You are on page 1of 15

MAKALAH DIETETIK LANJUT

INDEKS GLIKEMIK

Disusun Oleh : 1.AMBAR NINGTIAS 2. DWI MURSITA SARI 3. ICUK SUSANTO PUTRO 4. MITA DEWI ASTUTI 5. PUPUT ARYANI 6. SEPTIKA FAJRI (P2.31.31.0.11.002) (P2.31.31.0.11.010) (P2.31.31.0.11.018) (P2.31.31.0.11.025) (P2.31.31.0.11.032) (P2.31.31.0.11.039) Kelas D3 3A

JURUSAN D3 GIZI POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA II Jl. Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan JAKARTA 2013

I. PENGERTIAN INDEKS GLIKEMIK


Indeks Glikemik pertama kali dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling baik bagi penderita diabetes. Pada masa itu, diet bagi penderita diabetes didasarkan pada system porsi karbohidrat. Konsep ini menganggap bahwa semua pangan berkarbohidrat menghasilkan pengaruh yang tidak sama pada kadar glukosa darah (Rimbawan & Siagian 2004). Pada penelitiannya, dalam Indeks Glikemik Pangan, menunjukan bahwa karbohidrat yang berbeda akan memberikan efek berbeda pada kadar gula darah dan respon insulin, walaupun diberikan dalam jumlah (Gram) sama. Fakta dari penelitian yang ditujukan kepada para penderita diabetes tersebut, menunjukan bahwa untuk jangka menengah penggantian karbohidrat yang memiliki IG tinggi dengan karbohidrat yang memiliki IG rendah akan memperbaiki pengendalian gula darah. Menurut Dr. David Jenkins, Indeks Glikemik adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. Dengan kata lain Indeks Glikemik adalah respon glukosa darah terhadap suatu asupan makanan. Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah. Sebagai perbandingannya, indeks glikemik glukosa murni adalah 100. Indeks glikemik merupakan cara ilmiah untuk menentukan makanan bagi penderita diabetes, orang yang sedang berusaha menurunkan berat badan tubuh, dan olahragawan (Rimbawan & Siagian 2004). GI (Glycaemic Index) adalah skala atau angka yang diberikan pada makanan tertentu berdasarkan seberapa cepat makanan tersebut meningkatkan kadar gula darahnya, skala yang digunakan adalah 0-100 (D. Damayanti 2013). Jadi, Indeks Glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan atau secara sederhana dapat dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah.

Kadar glukosa darah biasanya meningkat setelah makan, kemudian menurun secara perlahan mencapai kadar pada waktu puasa yang biasanya ditandai dengan munculnya rasa lapar. Indeks glikemik pangan yang tinggi juga berkaitan dengan peningkatan kebutuhan insulin (Willet et. al. 2002). Pankreas memproduksi hormon insulin dan glukagon untuk menjaga kadar glukosa darah tetap dalam keadaan normal. Keadaan hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi) terjadi bila kadar glukosa darah melebihi 160 mg / 100 ml darah, sedangkan hipoglikemia (kadar glukosa darah rendah) terjadi bila kadar glukosa darah lebihrendah dari 60 mg / 100 ml darah.

Respon gula darah setelah mengonsumsi bahan pangan berkarbohidrat dinyatakan dengan IG. Parameter ini didefinisikan sebagai luasan dibawah kurva perubahan gula darah (respon glisemik) selama 2 jam setelah mengonsumsi 50 gram karbohidrat dari produk pangan yang diuji, kemudian dibandingkan dengan luasan kurva referensi dari glukosa atau roti dari terigu halus (whitebread).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rumus indeks glikemik yang digunakan adalah : Indeks glikemik =

Pangan dengan IG tinggi memiliki puncak respon glikemik yang tinggi sehingga luasannya pun lebih tinggi dibanding pangan dengan IG rendah. Akibatnnya, muncul respon hormonal (insulin) yang tinggi sebagai counterregulatory terhadap gula darah yang tinggi tersebut. Efek berikutnya, pada periode akhir 2 jam setelah makan bahan makanan dengan IG tinggi, gula darahnya lebih rendah dibanding kondisi awal dan ini membangkitkan rasa lapar. Sebaliknya, pada IG rendah, difase akhir gula darah masih lebih tinggi dari awalnya dan ini mengurangi resiko hipoglikemia dan tidak menggugah rasa lapar. Secara umum, pangan IG rendah dicirikan dengan kaya serat dan rendah karbohidrat sehingga lambat untuk dicerna, misalnya, kedelai, apel, jeruk, dan anggur. Pangan IG tinggi kebanyakan memiliki kandungan karbohidrat, pati atau glukosa tinggi, kadar serat rendah buah yang terlalu matang, makanan yang dimasak terlalu lama dan bertekstur halus.

II. MANFAAT IG UNTUK MENCEGAH DAN MENGATASI PENYAKIT


Penerapan konsep IG berguna bagi orang yang sedang mengatur kadar gula darah, misalnya orang yang mengalami diabetes. Penderita diabetes mellitus dapat memilih makanan yang tidak akan menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat (makanan memiliki IG rendah), sehingga kadar glukosa darah dapat dikontrol pada kadar yang tetap normal (70-110 mg/dl). Hal ini dikarenakan pada penderita diabetes terjadi kerusakan sel beta pancreas yang jika mengonsumsi makanan tidak diimbangi oleh sekresi insulin (Lasimo et al 2002 dalam Widowati (2007).

Selain itu, penerapan konsep IG juga berguna untuk orang yang sehat. Konsumsi pangan yang memiliki IG rendah sangat baik untuk memelihara sistem metabolisme tubuh. Penelitian Youging (2006) menyatakan konsumsi pangan yang memiliki IG tinggi secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya stress oksidatif secara kronik. Stress oksidatif adalah keadaan yang tidak seimbang antara produk radikal bebas dengan antioksidan yang ada di dalam tubuh. Selain itu, konsumsi pangan dengan IG yang tinggi juga dapat meningkatkan resiko penyakit jantung. Hal yang sangat penting diketahui setelah mengonsumsi makanan glikemik indeks rendah, antara lain: Pengaruh makanan terhadap kadar darah sangat kecil Memperkenalkan jenis makanan yang sangat lambat glukosanya diserap ke dalam aliran darah Membantu menjaga keseimbangan tingkat energi Membuat kita tetap aktif lebih lama, cukup dengan menyediakan energi lebih lama dalam bentuk pelepasan glukosa lambat ke dalam aliran darah Makanan dengan IG rendah dapat membantu individu dengan diabetes tipe 2 dalam menurunkan berat badan, meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin, mengurangi resiko kardio-vaskular dan juga dalam membantu mengontrol kadar kolestrol.

1.

Mencegah dan mengelola diabetes. Pangan yang memiliki IG rendah dihubungkan dengan penurunan kejadian penyakit diabetes melitus (Brand-Miller 2007; Brand-Miller et. al. 2003; Jenkins 2007; Roberts 2000; Wolever dan Mehling 2002). Sebuah studi yang diterbitkan dalam American Journal of Clinical Nutrition (Juli 2002) menyimpulkan bahwa makanan dengan indeks glikemik tinggi meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2. Penelitian ini juga menyarankan penderita diabetes untuk menerapkan diet rendah indeks glikemik, dengan tetap mewaspadai pengaruh makanan tinggi lemak.

Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama pencernaaan memiliki IG tinggi, sebaliknya pangan IG rendah karbohidratnya akan dipecah dengan lambat sehingga melepaskan glukosa kedalam darah dengan lambat dan menghasilkan peningkatan glukosa darah dan insulin secara lambat dan bertahap. FAO/WHO (1998) merekomendasikan peningkatan asupan pangan yang memiliki IG rendah terutama bagi penderita diabetes dan orang yang tidak toleran terhadap glukosa. Berdasarkan laporan WHO (FAO/WHO 2003), hubungan diet pangan yang memiliki IG rendah dalam mencegah obesitas dan diabetes sangatlah mungkin. Studi klinis banyak membuktikan hubungan positif antara asupan pangan yang memiliki IG rendah dengan resistensi insulin dan prevalensi sindrom metabolit (Brand-Miller 2007; Jenkins 2007; Mckeown et al. 2004).

2.

Mencegah kanker. Artikel lain dalam jurnal yang sama menyebutkan adanya korelasi antara makanan tinggi indeks glikemik dengan kenaikan risiko kanker kolorektal, kanker payudara dan mungkin juga kanker ovarium dan prostat. Dr Atkins dalam New Diet Revolution menyebutkan hubungan antara kanker dengan indeks glikemik yang didasari oleh fakta bahwa sel kanker mendapatkan makanan dari gula. Buku itu juga menyebutkan bahwa penderita kanker payudara lebih mungkin untuk selamat dan kurang mengalami kekambuhan jika tingkat insulin tubuh mereka lebih rendah.

3.

Penyakit jantung. Risiko penyakit jantung meningkat sejalan dengan total kolesterol tubuh Anda. American Journal of Clinical Nutrition juga melaporkan bahwa diet rendah indeks glikemik mengurangi kolesterol jahat dan trigliserida dalam waktu satu bulan. Diet tersebut sekaligus mengurangi risiko infark miokard fatal.

4.

Menurunkan obesitas. Pada jangka pendek, respons glikemik yang tinggi, bukan yang rendah, berkaitan dengan penurunan tingkat kekenyangan dan asupan pangan (Holt et al., 1995; Woodend, Anderson, 2001). Anderson dan Woodend (2003) menunjukkan bahwa makin tinggi respons glukosa dan insulin, makin tinggi tingkat kekenyangan setelah mengonsumsi pangan berkarbohidrat, paling tidak selama 2 jam berikutnya. Hal ini bertolak belakang dengan temuan lain yang menunjukkan bahwa overkonsumsi akan mengikuti konsumsi IG tinggi dan sebaliknya untuk pangan IG rendah (Robert 2000). Hipotesis glukostatik pada pengaturan asupan pangan menyatakan bahwa peningkatan kadar glukosa darah memicu rasa kenyang dan mendorong penghentian makan. Namun, hal ini bertentangan dengan tesis yang menyatakan bahwa pangan IG tinggi mendorong asupan energi yang belebihan dan bahwa pangan IG rendah menekan nafsu makan, sehingga mencegah obesitas. Ini didasarkan pada pemikiran bahwa peningkatan yang tajam pada kadar glukosa darah diikuti oleh penurunan glukosa darah postprandial yang mendorong untuk mengonsumsi pangan kembali (Ludwig, 2000). Makanan dengan indeks glikemik rendah menciptakan rasa kenyang yang lebih besar dan bertahan lebih lama. Karena rasa lapar baru muncul lagi beberapa jam kemudian, kita menjadi lebih sedikit mengonsumsi makanan.

III. DAFTAR BAHAN MAKANAN BERDASARKAN KATEGORI INDEKS GLIKEMIK


Tabel 1 Kategori pangan menurut indeks glikemik Kategori pangan Indeks glikemik rendah Indeks glikemik sedang Indeks glikemik tinggi Rentang indeks glikemik <55 55-70 >70

Sumber: Miller et al. (1996) dalam Rimbawan & Siagian (2004)

1. Makanan dengan GI rendah Yogurt dg pemanis Ceri Jeruk bali Susu Kacang hijau Aprikot Mentega kacang Fettucine pasta Susu skim Wholemeal spaghetti Papaya lokal Apel Pir Sup tomat, kalengan Jus apel, tanpa pemanis Mie Jeruk Pontianak Spaghetti putih 14 22 25 27 29 31 31 32 32 37 37 38 38 38 40 40 40 41 Kacang polong chick , kaleng Persik Sup lentil Jeruk Sawo Makaroni Beras IR 36 & X Anggur hijau Jus jeruk Kacang polong Wortel, rebus Susu Cokelat Buah kiwi
Stonegroundroti gandum

42 42 44 44 44 45 45 46 46 48 49 49 52 53 53 55 55

Beras pera Pisang Jagung manis

2. Makanan dengan GI Sedang Beras merah Kentang rebus RotiPitta BerasBasmati Madu Biskuit yang mudah dicerna Keju dan pizza tomat Es krim Coca cola Aprikot, kaleng dalamsirup 56 56 57 58 58 59 60 61 63 64 Kismis Nangka Roti gandum hitam Nanas, segar Melon Croissant Gandum giling Tepung terigu Crumpet panggang Roti gandum 64 64 65 66 67 67 67 67 69 69

3. Makanan dgn GI tinggi Kentang tumbuk Roti tawar Semangka Beras Ketan Hitam Gula 70 70 72 74 74 Kentang goreng Beras Ketan putih Kue beras Cornflakes Nasi putih, dikukus 75 79 82 84 98

IV.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS GLIKEMIK PANGAN


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik pada pangan antara lain: 1. Cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), Proses pengolahan dapat menyebabkan meningkatnya nilai indeks glikemik pangan karena melalui proses pengolahan struktur pangan menjadi lebih mudah dicerna dan diserap sehingga dapat mengakibatkan kadar glukosa naik dengan cepat. Selain itu

ukuran partikel yang semakin kecil sehingga memudahkan terjadinya degradasi oleh enzim juga dapat menyebabkan indeks glikemik semakin meningkat. Proses pemasakan atau pemanasan akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pada pati. Dengan adanya proses pecahnya granula pati ini molekul pati akan lebih mudah dicerna karena enzim pencerna pada usus mendapatkan tempat bekerja yang lebih luas. Hal inilah yang menyebabkan proses pemasakan atau pemanasan dapat menyebabkan terjadinya kenaikan indeks glikemik pangan (Rimbawan & Siagian 2004).

2. Perbandingan amilosa dengan amilopektin Pati di dalam pangan terdiri dari dua jenis yang berbeda, yaitu amilosa dan amilopektin.Amilosa adalah polimer glukosa sederhana yang tidak bercabang, sehingga lebih terikat dengan kuat serta lebih sulit tergelatinisasi dan tercerna.Sementara itu, amilopektin adalah polimer glukosa sederhana yang bercabang serta memiliki ukuran molekul lebih besar dan lebih terbuka sehingga lebih mudah tergelatinisasi dan dicerna oleh tubuh.Berdasarkan dari berbagai penelitian, pangan yang memiliki proporsi amilosa lebih tinggi dibandingkan amilopektin akan memiliki nilai IG yang lebih rendah, begitu juga sebaliknya. Penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan respon insulin lebih rendah setelah mengonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan berkadar amilopektin tinggi (Miller et al. 1992 dalam Rimbawan & Siagian 2004). Sebaliknya, bila kadar amilopektin pangan lebih tinggi daripada kadar amilosa, respon glukosa darah lebih tinggi (Rimbawan & Siagian 2004).

3. Tingkat keasaman dan daya osmotik, Keasaman dan daya osmotik pangan akan memengaruhi tinggi rendahnya IG yang dimiliki oleh pangan.Keasaman suatu makanan mempengaruhi kecepatan pencernaannya di dalam tubuh.Maka pemecahan makanan menjadi glukosa lebih lambat.

Pengaruh gula secara alami terdapat didalam pangan dalam berbagai porsi terhadap respon gula darah sangat sulit diprediksi.Hal ini dikarenakan pengosongan lambung diperlambat oleh peningkatan konsumsi gula apapun strukturnya (Sarwono, 2002).

4. Kadar seratpangan Keberadaan serat pada pangan ternyata sangat memberikan pengaruh pada kenaikan kadar glukosa dalam darah (Fernandes 2005). Serat pangan meliputi polisakarida, karbohidrat analog, oligosakarida, lignin, dan bahan yang terkait dengan dinding sel tanaman (Marsono, 2002). Pengaruh serat pada indeks glikemik pangan tergantung pada jenis seratnya.Serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan, maka indeks glikemik cenderung lebih rendah (Miller et al. 1996 dalam Rimbawan & Siagian 2004).Nishimune et al. (1991) dalam Rimbawan dan Siagian (2004) menemukan bahwa serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan secara bermakna. Serat dapat memperlambat terjadinya proses pencernaan di dalam tubuh sehingga hasil akhir yang diperoleh adalah respon glukosa darah akan lebih rendah (Brennan 2005).

5. Kadar lemak dan protein pangan Pangan yang memiliki kadar protein dan lemak yang tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung sehingga pencernaan yang terjadi di usus halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan yang memiliki kadar lemak yang tinggi cenderung memiliki IG yang lebih rendah dibandingkan pangan sejenis dengan kadar lemak yang lebih rendah. Hal ini dibuktikan oleh kentang goreng yang memiliki IG lebih rendah (IG:54) dibandingkan kentang bakar (IG:85). Protein (asam amino) yang terdapat pada pangan dapat memengaruhi respon glukosa darah sehingga dapat menimbulkan peningkatan atau penurunan respon glukosa darah.Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis dari asam amino yang terkandung didalamnya.Penelitian yang dilakukan oleh Lang et al. (1999) menunjukkan

bahwa pangan yang diujicobakan dengan kandungan kasein memberikan respon tertunda pada peningkatan glukosa darah dan insulin dibandingkan dengan pangan yang mengandung protein kacang kedelai.

6. Kadar anti zat-gizi pangan Menurut Rimbawan, 2004 beberapa pangan secara alamiah mengandung zat yang dapat menyebabkan keracunan bila jumlahnya besar. Zat tersebut dinamakan zat anti gizi. Beberapa zat anti gizi tetap aktif walaupun sudah melalui proses pemasakan. Zat anti gizi pada biji-bijian dapat memperlambat pencernaan karbohidrat didalam usus halus.Akibatnya IG pangan menurun. Salah satu faktor yang dapat menurunkan IG adalah zat antigizi, misalnya asam fitat dantanin (Thompson et al. 1984; Rimbawan dan Siagan 2004). Senyawa polifenolik sering disebut sebagai tanin. Zat antigizi ini dapat menurunkan daya cerna protein maupun pati sehingga respon glikemiknya menurun (Griffiths dan Moseley 1980; Thompson et al. 1984).

V.

DIET RENDAH INDEKS GLIKEMIK


Diet rendah glikemik sangat baik untuk kesehatan karena mampu mencegah

beberapa penyakit, diantaranya diabetes mellitus, serangan jantung, kanker, mencegah obesitas, dan lain-lain. Bagi penderita diabetes, pemilihan makanan seringkali dengan mempertimbangkan indeks glikemik atau biasanya disebut dengan diet rendah glikemik.Indeks glikemik sendiri merupakan daftar peningkatan gula darah yang terjadi akibat dari mengkonsumsi karbohidrat sesuai dengan jenisnya.Harus diketahui bahwa tiap jenis makanan memiliki indeks glikemik yang berbeda, hal itu tergantung dari metode memasak, pengolahan makanan, perbedaan jenis karbohidrat, jumlah seratnya, dan faktor lainnya.Pada dasarnya, tujuan dari diet rendah glikemik adalah untuk menstabilkan gula darah. Manfaat program diet rendah glikemik untuk penderita diabetes adalah untuk mencegah resiko terkena diabetes tipe 2.Sedangkan manfaat diet rendah glikemik bisa

mencegah kanker karena sel kanker mendapatkan makanan dari gula. Lain halnya dengan manfaat diet glikemik untuk mencegah obesitas yang diantaranya adalah : menciptakan sensasi kenyang yang lebih besar dan bertahan lebih lama, dengan begitu diet ini sangat cocok untuk menurunkan berat badan anak obesitas. Beberapa jenis makanan yang memiliki indeks glikemik rendah diantaranya adalah :

Tidak mengandung karbohidrat, seperti daging, keju, dan lain-lain Sedikit mengandung pati dan gula Makanan berserat, misalnya buah-buahan dan sayur-sayuran Kacang-kacangan Biji-bijian Dan lain-lain Diet rendah glikemik memiliki banyak manfaat untuk kesehatan dan mencegah

penyakit kronis, selain itu juga bisa menurunkan dan menjaga berat badan.

VI.
PAGI

CONTOH MENU UNTUK DIET RENDAH IG


SIANG Nasi Beras Merah + Beras Putih Ayam Panggang bumbu Kuning Steak tempe sayuran Capcay SORE/MALAM Nasi Beras Merah + Beras Putih Ikan Tongkol siram Tomat Tahu Isi Sayuran Tumis Labu Siam Melon Potong SELINGAN 16.00 Makaroni Panggang Sayuran

Nasi Beras Merah + Beras Putih Poached Egg Saus Tomat Soup Wortel Buncis Buah Apel

SELINGAN 10.00 Sup Buah (Apel, Strawberry, Pear, Susu, Sirsak)

Pepaya potong

DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, D. 2013. Sembuh Total DIABETES, ASAM URAT, HIPERTENSI Tanpa Obat.Yogyakarta: Pinang Merah Publisher.

Hartono, dr. Andry SpGK.2006.Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit Ed.2.Jakarta: EGC.

Suhanda, irwan. Cahanar, P. 2007. Makan sehat Hidup sehat.Jakarta: Kompas.

Praptini, dr. Pauline Endang D.Ms.SpGK. 2011. Menu 3o Hari dan Resep untuk Diabetisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18923/1/ikm-des2006-10%20%281%29.pdf

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56256/BAB%20II%20Tinjauan%20P ustaka.pdf?sequence=3

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51324/Bab%20II%20Tipus%20F10d na1-4.pdf?sequence=5

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.weightlossresou rces.co.uk/diet/gi_diet/glycaemic_index

You might also like