You are on page 1of 9

TINJAUAN PUSTAKA Karkas Ayam Pedaging Ayam dibagi menjadi 2 tipe yaitu ayam petelur dan ayam pedaging.

Ayam petelur adalah ayam yang dimanfaatkan untuk diambil telurnya sedangkan ayam pedaging adalah ayam yang dimanfaatkan untuk diambil dagingnya. Salah satu jenis ayam yang sering digunakan sebagai ayam pedaging adalah jenis ayam broiler. Ayam broiler memiliki pertumbuhan yang relatif lebih cepat dibandingkan ayam lokal dan memiliki perdagingan yang baik. Daging ayam yang dijual untuk keperluan konsumsi biasanya dijual dalam bentuk karkas. Karkas ayam pedaging adalah bagian dari ayam pedaging hidup, setelah dipotong, dibului, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (Dewan Standardidasi Nasional, 1995). Nilai Gizi Daging Ayam Definisi daging menurut Badan Standardisasi Nasional (2009) merupakan otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi oleh manusia. Makanan bergizi yang dibutuhkan manusia adalah daging. Hal ini karena mutu proteinnya tinggi serta kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Protein dagingpun lebih mudah dicerna daripada nabati. Nilai gizi serta komposisi asam amino pada daging ayam dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Komposisi Gizi Daging Ayam Komposisi Protein (g) Lemak (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Air (g) Kalori (kkal) Jumlah 18,20 25,00 14,00 200,00 1,50 0,08 55,90 302,00

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1972)

Tabel 2. Komposisi Asam Amino Daging Ayam Asam Amino Arginin Cistein Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Penilalanin Treosin Triptofan Tirosin Valin
Sumber : Mountney (1983)

Jumlah (%) 6,7 1,8 2,0 4,1 6,6 7,5 1,8 4,0 4,0 0,8 2,5 6,7

Rumah Pemotongan Ayam Rumah pemotongan ayam (RPA) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong ayam bagi konsumsi masyarakat umum. Ayam hidup yang akan dipotong harus berasal dari ayam hidup yang sehat, sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Proses pemotongan ayam menurut Dewan Standardisasi Nasional (1995) tentang karkas ayam pedaging melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah persiapan tempat yang digunakan untuk pemotongan yaitu harus menggunakan tempat yang bersih serta air yang digunakan adalah air yang berasal dari sumber berkualitas baik. Tahapan selanjutnya adalah pemotongan ayam. Pemotongan ayam dilakukan dengan memotong arteri karotis, vena jugularis, tenggorokan, dan esophagus (Regenstein et al., 2003). Teknik pemotongan ayam dibagi menjadi 2 yaitu secara langsung dan tidak langsung. Teknik pemotongan secara langsung yaitu setelah ayam dinyatakan sehat maka ayam langsung dipotong. Teknik pemotongan secara tidak langsung yaitu dengan melakukan pemingsanan 4

terhadap ternak yang akan dipotong (Abubakar, 2003). Teknik pemotongan secara langsung dan tidak langsung dapat dilihat pada Gambar 1.

(a)

(b)

(c)

Gambar 1. Teknik Pemotongan Ayam. (a) Pemotongan secara langsung dengan dimasukkan ke dalam corong, dan (b) Pemotongan secara tidak langsung : pemingsanan dengan electrical stunning box secara manual, (c) pemingsanan dengan waterbath (FAO, 2001). Teknik dengan penggunaan corong dimaksudkan untuk mengurangi memar, patah dan perubahan warna pada sayap yang dikarenakan berkurangnya benturan setelah ayam dipotong (Gambar a). Teknik dengan menggunakan corong ini biasanya digunakan oleh tempat pemotongan dengan skala kecil. Tipe pemotongan dengan cara kaki digantung dilakukan agar pengeluaran darah lebih cepat dan darah banyak keluar. Gambar b menunjukkan pemotongan secara tidak langsung yaitu menggunakan electrical stunning box secara manual. Pemotongan dengan menggunakan waterbath yang telah dialiri listrik dengan tegangan rendah. Pengeluaran darah (bleeding) setelah ayam dipotong harus tuntas sehingga ayam benar-benar mati dan kemudian ayam yang telah mati tersebut dimasukkan ke dalam air panas dengan temperatur 52-60oC selama 3-5 menit. Pencabutan bulu dilakukan setelah dilakukan pencelupan ke dalam air panas dan setelah bulu tercabut seluruhnya kemudian ayam tersebut dicuci dan didinginkan dengan temperatur 0-5oC (Dewan Standardisasi Nasional, 1995). Mutu Daging Ayam Karakteristik fisik daging merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menentukan mutu daging. Apabila mutu tersebut diabaikan maka akan menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan dan dapat menjadi dasar 5

dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi (Herawati, 2008) Tingkatan mutu karkas ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persyaratan Tingkatan Mutu Berdasarkan SNI 01-3924-2009 No 1 Faktor Mutu Konformasi - Sempurna Tingkatan Mutu Mutu I Mutu II - Ada sedikit kelainan pada bagian tulang dada atau paha 2 3 4 Perdagingan - Tebal Perlemakan - Banyak Keutuhan - Utuh - Tulang utuh, kulit sobek sedikit, tetapi - Tulang ada yang patah, ujung sayap ter- Banyak - Sedikit - Sedang Mutu III - Ada kelainan pada bagian tulang dada dan paha - Tipis

tidak pada bagian dada lepas.Ada kulityang sobek dibagian dada 5 Perubahan Warna - Bebas dari memar dan atau Freeze Burn 6 Kebersihan - Bebas dari bulu tunas (pin feather)
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2009)

- Ada memar sedikit teta-- Ada memar sedikit pi tidak pada bagian da- tetapi tidak ada da dan tidak Freeze Burn - Ada bulu tunas sedikit - Ada bulu tunas yang menyebar, tetapi tidak pada bagian dada Freeze Burn

Mikrobiologi Daging Ayam Awal kontaminasi pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran darah pada saat penyembelihan, jika alat-alat yang digunakan untuk pengeluaran tidak steril. Pisau, sarung tangan, alat potong, alat cacah, talenan, timbangan bahkan penjualnya juga merupakan sumber mikroorganisme kontaminan

(Frazier dan Westhoff, 1988). Kontaminasi selanjutnya dapat terjadi melalui permukaan daging selama operasi persiapan daging, yaitu proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan karkas atau daging, pembuatan daging proses preservasi, pengepakan, penyimpanan dan distribusi. Pencemaran mikroorganisme terhadap daging dapat terjadi sebelum pemotongan (pencemaran primer) dan setelah pemotongan (pencemaran sekunder). Pencemaran primer dapat dihindari dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mengurangi kepadatan ternak pada suatu peternakan dan pada saat pengangkutan. Hal ini dikarenakan dapat mengakibatkan penyebaran penyakit antar ternak. Pencemaran sekunder dapat terjadi selama beberapa tahapan yaitu selama pengolahan, penjualan dan persiapan oleh konsumen (Buckle et al., 1987). Transportasi merupakan salah satu faktor penting dalam rantai penyediaan bahan pangan asal ternak, baik transportasi dari peternakan ke tempat pemotongan maupun dari rumah pemotongan ke distributor dan industri, maupun dari distributor ke pengecer atau konsumen. Produk peternakan semisal daging merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba patogen maupun nonpatogen, sehingga diperlukan fasilitas pendingin pada saat transportasi. Transportasi dan penyimpanan daging tanpa pendingin dapat menyebabkan mikroba berkembang biak dengan cepat sehingga jumlahnya mencapai tingkat yang berbahaya bagi kesehatan manusia (Murdiati, 2006). Segala sesuatu yang dapat berkontak dengan daging secara langsung atau tidak langsung, dapat merupakan sumber kontaminan. Kontaminasi ini dapat diatasi atau dikurangi dengan melakukan penanganan yang higienis dengan sistem sanitasi yang sebaik-baiknya. Besarnya kontaminasi mikroorganisme pada daging akan menentukan kualitas dan masa simpan daging proses (Soeparno, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging ada dua macam, yaitu (a). Faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat; (b). Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau kondisi daging (Fardiaz, 1992). Pengukuran secara tepat jumlah mikroorganisme dalam daging ayam tersebut merupakan dasar yang penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan agar mikroorganisme yang dapat tumbuh pada daging ayam tidak

melebihi batas maksimum cemaran mikroba. Batas maksimum cemaran mikroba daging ayam segar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Ayam No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis Cemaran Mikroba Total Mikroba (Total Plate Count) Coliform Staphylococcus aureus Salmonella sp. Escherichia coli Campylobacter sp. Satuan CFU/g CFU/g CFU/g Per 25 g CFU/g Per 25 g Persyaratan Maksimum 1 x 106 Maksimum 1 x 102 Maksimum 1 x 102 Negatif Maksimum 1 x 101 Negatif

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2009)

Total Mikroba. Total mikroba atau total plate count (TPC) berdasarkan SNI 012897-2008 merupakan suatu cara perhitungan total mikroba yang terdapat dalam suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu dan waktu inkubasi yang ditetapkan. Mikroba yang tumbuh dalam media agar tersebut dihitung koloninya tanpa menggunakan mikroskop. Hasil pengujiannya dinyatakan dengan CFU (Colony Forming Unit) per ml. Bahan pangan seperti daging ayam dapat bertindak sebagai substrat untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan spesies mikroba patogen yang dapat menyebabkan penyakit bagi manusia yang memakannya. Penyakit yang

ditimbulkannya terbagi menjadi dua kelompok yaitu infeksi dan intoksikasi (keracunan). Infeksi merupakan tertelannya mikroba dan mikroba tersebut berkembang biak dalam alat pencernaan. Gejala-gejala yang timbul ditandai dengan sakit perut, pusing, muntah dan diare (Buckle et al., 1987). Sekitar 70% penyakit diare dianggap disebabkan oleh makanan yang mengandung penyakit (Winarno 2004). Kelompok kedua adalah intoksikasi (keracunan). Intoksikasi merupakan tertelannya racun yang dihasilkan terlebih dahulu oleh pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan. Data statistik di Inggris, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan bahwa kira-kira 70% dari wabah keracunan karena bahan pangan dihubungkan dengan konsumsi produk daging dan ayam (Buckle et al., 1987).

Coliform. Coliform merupakan bakteri gram negatif yang tidak membentuk spora. Beberapa spesies mikroorganisme ini dapat tumbuh pada temperatur tinggi (44,5 oC) sedangkan spesies lainnya tumbuh pada suhu 4-5oC. Coliform biasanya terdapat pada makanan mentah dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Kontaminasi bakteri ini pada tumbuhan diketahui karena terkontaminasi dari tanah (Ray and Arun, 2008). Kontaminasi Coliform dapat berasal dari kontaminasi fekal lingkungan rumah potong hewan yang berkaitan dengan pengeluaran isi usus serta pencemaran dari rumah potong hewan. Sekalipun dalam lingkungan rumah potong yang baik, kontaminasi dengan bakteri Coliform tidak dapat dihindarkan karena penggunaan air yang telah terkontaminasi. Jumlah cemaran Coliform yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pencernaan (Setiowati dan Mardiastuti, 2009). Proses eviserasi (pengeluaran jeroan) dapat meningkatkan mikroba kontaminasi fekal. Penurunan kontaminasi tersebut dapat dilakukan dengan penerapan higiene dalam alur proses pada penanganan karkas (Yashoda et al., 2001). Escherichia coli. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang tidak membentuk spora. Bakteri ini hidup secara fakultatif anaerob dan hidup di dalam usus manusia dan hewan berdarah panas lainnya (Ray and Arun, 2008). Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini bersumber dari makanan dan air minum yang terkontaminasi tinja (faecal contamination). Salmonella sp. Salmonella sp. merupakan bakteri gram negatif, motil, tidak berspora dan hidup secara fakultatif anaerob. Mikroorganisme ini bersifat mesofil dengan perumbuhan optimum pada temperatur 35-37oC (Ray and Arun, 2008). Penularan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri ini adalah dengan termakannya mikroorganisme yang terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan yang terinfeksi. Sampel daging ayam banyak tercemar bakteri Salmonella dari pasar tradisional. Hal ini dikarenakan kondisi pasar tradisional yang kebersihannya tidak terjaga. Hasil pengujian bakteri Salmonella pada daging ayam tahun 2011 menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 10,06% sampel dari pasar tradisional dan 3,1% sampel dari swalayan di DKI Jakarta tercemar bakteri Salmonella (Setiowati et al.,2011)

Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk coccus (seperti kumpulan buah anggur). Bakteri ini dapat hidup secara fakultatif anaerob serta tumbuh dengan cepat pada kondisi aerob. Suhu pertumbuhan bakteri ini adalah 7-48oC (Ray and Arun, 2008). Cara penularan penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini adalah memakan makanan yang mengandung toksin (intoksikasi). Toksin tersebut relatif stabil terhadap panas yaitu pada suhu 60oC selama 16 jam. Salah satu bakteri yang mencemari daging ayam adalah Staphylococcus aureus. Beberapa peristiwa dari keracunan pangan yang tercemar oleh Staphylococcus aureus diakibatkan oleh higiene yang buruk dari pengelola bahan pangan. Secara ekologis, Staphylococcus aureus erat sekali hubungannya dengan menusia terutama pada bagian kulit, hidung dan tenggorokan. Dengan demikian, makanan kebanyakan tercemar melalui pengelolaan oleh manusia (Buckle et al., 1987). Jumlah S. aureus pada kasus-kasus keracunan makanan biasanya mencapai 108 CFU/g atau lebih (Harmayani et al., 1996). Campylobacter sp. Campylobacter sp. merupakan bakteri gram negatif, motil dan tidak membentuk spora. Bakteri ini tumbuh pada kadar oksigen rendah serta tumbuh pada temperatur 32-45oC dan optimum pada 42 oC. Bakteri ini sensitif terhadap panas, penggaraman, pH rendah dan kering. Mikroorganisme ini tahan pada suhu dingin dan beku (Ray and Arun, 2008). Penularan bakteri ini disebabkan oleh makanan yang menjadi sumber utama yaitu susu dan daging unggas mentah atau kurang matang. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Campylobacter sp dikenal dengan nama campylobacteriosis. Penyakit tersebut ditandai dengan diare yang hebat disertai demam, kurang nafsu makan, muntah, dan leukositosis. Sekitar 70% kasus campylobacteriosis pada manusia disebabkan oleh cemaran C. jejuni pada karkas ayam (Djafaar dan Rahayu, 2007). Salah satu persyaratan kualitas produk unggas adalah bebas mikroba pathogen seperti Salmonella sp., Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Campylobacter sp. Bangsa ayam adalah satu-satunya binatang terbesar yang merupakan tempat persinggahan Salmonella, dimana rata-rata setengah dari Salmonella penyebab terjadinya gangguan pada pencernaan manusia berasal dari ayam dan produk dari ayam (Saksono dan Isroin, 1986). Mutu mikrobiologis pada produk pangan ditentukan oleh jumlah mikroorganisme yang terdapat pada bahan 10

pangan, seperti pada daging ayam. Keamanan produk pangan dapat dikatakan aman jika produk tersebut bebas dari mikroba pathogen (Mead, 2004). Sanitasi Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Secara luas, ilmu sanitasi merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan membantu memperbaiki, mempertahankan, atau mengendalikan kesehatan yang baik pada manusia (Purnawijayanti, 2001). Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan pasal 6 menyatakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib ; 1) memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia, 2) menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala, dan 3) menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi. Beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan sanitasi lingkungan, yaitu delapan kunci kondisi sanitasi menurut Food and Drug Administration (FDA) USA (1995). Delapan kunci sanitasi tersebut antara lain : a) Keamanan air

b) Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan c) Pencegahan kontaminasi silang

d) Kebersihan karyawan (fasilitas sanitasi) e) f) Perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran (adulteran) Pelabelan, penggunaan bahan toksin dan penyimpanan yang tepat

g) Kesehatan karyawan h) Pengendalian hama (Pest Control) Penerapan sanitasi diharapkan menjadi jaminan bahwa daging menjadi aman dan layak untuk dikonsumsi. Jaminan keamanan pangan asal ternak dari kandang hingga ke piring konsumen merupakan tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam rantai pangan, mulai dari peternak hingga konsumen yang mempersiapkan makanan di meja, termasuk pemerintah yang mempunyai wewenang dalam penetapan perundang-undangan (Murdiati, 2006). 11

You might also like