You are on page 1of 13

CEDERA KEPALA

A. PENGERTIAN Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito) Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas . (Mansjoer Arif ,dkk ,2000)

B. ETIOLOGI 1. Kecelakaan lalu lintas 2 Kecelakaan kerja

3. Trauma pada olah raga 4. 5. Kejatuhan benda Luka tembak

C. KLASIFIKASI Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan 1. Mekanisme Cedera kepala Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

1. Beratnya Cedera Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala

a.Cedera Kepala Ringan (CKR). GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma
b.Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak. c.Cedera Kepala Berat (CKB) GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial. Skala Koma Glasgow No 1 RESPON Membuka Mata : -Spontan -Terhadap rangsangan suara -Terhadap nyeri -Tidak ada 2 Verbal : -Orientasi baik -Orientasi terganggu -Kata-kata tidak jelas -Suara tidak jelas -Tidak ada respon 3 Motorik : - Mampu bergerak -Melokalisasi nyeri -Fleksi menarik 6 5 4 5 4 3 2 1 4 3 2 1 NILAI

-Fleksi abnormal -Ekstensi -Tidak ada respon Total

3 2 1 3-15

3.

Morfologi Cedera Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :


a.Fraktur kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain :
-Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign) -Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign ) -Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan -Parese nervus facialis ( N VII )

Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b.Lesi Intrakranial

Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan. Termasuk lesi lesi local ;
-Perdarahan Epidural -Perdarahan Subdural -Kontusio (perdarahan intra cerebral)

Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).

1)

Perdarahan Epidural Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung
2)Perdarahan subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.
3)Kontusio dan perdarahan intracerebral

Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut
4)Cedera Difus

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala. Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada

beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer. D.PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA

E.MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala.
1.Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat

dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)


2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan

dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil. F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan laboratorium 2.X-Ray, foto tengkorak 3 posisi 3.CT scan 4.Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervica G.KOMPLIKASI a.Perdarahan intra cranial -Epidural -Subdural -Sub arachnoid -Intraventrikuler

oleh

tekanan

dan

Malformasi faskuler
-Fstula karotiko-kavernosa -Fistula cairan cerebrospinal -Epilepsi -Parese saraf cranial -Meningitis atau abses otak -Sinrom pasca trauma b.Tindakan : -infeksi -Perdarahan ulang -Edema cerebri -Pembengkakan otak

H.PENATALAKSANAAN 1.Tindakan terhadap peningkatan TIK a.Pemantauan TIK dengan ketat. b.Oksigenasi adekuat c.Pemberian manitol d.Penggunaan steroid e.Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala f.Bedah neuro

1.Tindakan pendukung lain


a.Dukung ventilasi b.Pencegahan kejang c.Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi. d.Terapi antikonvulsan e.CPZ untuk menenangkan pasien f.NGT

J.DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL : 1.Nyeri akut b. d agen injuri fisik 2.Resiko infeksi b.d trauma, tindakan invasife, immunosupresif, kerusakan jaringan 3.Ketidak seimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan pemasukan makanan atau mencerna makanan dan atau mengabsorbsi zat-zat gizi karena faktor biologis. 4.PK : Peningkatan TIK 5.Perfusi cerebral tidak efektif b/d Penekanan pembuluh darah & jaringan cerebral 6.Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatasan kognitif 7.Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya

RENPRA TRAUMA KEPALA

N o

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukanManajemen nyeri : agen injuri fisik Asuhan keperawatan . jamtingkat-Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi, kenyamanan klienkarakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan meningkat, nyerifaktor presipitasi ) terkontrol dg KH: -Observasi reaksi nonverbal dari ketidak -Klien melaporkannyamanan. nyeri berkurang dg scala nyeri 2-3 -Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien -Ekspresi wajahsebelumnya. tenang -Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi -klien dapat istirahatnyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan tidur kebisingan.

-v/s dbn

-Kurangi faktor presipitasi nyeri. -Pilih


dan lakukan penanganan (farmakologis/non farmakologis). nyeri

-Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,


distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

-Kolaborasi untuk pemberian analgetik


-Evaluasi nyeri. tindakan pengurang nyeri/kontrol

-Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain


tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.

-Cek program pemberian analgetik; jenis, dosis,


dan frekuensi.

-Cek riwayat alergi. -Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan


dosis optimal.

-Monitor TV -Berikan analgetik tepat waktu terutama saat


nyeri muncul.

-Evaluasi efektifitas analgetik, tanda gejala dan


efek samping. 2 Risiko infeksi b/dSetelah dilakukanKonrol infeksi : imunitas tubuhasuhan keperawatan primer menurun, jaminfeksi-Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien prosedur invasive,terdeteksi dg KH: lain. adanya luka -Tdk ada tanda-tanda-Batasi pengunjung bila perlu. infeksi -Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci -AL normal tangan saat berkunjung dan sesudahnya.

-Suhu normal ( 36-37-Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci


c) tangan.

-Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah


tindakan keperawatan.

-Gunakan baju, masker dan sarung tangan


sebagai alat pelindung.

-Pertahankan lingkungan yang aseptik selama


pemasangan alat.

-Lakukan perawatan luka, dainage, dresing infus


dan dan kateter setiap hari, jika ada

-Tingkatkan intake nutrisi dan cairan -Berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi

-Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan


lokal.

-Monitor hitung granulosit dan WBC. -Monitor kerentanan terhadap infeksi. -Pertahankan
tindakan. teknik aseptik untuk setiap

-Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap


kemerahan, panas, drainase. -Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

-Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika


perlu

-Dorong masukan nutrisi dan cairan yang


adekuat.

-Anjurkan istirahat yang cukup. -Anjurkan dan ajarkan mobilitas dan latihan. -Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai
program.

-Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala


infeksi.

-Laporkan kecurigaan infeksi.

3 Ketidakseimbanga Setelah dilakukanManajemen Nutrisi n nutrisi kurangasuhan keperawatan dari kebutuhan jam klien-Kaji adanya alergi makanan. tubuh b/d intakemenunjukan status nutrisi inadekuatnutrisi -Kaji makanan yang disukai oleh klien. k/ faktor biologis adekuat dengan KH: -Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi -BB stabil, terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

-Nilai

laboratorium-Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan terkait normal, nutrisinya.

-Tingkat
adekuat

energi-Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi. nutrisi-Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

-Masukan
adekuat

-Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

Monitor Nutrisi

-Monitor BB jika memungkinkan -Monitor respon klien terhadap situasi yang

mengharuskan klien makan.

-Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak


bersamaan dengan waktu klien makan.

-Monitor adanya mual muntah. -Monitor


adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

-Monitor intake nutrisi dan kalori. -Monitor


kelelahan. kadar energi, kelemahan dan

4 PK: TIK

PeningkatanSetelah dilakukan-Pantau tanda gejala peningkatan TIK ( kaji GCS, asuhan keperawatanTV, respon pupil,, muntah, sakit kepala, letargi, jam perawat akangelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan, mengatasi danperubahan mental) mengurangi episode dari peningkatan TIK -Atur posisi tidur klien dengan tempat tidur bagian kepala lebuh tinggi (30-40 derajat) kecuali dikontraindikasikan.

-Hindari

massage, fleksi / rotasi berlebihan, stimulasi anal dengan mengejan, perubahan posisi yang cepat

leher jari,

-Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan


posisi.

-Berikan lingkungan yang tenang dan tingkatkan


istirahat

-Pantau V/S -Pantau AGD -Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya -Pantau status hidrasi

5 Perfusi cerebralSetelah dilakukanMonitoring tekanan intrakranium: tidak efektif b/dasuhan keperawatan Penekanan . jam klien-Monitor tekanan perfusi serebral pembuluh darah &menunjukan status

jaringan cerebral cirkulasi dan tissue-Monitor balance cairan perfustion cerebral membaik dengan KH: -Catat respon pasien terhadap stimulasi

-TD dalam rentang-Berikan informasi kepada keluarga


normal mmHg) (120/80

-Monitor respon neurology terhadap aktivitas

-Tidak

ada tanda-Monitor drainase jika perlu peningkatan TIK -Posisikan pasien kepala lebih tinggi dari badan -Klien mampu bicara(30-40 derajat) dengan jelas, menunjukkan -Minimalkan stimulasi dari luar. konsentrasi, perhatian dan-Monitor v/s orientasi baik

-Monitor tanda-tanda TIK sensori motorik cranial utuh :-Monitor adanya parese kesadaran membaik (GCS 15, tidak ada-Batasi gerakan leher dan kepala gerakan involunter) -Fungsi -Monitor adanya tromboplebitis -Diskusikan mengenahi perubahan sensasi.

6 Kurang Setelah dilakukanPendidikan kesehatan : proses penyakit pengetahuan askep . Jam tentang penyakitpengetahuan klien-Kaji pengetahuan klien. dan perawatannyameningkat dg KH: b/d kurang -Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda paparan terhadap-Klien dapatgejala serta komplikasi yang mungkin terjadi informasi, mengungkapkan keterbatan kembali yg-Berikan informasi pada keluarga tentang kognitif dijelaskan. perkembangan klien.

-Klien kooperatif saat-Berikan informasi pada klien dan keluarga


dilakukan tindakan tentang tindakan yang akan dilakukan.

-Diskusikan pilihan terapi -Berikan penjelasan tentang pentingnya tirah


baring

-Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan


muncul bila klien tidak patuh

7 Sindrom defisitSetelah dilakukanBantuan perawatan diri self care b/daskep jam klien kelemahan, dan keluarga-Monitor kemampuan pasien terhadap penyakitnya dapat merawat perawatan diri yang mandiri diri : dengan kritria : -Monitor kebutuhan akan personal hygiene, -kebutuhan klienberpakaian, toileting dan makan, berhias sehari-hari terpenuhi (makan, berpakaian,-Beri bantuan sampai klien mempunyai toileting, berhias,kemapuan untuk merawat diri hygiene, oral higiene) -Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya -klien bersih dansehari-hari. tidak bau. -Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya -Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

-Dorong untuk melakukan secara mandiri tapi


beri bantuan melakukannya. ketika klien tidak mampu

-Berikan reinforcement positif atas usaha yang


dilakukan.

You might also like