan, disertai demam dan batuk pilek. Keluhan terasa setelah mengkonsumsi minuman dingin, makanan pedas dan berminyak. Keluhan juga dapat timbul apabila pasien merasa kelelahan. Riwayat mengorok (+). Riwayat menggosok gigi (+). Saat ini pasien tidak mengalami batuk dan pilek. Pasien juga tidak mengeluhkan demam.

Riwayat penyakit dahulu Pasien mengalami keluhan yang sama sejak usia 3 tahun. Riwayat infeksi telinga (-). Riwayat keluar cairan dari telinga (-). Pasien tidak memiliki riwayat penyakit DM, hipertensi, dan asma. Riwayat penyakit keluarga Keluarga pasien tidak memiliki keluhan seperti keluhan pasien. Adanya riwayat penyakit DM, hipertensi, dan asma pada anggota keluarga pasien disangkal. Riwayat alergi Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, minuman, atau obat-obatan Riwayat pengobatan Pasien merupakan rujukan dari RS. Do mpu dengan diagnosis Tonsilitis Kronis dan Pro. Tonsilektomi.

III. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Tanda vital a. Tekanan Darah b. Nadi c. Pernapasan d. Suhu : 110/70 mmHg : 80 x/menit : 20 x/menit : Teraba normal : baik : compos mentis

10

Status Lokalis Telinga Bagian Telinga Aurikula Deformitas Edema Hiperemis (-) (-) (-) (-) (-) (-) Telinga Kanan Tellinga Kiri

Daerah Preaurikula Hiperemis Edema Fistula Nyeri tekan tragus (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Daerah retroaurikula Hiperemis Edema Fistula Nyeri tekan (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Meatus Akustikus Eksterna Serumen Edema Hiperemis Furunkel (+) (-) (-) (-) (+) (-) (-) (-)

11

Otorea

(-)

(-)

Membran Timpani Intak Refleks cahaya Gambar : (+) (+) (+) (+)

Hidung Rinoskopi Anterior Mukosa Edema Hiperemi (-) (-) (-) (-) Cavum Nasi Dextra Cavum Nasi Sinistra

Septum Deviasi Deformitas Hematoma (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Konka Media dan Inferior Hipertrofi Edema (-) (-) (-) (-)

12

Pucat

(-)

(-)

Meatus Medius dan Inferior Sekret serous Polip (-) (-) (-) (-)

Gambar :

Tenggorokan Bagian Mukosa bukal Mukosa gusi Palatum Mole dan Palatum durum Mukosa faring Tonsil Hiperemi (-), edema (-), granula (-), ulkus (-) Hiperemi (-), Kripte melebar (+), detritus (-), granula (-). Ukuran T3-T3 Gambar Keterangan Warna merah muda, hiperemi (-), massa (-) Warna merah muda, hiperemi (-), massa (-) Hiperemi (-), edema (-), fistula (-)

13

Pembesaran KGB : (-) IV. Diagnosis Tonsilitis Kronis V. Diagnosis Banding Adeno Tonsilitis Kronis VI. Pemeriksaan Penunjang 1. Swab Tenggorokan 2. Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, BT-CT, dan Gol. Darah untuk persiapan operasi VII. Penatalaksanaan 1. Analgesic dan anti-inflamasi : Asam mefenamat 3x1 jika perlu 2. Vitamin, untuk menjaga kondisi tubuh 3. Pro Tonsilektomi VIII. KIE 1. Memberikan KIE kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien adalah peyakit tonsilitis kronis 2. Anjurkan untuk menjaga hygene mulut 3. Kumur dengan air hangat atau antiseptik

14

4. Untuk mencegah ko mplikasi lebih lanjut dan kekambuhan maka dianjurkan pada pasien untuk dilakukan Tonsilektomi

15

BAB IV PEMBAHASAN

Laporan kasus ini merupakan hasil o bservasi dan pengelolaan pada pasien dengan tonsilitis kronis yang berobat di Poli THT RSUP NTB. Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan nyeri menelan dan pembesaran amandel sejak usia 3 tahun. Keluhan pasien sering kambuh sejak 1bulan yang lalu. Keluhan pasien sering kambuh dalam 6 bulan terakhir. Dalam 1 bulan terakhir dapat kambuh 3 kali. Bila kambuh terasa nyer i tenggorokan, susah menelan, disertai demam dan batuk pilek. Keluhan terasa setelah mengkonsumsi minuman dingin, makanan pedas dan berminyak. Keluhan juga dapat timbu l apabila pasien merasa kelelahan. Riwayat mengorok (+). Riwayat menggosok gigi (+). Saat ini pasien tidak mengalami batuk dan pilek. Pasien juga tidak mengeluhkan demam. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, tidak didapatkan kelainan pada telinga kiri maupu n telinga kanan pasien, begitu pula dengan pemeriksaan rinoskopi anterior, tidak didapatkan adanya kelainan pada hidung kiri maupun kanan pasien. pada pemeriksaan tenggorok, didapatkan adanya pembesaran tonsil berukuran T3-T3, dimana tonsil memenuhi ronga orofaring sebanyak 50%-75% dari arkus anterior. Pada permukaan tonsil didapatkan ada pelebaran kripte, tidak ditemukan hiperemis pada permukaan tonsil, hal ini menandakan telah terjadi inflamasi kronis pada tonsil tersebut. Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik yang didapatkan, mendekatkan kepada diagnosis tonsilitis kronis. Dari anamnesis didapatkan kemungkinan yang menjadi fakor predisposisi terjadinya tonsilitis pada pasien ini adalah rangsangan dari jenis makanan tertentu, kelelahan fisik.

16

Pada kasus ini, diusulkan untuk tonsilektomi karena pada pasien tersebut terdapat indikasi tonsilektomi, yakni serangan tonsilitis lebih dari tiga kali dalam setahun, walaupun telah diterapi secara adekuat. Selain itu, pada pasien juga diberikan obat-pbatan simto matik untuk mengurangi keluhan yang timbul serta vitamin untuk menjaga daya tahan tubuhnya.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Shah, K. Udayan. 2009. Tonsolitis and Peritonsilar abcess. Available fro m : http://emedicine.medscape,co m/article-overview. Accessed at : April 16th 2011 2. Farokah. 2005. Laporan Penelitian : Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Sekolah dasar di Kota Semarang. Available from :

http://eprints.undip.ac.id/12393/1/2005FK3602.pdf (Diakses pada 7 April 2011) 3. Rusmardjono & Soepardi, 2007. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Hal. 223-224. Jakarta : Bala i Penerbit FKUI. 4. Amarudin,Tolkha dan Christanto, Anton. 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi. CDK THT vol. 34 no. 2/155 Tahun 2007. Hal.61-68. Available from : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_155_THT.pdf (Diakses pada 7 April 2011) 5. Ballantyne J, Groves J. Acute infection of the pharynx and tonsil. Scott Browns Otolaryngology. 5 ed. Butterworth. London, Sydney. Durban Toronto: 1987. 76 98. 6. Wanri. 2007. Tonsilektomi. Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang 2007. Available from
th

:http://klikharry.files.wordpress.com/2007/09/tonsilektomi.pdf (diakses pada 7 April 2011) 7. Mawson SR. Disease of the tonsil and adenoid. In: The Disease of the Ear, Nose and Throat. London: Butterworth 1977; 3: 123 170. 8. Hermani, Bambang. 2004. Tonsilektomi pada anak dan dewasa. Available fro m: http://buk.depkes.go.id/index.php?option=co m_docman&task=doc_download&gid=266&Ite mid=53. Accessed at April 20th 2011.

18

Anonim. 2011. Classification of Tonsil Size. Available fro m: http://www.meddean. luc.edu/Lumen/MedEd/elective/ent/lecture2/img027.JPG Amarudin,Tolkha dan Christanto, Anton. 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi. CDK THT vol. 34 no. 2/155 Tahun 2007. Hal.61-68. Available from : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_155_THT.pdf (Diakses pada 7 April 2011) Rahmawan. 2009. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada Anak. Bagian/SMF Ilmu Penyakit THT FK Unlam RSUD Ulin Banjarmasin. Available fro m:

Wanri. 2007. Tonsilektomi. Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Sriwija ya Palembang 2007. Available from : http://klikharry.files.wordpress.com/2007/09/tonsilektomi.pdf (diakses pada 7 April 2011)

19

You might also like