You are on page 1of 2

2.1.1 Glikosida jantung Glikosida jantung meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan menurunkan konduktivitas di atrioventricular (AV) node.

Digoksin adalah glikosida jantung yang paling banyak digunakan. Glikosida jantung paling bermanfaat untuk pengobatan takikardi supraventrikel, terutama untuk mengontrol respon ventrikular pada fibrilasi atrium yang menetap. Digoksin memiliki peran yang terbatas dalam mengatasi gagal jantung kronik pada anak. Peran digoksin pada gagal jantung dapat dilihat di bagian 2.3. Pada tata laksana fibrilasi atrium, dosis penunjang glikosida jantung biasanya ditentukan berdasarkan kecepatan ventrikel pada saat istirahat yang seharusnya tidak boleh turun di bawah 60 denyut per menit kecuali dalam keadaan khusus, misalnya pada pemberian bersama beta-bloker. Pada anak-anak, dosis penunjang glikosida jantung untuk tata laksana atrial fibrilasi biasanya dapat ditentukan berdasarkan kecepatan ventrikel paling rendah yang dapat diterima pada saat istirahat. Saat ini digoksin jarang digunakan sebagai terapi pengaturan detak jantung yang harus segera dilakukan (lihat bagian 2.2 untuk obat-obat yang digunakan pada aritmia). Meskipun digoksin dapat diberikan secara intravena, munculnya respons tetap memerlukan waktu beberapa jam; gejala takikardi yang menetap bukan merupakan suatu indikasi untuk pemberian dosis melebihi yang dianjurkan. Tidak dianjurkan pemberian secara intramuskular. Pada pasien dengan gagal jantung ringan, dosis muatan (loading dose) tidak diperlukan, dan kadar digoksin dalam plasma yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu sekitar satu minggu dengan dosis sebesar 125 250 mcg dua kali sehari, yang kemudian dapat diturunkan. Digoksin mempunyai waktu paruh yang panjang dan dosis penunjang hanya perlu diberikan sehari sekali (meskipun dosis tinggi dapat diberikan dalam dosis terbagi untuk mengurangi efek mual). Digitoksin juga mempunyai waktu paruh yang panjang dan dosis penunjang hanya perlu diberikan sehari sekali atau pada hari tertentu. Fungsi ginjal pasien merupakan faktor yang paling menentukan dosis digoksin, meskipun eliminasi digitoksin bergantung pada metabolisme hati.

Efek yang tidak diinginkan bergantung pada kadar glikosida jantung dalam plasma dan bergantung juga pada sensitivitas dari sistem konduksi atau miokardium, yang sering meningkat pada penyakit jantung. Kadang-kadang sulit untuk membedakan antara efek toksik obat atau perburukan kondisi klinis karena gejalanya mirip. Selain itu, kadar plasma saja tidak dapat menandakan adanya toksisitas namun hampir dapat dipastikan terjadi peningkatan risiko toksisitas jika kadar digoksin dalam plasma mencapai 1,5-3 mcg/L. Glikosida jantung harus digunakan dengan sangat hati-hati pada lansia karena meningkatnya risiko terjadi toksisitas digitalis pada kelompok pasien tersebut. Pemantauan secara teratur kadar plasma digoksin selama terapi pemeliharaan tidak diperlukan kecuali bila diduga ada masalah. Hipokalemia dapat memicu terjadinya toksisitas digitalis. Seperti halnya pada orang dewasa, perhatian khusus harus juga diberikan pada anak-anak yang menggunakan diuretika terjadinya toksisitas digitalis. Toksisitas ini dapat diatasi dengan menghentikan penggunaan digoksin dan mengoreksi kondisi hipokalemia dengan pemberian diuretika hemat kalium atau, jika diperlukan, suplemen kalium (atau pada anak, dapat diberikan makanan yang kaya akan kalium). Manifestasi yang serius memerlukan penatalaksanaan secara cepat dari dokter spesialis. Anak-anak. Dosis berdasarkan pada berat badan; anak-anak memerlukan dosis yang relatif lebih besar dibanding dewasa. bersama dengan glikosida jantung agar terhindar dari hipokalemia. Pada anak hipokalemia juga dapat memicu

You might also like