Professional Documents
Culture Documents
...(3-1)
= B B
1
+ B
2
...
..(3-2)
1
]
1
+
2 1
1
1
1 1
24
30 . 57
L L
S
B
.(3-3)
Dimana :
= Sudut efektif motor, Deg.
BUR = Build Up Rate, Deg/100 ft.
B = Sudut equivalent pada single bent sub, Deg
B
1
= Sudut stabiliser pertama, Deg
B
2
= Sudut stabiliser kedua, Deg.
S
1
= Jarak stabiliser pertam, inchi.
S
2
= jarak stabiliser kedua, inchi
L
1
= Jarak antara titik 1 dan 2, ft.
L
2
= Jarak antara titik 2 dan 3, ft.
Harga sudut equivalen (B) tergantung pada penempatan motor
atau type geometri mtor yang dipilih, untuk menghitung magnitudnya, maka bisa
dilihat berapa jumlah motor yang dipakai.
3.1.2.1 Geometri Type 1 Motor
Dasar geometri 1 merupakan down hole motor yang digunakan
untuk mengontrol builp up terletak pada posisi stabilizer awal.
Dimana :
B =
1
]
1
+B C
C
X
.(3-4)
B = sudut equivalen pada stabiliser pertama, Deg.
X = sudut Bent housing, Deg.
A = jarak antara bit-stabiliser pertama, ft.
B = jarak stabiliser pertama dengan Bent housing, ft.
C = Jarak Bent housing dengan stabiliser kedua, ft.
L
1
= A, ft
L
2
= B + C, ft
3.1.2.2 Geometri Type 3 Motor
Geometri type 3 motor ini tersusun atas bent housing, bent sub dan
dua stabiliser. Dimana stabiliser pertama diletakkan antara bit dan puncak/atas dari
bent housing.
Dimana :
B =
1
]
1
+ +
+
1
]
1
,
_
+
+
D C B
D C
D C
D
Y X
.(3-5)
B = sudut equivalen pada stabiliser pertama, Deg
X = sudut bent housing, Deg
A = jarak antara bit-stabiliser pertama, ft
B = jarak stabiliser pertama dengan puncak bent housing, ft
C = jarak puncak bent housing dengan puncak bent sub, ft
D = jarak puncak bent sub dengan stabiliser kedua, ft
L1 = A, ft
L2 = B+C+D, ft
Sudut equivalen pada stabiliser pertama dipengaruhi oleh posisi
stabiliser pertama dan stabiliser kedua dari bit, bent housing dan bent sub.
3.1.2.3 Geometri Type 4 Motor
Geometri type 4 motor ini sama dengan geometri 3 motor, hanya
lebih kompleks. Untuk mencari harga sudut equivalen Dimana :
B =
1
]
1
+
+
1
]
1
+ +
+
1
]
1
+
,
_
+ B A
A
X
E D C
E D
Y
D E
E
Z
(3-6)
B = sudut equivalen pada stabiliser pertama, Deg
X = sudut kemiringan drive bushing, Deg
Y = sudut bent housing, Deg
Z = sudut bent sub, Deg
A = jarak antara bit-stabiliser pertama, ft
B = jarak drive bent dengan stabiliser pertama, ft
C = jarak stabiliser pertama dengan puncak bent housing, ft
D = jarak puncak bent housing dengan puncak bent sub, ft
E = jarak puncak bent sub dengan stabiliser kedua
L1 = A+B, ft
L2 = C+D+E, ft
3.1.3 Penentuan Lokasi Kick Of Point
Titik awal pembelokan (KOP) adalah titik dimana dilakukan
pertambahan sudut pada arah tertentu setelah pemboran tegak mencapai suatu
kedalaman. Penentuan lokasi KOP dibatasi oleh kedalaman target yang harus
dicapai, kemampuan peralatan dalam membentuk bagian pertambahan sudut serta
kondisi formasi yang dipilih sebagai landasan untuk kedudukan KOP.
3.1.3.1 Kondisi Lokasi KOP
Batasan lain yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi KOP
adalah kondisi lokasi itu sendiri.
Sedapat mungkin lokasi KOP memenuhi kriteria berikut ini :
6. KOP tidak terletak pada zona lunak, Zona rekah, formasi berkemiringan
tinggi, zona perubahan lithologi dan kekerasan, zona loss, zona gas, zona
pembesaran lubang, dan zona swelling, agar tidak menyulitkan dalam
pembentukan sudut, arah, dan kemiringan.
7. KOP terletak pada jarak yang cukup di bawah casing shoe untuk
menghindari terjadinya pergesekan.
8. Pada pemboran dengan sistem cluster, KOP satu sumur tidak terlalu dekat
dengan sumur lain agar tidak terjadi gangguan logam terhadap hasil survey
sumur baru.
Ketika batasan di atas saling terkait satu sama lain, sehingga bila salah satu
batasan tidak memenuhi maka batasan tersebut dijadikan patokan untuk dipenuhi
oleh batasan lainnya dalam penentuan lokasi KOP selanjutnya.
3.1.3.2 Kedalaman Target
Kedalaman target yang harus dicapai, dalam hal ini adalah
kedalaman titik awal bagian horisontal berpengaruh pada penentuan lokasi KOP
dan berhubungan erat dengan besar DABU yang dapat dilakukan. Target yang
dalam memungkinkan untuk memilih DABU relatif kecil. Sebaliknya target yang
dangkal memerlukan DABU lebih besar. Tabel IV-3. menunjukkan hasil
perhitungan jarak KOP/target dan jarak pemboran (MD) yang diperlukan untuk
berbagai besar laju pertambahan sudut konstan.
Tabel IV-3.
Perhitungan Jarak KOP-Target dan Jarak Pemboran (MD)
DAB
U
(/10
0 ft)
Jarak KOP-
Target
(TVD = H, ft)
Jarak
Pemboran
(MD, ft)
2,0
3,0
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
1
5,0
2
0,0
20
0,0
2864,79
1909,86
1432,39
1273,24
1145,61
1041,74
954,93
881,47
818,51
763,94
381,97
286,48
28,65
4500,
00
3000,
00
2250,
00
2000,
00
1800,
00
1636,
36
1500,
00
1384,
62
1285,
71
1200,
00
600,
00
450,
00
45,
00
Dari tabel III-3 untuk target yang dalam dipilih lokasi KOP yang
sesuai dengan DABU yang relatif kecil, tetapi target yang dangkal, misalnya seperti
45 ft, diperlukan DABU yang lebih besar, yaitu 20/100 ft. Namun sekarang telah
dilakukan usaha untuk mendapatkan lubang horisontal pada target ayang dangkal
dengan DABU yang kecil.
3.1.3.3 Kemampuan Peralatan
Kemampuan peralatan yang tersedia dalam membentuk DABU
berpengaruh pada penentuan lokasi KOP. DABU yang besar memerlukan
konfigurasi drill stem dan peralatan khusus. Peralatan pemboran long radius dapat
digunakan pada DABU sekitar 5 - 7 /100 ft, tetapi sering digunakan pada DABU
4 - 5/100 ft. Pemboran dengan DABU lebih besar mengalami kesulitan dalam
mengontrol sudut arah disamping adanya batasan casing yang akan digunakan.
Peralatan konvensional lebih banyak digunakan karena lebih murah dan mudah
didapatkan di seluruh dunia.
3.1.3.4 Penentuan End Of Curvature dan Jenis Target Horisontal
Target adalah tempat atau bidang yang menjadi sasaran dari posisi
bagian horisontal yang harus dicapai. Keberhasilan pencapaian titik target sering
disebut dengan toleransi. Toleransi didefinisikan sebagai kemampuan menempatkan
bagian horisontal pada koordinal yang telah ditentukan dengan kemiringan
tertentu.
Kemiringan target terhadap kemiringan formasi dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :
( ) [ ]
well dip dip h
Cos Tan Tan
1
90 (3-7)
dimana :
h
= inklinasi bidang koordinat pada zone target, (derajat)
dip
= inklinasi target plane, (derajat)
well
= azimut bidang horisontal, (derajat)
Sedangkan kedalaman target dapat diperkirakan dengan
menggunakan persamaan :
TVD
EOC
= TVD
TP
+ DISPL [Tan
dip
Cos (
dip
-
well
)] (3-8)
Dimana :
TVDEOC =TVD dari EOC pada target plane, ft
TVDTP = TVD pada target plane, ft
DISPL = panjangb displacement dari lokasi permukaan ke
EOC, ft
EOC = Azimuth EOC dari permukaan, (derajat)
Dalam penembusan zone target, type target horisontal secara umum
dapat dikategorikan menjadi tiga type, yaitu :
1. Defined vertikal depth, adalah sumur dengan bagian yang hosrisintal, benar-
benar vertikal (90) dari sumbu tegak.
2. Defined structurel, adalah sumur dengan target horisontal yang mempunyai
sudut mengikut/ sejajar dengan kemiringan struktur lapisan reservoir yang
ditembus.
3. Slant hole, adalah sumur horisontal yang menembus formasi target dengan
sudut kemiringan tinggi.
Pemilihan type-type target ini sangat dipengaruhi oleh
kondisi/kedudukan kemiringan formasi, batas WOC, sehingga dapat
memperkirakan daerah-daerah yang perlu diisolasi.
Sedangkan daerah pengurasan sumur horisontal merupakan fungsi
panjang daerah horisontal yang menembus target, serta ukuran dari bagian
horisontal tersebut. Panjang daerah horisontal yang dapat dicapai tergantung pada
jenis pemborannya serta peralatan yang digunakan dihitung dari EOC menuju
target. Hal ini dapat diperlihatkan pada oleh tabel III-3.
3.2 Perencanaan Drill String dan Bit
3.2.1 Perencanaan Drill String
Dalam perencanaan/ desain drill string banyak faktor yang harus
diperhatikan, terutama berjaitan dengan adanya beban dan tekanan yang harus
ditanggung oleh drill string.
3.2.2.2 Mekanika Drill String
Dua proses yang terjadi pada drill string adalah :
1. Menahan berat komponen yang ada di bawahnya.
2. Memberikan beban pada bit (drill collar)
Gaya-gaya yang menyebabkan terjadinya pembebanan pada drill string
tersebut bekerja pada satu baris kerja (yaitu vertikal) dimana satu sama lain saling
berlawanan.
Adanya gaya ini akan menyebabkan berat pipa yang harus ditahan ketika
pipa diturunkan ke dalam fluida lebih kecil daripada bila pipa tergantung di udara,
gradien tekanan udara dapat diabaikan. Konsep umum menyatakan bahwa
buoyancy adalah sama dengan berat fluida yang dipindahkan adalah benar untuk
keadaan-keadaan tertentu saja. Gaya buoyant timbul hanya jika terdapat suatu
ujung terbuka dan atau cross sectional area, yaitu tempat dimana tekanan
hidrostatik dapt bereaksi secara vertikal.
Tekanan hidrostatik dapat bekerja dari atas atau ke bawah, gaya buoyant
adalah resultannya. Kondisi diman ujung terbawah dari suatu string yang tenggelam
harus dalam keadaan kompression, membuat perhitungn-perhitungan untuk itu
menggunakan buoyed perfoot merupakan kesalahan teknis dalam perhitungan gaya
axial pada suatu tubular sring.
Karena axial compression yang disebabkan buoyancy tidak memberikan
kecenderungan pada pipa untuk melengkung, digunakan istilah titik netral, yaitu
titik yang mengindikasikan pipa di bawah titik tersebut mempunyai kecenderungan
untuk melengkung dan berlaku sebaliknya pada pipa di atas titik tersebut, titik
netral bukanlah titik nol axial stress.
Bila ada fluida, titik netral akan naik dan hanya berlaku sebagai titik dimana
tekanan hidrostatik sama dengan compressive stress, sebagaimana didefinisikan
oleh kilnkenberg bukan sebagai titik nol axial stress.
Oleh karena itu pada drill string baik titik netral maupun nol axial stress ini
tidak boleh terletak pada drill pipe, jika tidak, maka gaya pelengkungan yang besar
akan terjadi pada drill pipe dan akhirnya kerusakan pipa tidak dapat dihindari lagi.
3.2.2.3 Pertimbangan Perencanaan Drill String
Pembebanan yang selalu dihadapi drill pipe string berkaitan
peranannya pada operasi pemboran seringkali menjadi suatu problema bagi drill
pipe itu. Problem akan terjadi dengan seketika bila yang diderita drill pipe melebihi
spesifikasinya.
Pada kenyataannya banyak sekali beban yang harus ditanggung drill pipe,
baik yang berkaitan dengan fungsinya maupun beban yang timbul tiba-tiba karena
suatu kondisi tertentu. Pada bagian ini akan dibahas macam-macam pembebanan.
1. Collapse
Beban collaps diakibatkan oleh tekanan di luar pipa yang yang
sangat besar, bagian bawah string akan mengalami beban terbesar akibat tekanan
ini. Pada operasi pemboran normal, tekanan terbesar di luar drill string terjadi
ketika drill string diturunkan ke dalam sumur dalam keadaan kosong atau ketika
dioperasikannya drill stem test.
2. Bursting
Bursting adalah tekanan yang diakibatkan oleh tekanan di dalam
pipa. Tekanan terbesar di dalam drill string terjadi pada saat peristiwa naiknya
tekanan bila jet atau nozzle tersumbat atau ketika pengoperasian DST.
dalam kedua kasus tersebut tidak mungkin tercapai tekanan yang
menyebabkan beban burst pada pipa karena dikontrol oleh tekanan lumpur masing-
masing di dalam dan di luar pipa. Hampir pada semua kasus yang tidak
diperkirakan sebelumnya, kedua berat lumpur, di dalam dan diluar pipa tersebut
akan tetap sama. Oleh karenanya besar tekanan burst akan dikontrol oleh tekanan
permukaan.
3. Dog Leg
Secara umum dog leg dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu :
1. Gradual and Long Dog Leg
2. Abrupt Dog Leg
Pada saat drill pipe mengalami abrupt dog leg, tool joint dapat berada tepat
pada ujung dog leg. Keadaan tool joint yang pendek dan lebih kaku daripada drill
pipe menyebabkan yang berada di sekitar tool joint menjadi bengkok dan bisa
berbahaya. Untuk mencegah perubahan perlengkungan drill pipe yang terlalu besar,
maka besar gaya yang terjadi antara tool joint dengan ujung dog leg harus dibatasi,
hal ini berkaitan dengan beban tension yang diderita drill pipe, yaitu :
F = 0.0174 T
..(3-9)
Dimana :
F = gaya antara tool joint dengan ujung dog leg
= besar perubahan sudut di sekitar dog leg
T = beban tension
Tipe kerusakan yang paling sering terjadi adalah karena kelelahan
pemakaian dan ini umumnya terjadi bila pipa mengalami cyclic bending stress.
Kerusakan karena rotasi pada dog leg akan mengalami suatu problem serius
bila sudut dog leg melebihi suatu harga kritis. Lubinski telah melakukan penelitian
untuk menentukan harga kritis ini dimana rotasi pada sudut dog leg di bawah harga
tersebut tidak menyebabkan kerusakan yang berarti. Maximum Permissible Dog
Leg Severity sebagai harga kritis dapat dihitung dengan persamaan :
KL ED n
KL ob
C
tanh 43200
.....(3-
10)
dengan :
EI
T
K
.(3-11)
dimana :
C = dog leg severity maksimum yang diijinkan, /100 ft
E = Modulus Young, psi. Untuk baja = 30 x 10 psi.
D = drill pipe OD, in
L = setengah jarak antara dua tool joint, in. Pipa range 2 = 180 in
T = beban tension di bawah dog leg, lb.
ob = bending stress maksimum yang diijinkan, psi.
I =momen inersia drill pipe
) (
64
4 4
d D
n
I
(3-12)
Dimana ob dihitung dari buoyed tensile stress (ot) dan tergantung pada
grade drill pipe. Persamaan untuk bending stress dengan grade pipa E dan S
diberikan oleh masing-masing persamaan berikut :
2
2
) 33500 (
) 670 (
6 . 0
67
10
5 , 19 ot ot ob
..(3-
13)
dan
,
_
145000
20000
ot
I ob .
.(3-14)
persamaan ini berlaku untuk masing-masing ot. Grade E dan S sampai
67000 psi dan 133400 psi.
Seperti telah dikemukakan di atas, kerusakan pipa terkuat akan
terjadi jika dog leg severity melebihi harga c. Kerusakan ini tergantung pada type
metal (aluminium atau baja), level korosi, stress dan sudut dog leg. Fraksi umur
drill pipe yang digunakan pada interval dog leg dapat dihitung dengan persamaan :
N
B
f
(3-15)
dimana :
f = fraksi umur drill pipe
B = jumlah putaran drill pipe untuk mengebor pada interval dog leg
yang
bersangkutan, RPM
N = jumlah putaran yanag dapat merusakkan drill pipe, RPM
Dengan :
V
d R
B
60
...(3-16)
dimana :
R = kecepatan rotasi, RPM
d = panjang interval dog leg, ft
V = rate pemboran, ft/hr
Dan N tergantung pada bending stress (ob) dalam pipa dan tensile stress
(ot).
Dimana :
A
T
ot
.(3-17)
2
EDCo
ob
(3-18)
dimana :
T =tensile strength pipa, in
A = cross-sectional area pipa, in
E = modulus young, lb/in
D = drill pipe OD, in
Co = curvature pipa maksimum, rad/in
Co = c (KL)
Dimana :
c = curvature lubang, rad/in
L = setengah panjang joint drill pipe
Dalam hal adanya tension, maka efek bending stress menjadi lebih kuat,
untuk itu bending stress harus dikoreksi.
t T
T
.(3-
19)
dimana :
= faktor koreksi untuk b
T = tensile strength pipa, psi in
Sehingga besar ob sebenarnya adalah b. Dengan memasukkan
harga ob didapat N, maka f dapat dihitung. Bila lubang mengalami dog leg, selain
beban tension compression pada beban pipa, sejumlah beban juga harus ditanggung
oleh tool joint. Beban ini arahnya lateral dan besarnya berbanding dengan besarnya
sudut dog leg. Tapi agak sulit untuk menentukan sebenarnya besar gaya maksimum
yang dapat ditolerir antara tool joint dan dinding lubang, yang pasti harga ini
tergantung pada sejumlah faktor seperti abrasiveness permukaan tool joint, drilling
rate, banyaknya round trip dan sebagainya. Menurut Lubinski, beban lateral pada
tool joint sementara lubang mengalami dog leg, sebaiknya dibatasi pada harga
sebesar 2000 lb, beban di atas limit akan merupakan tool joint. Persamaan berikut
dapat digunakan untuk menentukan dog leg severity maksimum yang diijinkan
pada beberapa beban lateral :
nLT
F
c
108000
.(3-20)
dimana :
F = lateral force pada tool joint, lb
L = setengah panjang drill pipe joint, in
3.2.2.4 Aspek Pembebanan
Perencanaan rangkaian drill string yang akan dipergunakan harus
mempertimbangkan beban drag, beban torsi, dari kemungkinan terketuknya drill
string yang akhirnya menyebabkan beban drag semakin besar, serta apabila critical
buckling force telah melebihi kekuatan yield rangkain pipa yang dipergunakan,
maka pipa akan patah.
A. Beban Torsi
Torsi yang berlebihan akan membatasi panjang bagian lubang yang
dapat ditembus. Torsi yang mampu memutar bit dalam pemboran menggunakan
metoda rotary dibatasi oleh :
4. Torsi maksimal yang dapat dilakukan oleh rotary table.
5. Kekuatan torsi pada sambungan
6. Kekuatan torsi pada bagian pipa yang tipis.
Berdasarkan API RP 7.6. menghitung beban torsi yang dapat ditanggung
oleh pipa pada kondisi tensile atau tertarik adalah :
5 , 0
2
2
2
. 096167 , 0
1
]
1
A
Te
Y
OD
I
T
(3-21)
[ ]
2 2
32
ID OD I
(3-23)
dimana :
T = minimum torsi pada kondisi tension, lb-ft
I = polar moment inersia, in
4
OD = outside diameter, in
Y = minimum yield strength, psi
Te = beban tensile, lb
A = luas permukaan pipa, in
2
Perhitungan beban torsi akan semakin kritis apabila pemboran sudah
memasuki phase pertambahan sudut dengan membentuk suatu busur dengan
kelengkungan tertentu (build up) serta pada phase horisontal. Dengan diketahui
beban masing-masing phase pemboran, maka total beban torsi yang diderita drill
string dapat diperhitungkan. Dengan demikian kita dapat memperkirakan beban
prime mover (penggerak mula) yang harus dipersiapkan untuk mengatasi beban
torsi tersebut. Beban torsi atau puntiran juga dibatasi oleh kekuatan tool joint serta
jenis pipa yang digunakan. Apabila kita menghadapi kendala seperti ini maka
langkah selanjutnya adalah mendesain ulang lintasan lubang bor sehingga
diperlukan beban torsi yang minimum. Untuk lubang miring (curved hole) gaya
kontak lateral dihitung dengan menggunakan persamaan :
5 , 0
2 2
5730
.
.
5730
.
1
1
]
1
,
_
+
,
_
BL FA
Sin Wm
Bv FA
FC
.(3-23)
untuk lubang lurus :
FC = Wm Sin .
.(3-24)
Dimana :
FC = gaya kontak lateral, lb/ft
FA = beban axial (+beban tensile), lb
Bv = vertical build curve, /100 ft
BL = lateral hole curvature, /100 ft, dimana BL = (Bt
2
Bv
2
)
0,5
Wm = gaya apung pada pipa, lb/ft
Bt = total dog leg curvature, /100 ft
= sudut inklinasi, derajat
Pada prinsipnya penentuan torsi dapat dilakukan sebagai berikut :
24
Fe ODtj
T
.(3-25)
dimana :
T = torsi, lb-ft/ft
= friction factor, lb/ft
Fc = gaya kontak lateral, lb/ft
Odtj = outside diameter tool joint, in
Berikut ini beberapa persamaan yang telah diturunkan untuk
menghitung besarnya beban torsi yang timbul untuk masing-masing phase
pemboran. Tetapi pada lubang lurus dapat diperkirakan dengan menggunakan
persamaan :
Untuk lubang miring :
24
sin L Wm OD
T
.(3-26)
Untuk lubang horisontal :
Dengan asumsi sudut kemiringan sebesar 90 dan friction factor () sebesar
0,33, maka :
72
L Wm OD
TH
..(3-27)
Untuk lubang melengkung :
Sedangkan penentuan torsi pada bagian pertambahan sudut dapat
menggunakan persamaan dengan batasan-batasan sebagai berikut :
K = WOB 0,33 Wm R
(3-28)
Untuk K negatif :
72
R Wm OD
TH
..(3-29)
Untuk K positif :
) 33 , 0 (
46 72
R Wm WOB
OD R Wm OD
T + .
..(3-30)
dimana :
T = torsi friksi pada sumur miring, ft-lbf
TH = torsi friksi pada horisontal,ft-lbf
TB = torsi friksi pada bagian pertambahan sudut, ft-lbf
OD = diameter luar tool joint atau collar, in
L = panjang pipa, ft
= kedalaman friksi (diambil 0,33)
= sudut kemiringan sumur, derajat
Wm = berat pipa dalam lumpur, lb/ft
R = jari-jari bagian pertambahan sudut, ft
K = konstanta perhitungan, lb
B. Beban Drag
Idealnya pemboran vertikal, drill string yang digunakan tidak akan
mengalami beban drag. Tetapi dengan daerah pertambahan sudut akan
menyebabkan drill string rebah dan menempel pada dinding lubang bor, sehingga
menimbulkan beban drag yang arahnya berlawanan dengan gerak drill string.
Semakin besar ssudut kemiringan sumur, beban drag semakin besar, beban
drag maksimum terjadi saat sumur membentuk sudut 90 atau pada saat pemboran
ke arah horisontal. Beban drag yang timbul pada kondisi ini sama dengan berat
benda yang menempel di sepanjang sumur horisontal setelah dikurangi gaya apung.
Semakin berat rangkaian pipa yang tergeletak pada dinding sumur semakin
besar beban drag yang harus dihadapi. Secara keseluruhan drag dapat diturunkan
dengan baiknya pendesainan lumpur sehingga diperoleh kemampuan pelumasan
dan pengangkatan cutting yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan
terjepitnya pipa.
Perhitungan beban drag untuk lubang lurus :
D = Wm L sin
.(3-31)
Perhitungan drag untuk lubang horisontal :
Dengan asumsi kemiringan lubang 90 dan koefisien friksi sebesar
0,33, maka :
3
L Wm
DH
(3-32)
Sementara untuk phase bagian pertambahan sudut, beban drag
dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut yang hanya berlaku
pada saat penurunan pipa ke dasar sumur.
K = FA 0,25 Wm R .
...(3-33)
Untuk K negatif :
DB = 0,40 Wm R ...(3-
34)
Untuk K positif :
DB = 0,25 Wm R + 0,69 FA .(3-35)
Sedangkan perhitungan untuk phase pertambahan sudut pada saat
penarikan drill string, besar beban drag dapat diperkirakan dengan menggunakan
persamaan berikut :
K = FA 0,85 Wm R .(3-
36)
Untuk K negatif :
3
R Wm
DH .(3-
37)
Untuk K positif :
DB = 0,69 FA 0,25 Wm R ..(3-
38)
Diman :
D = drag pada lubang miring, lbf
DH = drag pada lubang horisontal, lbf
DB = drag pada phase build rate, lbf
Wm = berat pipa dalam lumpur, lb/ft
L = panjang pipa yang bersentuhan dengan drag, ft
= koefisien friksi (diambil 0,33)
= sudut kemiringan sumur, derajat
R = jari-jari build curve, ft
FA = beban kompresi pada EOC, lb
Toleransi maksimum drag dalam pemboran ditentukan oleh strength
dari dinding drill pipe, tool joint dan peralatan penyambungan lainnya. Faktor-
faktor yang menyebabkan drag pada pipa adalah sebagai berikut :
7. Dog leg tidak hanya meningkatkan drag tetapi dapat menurunkan kekuatan
strenth dari drill pipe akibat gaya atau beban bending yang disebabkan
tingginya gaya kontak antara lubang bor dengan drill string.
8. Komponen-komponen peralatan yang mempunyai ujung tajam.
9. Mud cake yang tebal khususnya yang mengandung cutting.
10. Belokan yang mendadak/tajam, khususnya tanpa dog leg yang mulus
11. Lumpur tanpa lubrisitas.
12. Lapisan cutting yang mengendap pada dinding lubang bor pada bagian
bawah.
13. Terjadinya swelling.
Tujuan penentuan/ mengetahui besar beban drag adalah untuk
mempersiapkan kekuatan rig serta kemampuan prime mover untuk menurunkan,
menahan dan menarik drill string serta untuk mengatur distribusi WOB akibat
adanya beban drag.
C. Buckling
R.F. MITCHELL, telah menurunkan persamaan untuk meramalkan
tertekuknya (buckling) pipa pada lubang miring. Inti dasar dari persamaan adalah
gaya gravitasi bumi menarik pipa ke arah bagian bawah lubang yang cenderung
melengkungkan pipa, kekakuan pipa cenderung mempertahankan kelurusan pipa
dan beban pada bagian akhir pipa cenderung melengkungkan pipa. Adapun
persamaan yang dikembangkan adalah :
5 , 0
2 2
sin ) (
617 , 1
1
]
1
OD H
ID OD BF
BL
..
(3-39)
dimana :
BL = beban minimum penyebab tertekuknya pipa, lbs
BF = gaya apung, psi
= sudut kemiringan lubang, derajat
OD = diameter luar pipa, in
ID = diameter dalam pipa, in
H = diameter lubang (bukan ukuran bit), in
Berikut adalah persamaan lain yang dikembangkan untuk
menentukan besar axial load yang dapat menyebabkan pipa melengkung pada luang
lurus.
5 , 0
sin ) 5 , 65 ( .
550
1
]
1
Dtj DH
Ww Wa I
FC
..(3-
40)
dimana :
FC = maximum axial load pada dasar lubang vertikal, lbf
I =
16
2 2
ID OD
As
+
As = 0,7854 (OD
2
ID
2
)
I = moment inersia, in
4
OD = diameter luar pipa, in
ID = diameter dalam pipa, in
Wa = berat pipa di udara, lbf/ft
Mw = densitas lumpur, ppg
DH = diameter lubang bor, in
Dtj = diameter tool joint, in
Beban axial pada EOC dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut ini :
FC
EOC
= 0,59 F + 0,39 Wm R
(3-41)
Dimana :
F
EOC
= Axial load pada EOC, lbs
F = axial kompresi load di KOP, lbs
Mw = berat pipa dalam lumpur, lb/ft
R = radius build curve, ft
Sedangkan axial load yang menyebabkan tertekuknya pipa pada lubang
horisontal adalah :
I
L Dtj DH
F
F
OC E
. 10 . 60
). ( 1
1
6
...(3-
42)
dimana :
F = axial load pipe di lubang horisontal, lbf
F
EOC
= axial load di EOC, lbf
DH = diameter lubang bor, in
Dtj = diameter tool joint, in
I = moment inersia, in
4
L = panjang dari EOC sampai panjang pipa terakhir, ft
I
Dtj DH FA
Dbuck
. 10 . 60
) ( .
6
2
.(3-
43)
dimana :
Dbuck = axial drag pipe tertekuk, lbf/ft
FA = gaya axial pada pipa tertekuk, lb
DH = diameter lubang bor, in
Dtj = diameter tool joint, in
I = moment inersia, in
4
Dalam pendesainan kurva lengkungan bagian pertambahan sudut
diusahakan agar besar pertambahan sudut tersebut dapat memperkecil
kemungkinan menempelnya pipa pada dinding sumur, sehingga dapat menurunkan
beban drag dan torsi.
Berikut ini adalah persamaan yang dapat digunakan untuk
menentukan besarnya build rate yang harus dilakukan sehingga tidak terjadi kontak
antar pipa dengan dinding sumur.
1
]
1
,
_
J
L
J
L
Tan JL
R
B
4 4
3 , 57
12 . 100 . 3 , 57 . . 2
(3-44)
dimana :
B = max. build rate yang dapat dilakukan, /100 ft
R = Radial clearance tool joint dengan pipa, in
L = panjang joint pipa, in
J =
F
EI
5 , 0
) (
E = modulus young (30 x 10
6
) untuk baja
I = moment inersia pipa, in
=
16
) (
2 2
ID OD
As
+
As = luas penampang pipa, in
F = beban kompresi pada pipa, lbs
OD = diameter luar pipa, in
ID = diameter dalam pipa, in
ODtj = diameter luar tool joint, in
Sehingga ada load maksimum yang diijinkan pada pipa yang sudah
tertekuk dalam lubang vertikal, yang dapat dihitung dengan menggunakan :
5 , 0
) 5 , 85 (
957
1
]
1
Dtj Dh
MW Wa I
F
...(4-45)
dengan :
F = beban maksimum pada vertikal, lbs
I = moment inersia pipa, in
4
=
16
) (
2 2
ID OD As
dimana :
OD = diameter luar pipa, in
ID = diameter dalam pipa, in
Wa = berat pipa di udara, lb/ft
MW = densitas lumpur yang digunakan, ppg
Dh = diameter lubang pemboran, in
Dtj = diameter tool joint, in
Maksimum curvature build rate bila menggunakan drill pipe pada
saat pemboran berlangsung, maka besar pertambahan sudut yang harus dibentuk
agar tidak terjadi kontak dengan dinding sumur dapat diperkirakan dengan
menggunakan persamaan :
,
_
J J
Tan J
OD ODtj
B
pipe
dp
93 5330
) ( 185
.(3-46)
Sedangkan bila menggunakan HWDP, maka persamaan yang
dipergunakan :
,
_
J J
Tan J
OD ODtj
B
hw
wh
5 , 46 2665
) ( 370
.(3-47)
3.2.3 Penentuan Jenis Pahat
Pada dasarnya setiap jenis bit mempunyai limitasi umur pemakaian
tergantung pada parameter yang dipakai pada saat itu, tetapi hal ini tidak bisa
dijadikan suatu pegangan yang pasti mengingat adanya parameter yang variabel
yang tidak dapat diketahui secara tepat, antara lain faktor formasi. Data dari sumur
sebelumnya dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan bit untuk sumur-
sumur berikutnya yang akan dibor pada struktur yang sama. Sedangkan RPM yang
optimum diperlukan untuk dikombinasikan dengan beratan pada pahat (WOB).
Kombinasi yang optimum ini diharapkan nentinya akan mempunyai laju
penembusan yang optimum pula.
3.2.3.1 Pemilihan Jenis Pahat
Pada umumnya pemboran horisontal menggunakan jenis-jenis pahat
dikarenakan beberapa alasan, yaitu :
1. Tri Cone Bit standart dimana mempunyai kelebihan pada penggunaannya,
karena masa pakainya lebih lama sehingga lebih ekonomis terutama pada
formasi yang mengandung shale yang akan mengurangi frekuensi tripping.
2. Polycristalin Diamond Bit (PDC) dimana tidak terdapat bagian yang
bergerak sehingga mengurangi kemungkinan operasi fishing akibat lepasnya
cone bit.
3. Pemilihan bit yang didasarkan pada keausan bit pada pemboran sumur
sebelumnya, dengan data-data yang diperlukan adalah keausan dan umur
pemakaian bit, ukuran nozzle, laju pemompaan, beban pada bit, putaran
pada meja dan laju penembusan. Beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam menentukan keausan bit antara lain :
4. Keausan gigi bit, dihitung berdasarkan seberapa bagian gigi yang aus dan
hilang.
5. Keausan bearing.
6. Offset angle, adalah sudut mendatar yang terjadi antara sumbu bit dengan
bidang tegak, makin keras jenis bit makin kecil offset anglenya. Bila
keausan pada diameter bit tidak sama pada masing-masing conenya, ini
menandakan bit yang dipakai tidak cocok untuk formasi yang sedang
ditembus karena offset anglenya tidak cocok.
7. Break even analysis, adalah perbandingan biaya tiap feet (cost per foot,
CPF) dari bit yang bersangkutan. Batas kelayakan dan keekonomian suatu
jenis bit dapat diperkirakan sebelumnya dari manual yang dikeluarkan oleh
pabrik, jika sesuai dengan manual tersebut bisa dipastikan bahwa bit tidak
sesuai dengan formasi yang ditembus.
3.2.3.2 Perhitungan Weight On Bit (WOB)
Weight On Bit (WOB) atau beratan pada pahat memegang peranan
penting dalam kecepatan pemboran. Weight On Bit terletak pada drill collar, jadi
untuk menambah beban di atas bit kita cukup memilih drill pipe yang ukurannya
lebih besar. Apabila pembebanan terlalu di atas bit berat, maka jika menembus
batuan yang lunak akan mengakibatkan bit membelok dan dapat mengakibatkan
drill string tersangkut.
Beban pada pahat harus lebih besar dari kekuatan batuan
(compressive strength) agar bit dapat menembus batuan. Secara teoritis makin
besar beban pada pahat akan makin besar pula laju pemboran yang diperoleh.
Pertambahan WOB yang dapat meningkatkan laju pemboran harus diimbangi
dengan kemampuan membersihkan serbuk di dasar sumur yang mana kemampuan
ini didukung dengan penggunaan horse power pompa yang optimum. Apabila
pembersihannya tidak baik maka dapat menyebabkan gigi-gigi pahat akan
menghancurkan serbuk bor berulangkali dan mungkin sekali serbuk bor/cutting
tersebut termampatkan pada gigi pahat sehingga menimbulkan efek balling. Pada
keadaan yang demikian ini maka laju pemboran akan turun. Pada dimana cutting
tidak dapat dibersihkan dari dasar lubang bor karena akibat kurangnya hydroulic
horse power pada bit sehingga akan menurunkan laju pemboran dinamakan kondisi
flounder.
Berdasarkan data lapangan dan laboratorium menunjukkan bahwa
hubungan antara ROP dan WOB mendekati garis lurus (linier), kemudian Gatlin
menurunkan persamaan :
R = a + bw (3-49)
Dimana :
R = laju pemboran, ft/jam
W = beban di atas pahat, lb
A & b = koefisien yang besarnya tergantung sifat batuan, jenis pahat,
kecepatan putar
pahat, kecepatan sirkulasi, dan sebagainya.
Dalam kondisi normal, biasanya WOB yang efektif dan aman
berkisar 50 80 % dari berat drill collar yang digunakan. Pembebanan pada pahat
yang terlalu besar akan mempercepat kerusakan pahat (aus) dan akan
memperpendek waktu pemakaian. Pada umumnya umur pahat ditentukan oleh
umur gigi, bantalan atau kondisi pemotongannya tergantung pada bagian mana
yang lebih cepat rusak. Hal ini tergantung pada jenis pahat yang dipakai.
Efek bebanpahatb terhadap keausan gigi-gigi pahat sangat perlu untuk
diperhatikan dalam pengoperasiannya di lapangan, karena mengingat banyak
memakan waktu terbuang (round trip) dan juga beaya untuk membeli pahat yang
baru mahal harganya.
Pengaruh kombinasi WOB dan RPM terhadap laju pemboran telah
diselidiki Gatlin dan dicerminkan dalam persamaan sebagai berikut :
R = f N
n
(w/db) = f w N
0,5
..(3-50)
Dimana :
db = diameter pahat, in
w = WOB, lb/in
Persamaan di atas digunakan untuk formasi lunak sampai keras.
Sedangkan untuk yang sangat keras persamaan tersebut tidak berlaku lagi,
demikian juga untuk harga WOB yang terlalu kecil.
Beban yang diberikan pada pahat (WOB) merupakan salah satu
parameter pemboran yang sangat berpengaruh pada laju penembusan. Selain itu
juga berpengaruh pada laju pertambahan sudut dalam pemboran horisontal, dimana
pertambahan WOB akan memperbesar laju penembusan. Pada pemborana
horisontal berat maksimum WOB meerupakan jumlah berat yang dihasilkan dari
rangkaian peralatan pemboran dengan panjang kedalaman sebenarnya pada drill
string (TVD) dikurangi dengan pergeseran axial pada bagian tersebut,
persamaannya adalah :
Max WOB = (Bf . Ws . TVD Ff)
I
..(3-
51)
Dimana :
db = diameter pahat, in
w = WOB, lb/in
Persamaan di atas digunakan untuk formasi lunak sampai keras.
Sedangkan untuk yang sangat keras persamaan tersebut tidak berlaku lagi,
demikian juga untuk harga WOC yang terlalu kecil.
Beban yang diberikan pada pahat (WOB) merupakan salah satu
parameter pemboran yang sangat berpengaruh pada laju penembusan. Selain itu
juga berpengaruh pada laju pertambahan sudut dalam pemboran horisontal, dimana
pertambahan WOB akan memperbesar laju penembusan. Pada pemboran horisontal
berat maksimum WOB merupakan jumlah berat yang dihasilkan dari rangkaian
peralatan pemboran dengan panjang kedalaman sebenarnya pada drill string (TVD)
dikurangi dengan pergeseran axial pada bagian tersebut,persamaannya adalah :
Max WOB = (Bf . Ws . TVD . Ff)
I
.(3-52)
Sedangkan berat gravitasi dari rangkaian pemboran ditimbulkan sepanjang
kedalaman lubang bor, yaitu :
TVD Weight Air
MW
Wt Gr . .
45 , 65
1
,
_
.(3-
53)
dimana :
Max WOB = berat maksimum pada bit, lb
Gr Wt = gravitasi weight, lb
Bf = buoyancy factor
Ws = berat udara pada setiap bagian drill string, lb/ft
TVD = True Vertical Depth
I = indeks yang melambangkan setiap bagian dari rangkaian
pemboran
Karena ada gaya gesekan antara rangkaian pipa bor dengan dinding
lubang bor maka berat pada pahat (WOB) berkurang, maka untuk
mengatasi/mencukupi WOB yang diinginkan harus ditambahkan suatu peralatan
pemberat pada rangkaian pipa pemboran misalnya Heavy Weight Drill Pipe
(HWDP) sehingga jumlah dari keseluruhan berat gravitasi ini dapat diaplikasikan
sebagai berat pada pahat (WOB).
3.2.3.3 Perhitungan RPM
Salah satu faktor yang umum dipertimbangkan dalam usaha
mempertinggi rate penetration adalah faktor mekanika yaitu kecepatan rotasi dan
WOB. Pada dasarnya pemilihan kecepatan rotasi dan WOB tidak lepas dari kondisi
formasi, kapasitas kerja peralatan (drill string) dan kondisi lubang bor. Banyak
metode yang dipakai untuk menentukan hubungan antara WOB RPM, yaitu
untuk menentukan atau mendapatkan laju pemboran yang optimum, dua metode
itu diantaranya :
Metode Speer dan Metode Samerton.
A. Metode Speer
Speer mengemukakan bahwa laju pemboran optimum sangat
dipengaruhi/tergantung dari kombinasi WOB-RPM dan hidrolikanya. Untuk ini
dalam suatu operasi pemboran ada tiga masalah, yaitu :
1. Bagaimana menentukan besarnya WOB optimum dan RPM yang tepat
untuk peralatan yang digunakan.
2. Bagaimana mengkombinasikan ktiga faktor di atas dengan cost yang
minimum.
3. Bagaimana mengkombinasikan WOB-RPM optimum untuk peralatan
penunjang yang ada.
b. Metode Samerton
Samerton berpendapat bahwa laju pemboran berbanding lurus
dengan RPM dan kuadrat dari strength batuan, yang dirumuskan sebagai berikut :
2 3
2
.
.
5 , 1
S D
F N
ROP
(3-
54)
dimana :
N = Laju Putaran, RPM
D = diameter lubang, in
S = Rock Strength
F = WOB, lb
Seperti halnya metode Speer, metode Samerton ini berdasarkan
pada data RPM dan WOB yang sudah ada. Gambar 4-28 menunjukkan chart
metode Samerton untuk mencari kombinasi WOB-RPM yang optimum.
Adapun langkah-langkah penentuan WOB RPM yang optimum
adalah sebagai berikut :
1. Catat diameter bit yang dipakai dalam trayek pemboran.
2. Dari data lapangan atau data bit record, catat besarnya strength batuan dan
pilih RPM yang paling optimum / baik untuk suatu kondisi formasi yang
sama.
3. Dari data-data di atas, kita dapat menentukan besarnya WOB optimum
dengan menggunakan gambar 4-28. yang disesuaikan dengan ukuran pahat.
WOB dan RPM yang digunakan merupakan kombinasi WOB-RPM
optimum, sedangkan penentuan besar ROP dihasilkan dari pemasukan data hasil ke
dalam formula Samerton.
Gambar. Chart Penentuan WOB RPM Samerton
4.6. Peralatan BHA Berddasarkan Jenis Pemboran Horisontal
Peralatan BHA pada pemboran horisontal dapat dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu :
1. Motor Bottom Hole Assembly
Motor bottom hole ini merupakan bagian daripada motor penyedia
tenaga-tenaga yang digunakan untuk menggerakkan bit.
2. Rotary Bottom Hole Assembly
Rangkaian drill string akan digerakkan oleh rotary table atau tenaga
swivel pada permukaan.
3. Steerable Bottom Hole Assembly
Pada steerable BHA ini menggunakan bent sub, tilt, sub, offset
stabiliser, dan bottom hole motor.
Ketiga jenis BHA ini menggunakan MWD aatau steering tool yang
dihubungkan dengan non magnetik drill collar.
Prinsip pendulum, fulcrum, dan stabilisasi digunakan dalam
menyusun BHA untuk semua type pemboran horisontal.
3.3.1 Peralatan BHA Untuk Long Radius System
Sumur type long radius dibor dengan peralatan yang sama dengan
type medium radius, kecuali pada bent subnya lebih kecil. Kecepatan pembentukan
sudut berkisar antara 3 - 6/100 ft, sumur long radius ini sering dibor dengan
peralatan putar (rotary assembly), tetapi bagian pertambahan sudut dibor dengan
steerable motor agar pengontrolan arahnya dapat dideteksi dengan tepat serta
diperoleh lengkungan yang baik (smooth).
Steerable motor yang digunakan adalah bent housing motor yang diputar
untuk pemboran vertikal atau berarah di dalam pemboran horisontal, sedangkan
offset steerable system dengan single bends dan multiple bend untuk mengarahkan
benda.
Sistem peralatan pemboran horisontal type long radius system terdiri dari
orientation assembly, flexible drive pipe, dan stabilized straight assembly. Peralatan
pembentukan sudut pada sumur long radius digunakan 1 - 2 bent subs yang
dipasang diatas motor dan untuk mempertahankan sudut digunakan string
stabiliser.
Orientasi assembly berupa whipstock dengan kemiringan 7 - 9 yang
dipasang pada lokasi KOP. Curve Assembly dan flexible drive pipe merupakan
peralatan utama dalam pembelokan lubang.
3.3.2 Peralatan BHA Untuk Medium Radius System
Peralatan pemboran horisontal type medium radius system terdiri
dari HWDP, spiral drill collar, compressive service drill pipe, MWD, dan
Experiment tool. HWDP berukuran 3 yang berada pada bagian vertikal dapat
dijadikan sebagai cadangan beban untuk WOB.
Bagian pembentukan sudut yang besar (250 1000 ft) pada sumur jenis ini
umumnya dibor dengan menggunakan motor yang terdiri dari bent subs, bent
housing dan stabiliser. Pada bagian horisontal dibor dengan menggunakan steerable
motor atau double titled U-Joint Motor.
Peralatan MWD, kecepatan pemboran serta roller bit digunakan dalam
memperbesar diameter lubang (5 -12 in). Untuk membuat lubang sumur jenis
ini digunakan Heavy Weight Drill Pipe (HWDP) atau Compressive Service Drill
Pipe (CSDP) untuk menghindari problem pelengkungan pipa (pipe buckling
Problems) dan untuk mendapatkan beban pada pahat.
CSDP berukuran 3 dan 2 7/8 merupakan drill pipe khusus yang
dirancang flexible dan tahan dalam kondisi kompresi, dipasang pada bagian
peertambahan sudut dan horisontal. Agar tidak terjadi kontak yang berlebihan
dengan dinding lubang pada CSDP dipasang contack pad yang berukuran sama
dengan tool joint dengan posisi beraturan. Pada CSDP 2 7/8 ddipasang 3 pad
dengan jarak 7 ft.
Bagian pembentukan sudut yang kecil (3 - 5 ) biasa dibor dengan
menggunakan slick assembly yang menggunakan high speed double bent motor
dengan pad atau stabiliser untuk menekan peralatan ke arah yang diinginkan.
Bagian horisontal umumnya dibor dengan steerable motor atau dengan rotary
assemblies.
3.3.3 Peralatan BHA Untuk Short Radius System
Eastment Christensen talah mengembangkan system short radius
(40-60 ft) yang kegunaannya untuk mengebor 800 1500 ft pada bagian
horisontal. Prosedur untuk pembuatan lubang bor pada pemboran horisontal type
short radius system dengan menggunakan motor assembly adalah :
1. Turunkan dalam lubang bor peralatan angle build assembly.
2. Bor curve dengan fixed magnetic orientation dan memonitor kecepatan
pembentukan sudut.
3. Setelah selesai pemboran curve dengan high side orientation dan
memonitor.
4. Kemudian angkat peralatan dari lubang bor.
5. Tusunkan magnetic multi shot survey pada curve.
6. Jalankan dalam lubang peralatan untuk mempertahankan sudut
mengebor lurus.
7. Memonitor bagian lubang dengan peralatan survey system.
8. Bor untuk penyelesaian bagian horisontal.
9. Turunkan magnetik multi-shot survey untuk ketelitian pada bagian
lubang bor yang dibor.
Peralatan drill collar dan stabiliser digunakan pada bagian pembentukan
sudut untuk mengurangi torsi dan pengontrolan pada bagian horisontal dengan
mengubah letak serta ukuran diameter centralizer pada bit.
3.4 Perencanaan System Lumpur
Pemilihan sistem lumpur berkenaan dengan sifat-sifat lumpur yang
cocok dengan penanggulangan proble yang ditemui dalam pemboran horisontal.
Syat\rat yang harus dipenuhi sistem fluida pemboran ke arah lateral dapat berjalan
dengan baik tidak berbeda dengan fluida untuk pemboran berarah (horisontal /
directional). Dalam hal ini, lumpur yang dipilih diharapkan dapat memenuhi fungsi-
fungsi sebagai berikut :
a. Pembersihan lubang yang optimum
Pada bagian pertambahan sudut dan bagian horisontal, cutting sampai
ke dasar lubang dengan jarak jatuh yang pendek. Oleh karena itu pembersihan
lubang memerlukan perencanaan hidrolika dan sistem lumpur yang cocok.
Lumpur dengan viscositas dan gel strength rendah baik untuk pengangkatan
cutting berukuran kecil, sedangkan lumpur berviscositas dan gel strength besar
cocok untuk penangkatan cutting berukuran besar.
b. Membentuk mud cake yang tipis dan licin
Hal ini perlu untuk menghindari yang berlebihan dan terjepitnya
rangkaian peralatan. Sistem lumpur yang dipilih harus mempunyai fluid loss
kecil dan karaktersitik mud cake yang baik dengan harga koefisien friksi relatif
kecil.
c. Menahan cutting saat sirkulasi terhenti
Sifat gel strength lumpur yang harus memadai dalam menahan cutting
Pengendapan cutting memperbesar gesekan, mempersulit kerja bit serta dapat
menyebabkan terjepitnya pipa.
d. Mendinginkan dan melumasi bit serta rangkain pipa
Bit dan rangkaian peralatan yang rebah pada dasar lubang akan menjadi
panas karena efek gesekan dan putaran yang kontinyu. Sistem lumpur panas
jenis yang memadai diperlukan agar peralatan tidak menjadi rusak dan bit tahan
lebih lama.
e. Media logging
Dalam pemboran horisontal digunakan MWD system yang dapat
mencatat resistivity dan radioaktivitas formasi. Sensor MWD memerlukan
media penghantar elektrolit untuk dapat mencatat data dengan baik. Water
base mud dan emulsion mud dapat digunakan untuk tujuan ini.
f. Mengimbangi tekanan formasi
Lumpur dengan densitas tertentu diperlukan untuk mengimbangi
tekanan formasi. Dalam keadaan statis, tekanan lumpur bor adalah sebesar :
P = 0,052 x MW x D ...(3-55)
Dimana :
MW = berat lumpur, ppg
D = kedalaman, ft
Sedangkan pada keadaan dinamis, tekanan kolom lumpur adalah statis
ditambah tekanan pompa yang hilang di annulus di atas kedalaman tersebut.
3.4.1 Pemilihan Berat Lumpur Pada Pemboran Horisontal
Untuk memperoleh berat lumpur yang stabil pada lubang yang
miring dan lubang yang horisontal diperlukan tambahan kurang lebih 1 ppg sampai
dengan 2 ppg dari berat lumpur semula (berat lumpur pada lubang horisontal), hal
ini dilakukan guna menahan tekanan batuan yang arahnya vertikal terhadap lubang
bor (menahan dinding lubang bor) serta berguna agar cutting dapat terangkat
dengan sempurna ke permukaan. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut
:
6 , 1
2 cos 1
) (
+ LOT OBW MW MW
vertikal horisontal
.(3-5)
dimana :
Mwhorisontal = Berat lumpur pada lubang horisontal, ppg
Mwvertikal = berat lumpur pada lubang vertikal, ppg
OBW = berat overburden (overburden stress), ppg
LOT = Leak Off Test, ppg
= kemiringan lubang bor
Dalam memilih lumpur pemboran yang akan digunakan terlebih dulu
harus diketahui variasi lapisan yang akan ditembus dan sifat fisik kandungan
lapisannya, disamping itu dipertimbangkan terhadap biaya perawatan pada waktu
pemboran haruslah serendah mungkin.
Pada pemboran horisontal sifat rheologi lumpur yang perlu
diperhatikan adalah :
1. Lumpur yang dapat memberikan yield point yang tinggi.
2. Lumpur dengan gel strength yang besar.
3. Lumpur dengan harga C
300
dan C
600
yang tinggi.
Sedangkan untuk pembersihan lubang bor yang baik dipertimbangkan hal-
hal sebagai berikut :
1. Aliaran turbulent.
2. Kecepatan di annulus (annulus velocity) harus lebih besar dari
kecepatan kritisnya. Semakin besar harga ratio Yp/Pv, akan asemakin
bagus lumpur tersebut sebagai media transformasi cutting ke
permukaan.
3.4.2 Penggunaan Lumpur Polymer Pada Pemboran Horisontal
Water base mud dan oil emultion mud dengan polymer sebagai fasa
kimia ternyata lebih murah, lebih mudah dikelola, dan mempunyai karakteristik
yang hampir menyamai lumpur minyak.
Sistem lumpur ini telah digunakan secara luas dalam pemboran
horisontal. Polymer ternyata dapat membentuk dan mengoptimumkan sifat-sifat
lumpur sehingga sesuai dengan kondisi dan problem yang dihadapi dalam
pemboran horisontal.
Polymer merupakan senyawa kimia kompleks, terdiri dari susunan
struktur cellulose atau polyether yang membentuk rantai panjang dan berat molekul
besar sekali. Secara umum polymer dalam lumpur pemboran dapat berfungsi
sebagai pengontrol fluid loss, pengontrol viscositas, mengurangi hidrasi shale,
memperbaiki karakteristik mud cake, mengurangi friksi dan torsi, serta dapat
berfungsi sebagai emulsifier. Jenis polymer yang banyak digunakan dalam teknik
pemboran horisontal adalah :
1. Lignosulfonate
Lignosulfonate berfungsi sebagai thinner dengan mengabsorbsi
muatan negatif pada clay sehingga gaya tolak menolak agregat clay dan sistemnya
meningkat dan viscositas lumpur turun. Penyebaran partikel yang terjadi juga
menurunkan laju fluid loss dan memperbaiki sifat mud cake. Lignosulfonate
degradasi pada temperatur di atas 300 F.
2. Lignite
Lignite dapat berfungsi sebagai thinner dan pengontrol fluid loss,
merupakan senyawa carboxyclic yang mempunyai berat molekul rendah, dan
memerlukan PH tinggi untuk larut dalam air. Lignite juga menyebarkan partikel
clay lumpur tetapi tidak dapat berfubgsi dengan baik dalam lumpur air asin dan
temperatur > 350 F.
3. Starch
Fungsi utama starch adalah sebagai pengontrol fluid loss dan dapat
berfungsi dalam lumpur air asin. Starch bersifat non ionic, mengental bila
terkontaminasi calcium memerlukan biocide untuk menghindari fregmentasi, dan
mengalami pada temperatur di atas 200 F. Starch memberikan effek yang baik
terhadap pengangkatan cutting karena melapisi cutting dan bersama KCl dapat
menstabilkan shale untuk mengurangi effek swelling.
4. CMC
CMC menurunkan fluid loss dengan melapisi clay dan dapat
mengurangi flokulasi untuk memberikan effek yang baik terhadap pengangkatan
cutting dan sifat mud cake. Untuk lumpur air tawar, CMC lebih sering dipakai
dibandingkan dengan starch. CMC mengalami degradasi di atas 250F.
5. Acrylic Polymer
Material ini termasuk polymer sintesis, bersifat basa, non ionic, dan
mempunyai berat molekul besar. Acrylic yang digunakan dalam lumpur adalah dari
kelompok polyacrylamide. Polyacrilamide dapat berfungsi sebagai pengontrol
viscositas dan memperbaiki sifat mud cake serta bersama KCl mengurangi hidrasi
dan swelling shale.
6. Alkylene Oxide Polymer
Material ini larut dalam air, non ionic, dan stabil terhadap
kontaminasi garam. Polymer ini berfungsi sebagai thinner, mengurangi water loss,
dan dapat bertindak sebagai emulsifier.
3.5 Perencanaan Casing
Beban yang dialami casing untuk sumur horisontal tak berbeda
dengan beban yang dialami pada sumur-sumur vertikal. Disain rangkaian casing
memerlukan perhitungan struktur seperti bending dan torsi, juga harus
diperhitungkan faktor-faktor lain seperti collaps dan tension. Perencanaan casing
memerlukan juga data ukuran casing dan kedalaman pemasangannya serta kondisi
tekanan dan besar DABU yang diterapkan. Data yang ada menunjukkan komposisi
ukuran casing yang banyak digunakan adalah 26 30 conductor casing, 13 3/8
surface casing, 9 5/8 production casing, serta 4 - 7 liner pada bagian horisontal.
Bagian pertambahan sudut menimbulkan beban bending pada casing
yang dipasang dan memperbesar beban tension yang harus ditanggung oleh casing,
besar beban bending dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
BL = 63 x DLS x OD casing x Wn ..(3-
56)
Beban bending dijumlahkan dengan beban tension akibat berat
casing pada bagian pertambahan sudut yang dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
W = W x B x cos .(3-
57)
Dimana :
BL = bending load (beban akibat pembelokan), lb
DLS = dog leg severity, /100 ft
OD = diameter luar casing, in
W = berat casing, lb
W = berat peralatan di udara, lb
B = buoyancy factor
= sudut kemiringan rata-rata lubang bor,
=
45 . 65
1
MW
,
_
..(3-59)
D
2
2
sin
2
I
MD
,
_
....(3-60)
D
) sin (sin
2
2 1 2 1
I I
MD
D D +
+
....(4-61)
VD
1 1
cos
2
I
MD
,
_
..(3-62)
VD
2 2
cos
2
I
MD
,
_
.(3-63)
VD
) cos (cos
2
2 1 2 1
I I
MD
VD VD +
+
.......(3-64)
) 64 3 ( ).. cos sin cos (sin
2
cos cos
2 2 1 1
2 2 1 1 2 1
+
+ +
A I A I
MD
A D A D N N N
E= E1 + E2 = D1 sin A1 + D2 sin A2 =
( )
2 2 1 1
sin sin sin sin
2
A I A I
MD
+
.....................(3-
65)
3. Metode Angle Averaging
Prinsip dari metode ini adalah menggunakan rata-rata sudut
inklinasi dan rata-rata azimuth dalam menghitung vertical depth, departure dan
posisi. Perhitungan dengan metode ini hampir sama dengan metode tangential
method.
D =
2
) 2 1 (
sin
I I
MD
+
...(3-66)
VD =
2
) 2 1 (
cos
I I
MD
+
..(3-67)
E =
2
) (
cos
2
) 2 1 (
sin
2 1
A A I I
MD
+ +
(3-68)
N =
2
) (
cos
2
) 2 1 (
sin
2 1
A A I I
MD
+ +
(3-69)
4. Metode Radius of Curvature
Metode ini menganggap bahwa lintasan yang melalui dua stasiun
berbentuk kurva yang mempunyai radius of curvature tertentu. Prinsip perhitungan
dengan metode ini dapat dilakukan dengan persamaan :
VD =
) sin (sin
) ( 2
360
1 2
1 2
I I
I I
MD
(3-70)
D =
) cos (cos
) ( 2
360
2 1
1 2
I I
I I
MD
...(3-71)
N =
) ( ) ( 4
) sin (sin ) cos (cos 360
1 2 1 2
2
1 2 2 1
2
I I A A
I I I I MD
(3-
72)
5. Metode Minimum of Curvature
Persamaan ini hampir sama dengan persamaan pada metode
balanced tangential, kecuali data-data survey-nya dikalikan dengan RF.
RF =
2
tan
2 DL
DL
(3-73)
Dimana :
DL = dog leg angle
Cos DL = cos (I
2
- I
1
) sin I
1
x sin I
2
[1 cos (A
2
- A
1
)
VD =
RF I I
MD
) cos (cos
2
2 1
(3-
74)
N =
RF A I A I
MD
) cos sin cos (sin
2
2 2 1 1
+
.(3-
75)
E =
RF A I A I
MD
) sin sin sin (sin
2
2 2 1 1
+
.(3-
76)
6. Metode Mercury
Metode ini merupakan perbaikan dari metode balanced tangential
dengan memasukkan faktor koreksi panjang dari alat survey yang dipergunakan.
VD =
2 1 2
cos ) cos (cos
2
A STL A A
STL MD
+ +
1
]
1
... (3-
77)
N =
2 2 1 1 2 2
cos sin ) cos sin cos (sin
2
A I STL A I A I
STL MD
+ +
1
]
1
...
(3-78)
E =
2 2 1 1 2 2
sin sin ) sin sin sin (sin
2
A I STL A I A I
STL MD
+ +
1
]
1
.
(3-79)
3.8 Hidrolika Pemboran
Perencanaan hidrolika akan selalu berhubungan erat dengan jenis
lumpur pemboran yang digunakan, dimana pada pemilihan lumpur pemboran pada
setiap jenis pemboran diharapkan dapat mengurangi kemungkinan problem yang
akan timbul, khususnya yang diakibatkan oleh kehilangan tekanan. Konsep
hidrolika ini juga untuk mengoptimasikan aliran lumpur pada bit, sedemikian rupa
sehingga dapat membantu laju penembusan.
3.8.1 Pertimbangan Tekanan
Dasar pertimbangan tekanan terhadap lapisan adalah tidak lepas dari
pengertian fracture gradient, pore pressure overburden pressure, matrix stress.
Secara matematika didapat hubungan :
FG = FP + (S FP) K ...(3-
80)
Dimana :
FG = formation fracture gradient
FP = formation pore pressure
S = overburden pressure
K = konstanta matrix stress
Pengetahuan mengenai tekanan formasi ini sangat penting dalam
pemboran horizontal karena akan berpengaruh terhadap perencanaan casing, berat
jenis lumpur pemboran, laju penembusan serta mengatasi problem-problem selama
operasi berlangsung.
Kriteria yang penting dalam perencanaan aliran fluida adalah suatu
model aliran yang dapat membersihkan lubang dari cutting hasil pemboran, yang
harus terangkat ke atas dimana aliran yang diharapkan adalah aliran turbulensi pada
zona horizontal dan aliran laminer pada zona vertikal. Sifat aliran yang sesuai
untuk kondisi ini adalah jenis fluida non Newtonian, sifat alirannya pseudo plastis
yang diharapkan pada bagian lubang horisontal dan pertambahan sudut
perbandingan shear stress daan shear rate telah mencapai suatu titik pada kondisi
linier, dan selanjutnya untuk bagian vertikal perbandingan shear stress dan shear
rater adalah konstan (linier).
Untuk menentukan sifat aliran pada suatu pipa alir jenis turbulen
atau laminer digunakan pendekatan angka Reynold dimana rumus tersebut adalah :
d V
Nr
. .
928
....
(3-81)
dimana :
= densitas fluida, ppg
V = kecepatan aliran, fps
D = diameter pipa, in
= viscosity, cp
Dari percobaan diketahui bahwa
Nr > 2000 turbulen dan Nr < 2000 laminer
Turbulensi adalah suatu fungsi rheologi fluida pemboran dan aliran
fluida rata-rata. Untuk memperoleh aliran turbulensi, aliran harus mempunyai
kecepatan di annulus lebih besar dari kecepatan kritiknya. Hal ini bisa dicapai
dengan cara penurunan viscositas dari Reynold Number fluida pemboran, dimana
aliran laminer berubah menjadi aliran turbulent pada kecepatan yang besar.
3.8.1.1 Kehilangan Tekanan di Atas Permukaan
Kehilangan tekanan di atas permukaan terdiri dari jumlah kehilangan pada
flow line, stand pipe, swivel, dan kelly yang dihitung berdasarkan equivalensi.
Kombinasi peralatan di permukaan dibagi menjadi 4 kelas dan masing-masing
dibuat equivalensi terhadap panjang pipa bor, seperti pada tabel IV 9.
Sebagai contoh : Jika kehilangan tekanan pada drill pipe adalah 0,1 psi/ft,
sedang kombinasi no. 4, dengan drill pipe 5 OD 19,5 ppf yang digunakan, maka
kehilangan tekanan di permukaan adalah = 579 x 0,1 psi = 57,9 psi. Atau dengan
suatu persamaan :
P = c. (Q / 100)
1.86
..(3-82)
Dimana :
P = kehilangan tekanan, psi
C = friction factor
= Mud weight, ppg
Q = circulation rate, gpm, sedang harga c didapat dari Tabel
IV-10.
Tabel IV-9
Tahanan Aliran Turbulent Disurface Connection
Komponen
pada surface
connection
N
o.1
I
D L
i
n ft
No
.2
ID
L
in
ft
N
o. 3
I
D L
i
n - ft
N
o. 4
I
D L
i
n ft
A. Stand Pipe
B. Hose
C. Swivel
D. Kelly
2
40
2
45
2
4
2
.3 40
3.5
40
5
55
2.5
- 5
3.3
40
4
45
3
55
2
.5 - 5
3
40
4
45
3
55
3
40
4
40
Drill Pipe
O Be Equivalensi panjang surface connection
D
i
n
rat
In
ppf
dalam ft panjang drill pipe.
3
.5
4
.25
5
13.
3
16.
6
19.
5
437 161
761 479
340
816
579
Tabel IV-10.
Surface Friction Factor
Type Peralatan Pada
Surface Connection
Friction Factor
1
2
3
4
1.0
0.36
0.22
0.15
3.1.1.2 Kehilangan Tekanan Di Bawah Permukaan
Kehilangan tekanan di bawah permukaan meliputi kehilangan di rangkaian
drill string (drill pipe, drill collar, pahat) dan di annulus yang meliputi annulus drill
pipe dan annulus drill collar. Kehilangan tekanan ini akan mempengaruhi tenaga
sirkulasi. Kehilangan tekanan yang besar akan merugikan daya yang diperlukan
untuk pahat dan mengurangi kecepatan dalam pemboran.
1. Kehilangan tekanan pada rangkaian pipa bor (turbulent flow). Dinyatakan
dalam persamaan :
86 . 4
86 . 1
. . . 000061 . 0
d
Q L
P
(3-83)
2. Kehilangan tekanan di pahat, dinyatakan dalam persamaan :
2
2
) ( 10858
.
An
Q
P
(3-84)
3. Kehilangan tekanan di annulus yang terdiri dari kehilangan tekanan di
annulus drill
collar dan annulus di drill pipe.
Dinyatakan dalam persamaan :
Dp Dh
V L x
P
2 7
. . . ) 10 4327 . 1 (
...(3-85)
4. Jet Impact dihitung dengan :
IF = 0.000516 . . Q . Vn
(3-86)
Dimana :
Dh = diameter lubang bor,in
Dp = diameter pipa, in
V = kecepatan annulus, fpm
L = kedalaman / panjang pipa, ft
IF = Jet Impact, lbs
d = diameter dalam pipa, in
Dalam perhitungan hidrolika lumpur disamping persamaan tersebut
di atas masih ada beberapa persamaan aliran dan kecepatan di dalam perencanaan
program lumpur pemboran.
a. Kecepatan rata-rata di annulus :
) (
. 5 , 24
2 2
Dp Dh
Q
Va
.(3-
87)
b. Kecepatan kritik di annulus :
) ( .
. . ) ( 3 . 9 08 . 1 08 . 1
2 2
Dp Dh
YP Dp Dh PV PV
Vc
+ +
...
(3-88)
Bila Va > Vc adalah aliran turbulen
Va < Vc adalah aliran laminer
c. Kecepatan lumpur di pahat :
An
Q
Vn
. 32 , 0
.
(3-89)
Dimana harga An dapat dihitung dengan persamaan :
5 . 0
2 . 104
,
_
Pb
Q
An
..
(3-90)
3.8.2 Optimasi Hidrolika di Bit
Sasaran optimasi hidrolika di pahat adalah mencapai pembersihan
lubang dan pengnagkatan cutting ke permukaan yang lebih baik supaya tidak
terjadi penggilingan kembali cutting oleh gigi bit sehingga laju penembusan menjadi
lebih besar. Ada tiga metoda yang digunakan dalam proses optimasi hidrolika di
pahat, yaitu :
1. Metode Bit Hydraulic Horse Power
Metoda ini berusaha memaksimumkan daya pancaran fluida
pemboran pada formasi agar efek pembersihan lubang lebih baik.
1714
1 +
x
P S
Q K Hp
Hpb .(3-91)
dimana :
Hp
b
= daya yang hilang pada pahat
Hp
s
= daya pompa permukaan, hp
K
p
= konstanta parasitik
Q = laju sirkulasi fluida, gpm
Z = konstanta pangkat
2. Metoda Bit Hydraulic Impact (BHI)
Metoda BHI berusaha memperbaiki pembersihan lubang dengan
memaksimumkan tumbukan sesaat (impact) fluida pemboran pada formasi.
F
b
= K
i
x Q x (Ps Pp)
0,5
(3-
92)
Dimana :
Fb = gaya impact fluida, lb
Ki = konstanta impact
Q = laju sirkulasi fluida, gpm
Ps = tekanan pompa di permukaan, psi
Pp = tekanan yang hilang pada sistim, psi
3. Metoda Jet Velocity (JV)
Metoda jet velocity berusaha mencapai pembersihan lubang dengan
memaksimumkan aliran fluida pada bit nozzle.
Vb = C x (Ps Pp)
0,5
...
(3-93)
Dimana :
Vb = kecepatan aliran di pahat, fps
C = Konstanta jet velocity
Ps = tekanan pompa di permukaan, psi
Pp = tekanan yang hilang pada sistem, psi
Output optimasi hidrolika adalah laju sirkulasi optimum dan
kombinasi nozzle yang sesuai dengan batasan tekanan dan daya pompa serta laju
sirkulasi yang diizinkan.
Dengan menganggap ketiga metode optimasi hidrolika mampu
memberikan laju penembusan yang sama, maka untuk perbandingan harga laju
optimum ketiga metoda dapat ditunjukkan pada tabel IV-21. Dari tabel tersebut
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
2. Untuk kondisi pertengahan : Q
BHHP
= Q
BHI
3. Untuk kondisi Hpmax : Q
BHI
> Q
BHHP
= Q
JV
4. Untuk kondisi Pmax :
2
2 2
) 2 (
) 1 ( 2
+
+
+
+
z
z
z
z
Q
Q
BHHP
BHI
Karena 1 < Z < 2, maka untuk kondisi Pmax berlaku : QBHI > QBHHP >
QJV
Dengan demikian metode BHI lebih relevan sebagai optimasi
hidrolika di pahat untuk pemboran horisontal.
Tabel IV-21
Harga Laju Sirkulasi Optimum Metoda Optimasi Hidrolika di Pahat
(Rudi Rubiandini R.S., 1989)
3.8.3 Optimasi Hidrolika di Annulus
Selama proses pemboran berlangsung, bit yang dipakai selalu
menggerus batuan formasi dan menghasilkan cutting, sehingga semakin dalam
pemboran berlangsung akan semakin banyak pula cutting yang dihasilkan. Supaya
tidak menumpuk di bawah lubang dan tidak menimbulkan masalah pipe sticking,
maka perlu diangkat ke permukaan dengan baik, yaitu banyak cutting yang
terangkat sebanyak cutting yang dihasilkan.
Dalam proses rotary drilling, lumpur baru masuk lewat dalam pipa
dan keluar ke permukaan lewat annulus sambil mengangkat cutting, sehingga
perhitungan kecepatan minimum yang diperlukan untuk mengangkat cutting (slip
velocity) dilakukan di annulus.
Kecepatan slip adalah kecepatan minimum dimana cutting dapat
terangkat atau dalam praktek merupakan pengurangan antara kecepatan lumpur
dengan kecepatan dari cutting.
Vs = Vl Vp ....
(3-94)
Dimana :
Vs = kecepatan slip, ft/menit
V
L
= kecepatan lumpur, ft/menit
Pmax HPmax Pertengah
an
BHH
P
BHI
JV
Z
Kp z
P
/ 1
) 1 (
max
1
]
1
+
Z
Kp z
P
/ 1
) 2 (
max 2
1
]
1
+
Qmin
Qmin
) 1 (
1
) 2 (
1714 max
+
1
]
1
+
Z
Kp z
HP
Qmin
max
1417 max
P
HP
max
1417 max
P
HP
Vp = kecepatan partikel, ft/menit
Dengan memasukkan kondisi yang biasa ditemui dalam
operasi pemboran, maka didapatkan kecepatan slip sebesar :
,
_
1 5 . 86
m
c
dc Vs
..
(3-95)
dimana :
dc = diameter cutting terbesar, inch
c = berat cutting, ppg
m = berat lumpur, ppg
Begitu pula rate minimum yang harus dipilih sebesar :
A
Ca
dh
dp
ROP
m
c
dc Qm
'
1
1
]
1
,
_
+
1
]
1
,
_
2
5 . 0
1
1 5 . 86
..(3-96)
dimana :
Qm = rate minimum, gpm
ROP = kecepatan penembusan
Ca = fraksi volume cutting di dalam annulus
dp = diameter pipa, inch
dh = diameter lubang, inch
A = luas annulus, m
2
Untuk mencegah aliran turbulen, dapat diindikasikan dengan
bilangan Reynold. Dengan bilangan Reynold yang tidak lebih dari 2000, aliran akan
tetap laminer, sehingga batas tersebut dijadikan pegangan untuk menentukan
kecepatan maksimum di annulus yang disebut kecepatan kritik (Vca dalam
ft/detik). Jadi keceatan lumpur di annulus harus diantara kecepatan slip dan
kecepatan kritik.
) (
] ) ( 3 . 9 [ 08 . 1
5 . 0 2 2
dp dh m
m yb dp dh PV PV
Vca
.(3-97)
3.9.2 Komplesi
3.9.1 Perencanaan Komplesi
Perencanaan secara horizontal harus memiliki perencanaan yang lebih mantap dari
pada melakukan perencanaan sumur vertikal konvensional. Dalam mendesaian
untuk menyelesaikan harus melibatkan konsep atau sebuah tingkatan ramalan yang
nyata. Sebagai drilling engineer, sebetulnya seluk beluk dari komplesi dapat lebih
mudah di lakukan apabila tidak melakukan kesalahan pada pemboran.
3.9.1.1 Pertimbangan Formasi
Ada 3 faktor utama yang berpengaruh pada saat melakukan komplesi,faktor ini
akan sangat berpengaruh pada perilaku perolehan bila desain komplesi tidak sesuai
dengan bentuk formasi yang di selesaikan.
Ada 3 katagori yang ada dalam formasi:
1. Homogeneous formasi
2. Hetegeneous formasi
3. Naturally fracture formasi
Homogeneous formasi kebanyakan di temukan pada batu pasir dengan minyak
berat, itu sangat mudah untuk di lakukan komplesi, biasanya sering di lakukan
untuk membuka sumur seperti di yang di gunakan coil tubing atau teknologi
perforasi untuk mengatasi lubang bor.
Heterogeneous formasi lebih banyak memiliki tantangan, hal ini di sebabkan
sebagian reservoir yang baik dan bertekanan dapat berubah-ubah diantara bagian
lubang bor. Formasi ini memerlukan bagian yang dapat di lakukan stimulasi bila
sangat heterogeneous, beberapa bagian dapat di lakukan stimulasi biasa sedang
pada segment lainnya di lakukan stimulasi yang lebih baik tergantung pada
overbalance pada pemboran, mungkin pada bagian permeability. (Gambar)
Gambar 3.2 Pemisahan daerah tidak disemen dengan packers luar casing
Naturally Fractur Fomations adalahmerupakan tantangan yang besar pada
penentuan komplesi pada sumur horizontal, jika orentasi pada pada lubang bor
cocok dengan pendesainan komplesi sumur dan jika rekahan alami ada pada daerah
yang memiliki densitas yang cukup maka akan tidak ada permasalahan pada lubang
bor bahkan pada daerah perforasi. Bila intensitas dari rekahan alami rendah maka
komplesi aka meliputi lebih banyak lagi..
Yang terpenting pada sumur komplesi horizontal didalam reservoar rekah
alami adalah meninggalkan pada saat tidak mengalami kerusakan, ini menghindari
daerah yang ada semennya akibat komplesi awal menyebabkan terjadinya
penutupan oleh semen pada formasi, dan yang lainnya sangat tidak baik jika
diadakannya stimulasi atau pengasaman pada daerah sumur yang produktifkarena
akan mengganggu kinerja dari reservoir, jika terjadi maka mungkin akan di
perlukannya hidrolic fracturing yang mana bila terjadi pemisaha antara urutan
rekahannya.
Pada interval sumur horizontal komplesi harus diatur sedemikian rupa pada
posisi open hole, jika ada masalah pada luasan rekahan alami dan sebagainya maka
akan dapat dilakukan stimulasi mendatang jika diperlukan. Pada kasus sumur ini
sangat baik dilakukan penyemenan dan pelubangan formasi pada ujung dan
dijadikan sebagai dasar tanpa adanya packoff pada bagian atasnya. (Gambar)
Menunjukkan dilakukannya evaluasi sepanjang formasi sebelum penyemenan.
Gambar 3.2 Evaluasi formasi sebelum disemen
3.9.1.2 Tipe Sumur
Tipe dari hydrocarbon yang dimperoduksi memiliki dampak dan bagaimana sumur
horizontal mengatasinya. Sebuah sumur dapat dib or dengan berbagai macam jenis
reservoir sebagai berikut:
1. Gas
2. Oil
3. Heavy Oil
4. Gas Over Oil
5. Gas Over Oil Over Water
Pasti ada berbagai macam masalah yang unik disetiap tipe reservoir pada sumur
horizontal.
Gas, Oil, and Heavy oil semua reservoir dan seuanya yang mengenai itu ,
apakah akan memiliki keuntungan dalam perbaikkannya, perbaikannya akan
dilakukan setelah ada masalah pada sumur. Menurut berbagai pengalaman semua
akan diperhitungkan mulai dari stimulasi dilakukan sampai pada rencana yang akan
dilakukan. Jika rencana pengasaman sedikit ternyata diperlukan besar untuk masuk
ke dalam sumur, dan rencana pengasaman luas dan ternyata kecil diperlukan
pengasaman rekahan pasir. Maka diperlukan perencanaan casing dengan open hole.
Dan idealnya tidak dilakukannya penyemenan pada formasi.
3.9.1.3 Alternatif Casing
Ada dua casing utama untuk lubang sumur horizontal adalah open hole dan
disemen (cemented).memasukkan di komplesi openhole dilengkapi dengan casing
tidak disemen.
Openhole Komplesi: ada tiga tipe yang diterapkan pada openhole komplesi adalah
1. True Openhole Completion
2. Slotted or preperforated liner/casing
3. Segmented uncemented liner/casing
Biasanya kompleisi yagn tidak disemen di terapkan ketika sebuah komplesi yang
kecil atau tidak adanya stimulasi sebagai antisipasi. Dengan menerapkan komplesi
ini sangat sukar mengontrol tempat pada stimulasi fluida ayng dianggap penting.
The True openhole komplesi digunakan pada daerah yang memiliki
permeabilitas yang sedang sampai pada permebilitas yang tinggi dengan formasi
yang mampu, dengan tidak adanya gas dan water coning. Ini juga dapat digunakan
pada formasi yang mampu sebagai pertengahan langkah dalam penilaian reservoir
yang baik. Dalam scenario ini sumur tidak mengambil penilaian pada bentuk sumur
lateral. Awalnya pencapaian sumur akan ditinggalkan sebagaimana mestinya dan
jika diperlukan apapun dapt dilakukannya untuk stimulasi.
Potensial untuk gagalnya lubang sumur harus tetap di cek kapan saja jika
tak ada masalah dapat ditinggalkan. Mengenai gagalnya lubang bor yang utama
adalah ketika dilakukannya perekahan hydraulically. Setelah terekah dan selama
produksi, tekanan lubang sumur yang rendah bisa di rawat agar kegagalan tidak
terlalu luas.
Pelubangan yang dilakukan dapat melindungi lubang sumur dari reruntuhan formasi
slots biasanya digunakan pada formasi yang tidak kuat. Pemboran ulang dapat
dilakukan untuk memperbaikki formasi dan memperkuat formasi, pemboran ulang
lubang dengan baik lebih murah dibandingkan dengan slot. Jika liner memerlukan
peredaran maka work string dapat melakukannya seperti yang di tunjukkan pada
gambar 3-4
Gambar 3.4 Open hole pada formasi worksring
Dari rangkaian kerja yang diletakkan pada sebuah packoff diatas dari jalur sepatu
dan didapatkan kembali pada satu rangkaian bor di bawah jalur, pada sebelah
bawah pendekatanya pada kekakuan disebelah pusat rangkaian. Ada banyak contoh
sebagai penyelesaian pada masalaha ini hanya satu yang digunakan pada Williston
Basindan.
workstring