You are on page 1of 6

Cukup diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang

lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter dan air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu dikatakan sebagai tak-dapatcampur (karbon disulfida dan air) atau setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air (Vogel,1986). BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hukum distribusi atau partisi. Suatu zat yang dapat larut dalam dua zat pelarut yang tidak saling campur dan ketiga-tiganya ada bersama, maka zat tersebut akan terbagi kedalam dua pelaruttersebut. Pada keadaan setimbang, perbandingan fraksi mol dari zat terlarut dalam kedua pelarut berharga tetap pada temperatur tetap. Pernyataan ini dikenal dengan hukum distribusi. Hukum ini hanya berlaku bila larutannya encer dan zat terlarut mempunyai struktur molekul yang sama dalam dua pelarut(Sukardjo,1996). Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solutakan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut(Soebagio. 2002):

KD = C2/C1 atau KD = Co/Ca


Jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tak dapat saling bercampur ditambahkan zat ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga akan terdistribusi diantara ke dua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan jenuh I2 dalam CHCl3 dikocok dalam air yang tidak larut dalam CHCl3, maka I2 akan terbagi dalam air dan dalam CHCl3. Setelah tercapai kesetimbangan perbandingan konsentrasi I2 dalam air dan CHCl3 pada temperatur tetap juga tetap, kenyataan ini merupakan akibat langsung hukum termodinamika pada kesetimbangan(Basset,dkk,1994 ). Jika tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut dan keadaan yang kita punya adalah ideal, maka harga KD sama dengan D. untuk tujuan praktis sebagai ganti harga K D atau

D, lebih sering digunakan istilah persen ekstraksi (E). ini berhubungan dengan perbandingan distribusi dalam persamaan sebagai berikut(Khopkar,2008): D = (Vw/Vo E)/(100-E) , dimana Vw = volume fase air, Vo = volume fase organik Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut antaradua pelarut yang tidak saling campur, maka pada suatu temperatur yang konstanuntuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi ini tidak tergantunngpada spesi molekul yang lain. Harga angka banding berubah dengan sifat dasarpelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla,1990) Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Untuk suatu zat terlarut A yang didistribusikan antara dua fasa tidak tercampurkan a dan b, hukum distribusi (atau partisi) Nernst menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur adalah konstan(Basset,dkk, 1994). Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat campur. Pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti CHCl3, eter atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan bas a-basa yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali (Arsyad, 2001).

Pembahasan Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat organik A dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada temperatur tetap. Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana, murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat mudah, yaitu cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan konsentrasi zat terlarut tersebut.

Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil. Senyawa-senyawa organik, misalnya dalam percobaan ini digunakan asam asetat umumnya relatif lebih suka larut ke dalam pelarut-pelarut organik daripada ke dalam air, sehingga senyawasenyawa organik mudah dipisahkan dari campurannya yang mengandung air atau larutannya. Metode penentuan koefisien distribusi asam asetat dilakukan dengan penentuan konsentrasi asam asetat baik yang ada dalam fasa air maupun fasa organik. Pelarut organik yang digunakan dalam percobaan ini adalah dietil eter. Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara fasa organik dan fasa air. Prinsip pada praktikum kali ini yaitu berdasarkan pada distribusi Nernst,yaitu terlarut dengan perbandingan tertentu antara 2 pelarut yang tidak salingmelarut atau bercampur seperti eter, kloroform, karbon sulfida. Prinsip pada titrasi netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan asammaupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya, dimana kadar lalrutan basa dapat ditentukan dengan menggunakanlarutan asam.Dalam percobaan ini digunakan 4 larutan asam asetat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,5 M, 0,25M, 0,125M, dan 0,0625M. Sebanyak 20 mL asam asetat dicampur dengan 20 mL dietil eter, dan dilakukan pengocokan secara manual selama kurang lebih 15 menit. Setelah pencampuran asam asetat dengan dietil eter dalam corong pemisah, larutan menjadi berasa dingin (terjadinya penurunan temperatur larutan) dan saat pengocokan dilakukan, larutan sering menghasilkan gas dimana gas yang terbentuk itu berasal dari larutan dietil eter yang bersifat mudah menguap. Oleh sebab itu ketika pengocokan dilakukan, sesekali gas harus dikeluarkan melalui kran.Pengeluaran gas dilakukan saat gas memberikan tekanan yang kuat pada tutup corong pemisah. Jika gas tidak dikeluarkan, dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pemisah. Dalam prosedur percobaan seharusnya dilakukan pengocokan dilakukan selama 30 menit dengan menggunakan pengocok magnetik sehingga kecepatan pengocokan konstan namun prosedur tersebut tidak dapat dilakukan dengan baik karena pengocokan dilakukan secara manual sehingga kecepatan pengocokan tidak dapat berjalan dengan konstan dan hanya dilakukan selama 15 menit. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa. Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan. fasa atasdan fasa bawah. Dari kedua fsa tersebut yang diambil adalah fasa bawah karena pada fasa tersebut dicurigai terdapat asam asetat. Pada pelarut eter, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan bawah, sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut petroleum eter berada di lapisan bawah. Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat

jenis air (massa jenis air lebihbesar di banding masa jenis petroleum eter dimana massa jenis petroleum eter sebesar 0,66 sedangkan massa jenis air sebesar 0,99)Setelah proses pemisahan lapisan larutan berjalan dengan sempurna, maka lapisan air yang mengandung asam asetat dikeluarkan dan selanjutnya sebanyak 5mL larutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M Titrasi ini merupakan jenis titrasi asam basa dimana asamnya yaitu asam asetat (CH3COOH) bertindak sebagai titrat sedangkan basa yaitu NaOH bertindak sebagai titran. Dilakukan pula untuk konsentrasi 0,25M, 0,125M dan 0,0625M. Penggunaan indikator berguna untuk mendeteksi titik akhir titrasi, dimana akan terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator fenolftalein (pp). Indikator ini merupakan asam diprotik dan tidak berwarna. Saat direkasikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini menjadi ion terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah muda, pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O Dari proses titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,5 M yang diperlukan untuk menetralkan asam dalam larutan yaitu asam asetat, dimana untuk tiap konsentrasi asam asetat dilakukan pengulangan. Adapun volume NaOH yangdiperlukan untuk konsentrasi asam asetat 0,5 M adalah 4,5ml; yang 0,25 adalah 11,1ml; yang o,125 adalah 4,6ml dan dan yaang 0,0625 adalah 6,7ml. Hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa antara konsentrasia sam asetat dengan volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi memiliki hubunganyang sebanding. Walaupun ada volume yang sangat sedikit dan ada agat naik drastis, itu dikarenakan, kurangnya distribusi saat pengocokan, kemudian ada zat yang tumpah/keluar saat pengocokan, sehingga berpengaruh pada saat proses titrasi yaitu pada volumenya. Pada dasarnya, Semakin besar konsentrasi asam asetat yang digunakan, maka volume larutan NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam asetat tersebut juga akan semakin banyak. Secara teknik, faktor pengocokan sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan organik pada pelarut organik dan air yang tidak saling campur. Selain itu, temperatur juga mempengaruhi proses ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada tempertur konstan. Dari volume NaOH yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai koefisien distribusi dari percobaan yang dilakukanNilai KD untuk larutan asam asetat pada konsentrasi tiapkonsentrasi secara berurutan sebesar 0,108 M; 0,107 M; 0,107 M; dan 0,107 M. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai Kddengan perbandingan hampir sama. Hal ini hampir sesuai dengan literatur dimana semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka nilai KD yang diperoleh juga semakin tinggi. Penyebab dari ketidaksesuaian ini adalah kecepatan dari pengocokan yang tidak sama antara kedua larutan sehingga tidak terjadi pemisahan secara sempurna. .A d ap u n f u ngs i bahan dan ala t s ebagai berikut : as a m cuka (C H3COOH) berfungsi sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya. Natrium hidroksida (NaOH) berfungsi sebagai larutan standar untuk menitrasi asam cuka(titran). Indikator Phenolphtalein (pp) berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan titik akhir titrasi dan untuk akuades berfungsi sebagai pelarut. Fungsi petroleum eter adalah sebagai pelarut organik yang digunakan untuk melarutkan asam asetat.Untuk fungsi alatnya yaitu : pipet tetes berfungsi untuk mengambil indikator dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer sendiri berfungsi sebagai wadah zat yang akan

dititrasi. Statif dan klem berfungsi sebagai penyanggah berdirinya buret. Fungsi buret itu sendiri adalah sebagai wadah untuk titrannya(NaOH). Beaker glass berfungsi sebagai wadah campuran yang diaduk. Corong pisah disini berfungsi untuk memasukkan larutan standar ke dalam buret. Maupun ke dalam Erlenmeyer. Dan fungsi untuk batang pengaduk adalah alat untuk mengaduk dua zat yang dicampur agar terbentuk larutan yang homogen. Sifat fisika dari asam asetat adalah memiliki rumus molekul CH3COOH, massamolar 60.05 gr/mol, densitas dan fase 1.049 g/cm3, cairan. 1.266 g/cm3, padatan. Titik lebur 16.50C (289.6 0,5 K) (61.60F). titik lebur sebesar 118.10C (391.2 0.6 K) (244.50F). Penampilan cairan higroskopis tak berwarna. Sedangkan sifat kimianyaa dalah melarut dengan mudah dalam air, bersifat higroskopis dan korosif, asam asetat merupakan asam lemah dan monobasik. Asam asetat dapat merubah kertas lakmus biru menjadi merah. Asam asetat membebaskan CO2 d ar i k ar b o n at dan as am as et at menyerang logam yang melibatkan hidrogen. Sifat fisika untuk NaOH adalah memiliki densitas dan fase 2.100 g/cm3, cairan, memiliki titik lebur dan titik didih sebesar 3180C dan 13900C, penampilan yaitu cairan higroskopis tak berwarna. Sedangkan untuk sifat kimianya yaitu mudah menyerap gas CO2, senyawa ini sangat mudah larut dalam air, merupakan larutan basa kuat, sangat korosif terhadap jaringan tubuh dan tidak berbau. S ifat fis ika untu k in d ik ato r p p ya i tu me mil iki rumus mo lekul C 20H14O4, pena mpi lan berupa padat an K r is tal tak berw arna, me mi lik i mas s a j enis 1,227, berbentuk larutan, termasuk asam lemah dan larut dalam air. Sedangkan untuk sifat kimianya adalah trayek pH berkisar pada 8,2-10, dan merupakan indikator dalam analisis kimia, tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indikator, larut dalam 95 % etil alkohol, merupakan asam dwiprotik, tidak berwarna saat asam dan saat kondisi basa akan berwarna merah lembayung. Adapun sifat fisik dan kimia dari dietil eter yaitu memiliki rumus molekul CH3CH2-O-CH2-CH3, dengan titik didih 35 C dan konstanta dielektriknya sebesar 4.3, serta memiliki massa jenis sebesar 0.713 g/ml. Adapun faktor kesalahan dalam percobaan kali ini yaitu : K es al ah an pada s aat pengocok an, pen yebabk an ca iran ada ya n g keluar dan d is tr ib u s i terha mbat, s ehingga berpengaruh pada j umlah volume N aO H ya n g b er e ak s i Kesalahan pada saat pengenceran asam asetat, kemungkinan larutan tidak tepat pada batas tepat, -mungkin kesalahan pada mentitrasi juga.

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Diketahui kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling campur (yaitu air yang tidak bercampur dengan petroleum eter), serta telah didapat harga konstanta distribusinya yaitu sebesar 0,1073M 5.1 Saran Adapun saran saya untuk percobaan kedepannya, bisa digunakan pelarut non polar lain seperti

kloroform, etil asetat, benzene ataupun toluena, sehingga didapat hasil yang bervariasi. Atau mungkin juga bisa menggunakan pelarut non polarnya selain air, misalnya diginakan etanol atau metanol.

DAFTAR PUSTAKA Arsyad, M. N. 1997. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia. Jakarta. Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta. . 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta. Soebagio. 2000. Kimia Analitik II (JICA). Malang : Universitas Negeri Malang. Vogel. 1986. Buku Teks Analisis Secara Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.

http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927136

You might also like