You are on page 1of 75

RINGKASAN DISERTASI MORFODINAMIKA PANTAI DAN PROSPEK SEBARAN VEGETASI BERDASARKAN SEDIMEN BACKSHORE ESTUARI JENEBERANG MAKASSAR

COASTAL MORPHODYNAMIC AND VEGETATION DISTRIBUTION PROSPECT BASED ON BACKSHORE SEDIMENT JENEBERANG ESTUARY MAKASSAR

ROHAYA LANGKOKE

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

PRAKATA
Bismillahirahmanirohim Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi Allah SWT yang atas kehendak-NYA hingga penulisan disertasi dapat diselesaikan dengan baik. Judul penelitian adalah Morfodinamika Pantai dan Prospek Sebaran Vegetasi Makassar. Gagasan yang melatari judul penelitian tersebut, didasarkan pada kawasan pantai yang terus mengalami perubahan secara fisik, baik alami maupun yang sporadik akibat aktivitas pembangunan di kawasan pantai. Berdasarkan Sedimen Backshore Estuari Jeneberang

Berdasarkan prinsip sedimentologi dengan konsep modern yang menyatakan bahwa Present is the key to the Past dan selanjutnya mengajukan konsep bagaimana melihat kedepan dengan menyatakan bahwa Present is the key to the Future. Penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik, atas arahan dan bimbingan yang tulus ikhlas dari Tim Komisi Penasehat dan Penguji, serta keterlibatan berbagai pihak yang telah ikut serta mendukung penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada: Prof.Dr.Ir. Muslimin Mustafa, M.Sc, sebagai Promotor, Prof. Dr.

D.A.Suriamihardja, M.Eng, sebagai Ko-Promotor, dan Dr.Ir.D. Agnes Rampisela, M.Sc., sebagai Ko-Promotor, atas bimbingan dan arahan mulai dari pembuatan proposal hingga penyusunan disertasi ini. Dr. Eng.Lukijanto, Prof.Dr.rer.nat Ir.A.M.Imran, Dr.Mahatma,S.T.,M.T, dan Dr. Magdalena Litaay, sebagai tim penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan demi kesempurnaan penulisan disertasi ini. Ir.Budi Rochmanto,M.Sc, sebagai Ketua Tim Penelitian Pantai pada Proyek LBE JICA dan Fakultas Teknik Unhas, yang telah memberikan arahan dalam perencanaan survei geologi dan geolistrik di lapangan.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementeriaan Pendidikan Nasional yang telah membantu pembiayaan dana pendidikan BPPS pendidikan. selama

Direktur Pascasarjana berserta seluruh stafnya yang telah memberikan bantuannya.

Rektor Unhas dan Dekan Fakultas Teknik Unhas, yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan Pendidikan Program Doktor pada Program Doktor (S3) Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Prof. Ir.M.Saleh Ali, M.Sc.,Ph.D, sebagai Ketua Program Ilmu-Ilmu Pertanian dan Bapak/Ibu Dosen atas bantuannya selama perkuliahan.

Ketua Jurusan Teknik Geologi dan teman-tema dosen dan staf jurusan atas bantuan, motivasi dan kerjasamanya.

Rekan-rekan seangkatan tahun 2008 atas kerjasamanya melewati proses perkuliahan.

Ir.Zulfan Rahim, M.Si dan Ir. Sugianto yang telah memberikan dukungan fasilitas peralatan dalam pelaksanaan survei.

Orangtuaku tercinta; Let.Kol.Pol. Drs. H.Langkoke (almarhum) dan Hj.Saleha Dg. Ngasseng (almarhumah) atas limpahan doa dan restu buat ananda.

Suamiku terkasih Budi Rochmanto dan anakku sayang

Nilam Budi

Wulandari, terima kasih atas doa, kasih sayang, dan keikhlasannya. Terima kasih kepada Abdillah, Nirwani, Khaeriah Said sebagai tim kerja

Laboratorium geokomputasi yang setia mendampingi penulis dan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moriIl dan materiIl dalam rangka melaksanakan penelitian hingga penyusunan disertasi. Akhirnya semoga Allah meridhohi tulisan ini, memuliakan orang yang berilmu dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu, keselamatan bagi manusia, dan khususnya menjadi berkah bagi penulis sendiri. Makassar, 11 Juni 2011 Rohaya Langkoke

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. Al-Rum (30) : 41)

Tim Komisi Penasehat 1. Prof. Dr. Ir. Muslimin Mustafa, M.Sc. 2. Prof. Dr. D. A. Suriamihardja, M.Eng. 3. Dr. Ir. D. Agnes Rampisela, M.Sc. Promotor Ko - Promotor Ko - Promotor

Tim Penguji 4. 5. 6. 7. Dr. Eng. Lukijanto Prof. Dr.rer.nat. Ir. A.M. Imran Dr. Mahatma, S.T., M.T. Dr. Magdalena Litaay Eksternal Internal Internal Internal BPTT UNHAS UNHAS UNHAS

Seminar Proposal Disertasi : Seminar Hasil Disertasi Ujian Pra-promosi Promosi : : :

29 September 2010 11 Maret 2011 13 April 2011 Juni 2011

ABSTRAK

ROHAYA LANGKOKE. Morfodinamika Pantai Dan Prospek Sebaran Vegetasi Berdasarkan Sedimen Backshore Estuari Jeneberang (dibimbing oleh Muslimin Mustafa, D.A. Suriamiahardja, dan Agnes Rampisela). Tujuan Penelitian adalah untuk 1) menentukan zona pemanfaatan lahan Pantai Estuari Jeneberang berdasarkan sedimen backshore, 2) menjelaskan proses-proses morfodinamika garis tepi dan hamparan Estuari Jeneberang, 3) menjelaskan proses perubahan tinggi rendahnya permukaan air laut, dan menginterpretasikan perubahan vegetasi pantai (mangrove atau non-mangrove) serta keterdapatan air tanah. Penelitian dilaksanakan di kawasan Pantai Estuari Jeneberang khususnya pada sedimen backshore, mulai dari Pantai Barombong di selatan, hingga Pantai Tanjung Bunga di utara. Pengumpulan data dilakukan dengan metoda eksplorasi geologi meliputi pemetaan garis pantai dan batimetri, hidrodinamika pantai, pemboran dangkal, dan geolistrik tahanan jenis 2D. Data sedimen yang diperoleh diolah berdasarkan geostatistik dan dianalisis dengan menggunakan konfigurasi program program Arc-GIS versi 9.9, RES2DINV dan Google Earth-5, untuk menginterpretasi sedimen tekstur daerah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan endapan sedimen marin, terbentuk di Pantai Barombong yang merupakan pantai sedimentasi, sedang sedimen fluvial deltaic terdapat di pantai bagian utara muara Sungai Jeneberang (Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga) dan merupakan pantai abrasi. Hasil pengamatan topografi dasar dalam 10 tahun telah terjadi penurunan dasar laut yang mencapai 2.5 m atau 25cm/tahun. Sedangkan jebakan air tanah dijumpai sebagai unconfined aquifer di Pantai Barombong dan Tanjung Bayang, dan confined aquifer di Pantai Tanjung Merdeka, dan Tanjung Bunga. Korelasi tekstur sedimen, akifer, topografi dan hidrodinamika, maka prospek hamparan Estuari Jeneberang dibagi menjadi 4 zona geospasial yaitu; Zona Pantai Stabil di Pantai Barombong, Zona Pantai Stabil - Dinamis I Pantai Tanjung Bayang, Zona Pantai Stabil - Dinamis II di Pantai Tanjung Merdeka, dan Zona Pantai Tidak Stabil di Pantai Tanjung Bunga.

ABSTRACT

ROHAYA LANGKOKE. Coastal Morphodynamic And Vegetation Distribution Prospects Based On Sediments Backshore Jeneberang Estuariy. (Supervised by Muslimin Mustafa,.D.A.Suriamihardja and Agnes Rampisela). Objectives of the research are 1) to determine land use zone of Jeneberang estuarine coast based on backshore sediments, 2),to explain the processes of coastline morphodynamic of Jeneberang estuary coast, 3) to explains the process of the change of sea levels, and the changes of coastal vegetation (mangrove or nonmangrove ) as well as ground water trap. The research is conducted at Jeneberang estuarine coast especially on the backshore sediments, from Barombong Beach in the south to the Tanjung Bunga coast in the north. Data are collected by the geological exploration methods including the coastline and bathymetry mapping, coastal hydrodynamics, shallow drilling, and geoelectric resistivity 2D. Sediment data are processed based on geostatistics and analyzed by using Arc-GIS version 9.9 programs, RES2DINV, and Google Earth-5, to interpret sediment terkstur research area. The results showed marine sediment deposits formed on the Barombong Beach and is a sedimentation coast, while fluvial deltaic sediments found in the northern coastal of Jeneberang river mouth (Tanjung Bayang , Tanjung Merdeka and Tanjung Bunga Beachs) and the beach are abrasion coast . The basic topography observation in 10 years has been decline in sea floor that reached up to 2.5 m or 25 cm/yr. Whilethe aquifer found in Barombong Beach is unconfined ground water, and the confined aquifer on the coast of Tanjung Bunga and Tanjung Merdeka. Correlation of sediment texture, aquifer, topography and hydrodynamics, along the Estuary Jeneberang coast prospects divided into 4 zones, namely Barombong Beach Stable Zone, Stable- Dinamic I Zone in Tanjung Bayang Beach, Stable- Dinamic II Zone, in Tanjung Merdeka Beach, and Un-Stable Zone,

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pantai Makassar, merupakan kawasan pantai yang pembentukannya dipengaruhi oleh sungai besar yang bermuara di kawasan pantai. Khususnya pantai di bagian Barat terdapat Sungai Jeneberang sebagai salah satu sungai besar yang bermuara ke perairan pantai ini. Pada muara Sungai Jeneberang terbentuk delta, yang menyebabkan muara sungai ini terbagi dua yaitu muara

Utara dan muara Selatan. Diantara kedua muara ini terbentuklah pantai Estuari Jeneberang. Kawasan pantai estuari ini terbentang dari bagian Selatan di

Pantai Barombong hingga pantai Tanjung Bunga di bagian Utara, sepanjang kurang lebih 9 km. Sungai Jeneberang mengalirkan material sedimen dari bagian hulunya dan mendistribusikan di perairan pantai hingga ke Selat Makassar. Pantai Estuari Jeneberang merupakan pantai berpasir dengan proses pantai yang dinamis. Kedinamikaan kawasan pantai berlangsung baik secara alamiah maupun atas campur tangan manusia. Karena merupakan salah satu sumber daya lahan dan permukaan bumi dengan ruang yang banyak memberikan harapan bagi manusia untuk dimanfaatkan, sehingga kawasan ini sangat rentan terhadap perubahan. Menurut Dolan,1975, pemanfaatan lahan di kawasan pantai kebanyakan hanya didasarkan pada bentuk morfometrinya saja, hal tersebut juga seperti yang terjadi di pantai Estuari Jeneberang. Sehingga tidak jarang menimbulkan permasalahan terhadap bangunan-bangunan di sepanjang pantai maupun di hamparan delta. Rusaknya konstruksi bangunan di sepanjang pantai, beberapa bagian bangunan telah mengalami penurunan pada lantai bangunan (Gedung Celebes Convention Centre, Trans Studio) dan pembuatan jalan penghubung di Spit Tanjung Bunga yang telah mengalami abrasi. Demikian juga pada konstruksi bangunan teknik di sepanjang pantai (groin, jetties). Sedangkan reklamasi pantai, dan penambangan pasir telah mengakibatkan

perubahan bentang lahan pantai seperti abrasi, sedimentasi, dan perubahan pada garis pantai. Perubahan kondisi fisik pantai secara alami dapat dicegah dengan adanya vegetasi pantai, yang berfungsi sebagai peredam ombak, pencegah abrasi, dan sebagai penghambat terjadinya intrusi air laut yang lebih jauh ke arah daratan. Rusaknya vegetasi pantai khususnya tanaman mangrove menyebabkan kondisi lingkungan biofisik mengalami perubahan, sehingga akan terjadinya degradasi lahan (Nybakken, 1988). Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka penelitian akan dilakukan pada bagian pantai backshore. Dimaksudkan untuk mengungkapkan kondisi geologi bawah permukaan, dengan menggunakan metode geologi dan geofisika berdasarkan sedimen tekstur, struktur dan kandungan organiknya. Kedinamikaan kawasan pantai dilakukan untuk mengetahui proses-proses

pantai yang pernah terjadi secara morfogenesis dan dikaitkan dengan waktu atau secara kronologisnya. Proses-proses tersebut diinterpretasi dengan konsep sedimentologi modern yang dimulai pada abad ke-18 dan ke-19 dengan prinsip Present is the key to the Past yang dikembangkan menjadi prinsip Present Is the key to the Future. B. Rumusan Masalah Telah terjadi pemanfaatan kawasan Estuari Jeneberang dalam berbagai konsep yang secara langsung merubah biofisik lingkungan estuari. Perubahan biofisik lingkungan telah berakibat pada instabilitas kawasan yang kurang mendukung kegiatan pembangunan fisik serta terjadinya perubahan zonasi vegetasi dalam kawasan pantai estuari, serta zona jebakan air tanah. Selain itu, belum adanya dasar yang kuat untuk dijadikan acuan dalam pengelolaan dan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan pantai Estuari Jeneberang, maka untuk mengembangkan kawasan ini tidak semata-mata ditetapkan oleh keinginan manusia saja, akan tetapi sangat tergantung pada proses tepian pantai dan komponen penyusunnya, termasuk material sedimen, kondisi air tanah dan sebaran vegetasinya, sehingga permasalahan pokok yang muncul adalah:

10

1. Terjadinya pengikisan pantai oleh adanya proses-proses abrasi. 2. Terjadinya proses pengendapan sedimen pantai yang ditunjukkan oleh variasi lapisan sedimen secara vertikal. 3. Morfodinamika pantai yang mempengaruhi sebaran vegetasi dan keterdapatan jebakan air tanah. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan zonasi pemanfaatan lahan pantai Estuari Jeneberang berdasarkan; 1. Menjelaskan proses-proses morfodinamika, garis tepi, dan hamparan pantai Estuari Jeneberang 2. Menjelaskan proses perubahan tinggi rendahnya permukaan dasar perairan pantai. 3. Menunjukkan perubahan vegetasi pantai selama kurun waktu 100 tahun dan keterdapatan jebakan air tanah. D. Hipotesis 1. Jenis tekstur sedimen dapat menjadi indikator proses abrasi dan sedimentasi 2. Model endapan sedimen dijadikan sebagai indikator perubahan garis pantai dari waktu ke waktu. 3. Jenis tekstur sedimen dan model endapan sedimen pada seluruh arah

secara lateral dan vertikal, dapat menjadi indikator vegetasi pantai dan jebakan air tanah pada kawasan estuari. E. Kegunaan Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian pantai Estuari Jeneberang, berdasarkan Sedimen Backshore, adalah sebagai berikut; 1. Bermanfaat sebagai acuan dalam mengeksploitasi/ mengelola kawasan pantai Kota Makassar terutama dalam rekayasa teknik pantai berdasarkan informasi geologi. 2. Sebagai acuan dalam mendiskripsi arah pengembangan data backshore, dengan mempertimbangkan morfogenesa dan morfokrologinya.

11

3. Sebagai acuan dalam menentukan zona vegetasi pantai/marin berdasarkan karakteristik sedimen dan proses-proses di Pantai Estuari Jeneberang. 4. Menentukan zonasi pemanfaatan lahan berdasarkan sedimen backshore

12

LATAR BELAKANG

Kedinamikaan wilayah pesisir pantai dan delta Perubahan garis pantai yang cepat Perubahan fungsi lahan

RUMUSAN MASALAH

Pemanfaatan lahan pantai yang sangat intensif ( sifatnya morfometri) tanpa memperhatikan daya dukung lahan ( morfogenesa dan morfokronologi lahan) Kerusakan konstruksi bangunan

TUJUAN PENELITIAN

Menjelaskan proses -proses morfodinamika garis tepi dan hamparan pantai Estuari Jeneberang Menjelasakan proses perubahan tinggi rendahnya permukaan dasar perairan pantai Menunjukkan perubahan vegetasi pantai selama 100 tahun dan keterdapatan jebakan air tanah.

SEDIMEN BACKSHORE
Tekstur Struktur
keterdapatan jebakan air tanah

Sifat Fisika Sifat Kimia

Komposisi
Komposisi Mineral

Sifat Biologi

Kandungan Organik

ASAL SEDIMEN

DARAT

PANTAI

LAUT

MORFODINAMIKA PANTAI
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Morfodinamika Pantai dan Prospek Sebaran Vegetasi berdasarkan Sedimen Backshore Estuari Jeneberang

13

TINJAUAN PUSTAKA A. Kondisi Daerah Penelitian

1. Dasar Penamaan
Pantai bagian Barat Kota Makassar terbentuk di antara 2 (dua) muara Sungai Jeneberang. Daratan di antara 2 (dua) muara ini disebut Estuari, yang dikenal sebagai Pantai Estuari Jeneberang. Pada awalnya kawasan pantai estuari ini terbagi menjadi Pantai Panakukang, Bayang, dan Tanjung Alang. Seiring dengan perkembangan pembangunan di area ini, maka pantai Tanjung Alang terbagi menjadi 2 (dua) bagian; menjadi Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga. Selanjutnya Pantai Panakukang berubah nama menjadi pantai Barombong, sehingga sampai sekarang area pantai terbagi menjadi

Pantai Barombong, Pantai Tanjung Bayang, Pantai Tanjung Merdeka, dan Pantai Tanjung Bunga. Seiring dengan perkembangan kawasan rekreasi pantai di area ini, maka Pantai Tanjung Bunga dan Pantai Tanjung Merdeka lebih dikenal dengan dinamakan Pantai Akkarena. Tempat tersebut, dijadikan

tempat rekreasi pantai dan dikelolah oleh swasta. Sedang Pantai Tanjung Bayang dikelolah oleh masyarakat sebagai tempat rekreasi pantai. Penamaan segmen pantai berdasarkan hasil penelitian sel sedimentasi didasarkan pada stabilitas pantai di kawasan sekitar muara Sungai Jeneberang (Langkoke, 2006), dibagi menjadi 4 (empat) sel/segmen. Segmen pantai yaitu; Pantai Barombong di bagian Selatan, Pantai Tanjung Bayang, Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga, di bagian Utara. Sedangkan penamaan segmen pantai berdasarkan biofisik di kawasan pantai Estuari Jeneberang, yang mengcakup wilayah administrasi Kecamatan Mariso dan Tamalate, dikemukakan oleh Nurfaidah, 2009. Pantai Barombong, Pantai Tanjung

Bayang, Pantai Tanjung Merdeka termasuk wilayah Kecamatan Tamalate. Pantai Tanjung Bunga termasuk dalam wilayah Kecamatan Mariso.

2. Kondisi Pantai Estuari Jeneberang


Mintakat pantai merupakan tempat berinteraksinya daratan,lautan dan udara, menjadikan pantai merupakan suatu area yang sangat dinamik (Triatmodjo,1990). Kedinamikaan pantai di sekitar muara Sungai Jeneberang

14

telah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh de Klerk, 1983 vide Rochmanto,1996 perubahan di kawasan estuari. Sungai Jeneberang merupakan salah satu sungai besar di Sulawesi Selatan yang mengalir dari Gunung Bawakaraeng (2760 m) hingga ke Selat Makassar dan bermuara di perairan pantai. Menurut CTI Engineering Co.Ltd,1978, hasil penelitian terhadap jumlah sedimen yang disuplai oleh Sungai Jeneberang dan dimuntahkan ke perairan pantai melalui dua muara sungai, yaitu muara Utara dan muara Selatan. Sekitar 60%, suplai sedimen berjumlah 600.000 m3 dimuntahkan di muara Utara, sedangkan 40%, suplai sedimen yang berjumlah 400.000 m3 dimuntahkan di muara Selatan. Sedimen kemudian didistribusikan oleh ombak, dan arus susur pantai sehingga terbentuk spit di bagian Utara yang dikenal sebagai Spit Tanjung Bunga. Sejak penggenangan Dam Bili-Bil pada tahun 1999, yang berlokasi di Bili-bili sekitar 20 Km dari muara Sungai Jeneberang, suplai sedimen dari sungai ini menurun hingga 75% (CTI Enggineering Co.Ltd. vide Suriamihardja, 2005). Penggenangan Dam Bili-bili di ikuti dengan penutupan muara Utara Sungai Jeneberang. Akibat penutupan ini menyebabkan suplai sedimen ke bagian Utara spit berkurang yang menyebabkan terjadinya proses abrasi yang besar di kawasan ini. Proses abrasi ini menyebabkan kerusakan bangunan marcusuar di area ini dan berkurangnya luas lahan hingga 25,07 Ha/tahun (Suriamihardja, 2005). Selanjutnya hingga awal abad ke - 21 ini pantai terus mengalami perubahan dengan terjadinya abrasi di sepanjang pantai. Hasil telah menunjukkan

penelitian distribusi sedimen yang dikorelasikan dengan kelerengan pantai memperlihatkan kondisi pantai abrasi terutama pantai di bagian Utara. (Langkoke, 2006). Kedinamikaan pantai yang sangat signifikan terjadi tiga tahun terakhir ini. Kondisi tersebut dapat dilihat di pantai bagian Utara yang mengalami abrasi, sementara di segmen pantai lainnya dilakukan penimbunan dan kegiatan

pembangunan fisik (pembuatan jalan, tanggul pantai). Jika pengelolaan dilakukan tidak bijaksana akan menimbulkan perubahan-perubahan di

sepanjang pantai. Morfodinamika yang teramati secara visual seperti terjadi

15

abrasi, sedimentasi, perubahan garis pantai, perubahan alih fungsi lahan, perubahan bentuk morfologi pantai, serta degradasi lahan, tentunya akan berdampak pada kualitas lahan dan lingkungan biofisiknya.

3. Topografi Dasar Perairan Pantai


Perairan pantai di sekitar muara Sungai Jeneberang Makassar telah diukur beberapa kali tersebut dilakukan untuk mengetahui topografi dasarnya. Pengukuran

untuk mengetahui dinamika topografinya. Pengukuran

topografi dasar perairan yang telah dilakukan di antaranya oleh Rochmanto et al (1996). Hasil pengukuran pada tahun 1995 setelah pembuatan jettis di

muara Selatan, menunjukkan terbentuknya endapan sedimen di depan muara Selatan yang terdistribusi ke arah Utara hingga di Pantai Tanjung Bayang. Topografi dasar perairan landai hingga kedalaman 5 m. Pola kontur masih memperlihatkan semburan material sedimen sungai yang dimuntahkan di depan muara Selatan yang berarah Barat Laut. Semakin ke arah laut terlihat pola kontur rapat, lurus dan relatif seragam pada kedalaman antara 5 - 10 m, kemudian melandai pada kontur 10-15 m dan terdapat gumuk pasir (bar), yang selanjutnya melandai hingga kedalaman 20 m. Sedangkan pola kontur secara keseluruhan menunjukkan pola yang seragam, memiliki kontur rapat dan lurus, hingga kedalaman 20 m dan semakin ke arah laut kontur terlihat renggang dan kemiringan makin landai. Sedangkan hasil pengukuran tahun 2009 setelah penutupan muara Utara Sungai Jeneberang dan beroperasinya Bendungan Serba Guna Bili Bili, sepanjang pantai, telah dan banyaknya konstruksi teknik di

menunjukkan perubahan pada dasar perairannya,

dengan pola kontur umumnya mengikuti garis pantai. Topografi dasar di depan muara Selatan menunjukkan pola kontur yang mengikuti semburan material sedimen ke arah Barat Laut dan terbentuk endapan yang berteras dengan pola dinamika sedimentasi ke arah Utara pada kedalaman hingga 10 m. Kontur di sepanjang pantai relatif lebih rapat hingga mencapai kedalaman antara 2 m hingga 5 m.Hingga pengukuran, Langkoke, Herman (2009) dengan

menggunakan GPS-Map Garmin Tipe 289 C Sounder, menghasilkan perubahan topografi perairan yang sangat besar.

16

4. Morfodinamika Garis Pantai


Morfologi garis pantai selalu mengalami perubahan, baik secara alami, maupun karena intervensi manusia. Perubahan tersebut terkait dengan bentuk morfologi garis pantai. Demikian juga halnya dengan garis pantai di sekitar muara Sungai Jeneberang. Bentuk morfologi garis pantai di kawasan ini terbagi menjadi pantai Lurus, Cuspate, dan Spit. Pantai Lurus, sejak awal pembentukan pantai menempati Pantai Barombong dan Pantai Tanjung Merdeka. Pantai Cuspate awalnya menempati daerah pantai Tanjung Bayang dan terus mengalami perubahan bentuk yang cenderung menjadi lurus. Sedangkan bentuk Spit berkembang di depan muara Sungai Jeneberang, membentuk pola endapan yang sejajar pantai. Hal tersebut dikarenakan adanya longshore drift dari arah Selatan yang mengangkut sedimen sejajar garis pantai (longshore sediment transport) yang dipengaruhi oleh pola arus pasang surut. Kemudian membentuk endapan Spit di Pantai Tanjung Bunga. Beberapa pengukuran garis pantai Estuari Jeneberang yang

pernah dilakukan telah menunjukkan perubahan bentuk morfologi pantai, sehingg juga mengakibatkan perubahan pada panjang garis pantai. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap pengukuran garis pantai dengan interval waktu tiga tahun oleh Langkoke, 2006, 2009, terlihat jelas perubahan pada bentuk morfologi garis pantai di Pantai Tanjung Bayang di Utara bagian kanan jetti dan Pantai Tanjung Bunga di bagian Utara. Pantai ini mengalami proses abrasi yang cukup aktif. Selain diakibatkan penutupan muara Utara Sungai Jeneberang, juga terdapatnya konstruksi bangunan teknik di sepanjang garis pantai.

5. Geologi Kuarter Daerah Penelitian


Menurut Bahri dan Basri (1996) dalam Peta Geologi Kuarter Lembar Sungguminasa Sulawesi Selatan, daerah penelitian (lihat Gambar 4) tersusun atas : Endapan pasir pantai dan pematang pantai (B), Endapan pasir pantai dan pematang pantai di atas endapan laut dangkal (BM), Endapan pasir pantai dan pematang pantai di atas endapan pasir pantai dan pematang pantai di atas endapan laut dangkal (FBM), Endapan dataran limpah banjir di atas endapan

17

sungai (FC), Endapan dataran limpah banjir di atas endapan sungai di atas endapan laut dangkal (FCM), Endapan dataran limpah banjir di atas endapan sungai di atas endapan pasir pantai dan pematang pantai, di atas endapan rawa bakau di atas endapan laut dangkal (FCM), Endapan dataran limpah banjir di atas endapan laut dangkal (FM), Endapan dataran limpah banjir di atas endapan kipas alluvial di atas endapan pasir pantai dan pematang pantai di atas endapan laut dangkal (FVBM).

Gambar 2. Peta Geologi Kuarter daerah penelitian Lembar Sungguminasa Sulawesi Selatan pada kondisi topografi pantai tahun 1924. (Bahri dan Basri,1996).

18

6. Potensi Air Tanah


Potensi sumber daya air tanah bebas/dangkal berkisar pada kedudukan dari 0 sampai 22 m dari permukaan laut. Muka air tanah berkisar dari 0,15 m sampai 0,75 m dengan jenis lapisan akifer berupa pasir halus, pasir lempung. Untuk porositas berkisar 30 % sampai 55 %. Ketersediaan air tanah setiap tahunnya akan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya

pertumbuhan penduduk, sektor industri. Pada beberapa Kecamatan hampir setiap tahunnya mengalami keterbatasan air. Hasil pendugaan geolistrik di Pantai Barombong menunjukkan air tanah dengan kualitas baik berada pada kedalaman antara 150 200 meter. Lapisan pembawa air tanah tersebut adalah pasir. (Kanwil Deptamben, 2005). Menurut Taufik, 2010 dengan uji klorida di Pantai Tanjung Bayang, didapatkan nilai 239 mg/l - 1719 mg/l atau 0.329 ppt 1,719 ppt yang mengindikasikan intrusi rendah sedang. Hasil penelitian Bunga, 1996; uji klorida dengan nilai 200 mg/l dekat pantai di kawasan pesisir pantai sudah menunjukkan indikasi intrusi air laut. Sedangkan hasil penelitian berdasarkan electrical conductivity kawasan pantai dikelompokkan kedalam zona tidak ada intrusi air laut. (Imran dkk, 2009). B. Morfologi Pantai Pantai adalah suatu wilayah yang selalu mengalami perubahan, baik perubahan yang terjadi setiap hari, mingguan, bulanan, tahunan atau bahkan perubahan yang terjadi jutaan tahun. Tidak semua perubahan yang terjadi di wilayah pantai dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya hasil dari proses perubahan tersebut yang bisa diamati dan dirasakan oleh manusia. Perubahan pada wilayah pantai sangat tergantung pada proses yang dominan yang terjadi di wilayah pantai (Triatmodjo, 1999). Perubahan garis pantai terutama disebabkan oleh angkutan sedimen sepanjang pantai, yang dapat mengangkut sedimen sampai jauh (Triatmodjo,1999). Gelombang badai yang terjadi dalam waktu singkat dapat menyebabkan terjadinya erosi pantai, selanjutnya gelombang biasa yang terjadi sehari-hari akan membentuk kembali pantai yang sebelumnya tererosi (pantai kembali stabil) (Komar, 1998,

Triatmodjo,1999).

19

Silvester dan Hsu (1993), mendefinisikan pesisir adalah zona di tepi pantai atau daratan yang masih mendapat pengaruh dari laut seperti pasang surut dan angin laut. Sedangkan berdasarkan penampang bagian-bagian pantai, maka pantai adalah daerah ditepi perairan diantara pasang air laut tertinggi dan surut terendah. Menurut Komar (1998), jika angkutan sedimen pada pantai oleh arus susur pantai dan angkutan sedimennya sangat aktif, maka akan terbentuk morfologi pantai antara lain: lidah pasir, laguna, endapan di depan teluk, dan tombolo. Lidah pasir (spit) merupakan endapan pasir yang memanjang dan sejajar garis pantai, dan biasanya menutupi teluk, sehingga membentuk laut yang terkungkung yang disebut laguna (lagoon). Pada pantai - pantai yang landai, sering dijumpai pulau-pulau di depan pantai yang sejajar dengan garis pantai yang disebut pulau penghalang (barrier islands). Pulau-pulau ini akan membentuk laguna yang airnya tenang, sehingga memungkinkan

terendapkannya material sedimen yang berbutir halus.

Gambar 3. Penampang pantai dan bagian-bagian pantai.

Sumber: Silvester and Hsu, 1993.

Pantai juga dapat dikatakan sebagai bagian dari daratan yang dipengaruhi oleh fluktuasi pasang tertinggi dan surut terendah, dengan kedinamikaannya oleh proses asal marin maupun asal kontinen/daratan dan akan memberikan bentuk morfologi pantai yang khas dari suatu wilayah. Kondisi wilayah pesisir pantai tersebut ditunjukkan oleh proses-proses geologi

20

yang berlangsung dalam pembentukannya, demikian juga terhadap kondisi biofisik suatu kawasan pesisir pantai. Kawasan pesisir pantai merupakan suatu sistem yang kompleks, tempat terjadinya interaksi berbagai proses biofisik, sosial, budaya, ekonomi, administrasi, dan pemerintahan. Faktor-faktor biofisik pada kawasan pesisir pantai dicirikan oleh adanya perbedaan topografi, misalnya perbedaan ketinggian, jenis air (asin-payau-tawar), tipe pasang surut, dan jenis litologi. Di wilayah ini, khususnya pada pantai berpasir kadang ditemukan bukit pasir (sand dunes) dan jenis tumbuhan asli (indigenous). Kebanyakan dari jenis-jenis tumbuhan yang bersifat endemik (Sjaifuddin, 2007). Selain itu, kawasan pesisir pantai juga mempunyai nilai penting terhadap aspek sosial ekonomi. Berbagai aktivitas ekonomi penting seperti permukiman, industri, pertanian, dan pariwisata yang terkonsentrasi di wilayah pesisir memberikan dampak pada peningkatan kepadatan penduduk secara nyata (Tol et al.,1996; Joseph & Balchand, 2000 dalam Nurfaidah, 2009). C. Sedimen Pantai Sedimen pantai adalah material sedimen yang diendapkan di pantai. Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting didalam mempelajari proses erosi dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel dan distribusi butir sedimen, resistenitas atau ketahanan terhadap erosi, dan sebagainya. Di antara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah yang paling penting. Berdasarkan ukuran butirnya, sedimen pantai dapat berkisar dari sedimen berukuran butir lempung sampai gravel. 1. Sifat-sifat Sedimen Pantai Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting didalam mempelajari proses erosi dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut antara lain; ukuran partikel dan distribusi butir sedimen, bentuk butir sedimen, tahanan terhadap erosi, dan

21

sebagainya. Di antara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah yang paling penting. Ukuran butir sedimen menurut Klasifikasi Went Worth, 1934 dalam Boggs, 2001. Berdasarkan pada sedimen penyusunnya juga

mencerminkan tingkat energi (gelombang dan atau arus) yang ada di lingkungan pantai tersebut. Pantai gravel mencerminkan pantai dengan energi tinggi, sedang pantai lumpur mencerminkan lingkungan berenergi rendah atau sangat rendah. Pantai pasir menggambarkan kondisi energi menengah. Di Pulau Jawa, pantai berenergi tinggi umumnya dijumpai di kawasan pantai selatan yang menghadap ke Samudera Hindia, sedang pantai berenergi rendah umumnya di kawasan pantai Utara yang menghadap ke Laut Jawa. Demikian juga pantai Estuari Jeneberang di kawasan pantai barat Kota Makassar yang berhadapan dengan Selat Makassar. Pola sebaran sedimen ditentukan oleh faktor fluvial dan faktor marin. Faktor fluvial meliputi debit sungai, arus sungai, konfigurasi dasar sungai, dan sedimen sungai. Pola akumulasi sedimen delta yang didominasi oleh energi pasang surut akan terbentuk gosong pasir yang menyebar di depan muara sungai (Davis, 1984). 2. Angkutan Sedimen Angkutan sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya, gerakan tersebut disebabkan oleh proses abrasi dan erosi juga pengendapan lumpur di muara sungai. Transport sedimen pantai dapat diklasifikasikan menjadi: Transport sedimen menuju dan meninggalkan pantai (Cross-Shore sediment transport) dan Transport sedimen sepanjang pantai (Long-Shore sediment transport). Karakteristik sedimentasi di perairan pesisir terjadi perlahan dan berlangsung menerus selama suplai muatan sedimen yang tinggi, terus berlangsung. Perubahan laju sedimentasi dapat terjadi bila terjadi perubahan kondisi lingkungan fisik di daerah aliran sungai. Terkait hal tersebut, seperti pembukaan lahan yang akan meningkatkan erosi permukaan, dapat

meningkatkan laju sedimentasi. Proses sedimentasi yang berlangsung perlahan dan terus menerus selama suplai muatan sedimen yang banyak dari daratan masih terus terjadi. Sebaliknya proses sedimentasi berhenti atau berubah

22

menjadi erosi bila suplai sedimen berkurang karena pembangunan dam atau pengalihan alur sungai, (Triantmodjo,1999). D. Sedimen Backshore Backshore merupakan bagian dari topografi pantai yang terletak diantara batas pasang air laut tertinggi ke arah daratan hingga ke puncak pematang pantai (berm crest) (Dillenburg, 2000, Saito,1997, Udo.K, 2010). Sedimentasi yang membentuk endapan sedimen backshore terbentuk apabila terjadi kenaikan muka air laut atau terjadi gelombang badai. Artinya lingkungan tepi pantai bagian belakang (backshore) akan berubah jika terjadi gelombang badai dengan enerji yang cukup tinggi. Endapan ini berdasarkan ururtan

pengendapannya terbentuk di atas endapan foreshore dengan kontak sedimen yang bergradasi. Gradasi sedimen tersebut ditunjukkan oleh adanya perbedaan ukuran butir yang tersusun secara berurutan dari bawah ke atas. Urutan endapan sedimen tersebut dapat bergradasi menghalus atau mengkasar ke arah atas, tergangtung oleh enerji oseanografi yang membentuknya. Endapan sedimen backshore dicirikan oleh struktur laminasi sejajar, struktur gelembur gelombang, sisa-sisa tumbuhan, dan konsentrasi mineral berat. (Trenhaile,1996; Saito,1997). Pada endapan sedimen backshore juga dicirikan oleh sisa-sisa tumbuhan seperti akar-akar tumbuhan. Hal tersebut

menunjukkan zona ini tidak selalu tergenang oleh air. Sedangkan ciri sedimen backshore dijumpainya konsentrasi mineral berat. Konsentrasi mineral berat ini juga menunjukkan adanya proses abrasi di pantai. Proses pantai abrasi ini selalu mendapat perhatian serius karena akibat yang ditimbulkannya lebih bersifat merugikan manusia di area tersebut. Meskipun proses erosi sangat mudah diketahui, tetapi penyebab terjadinya proses ini masih mengundang perdebatan. Tomazelli dan Villwock (1989) vide Dillenburg, 2000 mengatakan bahwa penyebab utama terjadinya erosi pantai adalah kenaikan muka air laut. Tetapi kebanyakan orang menyatakan bahwa penyebab terjadi proses erosi adalah adanya keseimbangan negatif pada sedimen bajet.

23

E. Lingkungan Pengemdapan Fluvio-Deltaik Sistem Fluvial, Fluvial merupakan hasil aktivitas aliran sungai. Terdapat

empat macam sungai yaitu straight, anastomosing, meandering dan braided. Sungai anastomosing dipisahkan oleh pulau alluvial permanen, yang ditutupi tumbuhan yang lebat yang distabilisasi oleh bank (tebing) sungai.

Braided stream (sungai teranyan) juga naik dengan cepat, fluktuasi cepat pada pemberhentian sungai, kecepatan tinggi dari pasokan sedimen kasar, dan mudah tererosi. Klasifikasi sistem fluvial seperti yang dikemukan oleh Makaske (1998). Sistem Delta, Delta merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk oleh adanya sedimentasi sungai yang memasuki laut, danau atau laguna dan pasokan sedimen lebih besar daripada kemampuan pendistribusian kembali oleh proses yang ada pada cekungan pengendapan (Strom et al, 2005; Elliot, 1986 dalam Allen, 1997). Menurut Boggs (1987), delta diartikan sebagai suatu endapan yang terbentuk oleh proses sedimentasi fluvial yang memasuki tubuh air yang tenang. Dataran delta menunjukkandaerah di belakang garis pantai dan dataran delta bagian atas didominasi oleh proses sungai dan dapat dibedakan dengan dataran delta bagian bawah yang didominasi oleh pengaruh laut, terutama penggenangan tidal. Delta terbentuk karena adanya suplai material sedimentasi dari sistem fluvial. Ketika sungai-sungai pada sistem fluvial tersebut bertemu dengan laut, perubahan arah arus yang menyebabkan penyebaran air sungai dan akumulasi pengendapan yang cepat terhadap material sedimen dari sungai mengakibatkan terbentuknya delta. Bersamaan dengan pembentukan delta tersebut, terbentuk pula morfologi delta yang khas dan dapat dikenali pada setiap sistem yang ada. Morfologi delta secara umum terdiri dari; delta plain, delta front dan prodelta.(Strom et al, 2005) F. Air Tanah di Dataran Aluvial Pantai Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan tanah. Dataran aluvial merupakan dataran yang terbentuk akibat proses-proses geomorfologi yang lebih didominasi oleh tenaga eksogen antara lain iklim, curah hujan, angin, jenis batuan, topografi, suhu, yang semuanya

24

akan mempercepat proses pelapukan dan erosi. Hasil erosi diendapkan oleh air ketempat yang lebih rendah atau mengikuti aliran sungai. Dataran aluvial menempati daerah pantai, daerah antar gunung, dan dataran lembah sungai. daerah alluvial ini tertutup oleh bahan hasil rombakan dari daerah sekitarnya, daerah hulu ataupun dari daerah yang lebih tinggi letaknya. Sedangkan potensi air tanah daerah ini ditentukan oleh jenis dan tekstur batuan. Air tanah daerah dataran pantai selalu terdapat dalam sedimen kuarter dan resen yang batuannya terdiri dari pasir, kerikil, dan berinteraksi dengan lapisan lempung. Kondisi air tanah pada lapisan tersebut umumnya dalam keadaan tertekan, mempunyai potensi yang umumnya besar, namun masih bergantung pada luas dan penyebaran lapisan batuan dan selalu mendapat ancaman interusi air laut, apabila pengambilan air tanah berlebihan. Air tanah juga penting dalam kaitan dengan pertumbuhan dan sebaran vegetasi di pantai. Kondisi ini terkait dengan sistem akuifer air tanah. Berdasarkan sifat dan

kedudukannya sistem akuifer dibedakan menjadi; air tanah dangkal/air tanah bebas (unconfined aquifer) dan air tanah dalam/air tanah tertekan (confined aquifer)(Allay, et al, 2007). G. Vegetasi Pantai Daerah dengan iklim tropis dibentuk oleh garis isotherm berdasarkan kondisi temperatur udara rata rata tahunan 20C. Sedangkan wilayah khusus tropis lembab secara kasar terbentuk antara garis lintang utara 15 0 dan garis lintang selatan 150. Kekayaan vegetasi di daerah tropis lembab merupakan fenomena alam yang luar biasa. Di daerah tropis lembab, kondisi vegetasi konstan sepanjang masa dan dapat tumbuh di mana-mana. Di tepi pantai bahkan di tepi laut pun dapat tumbuh tanaman, antara lain: Bakau (Rhizopora spp; Bruguiera spp, Avicennia spp (Api-api). Vegetasi pantai merupakan kelompok tumbuhan yang menempati daerah intertidal mulai dari daerah pasang surut hingga daerah di bagian dalam pulau atau daratan dimana masih terdapat pengaruh laut. Secara umum kelompok tumbuhan darat yang tumbuh di daerah intertidal atau daerah dekat laut yang memiliki salinitas cukup tinggi, dapat dibagi menjadi 3 (Noor et al, 1999): 1). Mangrove Sejati Jenis tumbuhan ini didominasi oleh genera

25

Rhizophora, Avicenia, Brugueira, Sonneratia. 2). Mangrove Ikutan (Associated Mangrove). Jenis tumbuhan yang tergolong mangrove ikutan misalnya: Thespesia popularea (waru laut), Pandanus Ketorius (pandan), Terminadia Catappa (ketapang), Acanthus ilicifolius L. (jeruju) dan lain-lain. 3). Vegetasi pantai bukan Mangrove (Non Mangrove). Jenis vegetasi pantai non mangrove umumnya terdiri dari: Ipomoea pes-carrae.sweet (tapak kambing), Spinifex LITTOREUS (rumput angin), Cantigi pemphisacidula JRG Forst (santigi), TERMINALIA catappa L. (ketapang), CASURINA EQUISETIFOLIA (cemara laut) dan Cocos nucifera (kelapa). Tumbuhan ini membentuk zonasi yang khas di kawasan pantai dan tidak terlepas dari pengaruh salinitas estuari. Salinitas di estuari dipengaruhi oleh musim, topografi estuari, pasang surut, dan jumlah air tawar. Pada saat pasang-naik, air laut menjauhi hulu estuari dan menggeser isohaline ke hulu. Pada saat pasang-turun, menggeser isohaline ke hilir. Kondisi tersebut menyebabkan adanya daerah yang salinitasnya berubah sesuai dengan pasang surut dan memiliki fluktuasi salinitas yang maksimum (Nybakken, 1988). Menurut Kennish,1994, secara historis salinitas yang dinyatakan dalam bagian per seribu. Pada tahun 1978, ahli kelautan mendefinisikan salinitas dalam Salinitas Praktis Unit (psu): rasio konduktivitas sampel air laut ke dalam larutan standar Klorida Kalium. Air yang bercampur di muara disebut air payau (brackish) karena tidak murni tawar dan memiliki kandungan garam. Tetapi juga tidak termasuk air garam karena memiliki tingkat salinitas yang lebih rendah dari air laut. Air tawar (freshwater) memiliki salinitas kurang dari 0,5 ppt (bagian per seribu) dimana air garam memiliki tingkat salinitas antara 30 sampai 50 ppt. Salinitas di atas 50 ppt dianggap air garam (brine) dan umumnya ekosistem laut tidak dapat hidup (seperti laut mati). Air payau (brakish) ditemukan di muara-muara sungai di seluruh dunia biasanya memiliki tingkat salinitas antara 0.5 sampai 30 ppt. Estuari memiliki tingkat salinitas antara 10 ppt 20 ppt.

26

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis data Metoda penelitian meliputi : 1) metode geologi, survei garis pantai, survei batimetri, deskriptif geologi (karakteristik pantai dan sampling sedimen), test pit, pemboran inti, pengamatan oseanografi (pasang surut, gelombang dan arus), 2) metoda geofisika, dengan geolistrik tahanan jenis. Pendekatan penelitian dilakukan secara kualitatif dan jenis data berupa pengamatan langsung di lapangan sebagai data primer dan data pendukung penelitian digunakan pula data sekunder. B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian (lihat gambar 2) terletak di kawasan pantai estuari Jeneberang Kota Makassar. Panjang garis pantai saat ini sekitar 10 Km, memanjang dari Pantai Barombong di selatan hingga Pantai Tanjung Bunga di utara. 119 25 20 (BT). C. Alat dan Bahan Secara geografis terletak pada koordinat 5 08 40 - 5 12 40 (LS) dan 119 22 40 -

Pelaksanaan penelitian ditunjang dengan peralatan yang tersedia maupun yang dirakit atau modifikasi sendiri dan disesuaikan dengan persyaratan peralatan standar penelitian. Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan jenis kegiatan, seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Jenis Kegiatan
I.Survey Geologi 1.Pemetaan Garis Pantai

Alat dan Bahan

Kegunaan

- Peta Citra satelit (google earth 5,19-5-2009), Peta Geologi 1982 , sekala 1: 50000 - GPS-Geodetik Trimble, - GPS-Map CX-76, Batteray, - Echo Sounder GPS-Map 298,GARMIN,bateray - Perahu Motor,bensin - Pelampung Arus, - Theodolit, Bak Ukur. - Kantong sampel - Sedimen Trap - Botol sampel - Sekop, meteran

Peta Dasar

Membuat Peta Garis Pantai Menentukan posisi

2.Pemetaan Batimetri

Membuat peta batimetri Sarana transportasi

3.Oceanografi 4.Sampling Sedimen - sedimen pantai, - sed. dasar perairan - sedimen melayang 5. Test Pit 6. Pemboran Inti II.Survey Geolistrik 7.Tahanan Jenis

Menentukan Arah dan Kecept. Arus, Mengukur tinggi pasut dan gelombang Tempat Sampel Perangkap sedimen dasar Mengambil sampel air Membuat sumur uji untuk Pengamatan tekstur,struktur,dan komposisi bawah permukaan dan mengambil sampel coring sedimen hingga kedalam 10 dan 11 meter. Merekam data bawah permukaan bumi dengan injeksi arus

- Peralatan Bor Inti, Split core, meteran, - Restivity Meter Multi Channel -16 elektroda, kabel, palu geologi,rol meter, Laptop, Software Res2Divn -Rotary Tube Mesin - Neraca Digital Ayakan,kuas,kertas saring, labu ukur -Lar. Bromf. 2.67 Intel Core 2 Duo LapTop

III. Analisis Laboratorium 8.Lab.Sedimentologi *Sieve Analyses *Analisa Mineral Berat *Analisa data bor IV. Pengolahan Data 9.Lab.Geokomputasi Kompilasi data-data lapangan dan analisis laboratorium

Pemisahan Ukuran butir Pemisahan Mineral berat Penentuan proses-proses pantai

Software : ArcGis Ver.9.8, R-Mapper V.80 , CoralDRAW graphic X4, Microsoft Office 2007

Melakukan interpretasi guna mendapatkan suatu hasil untuk pembahasan pada PENYUSUNAN DISERTASE

HASIL DAN PEMBAHASAN MORFODINAMIKA PANTAI DAN PROSPEK SEBARAN VEGETASI PANTAI ESTUARI JENEBERANG

A. Morfodinamika Pantai Estuari Jeneberang Proses kedinamikaan di kawasan pantai Estuari Jeneberang terus berlangsung sejak pembentukannya dan telah merubah bentuk morfologi pantai. Kedinamikaan pantai yang dicirikan dengan terjadinya proses abrasi dan sedimentasi, dapat dijelaskan dengan hasil analisis kondisi topografi pantai, batimetri, kondisi oseanografi dan distribusi sedimen pantainya. 1. Kondisi Topografi dan Batimetri Survei topografi garis pantai menghasilkan peta yang disajikan dalam bentuk digital, menggambarkan bentuk pantai lurus, pantai cuspate, dan terbentuk pantai spit yang mengarah ke Utara. Perbedaan bentuk garis pantai
terjadi karena adanya perbedaan proses-proses hidrodinamika yang berlangsung di sepanjang pantai. Sedangkan overlay peta hasil pengukuran garis pantai tahun 2009 dan tahun 2010, oleh Langkoke, menunjukkan garis pantai dalam interval waktu setahun dapat dianggap tidak terjadi perubahan yang signifikan dari bentuk morfologi pantai. Kecuali di pantai Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga, mengalami perubahan karena adanya kegiatan reklamasi saat dilakukan penelitian.

Survei batimetri menggambarkan kondisi geologi dasar perairan pantai. Interpretasi 2D, dari hasil pengukuran batimetri di perairan pantai menggambarkan
pola kontur yang mengikuti garis pantai, dan kedalaman yang berangsur cenderung makin dalam ke arah laut lepas (ke Selat Makassar). Kedalaman yang terobservasi dan terekam dari datum 0 m 19 meter. Kerapatan kontur terjadi pada kondisi perairan dengan kelerengan dasar perairan yang curam, sedang kontur yang lebih renggang menunjukkan kondisi perairan yang relatif landai. Berdasarkan pola kontur dan

kedalaman dasar perairan dapat dibedakan menjadi 7 (tujuh) segmen, mulai dari A sampai G.

Kondisi oseanografi berdasarkan pengukuran ombak, arus, dan pasang surut dilakukan di 4 lokasi, yaitu di Pantai Barombong, Pantai Tanjung Bayang, Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga, menunjukkan adanya

adanya perbedaan kondisi batimetri di setiap segmen pantai. Diinterpretasikan

Tabel 2.

Hasil perhitungan Tinggi Ombak Ombak (H)rata-rata, Periode Ombak pantai Estuari Jeneberang.
Sudut Datang Ombak () H rata-rata (cm) T rata-rata (dtk) E rata-rata (Joule) Lokasi Pengukuran

Arah Angin dari

Barat Daya Barat Laut Barat Laut Barat Laut

N 245 E N 305 E N 280 E N 305 E

23,12 14,37 30,53 10,18

0,55 3,12 0,10 1,13

673,31 316,86 1176,12 133,59

Pantai Barombong Pantai Tj. Bayang Pantai Tj. Merdeka Pantai Tj. Bunga

Tabel 3. Hasil perhitungan kecepatan arus saat pasang dan kecepatan saat surut
Kecepatan Arus Pasang (m/dtk) ke Utara Kecepatan Arus Surut (m/dtk) ke Selatan Lokasi Pengukuran

0.04 0.01 0.04 0.01

0.10 0.06 0.11 0.06

0.01 0.01 0.01 0.04

0.03 0.03 0.09 0.10

Pantai Barombong Pantai Tanjung Bayang Pantai Tanjung Merdeka Pantai Tanjung Bunga

0.06 0.05

Pantai Barombong

0.12
0.10

Pantai Tanjung Bayang

Kecepatan (m/dtk)

0.03

0.02
0.01

0.00
-0.01 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

-0.02
-0.03 -0.04 Waktu (Jam)

Kecepatan (m/dtk

0.04

0.08
0.06

0.04
0.02 0.00

-0.02 -0.04

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Waktu (Jam)

Pantai Tanjung Merdeka


0.15 0.08 0.06

Pantai Tanjung Bunga

Kecepatan (m/dtk)

0.10

Kecepatan (m/dtk

0.05
0.00

0.04
0.02 0.00
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

6
-0.05 -0.10

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

-0.02
-0.04 Waktu (Jam)

Waktu (Jam)

Gambar 4. Kurva Kecepatan Arus vs Waktu pada 4 titik Pengamatan di Estuari Jeneberang (Langkoke, 2010)

dari hasil perhitungan ombak menunjukkan adanya perbedaan pola kontur batimetri, sehingga berpengaruh terhadap energi gelombang yang ditimbulkan. Sementara kecepatan arus saat pasang di Pantai Barombong dan Pantai Tanjung Bayang relatif sama. Hal tersebut dikarenakan pada kedua pantai mempunyai bentuk garis pantai yang sama yaitu Pantai Lurus. Sedangkan di Pantai Tanjung Bayang dan Pantai Tanjung Bunga, juga mempunyai bentuk pantai yang sama yaitu pantai Cuspate. Selain itu adanya perbedaan kondisi batimetri dan bentuk topografi pantai, di setiap segmen pantai. Sedangkan hasil pengukuran pasang surut, yang dilakukan diperoleh nilai F = 1.29 samahasil perhitungan Jika dikategorikan berdasarkan energi 6 dan termasuk dalam tipe pasang surut campuran dominan ganda. Fluktuasi pasang-surut ini akan memberikan gambaran interaksi antara ombak yang datang ke garis pantai dan membentuk sudut arah datang ombak sehingga membangkitkan arus, baik arus sejajar pantai maupun arus tolak pantai. Kondisi tersebut akan terkait dengan distribusi ukuran butir sedimen. 2. Distribusi Tekstur Sedimen Hasil analisis ukuran butir sedimen pantai Estuari Jeneberang, didapatkan nilai parameter moment dan tekstur sedimen dalam satuan phi () dan nilai berat komponen tekstur dalam satuan persen , dan disajikan dalam bentuk kurva sebaran distribusi sedimen pantai, peta sedimen dasar perairan pantai, sedimen suspensi, dan peta-peta distribusi sedimen. Distribusi Sedimen Pantai Berdasarkan Mean rata-rata sedimen pantai, menghasilkan distribusi sedimen pantai terdiri dari; pasir sedang (medium sand),pasir halus (fine sand) dan pasir sangat halus (very fine sand). Sedangkan hasil perhitungan persentase berat, berdasarkan kandungan antara pasir, lanau dan lempung, (Holmes dan Intyre, 1984), didapatkan jenis sebaran sedimen pasir di pantai terdiri dari sebaran pasir dan pasir lanauan. Berdasarkan distribusi sedimen pasir di pantai Barombong (nilai mean antara 1.33 2.3 ), selang seling pasir dan pasir lanauan di Pantai Tanjung Bayang

(nilai mean antara 1.3 3.4 ), selang seling pasir dan pasir lanauan di Pantai Tanjung Merdeka (nilai mean antara 2.3 2.8 ). Selanjutnya terdapat perubahan ukuran butir yang cenderung lebih kasar ke arah Spit Tanjung Bunga (nilai mean antara 1.3 2.0 ). Jika dihubungkan dengan pola hidrodinamika long-shore drift dari Selatan dengan transport sedimen sejajar pantai, dan kecepatan arus pasang ke Utara mempunyai nilai lebih tinggi, maka distribusi sedimen di kawasan ini seharusnya mempunyai ukuran yang

Gambar 5. Interaksi Arah Ombak yang membangkit Arus pasang surut di Pantai Estuari Jeneberang (Rohaya,2010)

menghalus ke arah Utara.

Kondisi lapangan terlihat aktifitas manusia yang

cukup tinggi. Hasil penelitian distribusi sedimen pantai menunjukkan perubahan ukuran butir sedimen secara lateral menunjukkan berlangsungnya proses pantai abrasi dan sedimentasi.
Sedimen Texture of Sand, Silt, and Clay
Weight (%)
100% 50% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Station No.
1 Silt 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Clay 0.2 0.1 0.0 0.0 0.1 0.0 0.2 0.1 0.8 0.4 0.4 0.1 0.4 0.1 0.3 0.1 4.4 0.8 0.8 0.4 1.0 0.1 0.2 0.4 0.3 0.3 0.0 0.2 0.3 0.2 0.0 0.2

25. 18. 12. 9.5 6.9 7.2 13. 25. 29. 22. 22. 9.0 29. 10. 22. 12. 30. 25. 21. 17. 35. 14. 16. 25. 16. 17. 1.7 15. 18. 13. 10. 15.

Sand 74. 81. 87. 90. 92. 92. 86. 74. 69. 76. 77. 90. 70. 89. 77. 87. 65. 73. 77. 82. 63. 85. 83. 74. 83. 82. 98. 84. 81. 85. 89. 84.

Kurva Hasil Perhitungan Persentasi Berat Tekstur Sedimen; Pasir, Lanau dan Lempung, Pantai Estuari Jeneberang.
1.6
Poorly Sorted

1.4

1.2
1

0.8
0.6 0.4 0.2 0 0 10 20 30
Very Fine Sand

40

Sebaran Sedimen Pantai Estuari Jeneberang yang terdiri dari pasir sedang, pasir halus dan pasir sangat halus, dengan Standar Deviation () rata-rata termasuk moderately sorted.
Skewness (Sk1) Vs Standard Deviation ( )
1.20

S k e w n e s s

1.00 0.80 0.60 0.40 0.20

river turbidite
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

0.00
-0.20 -0.40 -0.60

beach

Standard Deviation

Kurva Standar Deviation () vs Skewness(Sk1), distribusi sedimen asal pantai (beach), sungai (river) dan laut (turbidite)

Gambar 6. Hasil analisis tekstur sedimen pantai (Langkoke, 2010)

Gambar 7. Peta Distribusi Tekstur Sedimen Dasar Pantai Estuari Jeneberang Makassar (Rohaya,2010).

Tekstur Sedimen Dasar Perairan Pantai Analisis distribusi sedimen dasar perairan pantai, menghasilkan sebaran sedimen pasir kasar, pasir sedang, pasir halus, dan pasir sangat halus. Pasir kasar (coarse sand), nilai mean 0.09 - 1, Standard Deviation 1.46 terpilah buruk (poorly sorted) terdapat pada kedalaman 15-20 m pada lereng curam di depan longshore bar ke arah laut. Pasir sedang (medium sand), nilai Mean 2 , Standard Deviation 0.92 -1.46 terpilah buruk (poorly sorted) terdapat pada kedalaman 15-20 m pada lereng curam di depan trough bar ke arah laut.

Pasir halus (fine sand), nilai mean 2.02 3 , Standard Deviation 1.43 1.07 terpilah baik, sedang sampai buruk (well sorted moderately sortedpoorly sorted), terdapat pada kedalaman 5-10 m pada basin atau cekungan di
Sediment Texture of Sand, Silt, and Clay
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Clay Silt Sand

Weight (%)

No. Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
18 1. 11 12 15 36 0. 14 0. 14 12 0. 7. 6. 8. 0. 0. 0. 0. 1. 0. 0. 6. 0. 15 9. 13 24 26 30 3. 11 1. 30 4. 62 26 62 53 62 38 30 57 26 76 70 47 21 45 16 16 0. 10 7. 2. 22 7. 26 9. 48 60 55 45 48 47 31 36 23 49 33 18 71 26 33 21 24 68 28 72 9. 17 51 70 47 75 82 98 89 92 96 76 91 67 90 36 30 31 30 25 22 64 52 74 20 61

Kurva Hasil Perhitungan Persentasi Berat Tekstur Sedimen Dasar Standard Deviation Deviation Perairan; Standard Pasir, Lanau dan Lempung, Pantai Estuari Jeneberang.
1.60 1.40
1.6
Poorly Sorted

.60

.40

.20

1.4

1.20 1.00
0.80 0.60 0.40

1.2
1

.00

.80

0.8
0.6 0.4 0.2 0
Very Fine Sand

.60

.40

.20 0.00

0.20
0.00

.00

0.00

1.00

1.00

2.00

10

2.00

3.00

20

3.00 4.00

30

40

4.00

Sebaran Sedimen Pantai Estuari Jeneberang yang terdiri dari pasir sedang, pasir halus dan pasir sangat halus, dengan Standar Deviation () rata-rata termasuk moderately sorted.

Standard Deviation Vs Skewness


0

0
0 0

turbidit river
5 10 15 20 25 30 35 40

Skewness

0 0

0
0 0 -1

beach

-1
-1

Standard Deviation

Kurva Standar Deviation () vs Skewness(Sk1), distribusi sedimen asal pantai (beach)

Gambar 8. Hasil analisis tekstur sedimen dasar perairan pantai (Langkoke, 2010)

daeran bar di bagian tengah daerah penelitian. Pasir sangat halus (very fine sand), nilai mean 3.23 - 3.66 , Standard Deviation 0.74 - 0.71 terpilah baik sampai sedang (well sorted moderately sorted), terdapat pada kedalaman 5-10 m pada basin atau cekungan di daerah bar di bagian tengah daerah penelitian. Sedangkan hasil perhitungan persentase berat, berdasarkan kandungan antara pasir, lanau dan lempung (Holmes dan Intyre,1984), didapatkan jenis sebaran sedimen pasir di pantai terdiri dari sebaran pasir dan pasir lanauan. Standar deviation vs Mean mengahsilkan sortasi sedang. Sumber material sedimen berasal dari sungai, pantai dan turbidit. Distribusi sedimen dasar perairan pantai terlihat pola disribusi sedimen dari tepi pantai ke arah laut. Sebaran sedimen dari kontur batimetri -1 m hingga -15 m ditutupi oleh sedimen berukuran pasir halus (nilai mean 2.02 3 ). Di antara kedalaman kontur batimetri tersebut terdapat cekungan-cekungan yang tertutupi sedimen berukuran pasir sangat halus (nilai mean 3.23 - 3.66 ). Walaupun sebagian kecil segmen pantai tertutupi oleh sedimen yang berukuran pasir sedang (nilai mean 2 ). Hasil penelitian distribusi sebaran sedimen dasar perairan menunjukkan kondisi batimetri dengan topografi dasar yang terbentuk adanya trough bar didasar perairan, sebagai indikasi terjadinya proses abrasi dan sedimentasi. Distribusi Sedimen Suspensi Berdasarkan analisis data, menunjukkan konsentrasi berat suspensi dengan nilai yang relatif tinggi antara 1,5 2.1 gram per liter. Terkonsentrasi

Konversi Suspensi (gr/ltr) Arus Pasang Surut


3

Konversi Arus Pasng Surut

2 1

0 -1 -2
-3 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59 61 63 65

No.Sampel

Gambar 9. Grafik Distribusi Jumlah Berat Sedimen Suspensi Perairan Grafik ke atas saat pasang (ke Utara), grafik ke bawah saat surut (ke Selatan) (Langkoke, 2010).

pada titik-titik yang dekat dengan muara sungai atau kanal maupun pada aluralur atau channel dan tergantung pada kecepatan arus saat pasang surut. Konsentrasi sedimen suspensi lebih besar pada saat saat arus pasang dengan pola arus ke arah Utara, dan nilai teringgi terutama dipengaruhi oleh sumber material sedimen. Hasil penelitian menunjukkan sebaran suspensi asal muara Sungai Jeneberang, dengan material sedimen berukuran butir medium sand fine sand.

Gambar 10. Peta Distribusi Sedimen Suspensi Pantai Estuari Jeneberang. (Langkoke,2010)

Hasil penelitian

topografi , batimetri, kondisi oseanografi dan distribusi

tekstur sedimen, maka kedinamikaan kawasan pantai estuari dipengaruhi oleh adanya longshore drift dari Selatan ke Utara. Perbedan kondisi oseanografi di akibatkan adanya perbedaan topografi dasar perairan dan berkorekasi dengan bentuk topografi garis pantai. Diameter ukuran butir sedimen dari Selatan ke Utara menunjukkan bahwa material sedimen terangkut secara angkutan sedimen sejajar pantai (longshore sediment transport) oleh pengaruh arus pasang surut. Material sedimen tersebut oleh arus susur pantai akan distribusikan ke arah Utara. Menurut Komar,1998, pola angkutan sedimen

sejajar pantai dapat menyebabkan terjadinya proses abrasi. Hasil penelitian terhadap proses kedinamikaan di kawasan pantai estuari oleh akibat terjadinya proses abrasi dan sedimentasi, juga menyebabkan terjadinya perubahan pada garis tepi pantai dan hamparan pantai Estuari Jeneberang. 3. Abrasi dan Sedimentasi Proses pantai abrasi dan sedimentasi di setiap segmen pantai; Pantai Barombong, Pantai Tanjung Bayang, Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga akan dijelaskan sebagai berikut; Pantai Barombong, merupakan pantai dengan sebaran material sedimen pasir dan pasir lanauan terdistribusi di muara Sungai Barombong dan Muara Sungai Jeneberang. Ukuran butir sedimen mempunyai nilai Mean (Mz) antara 1.33 2.7 , Berdasarkan distribusi ukuran butir rerata di pantai ini, yang mempunyai nilai Mean (Mz) lebih kecil dari 2,4 , mengindikasikan proses pantai sedimetasi. Diinterpretasikan distribusi material sedimen lebih

dipengaruhi oleh transport sedimen yang berasal dari pantai bagian Selatan lokasi penelitian atau dari pantai Galesong Utara Kabupaten Takalar. Pantai Tanjung Bayang, merupakan pantai dengan sebaran material sedimen terdiri dari; pasir lanauan di Selatan dan selang seling antara pasir dan pasir lanauan ke Utara. Distribusi ukuran butir sedimen mempunyai nilai Mean (Mz) antara 1.37 3.47 , Berdasarkan distribusi ukuran butir rerata di pantai ini, yang mempunyai nilai Mean (Mz) lebih kecil dari 2,4 , mengindikasikan proses

pantai abrasi dan yang lebih besar dari 2.4 indikasi proses sedimentasi. Berdasarkan distribusi ukuran butir, maka pantai diindikasikasikan adanya

proses abrasi sedimentasi Sedangkan kontur batimetri dan kelerengan pantai dekat muara relatif terjal, sehingga diinterpretasikan terbentuknya selang seling pengendapan sedimen di pantai. Kondisi di lapangan, terlihat adanya penambangan pasir di muara sungai, menyebabkan runtuhnya Tugu Layar akibat abrasi pantai. Pantai Tanjung Merdeka, merupakan pantai dengan sebaran material sedimen secara lateral terdiri dari; selang seling antara pasir lanauan, pasir dan pasir lanauan. Distribusi nilai Mean (Mz) antara 1.77 2.50 ,. Berdasarkan distribusi ukuran butir, maka pantai diindikasikasikan adanya proses abrasi dan sedimentasi. Kondisi di lapangan, terlihat adanya groin yang dipasang tegak lurus pantai yang dampaknya terjadi abrasi dan sedimentasi di pantai ini. Pantai Tanjung Bunga, merupakan pantai dengan sebaran material sedimen terdiri dari; pasir. Distribusi nilai Mean (Mz) antara 2.4 1,7 ,. Berdasarkan distribusi ukuran butir di pantai menunjukkan

adanya perubahan ukuran butir yang cenderung lebih kasar atau mempunyai nilai Mean (Mz) rerata lebih kecil dari 2.4 . Sehingga pantai mengindikasikan terjadinya proses sedimentasi. Tetapi kondisi ini tidak lazim untuk tipe pantai dengan transport sedimen sejajar pantai, dan oleh arus susur pantai akan memperlihatkan ukuran butir sedimen ke arah Utara semakin halus. Tetapi jika dihubungkn dengan bentuk kontur batimetri, dan terbentuknya bar di perairan dasar, maka pantai di kawasan ini menunjukkan proses abrasi. Kondisi di lapangan, terlihat adanya reklamasi pantai di samping Trans Studio, dan di Ujung Spit Tanjung Bunga. Berdasarkan hal tersebut, maka pantai dapat dikatakan sebagai pantai abrasi, walaupun terkesan terjadi proses sedimentasi karena adanya reklamasi pantai di kawasan ini. dan sedimentasi telah mengakibatkan terjadinya perubahan pada garis pantai. Pola hidrodinamika hamparan pantai Estuari Jeneberang berdasarkan sedimen tersuspensi yang dikorelasikan dengan pola kontur batimetri, terlihat semburan sedimen dengan pola ke arah Barat Laut dan diangkut oleh arus susur pantai ke arah Utara. Kedinamikaan pantai oleh adanya proses abrasi Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada grafik dengan interval tahun 2000 -

2003, 2003 - 2006, telah terjadi kesetimbangan negatife. Artinya proses abrasi terus berlangsung. Sedangkan interval waktu tahun 2006-2009, 2009-2010, sebaliknya telah terjadi kesetimbangan positif. Artinya telah terjadi

kesetimbangan positif.

Grafik Abrasi-Sedimentasi Pantai Estuari Jeneberang - Tahun 2000-2010 Grafik Perubahan Garis Pantai Tahun 2000 - 2010
180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
Area Perubahan (m )

2000-2003

2003-2006

2006-2009

2009-2010

Abrasi Sedimentasi

68966,56

113202,06

94922,9

57130

24609,32

66599,55

152955,74

168389

Gambar 53.

Grafik jumlah sedimen yang terabrasi dan tersedimentasi di sepanjang Pantai Estuari Jeneberang (Langkoke,2010).

Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada grafik dengan interval tahun 2000 - 2003, 2003 - 2006, telah terjadi kesetimbangan negatif. Artinya proses abrasi terus berlangsung. Sedangkan interval waktu tahun 2006-2009, 20092010, sebaliknya telah terjadi kesetimbangan positif. Artinya telah terjadi kesetimbangan posisif. Hasil overlay peta abrasi sedimentasi (Lampiran 10) menunjukkan telah terjadi perubahan di pantai bagian Utara (Pantai Tanjung Bunga). Hasil pengamatan lapangan menunjukkan adanya kegiatan reklamasi di pantai bagian Utara.

4. Perubahan Garis Pantai Pantai Estuari Jeneberang berdasarkan hasil pengukuran garis pantai tahun 2010 oleh Langkoke mempunyai 3 (tiga) bentuk morfologi pantai yaitu, Pantai Lurus (L), Pantai Cuspate (C) dan Pantai Spit (S). Bentuk morfologi

pantai juga terkait dengan berubahan ukuran butir sedimen pantai, ada tidaknya konstruksi bangunan teknik di sepanjang pantai, aktifitas manusia di kawasan pantai. Hasil overlay peta garis pantai tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2010 perubahan dengan interval waktu satu tahun dan tiga tahun, memperlihatkan perubahan terjadi pada posisi yang relatif tetap. Perubahan pada bentuk

morfologi Cuspate, di sekitar muara Sungai Jeneberang, di bagian Selatan terutama di bagian kanan jetis di Pantai Tanjung Bayang, dicirikan dengan adanya erosi yang aktif. Perubahan pada bentuk morfologi pantai Lurus di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka, dan dicirikan dengan pantai erosi sedimentasi antara segmennya. Perubahan pada bentuk morfologi pantai Spit di bagian Utara di Pantai Tanjung Bunga, dicirikan dengan pantai sedimentasi. Sedangkan di Pantai Barombong yang bentuk morfologi pantai Lurus, dicirikan dengan pantai sedimentasi. Perubahan garis pantai oleh proses-proses kedinamikaan yang berlangsung menyebabkan terjadinya perubahan pada panjang garis tepi pantai. Hasil pengukuran panjang garis pantai yang diukur dari muara Sungai Barombong hingga Ujung Spit Tanjung Bunga di tahun 2000 sekitar 8.49 Km, dan di tahun 2010, sekitar 8.92 Km. Artinya pantai mengalami penambahan panjang garis pantai akibat proses abrasi sedimentasi maupun oleh akibat aktifitas manusia. Perubahan bentuk morfologi pantai tersebut, selain yang diakibatkan oleh proses-proses alami, tetapi juga terjadi oleh adanya akitifitas manusia terutama pada pantai di bagian Utara 5. Karakteristik Pantai Berdasarkan hasil analisis data-data yang telah dilakukan, maka dilakukan peme Pemetaan karakteristik pantai dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan data secara visual untuk memberikan gambaran proses yang sedang terjadi di kawasan pantai Estuari Jeneberang. Kawasan pantai daerah penelitian memanjang dari Selatan ke Utara dengan panjang garis pantai sekitar 9 km. Topografi pantai berelief lebih tinggi dengan kelerengan landai sampai curam di bagian Selatan, di bagian Utara topografinya relatif lebih rendah hingga topografi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Ketinggian topografi pantai dari sekitar 0.5 m hingga 4.75 m dari permukaan air laut (dpl). Lereng pantai berkisar antara 5 hingga 85, bentuk garis pantai Lurus (L), Cuspate (C), dan Spit(S). Di beberapa bagian pantai dijumpai bangunan teknik seperti groin, tanggul pantai, jetti. Sedangkan proses-proses pantai ditemukan bagian pantai yang mengalami abrasi dan sedimnetasi. Abrasi dicirikan rusaknya bangunan pantai seperti tanggul pantai, groin dan lain sebagainya, dan sedimentasi dicirikan dengan pembentukan spit dan endapanendapan di depan muara atau kanal-kanal.taan karakteristik pantai yang menghasilkan gambaran yang spesifik tentang kondisi pantai esturai secara geologis dengan seluruh karakternya, yang selanjutnya akan digunakan dalam pembagian zonasi. Interaksi aspek geologi dapat tergambar dari adanya perubahan-perubahan pada morfologi pantai yang terlihat saat kini, baik yang diakibatkan oleh proses alam itu sendiri maupun oleh proses perubahan oleh aktifitas manusia. Dampak perubahan yang langsung dapat terlihat adanya

proses abrasi dan sedimentasi, yang memberi perubahan pada garis pantai. Karakteristik pantai estuary Jeneberang dapat dibedakan menjadi 4 tipe menurut sel sedimentasi yaitu : 1) Tipe-1 Pantai Barombong, 2) Tipe-2 Pantai Tanjung Bayang, 3) Tipe-3 Pantai Tanjung Merdeka dan 4) Tipe-4 Pantai Tanjung Bunga.

Gambar 2. Penampang melintang Pembagian Tipe Pantai Estuari Jeneberang (Langkoke,2010)

B. Tinggi Rendahnya Permukaan Dasar Perairan Pantai Berdasarkan hasil analisis terhadap kedinamikaan dan proses-proses pantai abrasi sedimentasi dan maju mundurnya garis pantai menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan di pantai Estuari Jeneberang. Kondisi tersebut mempengaruhi kondisi permukaan dasar perairan pantai. Perubahan ini dicirikan oleh dua peristiwa berupa permukaan dasar laut rendah atau permukaan dasar laut menjadi tinggi. Perubahan tersebut dapat teramati dari hasil analisis maju mundurnya garis pantai dan perubahan topografi dasar perairan pantai. Perubahan maju mundurnya garis pantai, Pantai Barombong,

dikategorikan sebagai pantai maju sejauh 20 meter dengan proses pantai sedimentasi. Artinya terjadi perubahan lingkungan dari lingkungan

laut.menjadi darat. Pantai Tanjung bayang, Pantai Tanjung Merdeka, dan Pantai Tanjung Bunga, dikategorikan sebagai pantai mundur masingmasing sejauh 59 m, 24 m, dan 62 m, dengan proses pantai abrasi.

Artinya perubahan lingkungan yang terjadi dari darat menjadi laut. Perubahan topografi dasar perairan, Perbedaan topografi dasar perairan ditunjukkan dengan adanya perbedaan kelerengan dasar perairan. Perbedaan derajat kelerengan di setiap segmen yang terukur akan menunjukkan perubahan topografi dasar perairan. Perubahan tersebut

dikontrol oleh proses abrasi atau sedimen yang berlangsung pada setiap segmen pantai. Kenaikan permukaan dasar perairan, dicirikan dengan naiknya

permukaan dasar laut akibat terendapkannya material

sedimen di atas

sedimen dasar pantai sebelumnya. Kondisi tersebut terlihat pada penampang ST, QR, OP, MN,IJ (Lihat Lampiran 12). Proses pantai abrasi, garis pantai mundur, terbentuk endapan bar, sehingga perbedaan kelerengan dasar pantai dipengaruhi oleh adanya tidaknya endapan bar di dasar perairan. Umumnya membentuk lereng yang landai. Penurunan permukaan dasar perairan, dicirikan dengan turunnya

permukaan dasar laut akibat terangkutnya material sedimen di atas sedimen dasar pantai sebelumnya. Kondisi tersebut terlihat pada penampang WX, UV,

GH, EF, CD, AB (Lihat Lampiran 12). Proses pantai sedimentasi, dan di pantai Tanjung Bunga masih terlihat terbentuknya bar, sehingga menunjukkan masih berlangsung proses abrasi. Garis pantai maju untuk proses sedimentasi dan mundur untuk proses abrasi. kelerengan di dasar perairan membentuk lereng yang curam. Indikasi Penurunan Dasar Perairan Pantai Estuari Jeneberang. Berdasarkan pengamatan pada titik koordinat Mercusuar, dilakukan dengan mematok posisi saat kondisi masih di darat pada tahun 1991. Pada tahun 2000 mercusuar mulai bergeser hingga pada tahun 2001 sudah berada ditepi pantai dan dihitung sebagai titik nol pada posisi Lintang Selatan (5 8'58.56"S) dan Bujur Timur (11923'58.27"E). Selama kurun waktu sepuluh tahun ternyata posisi koordinat tidak mengalami perubahan. Berdasarkan hasil pengukuran batimetri pada bulan Mei tahun 2010 , menunjukkan titik koordinat tersebut tidak mengalami perubahan, kecuali telah terjadi perubahan kedalaman oleh adanya penurunan dasar perairan. Posisi pondasi mercuar, sudah berada di kedalaman sekitar 2.5 meter setelah 10 tahun sehingga terjadi penurunan 25 cm per tahun. Perubahan tersebut juga terukur pada perubahan garis pantai berdasarkan hasil pengukuran dan data historis dari tahun 2000 hingga 2010, telah terjadi mundurnya garis pantai meter. sejauh 125 umumnya

B. Dinamika Sedimentasi Secara Vertikal Dinamika sedimentasi secara vertikal dimaksudkan untuk menjelaskan urutan sedimen secara vertikal, berdasarkan interpretasi sedimen tekstur bawah permukaan. Data sedimen tekstur tersebut diperoleh dari analisis data tespit (sumur uji) dan pemboran dangkal. Tekstur Sedimen Bawah Permukaan Tekstur sedimen bawah permukaan di peroleh dari analisis data dari tespit (sumur uji), pemboran dangkal, dan Geolistrik. Pengumpulan data dilakukan di 4 titik lokasi yaitu; Pantai Barombong, Pantai Tanjung Bayang, Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Spit Tanjung Bunga. Analisis data

dilakukan dengan pengamatan langsung dan analisis laboratorium. Hasil analisis diskripsi dan setiap metoda akan diuraikan sebagai berikut; 1. Interpretasi Tespit Data sedimen tespit, dibuat dengan kedalaman antara 1 hingga 1.5 meter, kemudian dianalisis berdasarkan tekstur sedimen yang dicirikan dari sifat fisik, komposisi kimia dan material organiknya. Hasil yang diperoleh dari susunan sedimen bawah permukaan, terdiri dari; soil, pasir, selang seling pasir dan pasir lanauan, serta lempung. Korelasi tespit di daerah penelitian menggambarkan ciri endapan sedimen pantai, dan di beberapa tempat

tersingkap endapan sedimen darat. Dalam skala kecil terlihat posisi sedimen pantai berada di atas sedimen darat yang diperkirakan sedimen rawa, atau cekungan di belakang pantai. Melihat tekstur sedimennya dapat

diinterpretasikan kondisi air tanah di pantai Barombong lebih tawar dan semakin ke Utara diinterpretasikan semakin payau yang terlihat dari adanya sebaran endapan rawa. Endapan ini dicirikan oleh sedimen organik (sisa-sisa tumbuhan) (Lihat Gambar 59). Terdapatnya endapan mineral berat dengan struktur laminasi sejajar, plannar bedding, mengindikasikan terjadinya proses abrasi di pantai (Trenhaile, 1996; Saito, 1997). 2. Analisis Pemboran Dangkal Data tekstur sedimen pemboran dangkal dengan kedalaman antara 10 hingga 11 meter , diperoleh susunan sedimen bawah permukaan terdiri dari; pasir, lanau, serta lempung (clay). Hasil pemboran didiskripsi secara megaskopis kemudian dianalisis berdasarkan tekstur sedimen yang dicirikan dari sifat fisik, komposisi kimia dan material organiknya. Susunan sedimen dari bawah ke atas dan Hal kemudian dikelompokkan yang pada berdasarkan terjadi tekstur llingkungan waktu yang

pengendapan pengendapan.

perubahan-perubahan tersebut didasarkan

selama sedimen

memperlihatkan perubahan mengkasar atau menghalus ke arah atas.

3. Model Endapan Sedimen Model endapan sedimen berdasarkan prinsip sedimentologis di daerah penelitian pada endapan alluvium, ditafsirkan berdasarkan hasil analisis data pemboran dangkal, terdiri atas pasir, lanau, lempung, lempung berhumus, dan pasir yang mengandung material organik. Hasil penelitian menunjukkan endapan sedimen di Pantai Barombong dicirikan dengan model endapan

sedimen pada lingkungan marin, sedangkan di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga dicirikan model endapan sedimen pada lingkungan delta-fluviatil. Berdasarkan ciri litologinya endapan sedimen di daerah penelitian dapat dibedakan menjadi endapan rawa (swamp), endapan alur sungai (channel), endapan dataran delta (delta plain), endapan dataran depan delta (delta front), endapan pasir pantai (beach sand) , endapan laut muka tepian (foreshore) dan endapan laut dekat tepian (nearshore). Lingkungan pengendapan tersebut di atas kondisinya sebagian sama dengan kondisi geografi sekarang tetapi sebagian lagi telah mengalami perubahan oleh aktifitas manusia.

Endapan rawa (swamp), terdiri atas lempung dengan jumlah kandungan pasir yang beragam; berwarna coklat muda hingga coklat, mengandung unsur organik yang telah mengalami pembusukan dengan sisipan pasir dan lempung dengan variasi ketebalan secara vertikal 1 cm hingga 3 cm. Ciri lain dari endapan ini yaitu endapannya basah dan liat. Endapan tersebut berkembang dan menyebar ke arah Utara. Endapan ini berasosiasi dan terletak di bawah endapan alur sungai (titik bor 2,3,4).

Endapan alur sungai (channel), terdiri atas pasir berwarna abu abu hingga hitam, dengan ukuran butir yang bervariasi dari pasir sedang hingga pasir halus. Hal tersebut menunjukkan ukuran butir endapan sedimen ini, susunan butirannya yaitu mengkasar ke atas (coarsening upwards) pada kedalaman 4m hingga 5 m pada titik bor Tanjung Bunga. Pada kedalaman 7-8 m ukuran butirannya menghalus ke atas (fining upward). Sebaran alur sungai perkembang ke arah Utara lebih dominan (titik-titik bor 2,3,4).

Endapan dataran delta (delta plain), terdiri atas pasir kasar hingga sedang dengan perselingan lempung dan lanau dengan ketebalan lapisan 10 cm hingga 40 cm. Pada endapan ini dijumpai adanya kandungan pecahan cangkang dalam jumlah sedikit. Pada endapan ini terjadi beberapa seri perubahan pengendapan yaitu mengkasar ke atas dan menghalus ke atas. Sebaran endapan ini dijumpai pada titik bor 2, 3, dan 4 dengan ketebalan antara 4 m hingga 5 m.

Endapan dataran depan delta (delta front), endapan ini dicirikan oleh endapan sedimen berwarna abu abu sampai hitam dengan ukuran butir pasir sedang hingga pasir kasar. Hal ini menunjukkan ukuran butirannya yang mengkasar ke atas (coarsening upwards) dengan kandungan pecahan cangkang sedikit. Endapan ini tersebar pada titik bor 2, 3, dan 4 dengan ketebalan antara 3 m - 4 m.

Endapan pasir pantai (sand beach), terdiri dari pasir sedang sampai pasir halus yang berwarna abu abu sampai hitam. Pada endapan ini dijumpai adanya kandungan organik, akar tumbuhan dan juga mengandung pecahan cangkang. Terdapat struktur planar bedding. Ukuran butir endapan ini

menghalus ke atas (fining upwards). Endapan ini tersebar pada titik bor 2, 3, dan 4, akan tetapi, pada titik bor 4 terbentuk endapan rawa yang tidak tebal yang menandakan endapan alur sungai terhenti. Endapan depan tepian (nearshore), terdiri dari pasir halus sampai lempung dengan warna hitam sampai abu abu. Lapisan ini terdapat pada kedalaman 7-11 m, terdapat kandungan organik berupa sisa tumbuhan

yang mengalami pembusukan, humus dan kandungan pecahan cangkang yang semakin berkurang ke arah atas. Selain itu, dijumpai cangkang moluska dalam keadan utuh pada kedalaman 11 m yang semakin ke atas ukuran pecahan cangkang semakin kecil. Dijumpai juga fosil Filum Moluska Kelas Pelecypoda (Spondylus victoriae, Sowerby sp.), dan Julia corbula sentata sp. yang berumur Plistosen) dan Filum Brachiopoda (Prasunata sp.) yang kisaran hidupnya berumur Plistosen hingga Resen. Endapan ini terbentuk pada titik bor 1 di daerah Barombong.

Gambar 12. Endapan alluvium pantai Estuari Jeneberang, yang ditafsirkan berdasarkan hasil analisis data pemboran.

30.1 Ohm m 11.7 Ohm m

3.64 Ohm m

4.89 Ohm m

15.4.Ohm m 44.4 Ohm m

30.1-154 Ohm m 38.8 -129 Ohm m 64.9 Ohm m

44.4-134 Ohm m

129 -429 Ohm m 791 Ohm m 64.9274 Ohm m

791-2000 Ohm m

134-402 Ohm m

Gambar 61.

Hasil korelasi penampang pemboran dan model endapan sedimen Pantai Estuari Jeneberang

3. Dinamika Perubahan Lingkungan Perkembangan proses sedimentasi di daerah penelitian dapat diuraikan berdasarkan pada penampang pemboran secara berurutan dari bawah ke atas dan korelasi antar titik-titik pengukuran dari Selatan ke Utara. Penampang

tersebut dapat menjelaskan peristiwa terjadinya perubahan lingkungan oleh adanya fluktuasi permukaan dasar laut rendah dan permukaan dasar laut tinggi yang terjadi selama kurun waktu Holosen. Hasil interpretasi interval pengendapan yang disebandingkan dengan Peta Geologi Kuarter ,1996, maka tahapan pembentukan dan proses-proses pantai secara morfokronolgi dan morfogenesa dapat dijelaskan secara berurutan dari bawah ke atas. Model endapan sedimen yang terbentuk diinterpretasi berada di kisaran waktu dari tahun 1900 yang membentuk proses progradasi dan degradasi delta, hingga pada tahun 2010. Morfodinamika hamparan Delta Jeneberang selain dianalisis berdasarkan hasil interpretasi tespit dan pemboran dangkal, selanjutnya akan dikorelasikan dengan analisis interpretasi geolistrik. C. Jebakan Air Tanah dan Sebaran Vegetasi Hasil pengolahan yang tergambar pada penampang dua dimensi yang terdiri dari model tahanan jenis hasil inversi. Di Pantai Barombong nilai resistivitasnya mulai dari 4503 Ohm m hingga 19.000 Ohm m yang terdeteksi hingga kedalaman 57,2 m. Sedangkan nilai resistivitasnya antara 2435 Ohm m hingga 4673 Ohm m terdapat di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga. Data tersebut menunjukkan kawasan pantai terdiri dari sedimen pasir dan material berukuran kasar (kerikil, kerakal), dan bersifat basah, kecuali di Pantai Barombong terdapat bongkah-bongkah batuan beku yang terdeteksi di kedalaman hingga 4 meter. Secara visual di lapangan terdapat tembok maupun bekas pondasi pagar pembatas pantai.

1. Morfodinamika Hamparan Delta Jeneberang Morfodinamika hamparan delta merupakan dataran pantai estuari yang dapat menjelaskan material sedimen penyusunnya, stabilitas kawasan pantai

terhadap proses abrasi sedimentasi, maju mundurnya garis pantai, perubahan lingkungan pengendapan dan perubahan bentuk morfologi pantai yang ditimbulkannya. Morfodinamika tersebut dapat dijelaskan dengan melakukan korelasi antara hasil analisis tekstur sedimen pantai, pemboran dangkal, geolistrik dengan Peta Geologi Kuarter. vegetasi dan jenis akifer air tanah untuk melihat prospek kedepan. Perubahan lingkungan pengendapan yang terus berlangsung hingga saat ini. Perubahan garis pantai dengan menggunakan data sejarah pertumbuhan delta akan memperlihatkan perubahan garis pantai selama interval waktu sekitar se-abad (tahun 1900-2000). Awalnya pantai berada

dalam tahapan pertumbuhan (progradasi) delta dan kemudian mengalami penyusutan (degradasi) delta. Jika dibandingkan dengan data perubahan garis pantai dari tahun 1849-1995 (Lihat Gambar 63), delta menurut Van der Klerk, vide Rochmanto,1996 mengalami pertumbuhan (progradasi) yang

berlangsung hingga tahun 1995. Selanjutnya mulai di tahun 1996, pantai mulai mengalami penyusutan (degradasi) hingga tahun 2003. Mulai tahun tersebut

1849

1896

1900

1901

1924

1976

1979

1995

Gambar 63. Data historis perubahan garis pantai, Van der Klerk dan data pengukuran perubahan garis pantai (Langkoke, 2010)

terlihat pertumbuhan terjadi di bagian Utara. Perubahan dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan pantai di daerah penelitian. Perubahan dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan pantai di daerah penelitian. Penelitian berdasarkan data pengukuran garis pantai, proses abrasi dan sedimensi menyebabkan terjadinya perubahan pada garis pantai. Proses abrasi dan sedimentasi selalu diikuti dengan perubahan lingkungan.

Perubahan tersebut teramati dengan adanya perubahan tekstur sedimen yang mengkasar atau menghalus ke arah atas. Berdasarkan prinsip sedimentologi seperti yang diuraikan sebelumnya baik dari penafsiran pemboran dangkal, maupun geolistrik, menunjukkan adanya korelasi, bahwa pantai secara alamiah tidak terjadi lagi pertumbuhan (progradasi) pada Estuari Jeneberang, melainkan telah terjadi penyusutan (degradasi). Sedangkan penafsiran tespit, dalam jangka waktu pendek, perubahan lebih dipengaruhi iklim, musim dan faktor pengendali adalah Jeneberang. Hasil penelitian di kawasan pantai secara lateral, menunjukkan distribusi ukuran butir lebih kasar di bagian Selatan dan menghalus ke arah Utara. kondisi oseanografi perairan pantai Estuari

Secara vertikal, berdasarkan hasil analisis pemboran pada model endapan sedimen maka pada segmen Pantai Barombong tersusun oleh tipe endapan sedimen marin sedangkan di segmen Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka, dan Tanjung Bunga tersusun oleh tipe endapan sedimen fluvial deltaik. Dengan demikian perbedaan susunan material sedimen secara lateral dan vertikal tentunya akan mempengaruhi stabilitas pantai terhadap prosesproses pantai, pada setiap segmen pantai di kawasan pantai estuari.

Pantai abrasi sedimentasi yang juga menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai tentunya menjadi penting dan berperan dalam perubahan bentuk morfologi dan stabilitas pantai. Stabilitas pantai Lurus, dicirikan dengan proses abrasi-sedimentasi, dengan energi ombak besar, dan kondisi topografi dasar perairan (slope) relatif terjal. Endapan sedimen terdiri dari endapan pantai dan pematang pantai di atas

endapan marin. Nilai resitivitas endapan tersebut berkisar antara 100 Ohm m sampai di atas 4000 Ohm m. Di bagian ini terjadi perubahan maju dan mundurnya garis pantai, sehingga pantai dalam kondisi stabil dinamis. Kondisi pantai tersebut terdapat di Pantai Barombong dengan garis pantai saat ini maju dan pantai relatif stabil. Sedangkan di Pantai Tanjung Bayang dan Tanjung Merdeka dengan garis pantai mundur dan pantai dalam kondisi stabil dinamis. Stabilitas Pantai Cuspate, dicirikan dengan proses pantai yang cenderung mengalami abrasi, dengan energi gelombang lebih kecil, dan kondisi topografi dasar perairan (slope) relatif curam ke arah laut. Endapan sedimen terdiri dari endapan pantai dan endapan rawa. Berdasarkan hasil pengukuran geolistrik pada kedalaman hingga 10 meter masih menunjukkan endapan pasir sedang, sifatnya basah dan merupakan material yang tidak padu. Nilai resitivitas endapan berkisar antara 100 Ohm m hingga lebih besar dari 300 Ohm m. Perubahan garis pantai menunjukkan perubahan luasan lahan yang berubah dari tahun ke tahun semakin sempit karena abrasi, sehingga garis pantai semakin mundur ke arah daratan. Kondisi pantai tersebut terdapat di Pantai Tanjung Bayang dan Tanjung Bunga (pantai tidak stabil). Kondisi pantai tersebut mengalami perubahan garis pantai yang cepat, terutama di bagian kanan muara Sungai Jeneberang. Hal tersebut ditunjukkan dengan terdapatnya Tugu Layar sebagai titik BM (Bench Mark) yang posisinya berada di ketinggian 4.6 meter (berdasarkan pengukuran garis pantai tahun 2006), dalam interval waktu sepuluh tahun telah mengalami pergeseran dan saat ini sudah runtuh berada di garis pantai. Stabilitas Pantai Spit, dicirikan dengan proses pantai yang cenderung mengalami sedimentasi yang terbentuk akibat angkutan susur pantai ke arah Utara. Terdapat di Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga. Energi ombak lebih kecil, dan kondisi topografi dasar perairan (slope) relatif landai dan curam ke arah laut. Kondisi batimetri di Pantai Tanjung Merdeka menunjukkan proses sedimentasi, sebaliknya di Pantai Tanjung Bunga

walaupun berdasarkan ukuran butir menunjukkan pantai sedimentasi tetapi kondisi batimetri masih menunjukkan proses abrasi.

2. Jebakan Air Tanah Hasil pengukuran seperti yang ditunjukkan dalam penampang

memperlihatkan bahwa pada lintasan pengukuran sepanjang 100 meter pada empat titik pengukuran, dari Pantai Barombong di bagian Selatan hingga

Pantai Tanjung Bunga di bagian Utara (lihat Gambar 64), dapat dibedakan dalam 3 jenis lapisan yaitu sebagai berikut: Lapisan berwarna merah, merupakan lapisan yang mengandung air tawar, di permukaan terdapat sebagai unconfined aquifer dan pada lapisan yang lebih dalam terdapat sebagai confined aquifer. Lapisan ini disusun oleh material lepas (unconsolidated) yang diinterpretasikan sebagai material sedimen

aluvium yang terdiri dari pasir, lanau, dan pasir lanauan, hingga material yang berukuran kasar, kerikil, kerakal, dan kandungan organisme (cangkang atau sisa-sisa tumbuhan) . Pada penampang terlihat bahwa di permukaan lapisan ini berbentuk kantong-kantong, setempat dengan nilai resistivitas bervariasi dari 20 - 200 Ohm m. Kondisi ini terlihat di permukaan pada penampang di Pantai Barombong, berupa bongkah bekas pondasi bangunan gedung dan tembok pantai, kondisi ini sampai kedalaman 4 m. Kedalaman lapisan akifer terdeteksi dari permukaan 0 - 15.4 meter, dengan kandungan air tawar yang cukup baik. Lapisan berwarna Hijau Muda, merupakan lapisan yang mengandung air asin sampai payau, terdapat sebagai confined aquifer pada lapisan yang mengandung air payau. Lapisan ini disusun oleh material lanau, lempung dan lumpur, dengan nilai resistivitas 0.011 - 10 Ohm m. Lapisan ini tersebar di Utara terutama pada pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka, dan Tanjung Bunga. Diinterpretasi bekas pool-pool atau basin pada pematang pantai atau basin bekas rawa di delta. Lapisan Berwarna Biru, terdapat sebagai lapisan akuitard, yang merupakan lapisan yang jenuh/kedap air tapi masih dapat meluluskan air. Lapisan ini disusun oleh lapisan material lepas (unconsolidated) yang diinterpretasikan sebagai material sedimen aluvium yang terdiri dari pasir lanau, pasir

lempungan dan lumpur. Pada lapisan ini mempunyai nilai resistivitas lebih besar dari 200 ohm m, terdapat di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga, yang merupakan area delta.

Sebaran Vegetasi Sebaran vegetasi yang mengacu pada konsep The Present Is The Key To The Past dianalisis berdasarkan korelasi antara tekstur sedimen bawah permukaan (data pemboran dangkal, geolistrik dan tespit) dan endapan sedimen kuarter 1924, dapat dijelaskan bahwa : .

Gambar 64. Model penampang keterdapatan air tanah dan jenis air tanah di Estuari Jeneberang (Langkoke,2010).

Susunan sedimen hamparan Delta Jeneberang, menggambarkan kedudukan atau urutan vertikal sedimen pantai dan endapan delta front di atas endapan sedimen laut dangkal. Berdasakan peta geologi kuarter termasuk dalam tipe B dan tipe BM. Jika dikorelasikan dengan kondisi jebakan air tanahnya, maka pada endapan sedimen tersebut dijumpai sebaran vegetasi non-mangrove dan vegetasi campuran (mangrove-nonmangrove). Korelasi ini jika dihubungkan dengan waktu pengendapan pada saat ini (tahun 2010) maka sebaran vegetasi tersebut terdapat di Pantai Barombong dan Pantai Tanjung Bayang. Sedangkan

endapan delta front di atas delta plain di atas endapan laut dangkal atau di atas endapan tipe FC, dijumpai sebaran vegetasi mangrove dan vegetasi campuran (mangrove-nonmangrove). Sebaran vegetasi tersebut dijumpai pada daerah Pantai Tanjung Bunga dan Pantai Tanjung Merdeka. Untuk melihat perubahan lahan baik degradasi maupun retrogradasi lahan, maka dilakukan analisis dari data historis garis pantai (1900-1991), (1991-2000), dan (2000-2010). (Lihat Lampiran 17), sehingga luas lahan yang mengalami perubahan oleh maju mundurnya garis pantai dapat dihitung luasnya. Dinamika vegetasi, Dinamika vegetasi dapat diketahui berdasarkan tekstur sedimen bawah permukaan dan kondisi air tanah (Lihat Lampiran 18 dan 19). Tekstur sedimen secara horizontal dari Selatan ke Utara relatif terdiri dari pasir sampai pasir lanauan, mempunyai nilai Mean (MZ) berukuran 2.6 1.3 . Sedangkan tekstur sedimen secara vertikal, berdasarkan data sedimen bawah permukaan, mulai dari kerakal sampai lumpur. Perubahan tekstur sedimen diikuti oleh perubahan lingkungan pengendapan yang selanjutnya mempengaruhi kondisi air tanah dan jenis vegetasi pantai. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan hidrodinamika yang mempengaruhi morfodinamika pantai secara keseluruhan. Seperti diuraikan di atas, vegetasi pantai dikelompokkan ke dalam zona mangrove, zona campuran dan zona non-mangrove. Korelasi hasil analisis sedimen tekstur sedimen bawah permukaan dan kondisi air tanah seperti terlihat pada Lampiran 11, dapat dijelaskan sebagai berikut;

Vegetasi non-mangrove, dapat tumbuh pada topografi tinggi dengan tekstur sedimen lebih kasar (pasir kasar - pasir sedang). Sedangkan kondisi air tanahnya termasuk dalam unconfined aquifer dalam zona tidak jenuh air (unsaturated zone). Kondisi kawasan ini dicirikan dengan dijumpai tumbuhan kelapa dan awal terlihatnya tumbuhan lontara. Hal ini disebabkan karena di kawasan ini mempunyai kandungan air tanah tawar pada lapisan hingga kedalam terukur. Kondisi ini dapat dilihat pada kawasan Pantai Barombong.

Vegetasi campuran (mangrove dan non-mangrove) dapat tumbuh pada topografi yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan tekstur sedimen yang relatif kasar sampai halus (pasir kasar, pasir halus, lanau, lempung). Sedangkan kondisi air tanahnya termasuk dalam confined aquifer pada zona jenuh air (saturated zone). Kondisi ini mempunyai topografi yang tinggi kerendah, dan beberapa tempat termasuk dalam daerah brackish water, dengan salinitas 0.5-20 ppt. Kondisi ini dapat dilihat pada topografi tinggi pada daerah Tanjung Bayang. Jenis mangrove yang dapat tumbuh termasuk dalam Minor Mangrove (nipa, paku laut). Pada dataran tingginya dijumpai awal tumbuhan kelapa, kayu jawa. Di area pantai yang topografinya rendah ditumbuhi jenis rumput rumputan (rumput angin-angin dan semak). Vegetasi mangrove dapat tumbuh dengan baik pada topografi yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan tekstur sedimen yang relatif halus (lempung, lanau, lumpur, pasir). Sedangkan kondisi air tanahnya termasuk dalam confined aquifer pada zona jenuh air dengan salinitas air 20-35 ppt. Kondisi ini dapat dilihat pada topografi rendah yang dipengaruhi oleh pasang surut pada daerah Tanjung Bunga dan Tanjung Merdeka. Sebaran vegetasi pada masa lampau dapat dilihat dari perubahan tekstur sedimen secara vertikal. Vegetasi mangrove dapat tumbuh pada sedimen yang berukuran halus. Dari analisis sedimen secara vertikal dapat diketahui bahwa semakin ke Utara tekstur sedimen semakin halus sehingga dapat

diinterpretasikan mangrove tumbuh dengan subur ke arah Utara mulai dari Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga. Sebaran tumbuhan ini masih dapat terlihat pada Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga. Hal ini disebabkan oleh perubahan hidrodnamika yang membentuk morfodinamika pantai pada saat itu. Kondisi air tanah pada saat itu diinterpretasi termasuk dalam confined aquifer pada saturated zone berdasarkan kondisi tekstur sedimennya. Sebaran vegetasi non-mangrove dapat tumbuh dengan baik pada sedimen yang berukuran kasar dan termasuk dalam sedimen marin. Dari hasil analisis sedimen secara vertikal berdasarkan pemboran dangkal (coring), diketahui sebaran sedimen pasir semakin besar ke arah Selatan. Dengan dijumpai

adanya kandungan material organik (humus) pada coring-1 di Pantai Barombong pada kedalaman 7 meter dan 9 meter dengan ketebalan yang relatif tipis sehingga diinterpretasikan bahwa humus tersebut tidak insitu yang terbawa oleh banjir pada saat itu. Tekstur sedimen secara vertikal yang berukuran pasir semakin tebal ke arah Selatan sehingga dapat diinterpretasi bahwa vegetasi non-mangrove tumbuh pada daerah Pantai Barombong, dan sebagian menempati kawasan Pantai Tanjung Bayang. (Lihat Lampiran 17,18, dan 19). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian mangrove di Jepara, menurut Faiz, 2011, pada sedimen pasir dan pasir lanauan mempunyai salinitas yang berbeda pada jenis mangrove Rhizophora mucronata dengan salinitas 30 . Menurut Bernard, 2003, Kandungan air pada lapisan sedimen mempunyai salinitas yang berbeda. Sedangkan menurut Kennis, 1994, salinitas air tergantung pada lingkungannya dan estuari memiliki salinitas antara 0.5 20 ppt. Diinterpretasikan daerah penelitian memiliki salinitas untuk lingkungan estuari antara 0.5 20 ppt.

Zonasi Geospasial Zonasi geospasial dikelompokkan berdasarkan kondisi geologi

permukaan yang didiskripsi secara visual, dan kondisi geologi bawah permukaan (Lihat Lampiran 21). Berdasakan hal tersebut setiap segmen pantai mempunyai karakteristiknya sendiri. Resistenitas sedimen tergangtung pada sedimen penyusunnya, yang dibentuk oleh proses-proses geologi dan hidrodinamika pantai daerah penelitian. Endapan sedimen pantai tersebut menyebabkan kondisi pantai antara segmen yang satu dengan lainnya berbeda dan dicirikan dengan stabilitas pantainya yang dapat terlihat secara langsung. Namun demikian kondisi bawah permukaan juga menjadi penting jika lahan tersebut akan dikelolah. Zonasi pantai estuari berdasarkan stabilitasnya, dibagi menjadi : Tipe-1 Zona Stabil di Pantai Barombong, Tipe-2 Zona Stabil-Dinamis I di Pantai Tanjung Bayang, Tipe-3 Zona Stabil-Dinamis II di Pantai Tanjung Merdeka dan Tipe- 4 Zona Tidak Stabil di Pantai Tanjung Bunga.

Tipe-1, Zona Pantai Stabil. Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Barombong, dicirikan pantai lurus, proses pantai sedimentasi dan pantai maju. Sedimen vertikal tersusun oleh sedimen marin, resistivitas 0.2 20.000 Ohm m, nilai Mean (Mz) 1.3 2.4 (pasir sedang halus), proses pantai sedimentasi. Sedimen pantai lebih resisten dan pantai lebih stabil, topografi lebih tinggi. Dijadikan kawasan hijau, untuk mengurangi dampak terhadap proses-proses pantai sekitarnya.

Pertimbangan lain, karena pantai relatif stabil, topografi daratan tinggi, lapisan pasir tebal, dapat menjebak air tawar atau sebagai reservoir air tanah, sehingga lahan diperuntukkan vegetasi pantai dataran tinggi. Tipe-2, Zona Pantai Stabil Dinamis I. Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Tanjung Bayang, dicirikan pantai cuspate dan lurus, proses pantai erosi - sedimentasi, relatif stabil-dinamis, sedimen vertikal tersusun oleh sedimen fluvial, resistivitas 0,09 - 429 Ohm m, nilai Mean (Mz) 1,37 - 3,4 (pasir sedang pasir sangat halus), Sedimen pantai lebih resisten dan pantai stabil - dinamis, topografi sebagian daratan tinggi dan ke Utara cenderung rendah. Lapisan pasir cukup tebal untuk cebakan air tawar sehingga lahan cukup baik untuk pertanian, tambak atau pembuatan kolam artifisial sebagai resapan, memelihara vegetasi pantai (mangrove, non-mangrove) sebagai perlindungan terhadap iklim yang ekstrim dan dilarang menambang pasir dikawasan ini.

Tipe-3, Zona Stabil Dinamis II. Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Tanjung Merdeka, dicirikan pantai lurus, dengan topografi pantai rendah, sedimen vertikal tersusun oleh sedimen fluvial, resistivitas 0.1 274 Ohm m, nilai Mean (Mz) 2,0 2.6 (pasir sedang kasar). Sedimen marin dan sedikit proses fluvial sungai, serta memperlihatkan proses abrasi dan sedimentasi. Perlu dilakukan penanaman mangrove, yang didesain sesuai bentuk groin di pantai hingga ke kawasan Trans Studio untuk mengurangi abrasi.

Tipe-4, Zona Pantai Tidak Stabil. Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Tanjung Bunga, dicirikan pantai spit berubah secara gradual, sedimen vertikal tersusun oleh sedimen pantai tidak padu dan lapisan fluvial-deltaik yang cukup tebal, resistivitas 0,1 402 Ohm m, nilai 1.3 2.4 (pasir halus sedang), Topografi pantai relatif landai dan dipengaruhi oleh pasang surut. Proses pantai abrasi, walaupun

terkesan sedimentasi karena adanya reklamasi pantai. G. Prospek Vegetasi Mengacu pada konsep Present is The Key To The Past seperti yang telah diuraikan di atas, maka dijadikan dasar untuk menginterpretasikan dinamika vegetasi dengan konsep Present is The Key To The Future. Pantai yang memiliki karakteristik pada setiap bagian pantai, memberikan rona bentang alam pantai yang khas pula. Kondisi tersebut terbentuk semata-mata bukan karena bentukan alam di permukaan saja namun juga dipengaruhi oleh kondisi bawah permukaan. Bertalian dengan sebaran vegetasi tentunya kondisi ini ditentukan oleh model sedimen bawah permukaan dan pengaruhnya

terhadap kondisi air tanah. Perubahan tekstur sedimen, baik yang berubah secara mengkasar maupun menghalus kearah atas, menggambarkan

perubahan suatu kondisi lingkungan pengendapan. Tersingkapnya lapisanlapisan sedimen bawah permukaan, merupakan proses perubahan kondisi hidrodinamika suatu kawasan pantai yang akan memberikan bentukan bentang alam yang baru. Kondisi ini juga diikuti dengan perubahan topografi dasar

perairan yang menyebabkan perubahan tinggi rendahnya permukaan air laut. Akibatnya juga memberikan efek terhadap perubahan garis pantai yang ditunjukkan dengan maju mundurnya garis pantai. Hal tersebut

menggambarkan bahwa perubahan bentang alam menandakan kedinamikaan kawasan pantai yang berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu, baik untuk jangka waktu pendek,menengah maupun panjang, dalam bentukan morfodinamika pantai yang baru. Pantai Estuari Jeneberang memperlihatkan morfodinamika kawasan yang terungkap pada hasil interpretasi tekstur sedimen bawah permukaan. Kondisi

tersebut dikorelasikan dengan keterdapatan air tanah dan sedimen kuarter, memberikan karakteristik daerah penelitian pada setiap bagian pantainya. Berdasarkan karakteristinya, maka dilakukan pembagian Zonasi Akifer dan Prospek Vegetasi Pantai, seperti yang terlihat pada Lampiran 21.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan 1. Hidrodinamika pantai yang berlangsung hingga saat ini, menunjukkan bahwa pantai masih di bawah kendali longshore drift dari arah Selatan ke Utara yang mempengaruhi lingkungan di sepanjang pantai estuari Jeneberang. Angkutan sedimen dari selatan ke Utara disebabkan oleh

arus, baik yang dibangkitkan oleh ombak maupun oleh pasang surut. Material yang terangkut ke arah Utara, terakumulasi membentuk spit yang masih terlihat di depan muara Utara Sungai Jeneberang (yang sudah

ditutup). Pola endapan material sedimen ini selalu mengalami perubahan sesuai iklim dan musim yang berlangsung. 2. Kondisi topografi pantai di permukaan akan selalu saling mempengaruhi dengan kondisi topografi bawah permukaannya, Kondisi hidrodinamika yang berlangsung dan proses yang berlanjut akan merubah bentuk garis pantai. Adanya perubahan topografi dasar perairan pantai dan hidrodinamika akan merubah bentang alam pantai. Perubahan pantai secara alami berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan perubahan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia maka perubahan secara gradual akan berlangsung sangat cepat. 3. Perubahan topografi dasar perairan pantai akan diikuti dengan terjadinya perubahan pada tinggi - rendahnya permukaan dasar laut. Pada pengukuran titik lokasi mercusuar di Pantai Tanjung Bunga, menunjukkan telah terjadi penurunan dasar perairan setinggi 2.5 meter dalam kurun waktu 10 tahun (tahun 2000 2010). Penurunan rata-rata pertahunnya adalah 25 cm. Berdasarkan data pemboran menunjukkan kondisi ini masih bisa

berlangsung hingga penurunan dasar perairan terjadi setinggi 20 meter. Sedangkan kenaikan permukaan air laut secara global sesuai data dari NOAA setinggi 1.8 mm per tahun. 4. Perubahan garis pantai berdasarkan perhitungan dari tahun 2006 hingga tahun 2010 yang diukur pada titik pengukuran, telah terjadi perubahan di Pantai Barombong yaitu garis pantai maju (sedimentasi) sejauh 19,5 m. Sedangkan di pantai bagian utara adalah pantai mundur (abrasi), yaitu pantai Tanjung Bayang mundur 60 m, Tanjung Merdeka mundur 24 m dan Tanjung Bunga mundur 62 m. Berdasarkan tekstur sedimen bawah permukaan dengan metode ekplorasi geologi dan geolistrik, dapat dibedakan model endapan sedimen marin terdapat di Pantai Barombong, sedangkan model endapan fluvial deltaic terdapat di bagian utara Muara Sungai Jeneberang yaitu di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga. Model endapan tersebut terdiri dari ; endapan dataran delta (delta plain), endapan dataran depan delta (delta front), endapan pasir pantai (sand beach), endapan tepian (fore shore). 5. Berdasarkan tekstur sedimen bawah permukaan dengan metode eksplorasi geologi dan geolistrik, dapat dibedakan model endapan sedimen marin

terdapat di pantai Barombong sedangkan model endapan fluvial deltaik terdapat di bagian Utara Muara Sungai Jeneberang yaitu di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga. Model endapan tersebut terdiri dari endapan dataran delta (delta plain), endapan dataran depan delta (delta front), endapan pasir pantai (sand beach), endapan tepian (foreshore). 6. Berdasarkan eksplorasi geolistrik kondisi air tanah di daerah penelitian

terdapat sebagai unconfined aquifer di Pantai Barombong dan Pantai Tanjung Bayang dan confined aquifer terdapat di Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga. Sedangkan keterdapatan air tanah dan kemudian dikorelasikan dengan vegetasi, sangat terkait dengan bentuk topografinya. Pada dataran tinggi untuk vegetasi dataran tinggi seperti kelapa dan sebagainya, topografi sedang, dengan vegetasi campuran

mangrove dan non mangrove, dan dataran rendah yang dipengaruhi pasang surut dengan vegetasi mangrove. 7. Berdasarkan pembagian zonasi geospasial, maka daerah penelitian dapat dimanfaatkan berdasarkan karakteristik setiap tipe pantainya. Zona Stabil di Pantai Barombong, Stabil Dinamis-I di Pantai Tanjung Bayang, Zona Stabil Dinamis-II di Pantai Tanjung Merdeka dan Zona Tidak Stabil di Pantai Tanjung Bunga 8. Pantai abrasi (pantai mundur) dicirikan oleh kontur batimetri yang rapat (terjal) dengan ukuran butir sedimen lebih besar 2.4 , sedangkan pantai sedimentasi (pantai maju) dicirikan oleh kontur batimetri yang renggang (landai) dengan ukuran butir sedimen lebih kecil dari 2.4 . Hal tersebut dibandingkan dengan hasil penelitian Langkoke, 2006 berdasarkan pada tekstur sedimen untuk penentuan segmen abrasi (sedimen kasar) atau sedimentasi (sedimen halus). 9. Stabilitas pantai dikontrol oleh jenis material penyusunnya. Pantai yang tersusun oleh sedimen fluvial di atas sedimen pantai, di atas sedimen dangkal merupakan pantai yang tidak stabil. Pantai yang tersusun oleh sedimen pantai di atas endapan fluvial, di atas sedimen laut dangkal merupakan pantai yang stabil dinamik, sedangkan pantai yang tersusun oleh sedimen laut dangkal merupakan pantai yang stabil. 10. Pohon Lontara (Borassus sudaica), dapat dijadikan penciri pantai yang

tersusun oleh sedimen marin/pantai di atas endapan laut dangkal. Kondisi ini dapat terlihat pada sebaran pohon lontara yang tumbuh subur ke arah Selatan Kabupaten Takalar. 11. Pohon Kelapa dapat dijadikan penciri pantai yang disusun oleh sedimen fluvial di atas sedimen pantai di atas sedimen laut dangkal. 12. Jenis akuifer tak tertekan (unconfined aquifer) di kawasan pesisir pantai dicirikan oleh sebaran pohon lontara yang luas sebagai perangkap air tawar yang cukup dalam, pada sedimen pantai di atas endapan laut dangkal. 13. Hilangnya zonasi mangrove di daerah pantai mengindikasikan gejala perubahan kondisi geologi di suatu kawasan pantai. Hal tersebut jika

dibandingkan dengan zonasi mengrove menurut Nybakken, 1988.

14. Penelitian karakteristik pantai secara visual menurut Dolan,1975

dan

penelitian pantai, di sekitar Muara Sungai Jeneberang oleh Langkoke, 2006, dengan metode visual deskripsi menghasilkan karakteristik morfometri pantai. Sedangkan penelitian yang dilakukan Langkoke, 2010, pada lokasi yang sama tetapi dengan melakukan penelitian pada distribusi vertikal sedimen bawah permukaan menghasilkan karakteristik pantai yang berbeda pada setiap segmen pantai kawasan Estuari Jeneberang.

Saran a. Saran untuk Penelitian 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Sedimen Kuarter di Pantai Makassar. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Hidrodinamika Perairan di Pantai Makassar. 3. Perlu dilakukan kajian rekayasa untuk zona proteksi dan Konservasi terhadap abrasi dan intrusi air laut dengan menggunakan vegetasi di Kawasan Estuary Jeneberang. 4. Perlu dilakukan desain Danau Artifisial untuk meningkatkan kualitas air tanah di kawasan estuari Jeneberang dalam rangka mengantisipasi kerawanan cadangan air tawar. Mengingat perubahan morfodinamika

pantai dengan campur tangan manusia akan membuat kawasan mengalami perubahan dengan cepat. b. Saran untuk PEMKOT MAKASSAR 5. Pemanfaatan lahan pantai dianjurkan selalu memperhatikan kondisi geologi bawah permukaan, yang cukup signifikan seperti morfogenesis pantai, untuk dijadikan dasar dalam pengelolaan kawasan pantai. 6. Sedimen pantai merupakan material lepas dan tidak padu, menjadikan kawasan ini labil, khususnya di pantai bagian utara muara Sungai Jeneberang. Pantai saat ini sudah memperlihatkan indikasi adanya

penurunan dasar perairan yang akan menimbulkan permasalahan baru. Disarankan untuk menjadi pertimbangan dasar dalam kebijakan Rencana

Tata Ruang Kawasan Metropolitan Mamminasata, yang termasuk Zona P3. Serta menjaga stabilitas sedimen bawah permukaan agar tetap stabil. 7. Perlunya kajian mendalam tentang kondisi geologi bawah permukaan, terutama di kawasan pantai Tanjung Bunga yang dalam perencanaan akan dijadikan sebagai Centre Point Of Indonesia, mengingat endapan alluvium di kawasan ini cukup tebal. 8. Jika pengembangan kawasan pantai dilakukan maka di kawasan ini perlu direncanakan misalnya dengan membuat jalur hijau dan folder-folder

sebagai reservoir air tanah ataupun folder pengatur banjir sudah perlu didesain dari sekarang, sebagai upaya antispitasi. Mengingat perubahan morfodinamika pantai dengan campur tangan manusia akan membuat kawasan akan mengalami perubahan dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, J.R. and N.P. Psuty, 1987. Morphodynamics of a single-barred beach with a rip channel, Fire Island, NY. Coastal Sediments 87, ASCE: p 1964-1975. Alley. W.M., Reilly. T.E dan Franke. O.L, 2007 Sustainability of Ground-Water Resources. General Facts And Concepts About Ground Water U.S. Geological Survey Circular 1186 Alomar M, Rodolfo Bolaos- Snchez2, Agustn Sanchez-Arcilla1 and Abdel Sairouni3, 2011. Wave Growth Under Variable Wind Conditions. (https://journals.tdl.org/ICCE/article/view/1189/pdf_280, dikases 13 Maret 2011) Awaluddin,M.Y, Susilo T.T, dan Nasima,D. 2005. Karakteristik Massa Air di Perairan Makassar Selama Pelayaran Riset INSTAN (International Nusantrara Stratification And Transport) Bulan Juli 2005. (Online). Journal Of Marine Science. Bahri, S., and Basri, C. 1996. Peta Geologi Kwarter Lembar Sungguminasa Sulawesi Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Benumof, B., Storlazzi, C., Seymour, R. & Griggs, G. 2000 The relationship between incident wave energy and sea cliff erosion rates: San Diego County, California. Journal of Coastal Research 16, 11621178. Berendsen, H.J.A. and Stouthamer, E. 2001. Palaeogeographic Development of the Rhine-Meuse delta, The Netherlands. Assen: Van Gorcum. 270 p. Berger, A. R. 1997 Assessing rapid environmental change using geoindicators. Environmental Geology 32 (1), p 3644. Bernard,J,2003, Principles of Geophysical Methods for Groundwater, On Line 25 Maret 2011, USGS Ground-Water Hidrology. Bird, E.C.F. 2008. Depositional Features In Estuaries And Lagoons On The South Coast Of New South J Wales, (online), Article first published online: 28 JUNI 2008, Journal Geographic Research, DOI: 10.1111/j.1467-8470. 1967. Tb 00760.x. Boggs, S. 2001. Principle of Sedimentology and Stratigraphy, 3 ed., Prentice Hall, Inc. Uper Saddle River, New Jersey 07548. Bunga AM., 1996. Evaluasi Intrusi Air Laut Bawah Tanah di Wilayah Kotamadya Ujung Pandang. Tesis - Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. Bush, D. M., Neal, W. J., Young, R. & Pilkey, O. H. 1999 Utilization of geoindicators for rapid assessment of coastal-hazard risk and mitigation. Ocean & Coastal Management 42 (8), p 647670.

Carter, RWG. 1988. Coastal Environmental, An Introduction to the physical, Ecological dan Cultural System of Coasts Lines. London: Academic Press. Cowell, P. J., and B. G. Thom, 1994. Morphodynamics of coastal evolution. In: R.W. G. Carter and C. D. Woodroffe, editors. Coastal Evolution: Late Quaternary shoreline morphodynamics, Cambridge University Press, Cambridge UK, p. 33-86. Craft, C. B., 2005. Natural and Constructed Wetlands. Encyclopedia of Hydrological Sciences. John Wiley & Sons, Ltd. p. 4 5. Dale, V. H. & Beyeler, S. C. 2001 Challenges in the development and use of ecological indicators. Ecological Indicators 1, p 310. Das C. Limura K and Tanaka N. 2011. Effects Of Coastal Vegetation Species And Ground Slope On Storm Surge Disaster Mitigation (https://journals.tdl.org/ICCE/article/view/1144/pdf_39, diakses 13 Maret 2011) Daly C, Roelvink D. Ap van Dongeren ,Jaap van Thiel de Vries, and Robert McCall, 2011. Short Wave Breaking Effects On Low Frequency Waves. (Proceeding 20 ICCE-2010/1251_files/1251.html. diakses 13 Maret 2011) Dolan, R.. 1975. Coatal Landform and Bathymetry. Online. Dalam: National Atlas of United States, Washinton DC, Defartment of Interior, p.78-79. Dillenburg SR, Roy PS, Cowell PJ dan TomazelLI LJ. 2000. Influence of antecedent topography on coastal evolution as tested by the Shorface Translation-Barrier Model (STM). Journal Coast Research 16: 71-81. Dillenburg SR, Tomazelli LJ, Hesp PA, Barboza EG, Clerot LCP and Silva DB. 2005. Stratigraphy and evolution of a prograded, transgressive dunefield barrier in southern Brazil. Journal Coast Res. SI 39 Efriyeldy, 1999 Sebaran Spasial Karakteristik Sedimen dan Kualitas Air Muara Sungai Bantan Tengah, Bengkalis Kaitannya Dengan Budidaya KJA . (Online) Jurnal Natur Indonesia I1 (1): 85 - 92 El-Sabh, M., Demers, S. & Lafontaine, D. 1998 Coastal management and sustainable development: From Stockholm to Rimouski. Ocean & Coastal management 39 (1-2), p 124. Faiz. A.D.,2011. Studi Pengaruh Salinitas dan Jenis Sedimen terhadap Pertumbuhan Propagul Rhizophora mucronata. Kesemat Jurnal . Online. http://kesematindonesia.wordpress.com/kirim-artikel/ Galloway W.E, Patricia E. Curry G., Li Xiang and. Buffler R.T 2000.. Cenozoic Depositional History of the Gulf of Mexico Basin. AAPG Bulletin. 2000 ; 84: 1743-1774. Gravens, M.B., 1999. Periodic shoreline morphology, Fire Island, New York. Coastal Sediments 99, ASCE: p 1613-1626.

Hantoro. 2010 Pengaruh Karakteristik laut dan pantai terhadap perkembangan kawasan kota pantai, (online), Proceeding: Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia, (http://www.sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01WAHYU.doc, diakses 2 November 2010). Hart, B.S., Long, B.F. 1996. Forced Regressions and Lowstand Deltas: Holocene Examples,Canadian. Journal of Sedimentary Research. Volume 66. DOI:10.1306/D4268414-2B26-11D7-8648000102185D. Hayashi, K., Hashimoto K, Yagisawa K, and Kobayashi N. 2010. Beach Morphologies At Notsukezaki Sand Spit, Japan. Paper No.32 (2010). (Journals.tdl.org/ICCE/article/viewArticle/1212). Diakses 14 Maret 2010. Heath, R. C. 1983. Basic Ground-Water Hydrology. U.S. Geological Survey Water-Suply Paper 2220. Headland, J.R., C. Rasmussen, L. Bocamazo, W.G. Smith, and M. Herrman, 1999. Tidal inlet stability at Fire Island, Moriches and Shinnecock Inlets, Long Island, New York. Coastal Sediments 99, ASCE: 2249-2264. Hodge, R. A. 1997 Toward a conceptual framework for assessing progress towards sustainability. Social Indicators Research 40, p 598. Holman, R. 1986 Extreme value statistics for wave runup on a natural beach. Coastal Engineering 9 (6), p 527-544. Holman, R. A. & Sallenger, A. H. 1985 Setup and swash on a natural beach. Journal of Geophysical Research 90 (c1), p 945953. Intergovernmental Panel on Climatic Change, 2001. IPCC Third Assessment Report: Climatic Change 2001. Cambridge University Press, UK. Imran, A. M., Ramli., Rafiuddin, 2009, Analisis Zona Pengimbuhan Terhadap Air Tanah Kota Makassar. Laporan Penelitian Strategi Nasional, Lemlit Unhas, Makassar. Jimnez, J. A., Snchez-Arcilla, A., Valdemoro, H. I., Gracia, V. & F. Nieto 1997 Processes reshaping the Ebro delta. Marine Geology 144, p 5979. Judge, E. K., Overton, M. F. & Fisher, J. S. 2003 Vulnerability indicators for coastal dunes. Journal of Waterway Port Coastal and Ocean Engineering 129 (6), p270278. Kana, T.W., 1995. A mesoscale sediment budget for Long Island, New York. Marine Geology, 126: 87-110. Kana, T.W., 1999. Long Islands South Shore beaches: A century of dynamic sediment management. Coastal Sediments 99, ASCE: p 1584-1596. Kelley, J. T., W. R. Gehrels, and D. F. Belknap, 1995. Late Holocene relative sea-level rise and the geological development of tidal marshes at Wells, Maine. Journal of Coastal Research, 11: 136-153. Kennish, M. J., 1994. Practical Handbook of Marine Science, 2nd Edition. Boca Raton, Florida, CRC Press, 1994. p. 105-106

Komar, PD., 1998. Beach Processes and Sedimentation, Second Edition, New Jersey: Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs. Komar, PD. 1996. Coastal Geology. Processes & Morphology of Coasts and Beaches. Oregon State University, Corvallis, Oregon, USA. Kraus, N. C., Larson, M. & Kriebel, D. L. 1991 Evaluation of beach erosion and accretion predictors. Coastal Sediments p. 572587. Langkoke, R. 2010a. Pengaruh Karakteristik Pantai Estuari Makassar Terhadap Perkembangan Kota Pantai. Prosiding Seminar Nasional: Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan 2010. ITS Surabaya. ISSN: 1412 2332, 9 10 Des. 2010. Langkoke, R. 2010b. Perubahan Pantai Delta Jeneberang Berdasarkan Sedimen Backsore. Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Teknik Pantai di Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Legian Kuta, Bali. Langkoke, R. 2010c. Topografi Dasar Perairan Pantai Tanjung Bunga Pantai Tanjung Bunga Kota Makassar. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Unhas. ISBN : 978-979-127255-0-6. Langkoke, R., Apriani. S, 2010d. Sebaran Mineral Berat Endapan Pasir Pantai Tanjung Bunga Kecamatan Mariso. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Unhas. ISBN : 978-979-127255-0-6. Langkoke,R., Herman, 2008. Transpor Sedimen Suspensi Perairan Pantai Estuari Jeneberang Kota Makassar. Journal Penelitian Geosains, ISSN: 1858-3636 Volume No.04. 02 Mei Agust. 2008. Hal..109-216. Langkoke, R., Rochmanto.B., 2008. The Relationship Between Coastal Slope and Grain Size Distribution On the Coastal Zone of The Jeneberang Estuari Makassar, ISSN: 1858-3636 Volume No.03. 02 Mei Agust. 2008. Langkoke, R. 2007. Taman Mangrove di Area Perencanaan. CPI. Journal Penelitian Geosains, ISSN: 1858-3636 Volume No.04. 01 Jan April 2007. Langkoke, R. 2006. Coastal Sediment Cell On The Vicinity of the Jeneberang River Mouth,Makassar, South Sulawesi. Proocedings of IAGI 36th Joint convevtion Pekan Baru-Riau,Indonesia. Larson, M. 1991. Equilibrium Profile of A Beach With Varying Grain Size . Proceeding of Coastal Sediment. Florida: American Society of Coastal Engineer, p 905 919. Leatherman, S.P. and Allen, J.R., 1985. Geomorphic analysis of the south shore barriers of Long Island, New York, Technical Report, National Park Service,Boston, Massachusetts, 350 p. Lewis, DW, Conchie, DM. 1994. Analytical Sedimentology . Chapman & Hall. One Pen Plaza New York. NY 10119,USA.

Makaske, A. 1998. Anastoming rivers - Forms, processes and sediments. Netherlands Geographical Studies 249, 287 p. KNAG/Faculteit Ruimtelijke Wetenschapen Universiteit Utrecht. Miall, A.D. 1996. The geology of fluvial deposits. Berlin: Springer Verlag, 582 p. Macintosh. D., 2008. Ecosystem Approaches to Coastal Resource Management: The Case for Investing in Mangrove Ecosystems. Bangkok, Thailand. Mochtar, H. 2007. Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air Musi, Kota Palembang - Sumatera Selatan Indonesia, (online), Pusat Survei Geologi, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Maret 2007:(http://www.bgl.esdm.go.id/dmdocuments/jurnal20070101.pdf, diakses 27 Oktober 2010). Morang, A., D.S. Rahoy, and W.G. Grosskopf, 1999. Regional geologic characteristics along the South Shore of Long Island, New York. Coastal Sediments 99, ASCE: 1568-1583. Monoarfa, M. 2001 Dampak Pembangunan Terhadap Kualitas Air Di Kawasan Pesisir Pantai Losari, Makassar. Online. Jurnal Pascasarjana Unhas. ISSN 1411- 4674. Morgan, J. P. & Stone, G. W. 1985 A technique for quantifying the coastal morphology in Floridas barrier islands and sandy beaches. Shore and Beach 53, p 1926. Morton, R. A. ,2002. Factors controlling storm impacts on coastal barriers and beaches a preliminary basis for real-time forecasting. Journal of Coastal Research 18 (4), p 838838. Noor YS, Khazali M, Suryadiputra INN. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme. Nordstrom, K.F., and J.M. McCluskey, 1985. The effects of houses and sand fences on the eolian sediment budget at Fire Island, NY. Journal of Coastal Research, 1: p 38-46. Nurfaidah, 2009. Pengembangan Dan Rencana Pengelolaan Lanskap Pantai Kota Makassar Sebagai Waterfront City. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nybakken, W.J.,1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis, http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/04_Kandungan%2520Total_MS%252 0Tarigan.PDF Ongkosongo, OSR & Suyarso. 1989. Pasang Surut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian & Pengembangan Oseanologi, Jakarta. Psuty, N.P., 1986. Holocene sea level in New Jersey. Physical Geography. 7: l56-l67. Psuty, N. P., 2004. The coastal foredune: A morphological basis for regional coastal dune development. In: M. L. Martnez, and N. P. Psuty, editors,

Coastal Dunes, Ecology and Conservation. Springer-Verlag, Berlin, p. 11-27. Rahimy, Z., 1998. Analisa Plume Pada Muara Sungai Jeneberang Kotamadya Ujung Pandang Propinsi Sulawesi Selatan. Ujung Pandang (Tidak dipublikasikan). Rahimy, Z., 2006. Kalibrasi Model Numerik Dua Dimensi angkutan Sedimen Di Muara Sungai Jeneberang. (Tesis) Program Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik Universitas Indonesia. Jakarta. Redwood, Jason. 2010. Pump / Recharge Rate Affect Saltwater Intrusion. Groundwater Management, Monitoring and Conservation Keep Intrusion Undercontrol, (online), (http://www.solinst.com, diakses 2 November 2010). Rifardi. 2001. Karakteristik Sedimen Daerah Mangrove dan Pantai Perairan Selat Rupat, Pantai Timur Sumatera. Indonesian Journal of Marine Science. Riverside. California 92502. The Echo. Western Society of Malacologists Annual Report, No. 6, 1974, p.37-44. Rochmanto, B, Zulfan, R., dkk. 1996. The Change of Coastline in The Vicinity of The Jeneberang River Mouth, Makassar, South Sulawesi, Indonesia, Proceedings of IAGI XXV Annual Meeting, Bandung. Indonesia. Sakka. 1996. Study on the Behavior of the Coastline of the Jeneberang Delta, Masters thesis, Gadjah Mada University. Jogjakarta - Indonesia. Schwab, W.C., E.R. Thieler, J.R. Allen, D.S. Foster, B.A. Swift, and J.F. Denny, 2000. Influence of inner-continental shelf geologic framework on the evolution and behavior of the barrier-island system between Fire Inland Inlet and Shinnecock Inlet, Long Island, New York. Journal of Coastal Research, 16: p 408-422. Schwab, W.C., E.R. Thieler, J.R. Allen, D.S. Foster, B.A. Swift, J.F. Denny, and W.W. Danforth, 1999. Geologic maping of the nearshore area offshore Fire Island, New York. Coastal Sediments 99, ASCE: p 1552-1567. Sherman, D. J., and B. O. Bauer, 1993. Dynamics of beach-dune systems. Progress in Physical Geography. 17: p 413-447. Shore Protection Manual 1984 U.S. Corps of Engineers, 4th edn. U.S. Army Engineer Waterways Experiment, Station Washington, DC. Simpson, R. 1971 A proposed scale for ranking hurricanes by intensity. Minutes of the Eighth NOAA, NWS Hurricane Conference, Miami. Silvester, R and Hsu, JRC. 1993. Coastal Stabilization, Innovative Concepts, Prentice Hall, Inc., A. Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey.. Siradjuddin, I. 2005. Profil Kota Makassar, Buku Saku, Makassar. Pemerintah Kota

Smith, D.G. 1983. Anastomosed fluvial deposits: modern examples from Western Canada, In: Collinson, J. and Lewin, J., Eds. Modern and ancient fluvial systems: Oxford: Blackwell (Special Publication of the International Association of Sedimentologists v. 6, p 155-168. Smith, W.G., K. Watson, D. Rahoy, C. Rasmussen, and J.R. Headland, 1999. Historic geomorphology and dynamics of Fire Island, Moriches and Shinnecock Inlets, New York. Coastal Sediments 99, ASCE: p 15971612. Sorensen, R. 1997 Basic Coastal Engineering, 2nd edition. Chapman and Hall, New York. Stockdon, H. F., Holman, R. A., Howd, P. A. & Sallenger, A. H. 2006 Empirical parameterization of setup, swash, and runup. Coastal Engineering 53 (7), p 573588. Szczepan J. Porebski and Ronald J. Steel 1990. Deltas and Sea-Level Change Porebski and Steel. Journal of Sedimentary Research.1990; 76: p 390403. Sukamto, R. dan N. Supriatna. 1982. Peta Geologi Lembar Ujung Pandang, Bantaeng dan Selayar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Direktorat Geologi Bandung. Sukojo, B.M. 2003. Penggunaan Metode Analisa Ekologi dan Penginderaan Jauh untuk Pembangunan Sistem Informasi Geografis Ekosistem Pantai, (online), Makara ,Sains Vol.7,No.1,April 2003. Suriamihardja, D.A, Hamzah,M.A, Sakka, Ramli, M, and Mulayadi,Y. 2001. The Dynamics of Jeneberang Delta Coast, Report of collaborative research between the Faculty of engineering, Hasanuddin University, and GMTDC, Makassar. Suriamihardja, DA. 2005. Environment and Development in Sulawesi Compromise Management in the Jeneberang Delta and Losari Bay, Makassar, From Sky to Sea, Department of Geography, Publication Series Number 61 University of Waterloo. Syaefudin. 2010. Karakteristik Pantai Kabupaten Brebes Dan Zonasi Peruntukannya, (online), Prosiding: Seminar Teknologi untuk Negeri 2003, Vol. IV, hal. 144 - 148 /HUMAS-BPT/ANY, Sjaifuddin. 2007. Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk Banten Berkelanjutan [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Storms, J.E.A, Hoogendoorn, R.M., Dam, R.A.C., Hoitink, A.J.F., and Kroonenberg, S.B., 2005. Late-Holocene evolution of the Mahakam delta, East Kalimantan, Indonesia. Jurnal Sedimentary Geology, Volume 180, Issues 3-4, 15 October 2005, Pages 149-166. Taufik, A. 2009. Uji Klorida Untuk Penentuan Sebaran Intrusi Air Laut Daerah Tanjung Bayang Kecamatan Tamalate, Makassar Skripsi- Geologi Universitas Hasanuddin Makassar. Tidak dipublikasikan

Triatmodjo, B, 1999, Teknik Pantai, Beta offset, Yogyakarta. Tim Geolistrik, 1992. Penyelidikan AirTanah Secara Pendugaan Geolistrik. Kanwil Pertambangan Dinas ESDM Sul-Sel. Makassar. Tim Geologi Pantai. 1994. Kumpulan Data Hasil Penyelidikan Geologi Pantai Dan Delta Jeneberang Kabupaten Gowa Takalar. Kanwil Deptamben Dan Energi Propinsi Sulawesi Selatan. Ujung Pandang. Tim Studi Kasus. 1993. Studi Lingkungan Pantai Takalar-Gowa Dan Sekitarnya Sulawesi Selatan. Kanwil Deptamben Prov. Sulselra. Ujung Pandang. Hal. Udo K. and S. Yamawaki. 2007. Short-term Backshore Processes under Wave and Wind Actions. Journal of Coastal Research. ICS2007 (Proceedings). Australia Valdz V.C., Janette M. Jimnez M., Enrique H. Nava-Snchez and Cuauhtmoc Turrent-Thompson. 2001. Dune and Beach Morphodynamics at Cabo Falso, Baja California Sur, Mexico: Response to Natural, Hurricane Juliette and Anthropogenic Influence. Journal of Coastal Research Volume 24, p.553 560. Wright, L. D. & Short, A. 1983 Morphodynamics of beaches and surf zones in Australia. In: Komar PD (ed) CRC handbook of coastal processes and erosion. CRC Press, Boca Raton, FL p. 3564.

CURRICULUM VITAE

A. Data Pribadi 1. 2. 3. 4. Nama Tempat dan Tanggal Lahir Agama Alamat Rumah : Ir. Rohaya Langkoke, M.T. : Ujung Pandang, 10 -12 - 1958 : Islam : Jl.Sunu Kompleks Unhas Baraya No.BX.6 Makassar : 0411-434653 : langkoke_rohaya@yahoo.com : Ir. Budi Rochmanto. MSc : Nilam Budi Wulandari

Telp Email 5. Status Sipil Nama Suami Nama Anak B. Riwayat Pendidikan : 1971 1974 1977 1983 1985 2006

Sekolah Dasar Katholik II Pare-Pare Sekolah Menengah Umum Pertama PGRI Bersubsidi Ujung Pandang. Sekolah Menengah Atas I/151 Ujung Pandang. Sarjana Muda Sains dan Teknologi, Konsentrasi Geologi UNHAS Ujung Pandang. Sarjana Teknik Geologi (S1) UNHAS Makassar Magister Teknik (S2) bidang Teknik Geologi UNHAS Makassar

C. Pekerjaan dan Riwayat Pekerjaan : 1. 2. 3. 4. 5. Pekerjaan Utama NIP Pangkat/Golongan Jabatan Fungsional Riwayat Pekerjaan 1986 - sekarang 1986 - 1990 1986 - 1990 1990 - 1998 1998 - sekarang : Dosen Tetap UNHAS. Makassar : 19581210 198601 2 002 : Pembina Tk.I, IV/b : Lektor Kepala Dosen Tetap Fakultas Teknik UNHAS, Makassar Anggota Senat Fakultas Teknik Kepala Laboratorium Ilustrasi Teknik Geologi Kepala Laboratorium Geologi Dinamik Kepala Laboratorium Geokomputasi

D. Kegiatan Ilmiah/Training : 1986: 1987: Seismic Stratigraphy, Indonesian Petrolium Association, Program Diklat Pengelolaan IWPL MIGAS AAPG, Jakarta. Kursus Singkat Metode Numerik Dalam Rekayasa Geoteknik Pusat Antar Universitas (PAU) Ilmu Rekayasa. Bandung.

1988: 1989: 1990:

Structural Geology Model, Shlumberger- Indonesian Association, Yogyakarta Pemodelan Air Tanah, Pusat Antar Universitas, University Jerman dan ITB Bandung. Lokakarya Rekonstruksi Kuliah AKTA V AA. Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang

Petrolium Acheen

Program Pencangkokan Aplikasi Komputer Dalam Analisis Uji Laboratorium Mekanika Tanah Geoteknik dan Aplikasi, ITB Bandung. 1992: Modern Carbonat System, British Petrolium, Ujung Pandang Zeugnis der Grundstufe I Goethe Institut Jakarta Aplikasi Geomorfologi Dalam Geoteknik, Indonesia Petrolium Association, Jurusan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang. Kursus Geofisika Terapan, Indonesia Petrolium Assosiation, dan UGM. Unjung Pandang. 1993: Modern Carbonat System, British Petrolium, Ujung Pandang Kursus Geologi Teknik dan Terapannya Dalam Bidang Bangunan Teknik. Laboratorium Geologi Teknik & Tata Lingkungan FTM, ITB 1994: 2000: Pemodelan Air Tanah, Indonesia Petrolium Association, Teknik Geologi UNHAS, Ujung Pandang. Jurusan di

Sosialisasi Aspek Geologi Dan Sumber Daya Mineral Prov.Sulsel

Dasar-Dasar Sistem Informasi Geografis, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung dan Kanwil Dept. Pertambangan & Energi Sulawesi Selatan, Ujung Pandang. 2003: 2004: International Workshop Potency of Hydrothermal Deposit In South Banda Sea and Sangihe Talaud Island, Indonesia. Workshop Riset Dosen Dalam Rangka Implementasi Sistem Perencanaan,Penyusunan Program dan Penganggaran (SP4) Ujung Pandang. Kursus Mitigasi Bencana Alam Geologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Dept. Pertambangan dan Energi, Bandung.

2005:

E. Publikasi /Karya Ilmiah : 1. Langkoke, Djamaluddin, 1992, Distribusi Mineral Berat di Pantai Tanjung Bunga Ujung Pandang ,Sulawesi Selatan. Buku Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI XIX, Yogyakarta. Penerbit IAGI Yogya.

2.

Langkoke, 1997, Analysis of the Sea Bottom Sedimen in the Vicinity of the Jeneberang River Mouth Ujung Pandang Buku Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Tahunan, IAGI XXVI,Jakarta Multan, Rauf.M.,Rochmanto,B, Langkoke 1999, Analysis of Sedimentary Environment of Chromite Ore in Sawugi,Bungku Barat,Poso, Central Sulawesi. Buku New Paradgm in Technology and Well-Managed Exploration/ Explotation of the Natural Resources. Proccedings of IAGI- Vol.II. ISBN-979-8126-13-0 The 28th Annual Convention,Jakarta,Indonesia.

3.

4.

Salbin B, Imran A.M, Langkoke, 2005, Analisis Sebaran Sedimen sebagai Kontrol Pendangkalan pada Lokasi Bangunan TPI Di Kecmatan Kajang, Kab. Bulukumba. Jurnal Penelitian (JPE) vol 10/3, 2005. Langkoke,R, Rochmanto.B, 2006, Coastal Sediment Cell On The Vicinity of the Jeneberang River Mouth, Makassar, South Sulawesi. Proocedings of IAGI 36th Joint convevtion Pekan Baru-Riau,Indonesia. Langkoke, R,2008.,The Relationship Between Coastal Slope and Grain Size Distribution On the Coastal Zone of The Jeneberang Estuari Makassar, ISSN: 1858-3636 Volume No.03. 02 Mei Agust. 2008. Langkoke,R. Herman, 2008. Transpor Sedimen Suspensi Perairan Pantai Estuari Jeneberang Kota Makassar. Journal Penelitian Geosains, ISSN: 1858-3636 Volume No.04. 02 Mei Agust. 2008. Hal..109-216. Langkoke, R, Rochmanto.B., 2008. The Relationship Between Coastal Slope and Grain Size Distribution On the Coastal Zone of The Jeneberang Estuari Makassar, ISSN: 1858-3636 Volume No.03. 02 Mei Agust. 2008. Langkoke, R., Apriani. S, 2010d. Sebaran Mineral Berat Endapan Pasir Pantai Tanjung Bunga Kecamatan Mariso. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Unhas. ISBN : 978-979-127255-0-6.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

You might also like