Professional Documents
Culture Documents
II. ANAMNESIS Keluhan Utama: tidak bisa buang air kecil 1 hari SMRS Keluhan Tambahan: nyeri pada daerah bawah perut
Riwayat Penyakit Sekarang: Satu hari SMRS, pasien mengeluh tidak bisa buang air kecil. Tidak bisa buang air kecil ini sifatnya mendadak dan belum pernah dialami pasien sebelumnya. Pasien juga merasakan nyeri pada daerah bawah perut karena pasien tidak bisa buang air kecil. Nyeri dirasakan pada daerah situ saja dan tidak menjalar. Pasien tidak mempunyai riwayat luka pada daerah pinggang sampai kemaluan, dan pasien tidak pernah menjalani operasi apapun sebeumnya. 2 bulan SMRS pasien mempunyai kebiasaan mengejan saat harus buang air kecil. Hal ini dirasakan cukup sering dialami pasien namun pasien tidak berobat. Pasien juga merasakan adanya rasa ingin bolak-balik ingin bak padahal 5 menit lalu pasien baru saja bak. Pada saat bak, pancaran air seni pasien melemah dan terkadang berhenti sehingga pasien harus mengedan lagi agar air seni kembali keluar. Terkadang pasien merasa air seni yang masih tersisa dan tidak dapat dikeluarkan lagi oleh pasien Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat alergi disangkal Riwayat diabetes disangkal Riwayat trauma didaerah pinggang-kemaluan disangkal Riwayat operasi sebelumnya disangkal Riwayat hipertensi tidak diketahui
Page 1
o Tekanan darah : 150/90 mmHg : 80 x/ menit : 24 x/ menit : 36,7OC : normocephaly, deformitas (-) : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/: Pembesaran KGB (-)
Status Urologis Regio Flank : Inspeksi : massa (-), hiperemis (-), edema (-) Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri ketok cva (-)
Page 2
Regio genitalia eskterna : Inspeksi : Pasien sudah disunat, sekret (-), massa (-), edema (-), hiperemis (-) Palpasi : Kedua testis ada
Pemeriksaan Rektal Touche : Pada inspeksi perianal tidak didapatkan tanda edem, hiperemis, laserasi, atau massa. Pada pemeriksaan dalam : tonus sfingter ani baik, sulkus medianus tidak teraba, lobus dekstra lebih besar > lobus sinistra dengan permukaan kenyal, rata, dan licin, nyeri (-). Pada saat pemeriksaan selesai : bercak darah (-), lendir (-), feces (-), pada sarung tangan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (1 Juli 2013) Jenis pemeriksaan Hemoglobin Hematokrit Jumlah leukosit Jumlah trombosit Urine Sedimen Leukosit Eritrosit Sel epitel Silinder 21-25 2-4 + /LPB /LPB U/L /LPK Hasil 14,7 43 14.100 142.000 Satuan g/dL % /uL /uL Nilai Rujukan 13-16 40-48 5.000-10.000 150.000-400.000
2 Juli 2013 Jenis pemeriksaan SGOT Hasil 18,0 Satuan U/L Nilai Rujukan <37
Page 3
Page 4
Page 5
Hasil USG 2 Juli 2013 : Liver :Ukuran Normal, intensitas echoparenkim normal homogen, tepi rata, sudut tajam, VP/VH normal, SOL (-), asites (-), effusi (-) Gall Bladder :Normal, tidak tampak penebalan dinding, batu (-) Pancreas Lien Ren D : Ukuran normal, parenkim baik, tak tampak dilatasi ductus, SOL (-) : Ukuran normal, parenkim baik, SOL (-), V. Lienalis Normal : ukuran normal, korteks normal, batas medulla cortex jelas, batu (-), tanda bendungan (-) Ren S : ukuran normal, korteks normal, batas medulla cortex jelas, batu (-), tanda bendungan (-) Buli-buli Prostat Kesan : ukuran normal, tidak tampak penebalan mukosa, batu (-) :Ukuran membesar 4,73 x 3,96 x 4,37 cm :Hipertrofi Prostat Grade III-IV
V. DIAGNOSIS Laki-laki 60 tahun dengan retensi urine e.c hiperplasia prostate VI. TATALAKSANA Pro bedah (Pembedahan Endourologi-TURP)
Page 6
II.
ETIOLOGI
Hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, namun ada beberapa hipotesis seperti teori dihidrotestosteron, ketidak-seimbangan estrogentestosteron, interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, berukruangnya kematian sel (apoptosis), dan teori stem sel. A. Teori dihidrotestosteron (DHT) DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentk dari testosteron dalam sel prostat oleh enzim 5 alfareduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada beberapa penelitian kadar DHT normal dan BPH tidak berbeda jauh, namun aktivitias enzim 5 alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH sehingga lebih sensitif terhadap DHT. B. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron Pada usia semakin tua, kadar testosteron semakin menurun dan estrogen tetap. Diketahui bahwa estrogen di prostat merangsang proliferasi kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitsa sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasilnya adalah walaupun rangsangan terbentuk sel-sel baru berkurang, namun sel-sel prostat yang ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar C. Interaksi stroma-epitel Cunnha membuktikan bahwa differensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
Page 7
III. PATOFISIOLOGI Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikelm sehingga untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofir otot detrusor,
Page 8
IV. DIAGNOSIS A. Gambaran klinis Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Terdiri atas voiding, storage, dan pasca miksi. Untuk menilai tingkat keparahan pada saluran kemih sebelah bawah, dibuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat yaitu ringan (0-7), sedang (8-19), dan berat (20-35). Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan sehingga jatuh pada fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut. Keluhan pada saluran kemih
bagian atas Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas adalah nyeri pinggnag, benjolan di
Page 9
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid, karena pasien sering mengejan saat miksi sehingga tekanan intrabdominal meningkat. Kriteria pembesaran prostat : 1. Rectal grading (berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum) Derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum Derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum Derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum Derajat 4 : penonjolan >3cm ke dalam rektum 2. Berdasarkan jumlah residual urine : Derajat 1 : <50 ml Derajat 2 : 50 100 ml Derajat 3 : >100 ml Derajat 4 : retensi urin total 3. Intravesika grading Derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet Derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter Derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter Derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter 4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis (uretroskopi) Derajat 1 : kissing 1 cm Derajat 2 : kissing 2 cm Derajat 3 : kissing 3 cm Derajat 4 : kissing >3cm B. Laboratorium Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi. Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas,
Page 10
D. Pemeriksaan lain Residual urine yang merupakan jumlah sisa urine setelah miksi dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan USG setelah miksi. Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung dengan sederhana yaitu menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang menyajikan grafik pancaran urine. Dari uroflowmetri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang
Page 11
V.
TERAPI Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapat terapi apapun. Namun diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah : Memperbaiki keluhan miksi Meningkatkan kualitas hidup Mengurangi obstruksi infravesika Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal Mengurangi volume residu urine setelah miksi Mencegah progresifitas penyakit
Hal ini dapat dilakukan dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
A. Watchful waiting Pilihan ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat), batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, serta jangan menahan kencing terlalu lama. B. Medikamentosa
Page 12
komplikasi
sistemik
hipotensi postural dan kelainan kardiovaskular lain. Lalu ditemukan obat penghambat adrenergik alfa 1 yang dapat mengurangi penyulit sistemik seperti terazosin, afluzosin, dan doksazosin. Akhir-akhir ini ditemukan golongan penghambat adrenergik alfa 1A yaitu tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menunrukan hormon testosteron/DHT melalui 5 alfa reduktase inhibitor. Obat ini bekerja untuk menghambat pembentukan DHT dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5 alfa-reduktase dalam sel prostat. Menurunnya DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel prostat menurun. Dilaporkan pemberian obat finasteride 5 mg 1 x 1 setelah 6 bulan dapat menyebabkan penurunan prostat hingga 28%. C. Pembedahan Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi. Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang : Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa Mengalami retensi urine Infeksi saluran kemih berulang
Page 13
melakukan
enukleasi
Prostatektomi
Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi adalah inkontinensia urine (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%), dan kontraktur leher buli-buli (3-5%). Dibandingkan dengan TURP dan BNI, penyulit yang terjadi berupa striktura uretra dan ejakulasi retrogrard lebih banyak dijumpa pada prostatektomi terbuka. Perbaikan gejala klinis 85100% dan angka mortalitas 2 %. Pembedahan Endourologi Saat ini TURP merupakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Operasi ini disenangi karena tidak diperlukan insisi pada kulit perut, massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan tidakan operasi terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan tenaga elektrik TURP (Transurethral
Page 14
mempergunakan cairan irigan agar daerah yang direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai adalah sterile water. Salah satu kerugian aquadest adalah sifatnya hipotonik sehingga dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan hiponatremia relatif atau dikelan dengan sindroma TURP. Sindoma ini ditandai dengan pasien gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah mningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak diatasi, pasien mengalami edema otak yang akhirnya jatuh ke dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas TURP sebsar 0,99%. Untuk mengurangi angka sindroma TURP, operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi >1 jam. Disamping itu, beberapa operator memasang sistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sirkluasi sistemik. Penggunaaan cairan non ionik selain H2O yaitu glisin dapat mengurangi resiko hiponatremia, tetapi karena harganya cukup mahal beberapa klinik tetap menggunakan aquadest.
Page 15
menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang lebih sama. Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi, sering meniumbulkan disuria pasca bedah yang sampai + 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Teknik ini dianjurkan pada pasien dengan terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin dilakukan TURP karena kesehatannya. Tindakan invasif minimal Termoterapi
Page 16
VI.
Kontrol Berkala Paradigma klasik yang diyakini adalah peningkatan volume prostate pada BPH akan menyumbat aliran urine, sehingga menyebabkan keluhan miksi (LUTS). Prostatektomi bertujuan menghilangkan obstruksi dan dengan sendirinya akan menghilangkan gejala LUTS. Ternyata paradigma ini tidak semuanya benar. Pada study Neal et al, didapatkan bahwa prostatektomi memang akan menghilangkan gejala obstruksi (voiding), tetapi tidak menghilangkan gejala storage, diantaranya adalah urgensi. Studi urodinamika didapatkan kelainan berupa disfungsi detrusor, terutama overaktivitas detrusor. Pasien yang mendapat terapi penghambat 5 alfa reduktase harus dikontrol pada minggu ke 12 dan bulan ke 6 untuk menilai respon terhadap terapi. Pasien yang tidak menunjukkan tanda perbaikan perlu dipikirkan tindakan pembedahan atau terapi intervensi yang lain. Setelah pembedahan pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit. Kontrol selanjutnya seteah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi. Pasien yang mendapat terapi invasif minimal harus menjalani kontrol secara teratur dalam jangka waktu yang lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minila, selain dilakukan penilaian terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urine.
Page 18
Page 19