You are on page 1of 19

Benign Prostate Hyperplasia

BAB I STATUS PASIEN


I. IDENTITAS Nama Usia Alamat Ruang rawat Tanggal masuk RS Tanggal pemeriksaan : Tn. M. Yasin : 60 tahun : Jl. Kramat IV, Jakarta Timur : Teratai 1 : 1 Juli 2013 : 3 Juli 2013

II. ANAMNESIS Keluhan Utama: tidak bisa buang air kecil 1 hari SMRS Keluhan Tambahan: nyeri pada daerah bawah perut

Riwayat Penyakit Sekarang: Satu hari SMRS, pasien mengeluh tidak bisa buang air kecil. Tidak bisa buang air kecil ini sifatnya mendadak dan belum pernah dialami pasien sebelumnya. Pasien juga merasakan nyeri pada daerah bawah perut karena pasien tidak bisa buang air kecil. Nyeri dirasakan pada daerah situ saja dan tidak menjalar. Pasien tidak mempunyai riwayat luka pada daerah pinggang sampai kemaluan, dan pasien tidak pernah menjalani operasi apapun sebeumnya. 2 bulan SMRS pasien mempunyai kebiasaan mengejan saat harus buang air kecil. Hal ini dirasakan cukup sering dialami pasien namun pasien tidak berobat. Pasien juga merasakan adanya rasa ingin bolak-balik ingin bak padahal 5 menit lalu pasien baru saja bak. Pada saat bak, pancaran air seni pasien melemah dan terkadang berhenti sehingga pasien harus mengedan lagi agar air seni kembali keluar. Terkadang pasien merasa air seni yang masih tersisa dan tidak dapat dikeluarkan lagi oleh pasien Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat alergi disangkal Riwayat diabetes disangkal Riwayat trauma didaerah pinggang-kemaluan disangkal Riwayat operasi sebelumnya disangkal Riwayat hipertensi tidak diketahui

Page 1

Benign Prostate Hyperplasia


III. PEMERIKSAAN FISIK Tanggal 01/07/2013 Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tanda-tanda vital o Laju nadi o Laju napas o Suhu Kepala dan wajah Mata Leher Toraks Paru : I : gerakan napas tampak simetris P : gerakan napas teraba simetris P : sonor pada kedua lapang paru A : bunyi napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/ Jantung : I : Iktus kordis tidak terlihat P : iktus kordis teraba di ICS IV linea midclavicularis sinsitra P : kardiomegali (-) A : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-) Abdomen : I : tampak datar P : supel, nyeri tekan (-) P: timpani pada seluruh kuadran abdomen A: Bising usus (+) 5x/ menit : Tampak tenang : Compos Mentis :

o Tekanan darah : 150/90 mmHg : 80 x/ menit : 24 x/ menit : 36,7OC : normocephaly, deformitas (-) : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/: Pembesaran KGB (-)

Status Urologis Regio Flank : Inspeksi : massa (-), hiperemis (-), edema (-) Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri ketok cva (-)

Regio Suprasimpisis : Inspeksi : massa (+), distensi (-)

Page 2

Benign Prostate Hyperplasia


Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)

Regio genitalia eskterna : Inspeksi : Pasien sudah disunat, sekret (-), massa (-), edema (-), hiperemis (-) Palpasi : Kedua testis ada

Pemeriksaan Rektal Touche : Pada inspeksi perianal tidak didapatkan tanda edem, hiperemis, laserasi, atau massa. Pada pemeriksaan dalam : tonus sfingter ani baik, sulkus medianus tidak teraba, lobus dekstra lebih besar > lobus sinistra dengan permukaan kenyal, rata, dan licin, nyeri (-). Pada saat pemeriksaan selesai : bercak darah (-), lendir (-), feces (-), pada sarung tangan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (1 Juli 2013) Jenis pemeriksaan Hemoglobin Hematokrit Jumlah leukosit Jumlah trombosit Urine Sedimen Leukosit Eritrosit Sel epitel Silinder 21-25 2-4 + /LPB /LPB U/L /LPK Hasil 14,7 43 14.100 142.000 Satuan g/dL % /uL /uL Nilai Rujukan 13-16 40-48 5.000-10.000 150.000-400.000

2 Juli 2013 Jenis pemeriksaan SGOT Hasil 18,0 Satuan U/L Nilai Rujukan <37

Page 3

Benign Prostate Hyperplasia


SGPT Kolestrol Total Trigliserida Ginjal Fungsi Test Ureum Kreatinin Asam Urat Gula Darah Sewaktu Elektrolit Natrium Kalium Chlorida Urine Lengkap Warna Kejernihan Reaksi/pH Berat Jenis Protein Bilirubin Glukosa Keton Darah/Hb Kuning Keruh 5.5 1.025 ++ +++ 5 8.5 1.000 1.030 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 137 3.5 106 135 - 145 3.8 5.0 98 - 106 55 0.9 5.3 157 mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL 10 - 50 0.5 1.5 3.4 7.0 <200 7,1 142 85 U/L mg/dL mg/dL <40 <200 <200

Page 4

Benign Prostate Hyperplasia


Nitrit Urobilinogen Leukosit Sedimen Leukosit Eritrosit Sel Epitel Silinder Kristal 23-25 Banyak + /LPK /LPB /LPB 0.1 ++ Negatif 0.1 1.0 IU Negatif

Page 5

Benign Prostate Hyperplasia

Hasil USG 2 Juli 2013 : Liver :Ukuran Normal, intensitas echoparenkim normal homogen, tepi rata, sudut tajam, VP/VH normal, SOL (-), asites (-), effusi (-) Gall Bladder :Normal, tidak tampak penebalan dinding, batu (-) Pancreas Lien Ren D : Ukuran normal, parenkim baik, tak tampak dilatasi ductus, SOL (-) : Ukuran normal, parenkim baik, SOL (-), V. Lienalis Normal : ukuran normal, korteks normal, batas medulla cortex jelas, batu (-), tanda bendungan (-) Ren S : ukuran normal, korteks normal, batas medulla cortex jelas, batu (-), tanda bendungan (-) Buli-buli Prostat Kesan : ukuran normal, tidak tampak penebalan mukosa, batu (-) :Ukuran membesar 4,73 x 3,96 x 4,37 cm :Hipertrofi Prostat Grade III-IV

V. DIAGNOSIS Laki-laki 60 tahun dengan retensi urine e.c hiperplasia prostate VI. TATALAKSANA Pro bedah (Pembedahan Endourologi-TURP)

BAB II DASAR TEORI


I. DEFINISI Kelenjar adalah organ yang salah genitali terletak prostat satu pria di

sebelah inferior bulibuli dan melingkari urtera Bentuknya posterior. sebesar

Page 6

Benign Prostate Hyperplasia


buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa + 20 gram. Prostat dibagi dalam beberapa zona yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra.

II.

ETIOLOGI

Hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, namun ada beberapa hipotesis seperti teori dihidrotestosteron, ketidak-seimbangan estrogentestosteron, interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, berukruangnya kematian sel (apoptosis), dan teori stem sel. A. Teori dihidrotestosteron (DHT) DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentk dari testosteron dalam sel prostat oleh enzim 5 alfareduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada beberapa penelitian kadar DHT normal dan BPH tidak berbeda jauh, namun aktivitias enzim 5 alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH sehingga lebih sensitif terhadap DHT. B. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron Pada usia semakin tua, kadar testosteron semakin menurun dan estrogen tetap. Diketahui bahwa estrogen di prostat merangsang proliferasi kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitsa sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasilnya adalah walaupun rangsangan terbentuk sel-sel baru berkurang, namun sel-sel prostat yang ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar C. Interaksi stroma-epitel Cunnha membuktikan bahwa differensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

Page 7

Benign Prostate Hyperplasia


D. Berkurangnya kematian sel prostat Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis E. Teori sel stem Didalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel setem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel

III. PATOFISIOLOGI Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikelm sehingga untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofir otot detrusor,

Page 8

Benign Prostate Hyperplasia


trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan dibertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS). Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada muara ureter. Tekanan muara ureter dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan gagal ginjal. Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Jika pada prostat normal rasio stroma : epitel = 2 : 1; maka BPH meingkat 4 : 1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat bila dibandingkan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.

IV. DIAGNOSIS A. Gambaran klinis Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)

Terdiri atas voiding, storage, dan pasca miksi. Untuk menilai tingkat keparahan pada saluran kemih sebelah bawah, dibuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat yaitu ringan (0-7), sedang (8-19), dan berat (20-35). Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan sehingga jatuh pada fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut. Keluhan pada saluran kemih

bagian atas Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas adalah nyeri pinggnag, benjolan di

Page 9

Benign Prostate Hyperplasia


pinggang (tanda hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. Gejala di luar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid, karena pasien sering mengejan saat miksi sehingga tekanan intrabdominal meningkat. Kriteria pembesaran prostat : 1. Rectal grading (berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum) Derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum Derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum Derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum Derajat 4 : penonjolan >3cm ke dalam rektum 2. Berdasarkan jumlah residual urine : Derajat 1 : <50 ml Derajat 2 : 50 100 ml Derajat 3 : >100 ml Derajat 4 : retensi urin total 3. Intravesika grading Derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet Derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter Derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter Derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter 4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis (uretroskopi) Derajat 1 : kissing 1 cm Derajat 2 : kissing 2 cm Derajat 3 : kissing 3 cm Derajat 4 : kissing >3cm B. Laboratorium Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi. Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas,

Page 10

Benign Prostate Hyperplasia


sedangkan gula darah untuk mencari penyakit DM yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neuorogenik). Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor prostate specific atingen (PSA). C. Pencitraan Pemeriksan USG dapat dilakukan melalui trans abdominal ultrasonography (TAUS), dan trans uretral ultrasonography (TRUS). Dari TAUS didapatkan informasi mengenai perkiraan volume (besar) prostat, panjang protrusi prostat ke buli-buli atau intra prostatic protrusion (IPP), dan mungkin didapatkan kelainan pada buli-buli (massa, batu, atau bekuan darah), menghitung sisa (residu) urine pasca miksi, dan hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat. Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya fokus keganasan prostat berupa area hipoekoik dan keumidan sebagai penunjuk dalam melakukan biopsi prostat. IPP dilakukan dari ujung tonjulan (protrusi prostat) di dalam buli-buli hingga dasar (basis) sirkumferensi buli-buli. Derajat < 1,5 mm; derajat 2 > 5 10 mm, derajat 3 > 10 mm. Besarnya IPP berhubungan dengan derajat obstruksi pada leher buli-buli, jumlah urine pasca miksi, dan volume prostat. Jika pasien derajat IPP rendah, tidak menunjukkan urine residu yang bermakna (<100 mL), dan tidak menunjukkan keluhan yang nyata, tidak memerluka terapi atau pembedahan. Jika IPP derajat tinggi, urine sisa >100 mL, dengan keluhan yang bermakna maka pasien membutuhkan terapi agresif.

D. Pemeriksaan lain Residual urine yang merupakan jumlah sisa urine setelah miksi dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan USG setelah miksi. Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung dengan sederhana yaitu menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang menyajikan grafik pancaran urine. Dari uroflowmetri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang

Page 11

Benign Prostate Hyperplasia


dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum pancaran, dan voume urine yang dikemihkan.

V.

TERAPI Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapat terapi apapun. Namun diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah : Memperbaiki keluhan miksi Meningkatkan kualitas hidup Mengurangi obstruksi infravesika Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal Mengurangi volume residu urine setelah miksi Mencegah progresifitas penyakit

Hal ini dapat dilakukan dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

A. Watchful waiting Pilihan ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat), batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, serta jangan menahan kencing terlalu lama. B. Medikamentosa
Page 12

Benign Prostate Hyperplasia


Tujuan terapi ini adalah untuk : Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika (adrenergik alfa blocker) Pada obat penghambat alfa dapat pancaran

adrenergik (fenoksibenzamin), memperbaiki laju

miksi dan mengurangi keluhan miksi namun menimbulkan seperti

komplikasi

sistemik

hipotensi postural dan kelainan kardiovaskular lain. Lalu ditemukan obat penghambat adrenergik alfa 1 yang dapat mengurangi penyulit sistemik seperti terazosin, afluzosin, dan doksazosin. Akhir-akhir ini ditemukan golongan penghambat adrenergik alfa 1A yaitu tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menunrukan hormon testosteron/DHT melalui 5 alfa reduktase inhibitor. Obat ini bekerja untuk menghambat pembentukan DHT dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5 alfa-reduktase dalam sel prostat. Menurunnya DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel prostat menurun. Dilaporkan pemberian obat finasteride 5 mg 1 x 1 setelah 6 bulan dapat menyebabkan penurunan prostat hingga 28%. C. Pembedahan Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi. Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang : Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa Mengalami retensi urine Infeksi saluran kemih berulang

Page 13

Benign Prostate Hyperplasia


Hematuria Gagal ginjal Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah Pembedahan terbuka Beberapa macam teknik operasi prostatektomi

terbuka adalah metode dari Millin, yaitu

melakukan

enukleasi

kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika. melalui Feyer pendekatan

suprapubik transvesika atau transperineal. terbuka

Prostatektomi

adalah tindakan yang paling tua, paling

invasif, paling efisien sebagai terapi BPH.

Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi adalah inkontinensia urine (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%), dan kontraktur leher buli-buli (3-5%). Dibandingkan dengan TURP dan BNI, penyulit yang terjadi berupa striktura uretra dan ejakulasi retrogrard lebih banyak dijumpa pada prostatektomi terbuka. Perbaikan gejala klinis 85100% dan angka mortalitas 2 %. Pembedahan Endourologi Saat ini TURP merupakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Operasi ini disenangi karena tidak diperlukan insisi pada kulit perut, massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan tidakan operasi terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan tenaga elektrik TURP (Transurethral

Page 14

Benign Prostate Hyperplasia


Resection of the Prostate) atau memakai laser. Operasi terhadap prostat berupa reseksi (TURP), insisi (TUIP), atau evaporasi. Pada TURP, kelenjar prostat dipotong menjadi bagian kecil dan jaringan prostat dinamakan cip prostate. Selanjutnya cip prostat dikeluarkan dari buli-buli melalui evakuator Ellik. TURP Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan

mempergunakan cairan irigan agar daerah yang direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai adalah sterile water. Salah satu kerugian aquadest adalah sifatnya hipotonik sehingga dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan hiponatremia relatif atau dikelan dengan sindroma TURP. Sindoma ini ditandai dengan pasien gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah mningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak diatasi, pasien mengalami edema otak yang akhirnya jatuh ke dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas TURP sebsar 0,99%. Untuk mengurangi angka sindroma TURP, operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi >1 jam. Disamping itu, beberapa operator memasang sistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sirkluasi sistemik. Penggunaaan cairan non ionik selain H2O yaitu glisin dapat mengurangi resiko hiponatremia, tetapi karena harganya cukup mahal beberapa klinik tetap menggunakan aquadest.
Page 15

Benign Prostate Hyperplasia


Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius, dan pada pasien yang umurnya masih muda hanya diperlukan insisi kelenjar prostat atau TUIP (transurethral incision of the prostate) atau insisi leher buli-buli atau BNI (bladder neck incision). Sebelum melakukan tindakan ini, harus disingkirkan kemungkinan karsinoma prostat dengan melakukan colok dubur, USG transrektal, dan pengukuran PSA. Elektrovaporasi prostat Cara elektrovaporasi prostat sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat sehingga mampu membuat vaporisisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banya menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa mondok di rumah sakit yang singkat. Namun teknnik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan operasi yang lama Laser prostatektomi Energi laser mulai dipakai terapi BPH sejak tahun 1986. Terdapat 4 jenis yang dipakai yaitu : Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre, atau intersitial fibre. Kelenjar prostat pada suhu 60-65 C akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100 C mengalami vaporasi. Kelebihan teknik ini adalah sedikit

menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang lebih sama. Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi, sering meniumbulkan disuria pasca bedah yang sampai + 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Teknik ini dianjurkan pada pasien dengan terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin dilakukan TURP karena kesehatannya. Tindakan invasif minimal Termoterapi

Page 16

Benign Prostate Hyperplasia


Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan didalam urethra. Dengan pemanasan >44 C menyebabkan destruksi jaringan pada zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Prosedur ini dapat dikerjakan secara poliklinis tanpa pembiusan. Energi panas bersamaan dengan gelombang mikro dipancarkan melalui kateter yang terpasang di dalam uretra. Besar dan arah pancaran energi diatur melalui sebuah komputer sehingga dapat melunakkan jaringan prostat yang membuntu uretra. Cara ini direkomendasikan bagi prostat yang ukurannya kecil. TUNA (Transurethral needle ablation of the prostate) Teknik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai >100 C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energi pada frekuensi radio 490 kHZ. Kateter dimasukkan kedalam uretra melalui sistoskopi dengan pemberian anestesi xylocaine sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat. Pasien sering kali masih mengeluh hematuria, disuria, kadangkadang distensi urine, dan epipimo-orkitis. Stent Stent Prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan disebela proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserah dan mengadakan reaksi terhadap jaringa. Alat ini dipasang dan dilepas dengan endoskopi. Stent permanen terbuat dari anyaman bahan logam super alloy, nikel, atau titanium. Dalam jangka waktu lama, bahan ini diliputi oleh urotelium sehingga jika suatu saat ingin dilepas harus membutuhkan anestes umum atau regional.
Page 17

Benign Prostate Hyperplasia


Pemasangan ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi. Seringkali stent dapat terlepas dari insersinya di uretra posterior atau mengalami enkrustasi. HFU (High Intensity Focuses Ultrasound) Energi panas yang ditujukkan untuk menimbulkan nekrosis pada prostat berasal dari gelombang ultra dari transduser piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0,5 10 MHz. Energi dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik ini memerlukan anestesi umum.

VI.

Kontrol Berkala Paradigma klasik yang diyakini adalah peningkatan volume prostate pada BPH akan menyumbat aliran urine, sehingga menyebabkan keluhan miksi (LUTS). Prostatektomi bertujuan menghilangkan obstruksi dan dengan sendirinya akan menghilangkan gejala LUTS. Ternyata paradigma ini tidak semuanya benar. Pada study Neal et al, didapatkan bahwa prostatektomi memang akan menghilangkan gejala obstruksi (voiding), tetapi tidak menghilangkan gejala storage, diantaranya adalah urgensi. Studi urodinamika didapatkan kelainan berupa disfungsi detrusor, terutama overaktivitas detrusor. Pasien yang mendapat terapi penghambat 5 alfa reduktase harus dikontrol pada minggu ke 12 dan bulan ke 6 untuk menilai respon terhadap terapi. Pasien yang tidak menunjukkan tanda perbaikan perlu dipikirkan tindakan pembedahan atau terapi intervensi yang lain. Setelah pembedahan pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit. Kontrol selanjutnya seteah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi. Pasien yang mendapat terapi invasif minimal harus menjalani kontrol secara teratur dalam jangka waktu yang lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minila, selain dilakukan penilaian terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urine.

Tabel Jadwal Pengawasan Berkala Pasien BPH

Page 18

Benign Prostate Hyperplasia

Page 19

You might also like