You are on page 1of 46

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyakit gastrointestinal merupakan penyakit yang menyerang system organ pencernaan; mencakup mulut, faring dan esophagus, lambung, pancreas, usus halus serta usus besar. Bila organ-organ ini terganggu, maka fungsi homeostatis system pencernaan yang berperan penting bagi kelangsungan hidup sel tidak akan tercapai, akibatnya pasokan nutrient dan elektrolit tidak terpenuhi dan mengganggu kerja sel atau jaringan yang lain. Penyakit liver merupakan penyakit yang menyerang system empedu mencakup hati, kantung empedu dan duktus-duktus terkait. sempurna, diantaranya pengolahan metabolic kategori Bila organ ini nutrient utama, mengalami gangguan maka tidak akan bisa menjalankan fungsinya secara detoksifikasi hormone, obat dan senyawa asing lainnya, sintesis berbagai protein plasma, pengaktifan vitamin D, ekskresi kolesterol dan bilirubin, penyimpanan glikogen,lemak, besi, tembaga dan berbagai vitamin, serta pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang telah usang. Ginjal adalah organ tubuh yang berperan penting dalam system urogenital. Dalam fungsi homeostatis, ginjal berperan mengatur volume, komposisi elektrolit, serta pH lingkungan internal dan dengan mengeliminasi produk-produk sisa metabolisme. Bila organ ini terganggu maka tidak terjadi keseimbangan pada kelangsungan hidup sel sehingga zat-zat toksik dapat tertimbun dalam tubuh dan menyebabkan gangguan fungsi sel. Dari ketiga penyakit sistemik diatas semuanya memiliki manifestasi di rongga mulut, dimana masingmasing penyakit tersebut memiliki penatalaksaaan medis di kedokteran gigi.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Macam macam penyakit gastro intestinal, liver dan urogenital ( etiologi pathogenesis, gambaran klinis pada intra oral dan sistemik, pemeriksaan laboratories dan pemeriksaan radiologis ). 1.2.2 Bagaimana penatalaksanaan penyakit sistemik pada bidang kedokteran gigi?

1.3 Tujuan 1.3.1 Mengetahui macam macam penyakit gastro intestinal, liver dan urogenital ( etiologi pathogenesis, gambaran klinis pada intra oral dan sistemik, pemeriksaan laboratories dan pemeriksaan radiologis ). 1.3.2 Mengetahui penatalaksanaan penyakit sistemik pada bidang kedokteran gigi?

1.4 Maping Penyakit gastrointestinal, urogenital dan liver

Penyakit gastrointestinal

Penyakit liver

Penyakit urogenital

Chrons disease Gastritis / Peptik ulser Peutz Jegher Syndrom

Hepatitis

- Gagal ginjal - Nephrotic Syndrom

Etiologi

Patogenesis

Pemeriksaan

Klinis

Laboratoris

Radiologi

Gambaran klinis

Intra Oral

Sistemik

Penatalaksanaan dibidang Kedokteran Gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Gastrointestinal 2.1.1 Chrons Disease Penyakit chron yang disebut juga enteritis regional merupakan suatu penyakit peradangan granulomatosa kronis pada saluran cerna yang terjadi berulang. Penyakit ini mengenai ileum terminalis, walaupun dapat juga mengenai setiap bagian saluran cerna. Penyakit ini biasanya timbul pada orang dewasa muda dalam dekade kedua atau ketiga dan lebih sering lagi terjadi dalam usia dekade keenam. Penyakit chron cenderung bersifat familial dan paling sering terjadi pada kulit putih dan yahudi ( DR. Dr. Soeparman , 1990 :135 ) 2.1.2 Gastritis Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis akut dan gastritis kronis. 1. Gastritis akut Gartritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan swasirna, merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), caffein, alkohol, dan aspirin merupakan agen pencetus yang

lazim. Infeksi H. Pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Obat lain yang terlibat misalnya, antiinflamasi nonsteroid, sulfonamida, steroid dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung.

2. Gastritis kronis Gastritis kronis ditandai oleh atrofi progressif epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal dan chief cell. mukosa mempunyai permukaan yang rata. ( DR. Dr. Soeparman , 1990 : 97 ) 2.1.3 Ulkus Peptikum Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Ulkus peptikum terdapat di setiap bagian traktus intestinal yang terpapar dengan sekresi asam pepsin, terutama lambung, duodenum, esofagus dan usus halus dan setelah gastroenterostomi , juga jejenum. Penyebab ulkus peptikum tidak iketahui tetapi getah lambung yang sangat asam tidak cukup bertanggung jawab terhadap semua kasus, khususnya ulkus ventrikuli yang produksi asamnya rendah, dan suatu faktor tambahan tentang ketahanan mukosa juga ditemukan. Hormon juga dapat terlibat dalam penyebab ulkus peptikum, misalnya hormon gastrin yang dihasilkan oleh antrum ventrikuli yang merangsang sekresi asam dan pepsin, dan dapat diproduksi secara ektopik oleh tumor tertentu. (T.J. Bayley dan S.J. Leinter,1995 : 140-141) 2.1.4 Peutz Jegher Syndrom Pada sindrom Peutz Jeghers, penderita mempunyai banyak polyps kecil di perut, usus halus, usus besar, dan dubur. Mereka juga mempunyai banyak spot hitam yang kebiru-biruan di muka mereka, di dalam mulut mereka, dan di tangan dan kaki mereka. Spot cenderung memudar sewaktu pubertas kecuali yang ada di dalam mulut. Orang dengan Peutz Jeghers sindrom meningkatkan risiko Dinding lambung menjadi tipis, dan

berkembang menjadi kanker banyak organ, teristimewa pankreas, usus halus, usus besar, payudara, paru-paru, indung telur, dan rahim. (http://medicastore.com/)

2.2 Penyakit liver 2.2.1 Hepatitis Hepatitis virus merupakan penyakit sistemik yang terutama mengenai hati. Kebanyakan kasus hepatitis virus akut pada anak dan orang dewasa disebabkan oleh salah satu dari antigen berikut : virus hepatitis A, agen penyebab hepatitis virus tipe A (hepatitis infeksius); virus hepatitis B, penyebab hepatitis virus B (hepatitis serum); virus hepatitis C, agen penyebab hepatitis C (penyebab sering hepatitis pascatransfusi); atau virus hepatitis E, agen hepatitis yang ditularkan secara enterik. Virus lain yang menjadi penyebab hepatitis yang tidak dapat dimasukkan ke dalam golongan agen yang teslah diketahui dan penyakit yang terkait dinyatakan sebagai hepatitis non A-E. Dan ada juga hepatitis F dan hepatitis G. Virus lain yang telah diketahui sifatnya dapat menyebabkan hepatitis sporadik, seperti virus demam kuning, sitomegalovirus, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks, virus rubela dan enterovirus. Virus hepatitis menyebabkan peradangan akut, memberikan gejala klinis penyakit berupa demam, gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah serta ikterus.

Hepatitis A Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal
6

terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik.Masa inkubasi 30 hari.Penularan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi feces pasien, misalnya makan buahbuahan, sayur yang tidak dimasak atau makan kerang yang setengah matang. Minum dengan es batu yang prosesnya terkontaminasi.Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A Hepatitis B Gejala mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia.Pengobatan dengan interferon alfa-2b dan lamivudine, serta imunoglobulin yang mengandung antibodi terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah paparan.Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun yang lalu. Yang merupakan risiko tertular hepatitis B adalah pecandu narkotika, orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.Mengenai hepatitis C akan kita bahas pada kesempatan lain. Hepatitis D Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (koinfeksi) atau amat progresif. Hepatitis E Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri ( self-limited ), keculai bila terjadi

pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan. Penularan melalui air yang terkontaminasi feces.

Hepatitis F Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah. Hepatitis G Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah jarum suntik. Semoga pengetahuan ini bisa berguna bagi Anda dan dapat Anda teruskan kepada saudara ataupun teman Anda. Virus Famili Hepatitis A Picornaviridae Hepatitis B Hepadnaviridae Hepatitis C Flaviviridae Hepatitis D Tidak Hepatitis E Tidak kan Seperti hepatitis Sferis Ada Sferis Ada E Ikosahed ral Tidak ada

digolongkan digolong Genus Hepatovirus Orthohepadnavir Hepacivirus us Virion Selubu ng Ikosahedral Tidak ada Sferis Ada Deltavirus

( Brooks,2007 : 476 )

2.3 Penyakit Urogenital 2.3.1 Gagal ginjal Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia. Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :

Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension) Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus) Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur) Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik Menderita penyakit kanker (cancer) Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)

Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis.

Adapun penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila tidak cepat ditangani antara lain adalah ; Kehilangan carian banyak yang mendadak ( muntaber, perdarahan, luka bakar), serta penyakit lainnya seperti penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria, Hepatitis, Preeklampsia, Obat-obatan dan Amiloidosis. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana funngsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis serangan gagal ginjal, akut dan kronik. A. Gagal Ginjal Akut Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan penumpukan sisa metabolisme ginjal (ureum dan kreatinin). Gagal Ginjal Akut biasanya tidak menimbulkan gejala dan dapat dilihat dengan pemeriksaan laboratorium darah, yaitu adanya peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah. Gagal Ginjal Akut biasanya dapat sembuh seperti sediakala, hal ini dikarenakan keunikan organ ginjal yang dapat sembuh sendiri bila terjadi gangguan fungsi. Gagal Ginjal Akut dapat timbul dari beberapa keadaan yang dapat mempengaruhi kerja ginjal. Dapat dibagi menjadi (1) Gangguan sistemik yang diluar ginjal, (2) gangguan pada organ ginjal itu sendiri, (3) Gangguan saluran kemih. Gangguan sistemik diluar ginjal dapat disebabkan oleh berkurangnya pasokan darah ke ginjal (perdarahan yang hebat), kekurangan cairan tubuh, kegagalan jantung untuk memompa darah, kerja hormon (dipengaruhi oleh obat-obatan).

10

Gangguan pada organ ginjal dapat disebabkan oleh Gangguan pembuluh darah ginjal, infeksi pada alat penyaring ginjal (glomerulonefritis), Penumpukan kristal, protein serta zat-zat lain dalam ginjal, dan Racun atau obat-obatan yang dapat mempengaruhi ginjal Gangguan saluran kemih dapat disebabkan oleh Sumbatan pada saluran kemih (Batu saluran kemih, tumor), Pembesaran prostat, dan Karsinoma serviks Gejala-gejala yang ditemukan pada gagal ginjal akut:

Berkurangnya produksi air kemih (oliguria=volume air kemih berkurang atau anuria=sama sekali tidak terbentuk air kemih) Nokturia (berkemih di malam hari) Tanda-tanda kekurangan cairan (mukosa bibir kering, turgor kulit menurun)

Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan) Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki Perubahan mental atau suasana hati Tanda-tanda sumbatan pada saluran kemih Kejang Tremor tangan Mual, muntah

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan untuk mengetahui adanya Gagal ginjal akut.

11

Pemeriksaa urin (urinalisis) juga sangat penting untuk menentukan penyebab dan beratnya Gagal Ginjal Akut. Jika penyebabnya adalah gangguan penyaringan maka dapat terlihat adanya protein dalam urin. Penumpukan dari zat-zat yang ada dalam ginjal juga dapat terlihat. Bila penyebabnya adalah sumbatan dapat terlihat peningkatan sel darah merah dan sel darah putih dalam urin.

Pemeriksaan radiologis dilakukan bila ada kecurigaan adanya sumbatan pada saluran kemih. Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan vena) dilakukan jika diduga penyebabnya adalah penyumbatan pembuluh darah.

Pemeriksaan lainnya yang bisa membantu adalah CT scan dan MRI. Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut, maka dilakukan biopsi (pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis).

B. Gagal ginjal Kronis Gagal Ginjal Kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi menjadi (1)Penyakit parenkim ginjal, Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal. Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, DM. dan (2) Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter.

12

Manifestasi klinisnya berupa gangguan pernafasan, edema, hipertensi, anoreksia, nausea,vomitus, ulserasi lambung, stomatitis, proteinuria, hematuria, letargi, apatis, penuruna konsentrasi, anemia, perdarahan, turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit, distrofi renal, hiperkalemia, dan asidosis metabolic. 2.3.2 Nephrotic syndrom Sindrom glomerulonefritis nefrotik ditandai merupakan salah satu manifestasi klinik masif,

dengan edema

anasarkasa, proteinuria

hipoalbuminemia, hipokolesterolemia dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering di jumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal, kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjaltahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi dalam sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik. Komponen sindroma nefrotik memperlihatkan hubungan logis satu sama lain. Proses awal ialah kerusakan dinding kapiler glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma. Setiap peningkatan permeabilitas akibat struktur atau fisiokimia memungkinkan protein lolos dari plasma ke dalam filtrat glomerulus. Dapat terjadi proteinuria masif. Pada proteinuria yang berlangsung lama atau berta, albumin serum cenderung menurun sehingga terjadi hipoalbuminemia dan terbaliknya rasio albumin-globulin. Edema generalisata pada sindrom nefrotik disebabkan oleh penurunan tekanan osmotik karena hipoalbuminemia dan retansi primer garam dan air oleh ginjal. Karena cairan keluar dari pembuluh darah dan masuk kedalam jaringan , volume plasma

13

menurun sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Sekresi kompensatorik aldosteron, bersama dengan penurunan GFR dan penurunan sekresi peptida natriuretik, mendorong retensi garam dan air oleh ginjal sehingga edema semakin parah. Klasifikasi dan penyebab Sindrom Nefrotik Glomerulonefritis primer GN lesi minimal Glomerulosklerosis fokal GN membranosa GN proliferatif lainnya

Glomerulonefritis sekunder akibat a. Keganasan : b. Keganasan Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, mieloma multiple dan karsinoma ginjal c. Penyait jaringan penghubung Lupus eritematous sistemik, atritis rematoid
14

HIV, hepatitis B dan C Sifilis, malaria, skistosoma Tuberkulosis, lepra

d. Efek obat dan toksin Obat anti inflamasi nonsteroid

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Macam Macam Penyakit Gastrointestinal, Liver, dan Urogenital 3.1.1 Penyakit Gastrointestinal 3.1.1.1 Chrons Disease Penyakit chron banyak terdapat di Negeri Barat. Di Indonesia sangat kecil. Biasanya terdapat pada usia antara 20 sampai 60 tahun. Penyakit Chron dapat mengenai semua bagian traktus gastrointestinal, dari mulut sampai anus. Yang paling sering terkena adalah bagian ileosaekal. Etiologi 1. Idiopatik
15

2. Psikologi 3. Faktor genetic 4. Imunologi 5. Infeksi Gambaran Klinis a. Sistemik : 1. Demam 2. Nyeri Abdomen 3. Diare dengan pendarahan 4. Nausea 5. Anorexia 6. Penurunan berat badan b. Oral : 1. Pembengkakan bibir yang lunak dan diffuse 2. Penebalan mukosa 3. Gingival merah, bengkak 4. Ulser

Pemeriksaan 1. Pemeriksaan fisik : terdapat benjolan pada perut sebelah kanan bawah. 2. Pemeriksaan darah.

16

Kadar Albumin rendah Peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih Tanda-tanda peradangan

3. Pemeriksaan endoskopi. Pada pemeriksaan endoskopi, peradangan akan terlihat melangkahi bagian-bagian mukosa yang sehat. 4. Pemeriksaan kolonoskopi ( pemeriksaan usus besar ) 5. Pemeriksaan radiologi ( CT Scan bisa memperlihatkan perubahan dinding usus dan kadang ditemukan adanya gambaran abses )

Diagnosis Banding Tuberkulosis pada ileum atau kolon perlu disingkirkan. Penyakit lain yang perlu disingkirkan adalah amebiasis intestinalis, karsinoma, limfoma, amiloidosis. Penyakit chron perlu dibedakan dengan colitis ulserosa.

3.1.1.2 Gastritis / Peptik Ulser Gastritis akut erosive Definisi Gastritis akut erosive adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yan akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosive adalah kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari mukosa muskularis. Penyakit ini di jumpai d klinik, sebagai akibat samping pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit penyakit lain atau kerena sebab yang belum diketahui Perjalanan penyekitnya bisanya ringan, walaupun demikian keddangkadang dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna

17

bagian atas. Penderita gastritis akut erosive yang tidak mengalami perdarahan sering diagnosisnya tidak tercapai. Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemerikasaan khusus yang sering di rasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja. etiologi gastritis akut erosive dapat timbul tanpa diketahui sebabnya. Penyebab yang sering di jumpai adalah: 1. Obat anaklgetik-anti inflamasi, teruama aspirin. Aspirin dalam dosis renddah sudh dapat menyebabkan erosi mukosa lambung. 2. Bahan kimia misalnya lisol. 3. Merokok 4. Alcohol 5. Stress fisis yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat 6. Refluks usus-lambung 7. Endotoksin Pathogenesis Ada beberapa factor yang daoat mnyebabkan kerusakan mukosa lambung. Factor-faktor itu adalah: 1. Kerusakan mukosa barier sehingga difusi balik ion H meninggi 2. Perfusi mukosa lambung yang terganggu 3. Jumlah asam lambung merupakan faktora yang sangat penting

18

Factor-faktor tersebut bisanya tidak berdiri sendiri. Misalnya sters fisis menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu, sehingga timbul daerah-daerah infark kecil. Disampung itu, sekresi asam lambung juga terpacu. Mukosa barier pada penderita stress fisis biasnay tidak terganggu. Hal itu yang membedakanya dengan gastritis erosive katrena bahan kimia atau obat. Pada gastritis refluks, gastritis karena bahan kimia, obat, mukosa barier rusak sehingga difusi balik ion H meninggi. Suasana asam yang terdapat pada lumen lambung akan mempercepa kerusakan mukosal barier oleh cairan usus. Tanda-tanda klinis Sebagian penderita dating berobat karena muntah darah. Sering penderitapenderita tersebut tidak mempunyai keluhan tertentu sebelumnya dan sebagian besar penderita hanya mempunyai keluhan yang ringan saja, seperti nyeri epigastrium yang tidak hebat, kadang-kadang disertai nausea dan atau muntah. Pemeriksaan fisis sering tidak membantu. Kadang-kadang didapati nyeri tekan yang ringan saja pada daerah epigastrium. Diagnosis Diagnosis gastritis akut erosive ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsy mukosa lambung. Pemeriksaan radiologis bisanya tidak mempunyai arti dan baru dapat membanu apabila digunakan kontras ganda. Pada pemeriksaan endoskopi akan tampak erosi multiple yang sebagian tampak berdarah dan letaknya tersebar. Kadang-kadang dapat dijumpai erosi yang mengelompok pada suatu daerah. Mukosa umumnya tampak merah kadang-kadang di jumpai daerah erosive yang ditemukan pada mukosa yang tampak normal. Pada saat pemeriksaan dapat dijumpai lesi yang terdiri dari semua tingkatan perjalanan penyakitnya. Akibatnya pada saat itu terdapat erosi yang masih baru bersama-sama denganlesi yang sudah mengalami penyembuhan. Pemeriksaan histopatologi, kerusakan mukosa kaena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis. Cirri khas gastritis erosive ialah sembuh

19

sempurna dan terjadi dalam waktu yang relative singkat. Oleh karena itu pemeriksan endoskopi sebaiknya dilakukan seawal mungkin.

Komplikasi Komplikasi yang penting adalah: 1. Perdarahan saluran cerna bagiana atas yang merupakan kedaruratan medis. Kadang-kadang perdarahanya cukup banyak sehingga dapat menyebabkan kematian. 2. Terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat 3. Jarang terjadi perforasi Pengobatan 1. Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi 2. Mengatasi atau mengehindari penyebab apabila dapat dijumpai 3. Pemberian obat-obat H2 blocking, antacid, atau obat-obat ulkus lambung yang lain. Gastritis kronik Definisi Adalah sutu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun. Gastritik kronik sering dihubungkan dengan ulkus peptic dan karsinoma lambung, tetapi hubungan sebab akibat antar keduanya belum pernah dapat di buktikan. Ada dua jenis yang penting yaitu: gastritis kronis fundus dan antrum pylorus. Pada beberapa penderita dapat dijumpai pada semua daerah terkena baik fundus, korpus maupun antrum pylorus sering berupa bercak-bercak difus.

20

Etiologi dan pathogenesis Etiologi dan pathogenesis gastritis kronik pada umumnya belum diketahui. Gastritis kronis fundus merupakan kejadian biasa pada orang tua. Gastritis kronis juga sering di jumpai bersama-sama dengan penyakit lain misalnya: anemia, penyekit edisen dan gondok. Gastritis kronis antrum pylorus hamper selalu terdapat bersamaan dengan ulkus lambung kronik. Beberapa peneliti menghubungakan gastritis kronis fundus denagn proses imunologi. Hal ituu didasarkan pada kenyataan kira-kira 60 % serum penderita gastritis kronis fundus mempunyai antibody terdapat sel parientalnya. Gastritis kronis antrum pylorus biasanya dihubungan dengan refluks usus lambung. Tanda klinis Sebagian penderita gastritis kronis tidak mempunyai keluhan. Sebagian kecil saja yang mempunyai keluhan biasnya berupa: nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, nyeri seperti ulkus peptic dan keluhan-keluhan anemia. Pada pemeriksan fisis sering tidak dijumpai kelainan. Kadang-kadang dapat ditemui nyeri tekan,medipigastrium yang ringan saja. Pemeriksaan laboratorium juga tidak banyak membantu. Kadang-kadang dapat dijumpai anemia makrositik. Uji coba schilling tidak normal. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan histopatologi biopsy mukosa lambung. Secara patologianatomi gastritis kronis fundus dapat dibagi menjadi: gastritis superfisialis, gastritis atrofi dan atrofi lambung. Disebut gastritis ssu[erfisialis apabila kelaianannya hanya terbatas pada epitel mukosa superfisialis. Sel-sel kelenjar mukosa lambung tidak terkena. Kelainannya berupa keradangan kronik.

21

Pada gastritis atrofi, terdapat kerusakan sebagian sel-sel kelenjar fundus jumlah limfosit dan sel plasma dilamina propia meninggi. Sel-sel chief dan parietal yang terdapat pada kelenjar fundus sebagian diganti oleh sel-sel usus dan sel mukosa. Atrofi lambung ditandai dengan kerusakan kelenjar fundus yang berat. Sebagian besar kelnjar fundus menghilang dan diganti oleh sel-sel usus dan mukosa. Biasanya tidak tampak lagi tanda-tanda radang secara patologi anatomi. Pada pemeriksaan gastroskopi, sering perubahan-perubahan yang terjadi tidak begitu tampak. Setelah terjadi kerusakan berat, misalnya atrofi lambung, akan terlihat atrofi mukosa. Pada fundus dan korpus, hamper tida tampak lagi rugae. Mukosa pucat da pembuluh darah submukosa kelihatan. Korelasi antara hasil pemeriksaan gastroskopi dan histopatologi ternyata tidak baik. Demikian pula korelasi anara dapatan klinik, dan pemerikasaan histopotologi, juga tidak baik. Pemeriksaan radiologi tidak berguna untuk menegakan diagnosis gastritis kronos. Kadang gastritis kronis antrum dapat menebankan pemnyempitan daerah antrum-pilorus yang pada pemeriksaan radiologi menyerupai proses ganas. Kompliasi Atrofi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terutama pada vitamin B
12.

Gangguan pada penyerapan B12 selanjutnya dapat menyebabkan

anemia yang secara klinik hamper sama dengan anemia pernisiosa. Keduanya dapat dipisahkan dengan memeriksa antibody terhadap factor intrinsic. Gastrirtis kronik antrum-pilorus dapat menyrbabkan penyempitan antrumpilorus. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan keganasan lambung, terutama gastritis kronis antrum-pilorus. Pengobatan Pada umumnya gastritis kronis tidak memerlukan pengobatan. Yang harus diperhatikan adalah penyakit-penyakit lain yang keluhannya dapat dihubungkan dengan gastritis kronis. Kemungkina itu seharusnya dicari lebih dahulu.
22

Peptic ulser Merupakan penyakit yang disebabkan kerusakan epitel linning mukosa (sawar mukosa) lambung (gastritic ulcer) / mukosa duodenum ( duodenal ulcer) Epidemilogi: 5-10 % Sering terjadi pada pria 45-65 th, wanita > 15 th Rasio gastro duodenal dan gastric ulser 4:1

Etiologi: ketidak seimbangan antara pertahanan mukosa dan faktor agresif yang mengalahkan pertahanan Faktor presisposisi: Aspirin Alcohol NSAID (non steroid anti inflammation drug) Kafein Merokok Krtikosteroid Dan emotional stress

Pathogenesis: Terdapat 2 prasarat terjadinya ulkus peptic: 1. Terpajannya mukosa ke dalam asam lambung dan pepsin 2. Terdapat keterlibatan kausal yang erat dengan infeksi bakteri helicobacter pylori

23

Berbagai mekanisme penjamu yang mencegah mukosa lambung tercerna adalah sebagai berikut: Sekresi mucus oleh epitel permukaan Sekresi bikarbonat ke dalam mucus permukaan, untuk menciptakan lingkungan permukaan mikro yang bersifat penyangga (dapar) Sekresi cairan yang mengandung asam dan pepsin dari gastric pits sebagai jets (semburan ) menembus lapisan mucus, masuk ke lumen secara langsung tanpa berkontak dengan sel epitel permukaan Regenerasi epitel lambung yang cepat Aliran darah mukosa yang deras, untuk menyapu ion hidrogen yang berdifusi balik kedalam mukosa dari lumen dan untuk mempertahankan aktivitas metabolic dan regeneratif yang tinggi Pengeluaran PG oleh mukosa, yang membantu mempertahankan aliran darah mukosa

Mekanisme bakteri H. Pylori sehingga dapat menyebabkan ulcer peptic: Memicu respon peradangan dan imun yang intens. Menyebabkan cedera epitel dan induksi peradangan. Dengan

mengeluarkan suatu urease yang menguraikan urea untuk membentuk senyawa toksik (ammonium klorida dan mokloramin), fosfolipase yang merusak sel epitel permukaan, protease dan fosfolipase dapat menguraikan kompleks glikoprotein lemak di mucus lambung. Meningkatkan sekresi asam lambung dan menggangu produksi bikarbonat duodenum seingga pH lumen menurun.

24

Peran NSAID dalam penyakit ini adalah: Menekan (inhibisi) sintesis prostaglandin sehingga dapat menyebabkan peningkatan sekresi asam hidroklorida (HCl) dan mengurangi pembentukan bikarbonat dan musin. Dapat menembus mukosa lambung dan menggangu angiogenesis sehingga penyembuhan ulkus terhambat. Gejala klinis Nyeri epigastrial yang episodik Gastrointestinal bleeding Mual dan muntah (terkadang disertai darah yang berwarna kecokelatan karena darah yang ada di lambung yang suasananya asam akan cepat membeku sehingga berwarna kecokelatan) Penatalaksanaan medis Antacid Antikolinergik H2 receptor antagonis (cimetidine, ranitidine)

Penatalaksanaan dental Mengurangi stress Selektif memilih analgesik (hindari penggunaan aspirin) Apabila pasien dalam terapi cimetidine hati-hati dalam tindakan bedah mulut dan harus dilakukan penghitungan platelet) Terapi antikolinergik dapat menyebabkan xerostomia

25

3.1.1.3 Peutz Jegher syndrome Etiologi 1. Herediter Autosomal dominan

Gambaran Klinis 1. Intra Oral a. Lesi oral, datar pada bibir dan mukosa pipi b. Spot melanin multiple pada bibr 2. Sistemik a. Polip kecil pada usus b. Spot hitam pada wajah dan tangan

Pemeriksaan Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan endoskopi dan radiologi

\ 3.1.2 Penyakit Liver 3.1.2.1 Hepatitis Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus pada hati. Hingga saat ini telah dikenal 8 jenis virus hepatitis, yaitu : 1. Virus Hepatitis A (HAV)

26

2. Virus Hepatitis B (HBV) 3. Virus Hepatitis C (HCV) 4. Virus Hepatitis D (HDV) 5. Virus Hepatitis E (HEV) 6. Virus Hepatitis F (HFG) 7. Virus Hepatitis G (HGV) 8. Virus Hepatitis ? (Untuk sementara disebut T Virus)

Etiologi 1. Virus Hepatitis A,B.C,D,E,F,G 2. Autoimun 3. Obat-obatan (hepatotoksin,paracetamol) 4. Cytomegalovirus 5. Epstain bar

Patogenesis Hepatitis A Target primer dari HAV adalah sel-sel hati (hepatosit). Setelah partikel virus tertelan, mereka akan terabsorpsi melalui pembuluh darah diangkut ke hati. Begitu sampai dihati, partikel virus akan ditelan hepatosit. Di dalam sel, materi genetic atau genome dari HAV yang terdiri dari single stranded RNA akan bertindak sebagai template yang akan memproduksi protein-protein virus selanjutnya. Protein-protein ini akan kembali bergabung kembali
27

membentuk kapsid virus yang baru, setiap kapsid mengandung RNA virus yang baru saja terduplikasi. Turunan HAV yang baru ini, lalu akan dirilis melalui saluran empedu kecil yang terdapat diantara sel-sel tuan rumah. Mereka lalu secara bebas akan dibuang melalui tinja atau akan menulari hepatosit hepatosit tetanggangu.Yang merusak dan memusnahkan sel hati bukanlah replikasi HAV, tetapi yang benar adalah respon imun sel-sel hati yang terserang yang berperan menghancurkan sel hati.

Hepatitis B Seperti halnya dengan virus lain, maka virus hepatitis B juga dapat mengadakan replikasi tanpa bantuan sel hospes. Setelah partikel virus B yang utuh masuk ke dalam tubuh maka DNA, genome virus tersebut akan diangkut ke dalam inti sel hati, dimana akan terjadi transkripsi genome virus B dan replikasi dari DNA virus B dalam inti sel hati. Sebagai akibatnya maka sel hati yang terkena infeksi akan membuat partikel virus B. Partikel inti dibuat dalam inti sel hati, sedang HBSAg dibuat dalam sitoplasma sel hati, dan kemudian kedua bagian tersebut bergabung membentuk partikel virus B utuh. Bila terdapat respon imun dari hospes terhadap infeksi virus maka akan terjadi peradangan hati (hepatitis B akut), sedangkan bila tidak terdapat respon imun atau kurang sempurnanya respon imun maka infeksi menjadi persisten ( hepatitis B kronis ) Gambaran Klinis Gambaran Klinis pada intra oral, antara lain : 1. Halitosis 2. Xerostomia 3. Ikterus pada palatum, lidah, dan membrane mukosa.

28

Gejala dan perjalanan klinik hepatitis akut secara umum dapat dibedakan 4 stadium, yaitu : 1. Stadium masa tunas 14-49 hari dengan rata-rata 30 hari. 2. Stadium pre-ikterik yang ditandai dengan keluhan yang tidak spesifik misalanya malaise dan berlangsung 2-7 hari. 3. Stadium ikterik yang diawali dengan demam, disusul oleh urine yang berwarna pekat, sclera mata dan kulit yang berwarna kekuning-kuningan. 4. Fase penyembuhan yang ditandai dengan menghilangnya gejala-gejala ntermasuk ikterus. Penyembuhan sempurna secara klinik dan biokimia memerlukan waktu sekitar 6 bulan.

Pemeriksaan 1. Pemeriksaan serologic a. HBsAg Bila HBs Agpositif berarti terdapat antigen permukaan dalam darah, baik dalam bentuk lepas maupun dalam bentuk yang terikat Dane. Karena HBsAg hanya positif bila ada virus B utuh dalam tubuh, maka HBsAg merupakan petunjuk adanya infeksi virus B. b. Anti HBs Antibodi humoral yang timbul dalam tubuh hospes yang ditujukan terhadap HBsAg. Antibodi ini merupakan petunjuk kesembuhan klinis infeksi virus B. c. HBcAg HBcAg merupakan salah satu antigen yang terdapat dalam partikel inti. Dengan cara biasa antigen ini tidak dapat dideteksi dalam darah
29

karena tertutupoleh HBsAg.HBsAg hanya dapat dideteksi dalam jaringan hati. d. Anti-HBc Anti HBc yang positif merupakan petunjuk infeksi virus B pada masa lalu maupun infeksi virus B yang masih aktif, baik akut maupun kronik. e. HbeAg Adanya HBcAg merupakan petanda banyaknya partikel Dane dalam darah, ini menunjukkan bahwa infeksi virus B dalam keadaan aktif dan replikatif.

f. Anti HBe Antibodi ini dibentuk oleh hospes terhadap HBeAg dan merupakan petunjuk bahwa infeksi virus B ada dalam fase non replikatif. Merupakan petanda bahwa darah seorang pengidap infektivitasnya minimal.Serokonversi HBcAg menjadi anti HBe merupakan suatu tanda prognostic yang baik, yang menunjukkan aktivitas infeksi virus B yang menurun. 2. Pemeriksaan diagnostic a. Leukopenia b. Trombosit c. Diferensial darah lengkap d. Alkali phospatase e. Feses berwarna seperti tanah liat

30

f. Albumin serum g. Scan hati ( memeriksa berat parenkim ) h. SGOT SGPT

Diagnosa Banding Penyakit virus lain sperti mononucleosis infeksiosa, virus sitomegali, herpes simpleks, virus coxsakie, dan toksoplasmosis dapat member gambaran seperti hepatitis. Perbedaan dapat diperjelas dengan pemeriksaan serologic untuk masing-masing virus.

3.1.3 Penyakit Urogenital 3.1.3.1 Gagal Ginjal Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia. Etiologi Penyakit ginjal yang berat dapat dibagi dalam 2 kategori umum, yaitu :

31

1. Gagal Ginjal Akut, yaitu seluruh atau hamper seluruh kerja ginjal tibatiba berhenti tetapi pada akhirnya dapat membaik mendekati fungsi normal. Penyebab gagal ginjal akut dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu : a. Akibat penurunan suplai darah ke ginjal. Keadaan ini sering disebut gagal ginjal akut prerenal. b. Gagal ginjal akut intrarenal yang diakibatkan kelainan didalam ginjal itu sendiri, meliputi kelainan glomerulus atau tubulus. c. Gagal ginjal akut postrenal yang diakibatkan oleh sumbatan [ada system pengumpul urin. 2. Gagal Ginjal Kronis, yaitu ginjal secara progresif kehilangan fungsi nefronnya satu persatu yang secarabertahap menurunkan fungsi ginjal.

Gambaran Klinis 1. Intra Oral a. Stomatitis Mekanisme timbulnya stomatitis pada penderita gagal ginjal diperkirakan merupakan akibat dari uremia. Pada keadaan uremia, terjadi pengumpulan urea dalam sekret-sekret tubuh antara lain dalam keringat dan saliva. Urea dalam saliva akan dipecah oleh urease yang dihasilkan oleh mikroorganisme mulut menjadi amonia bebas. Adanya amonia bebas ditambah dengan oral higiene yang jelek akan menimbulkan iritasi mukosa mulut sehingga terjadi stomatitis eritemapultaceous. Stomatitis eritemapultaceous ini khas, ditandai dengan rasa mulut yang kering dan panas seperti terbakar dan adanya pseudomembran putih di atas mukosa yang kemerahan.

32

Selain pengumpulan urea dalam sekret tubuh, uremia juga akan menyebabkan penurunan respons imun baik seluler maupun humoral dan barier mukokutan yang berfungsi sebagai proteksi terhadap kuman-kuman patogen akan mudah rusak atau pecah sehingga terjadi ulserasi. Hal ini akan menyebabkan timbulnya stomatitis ulserativa. Ulserasi bisa kecil ataupun besar dan dapat timbul pada gusi serta tempat lain di dalam mulut. Gingiva akan mengalami resesi dan ulserasi sirkular. Juga pada palatum dapat kita temukan ulserasi yang difus. b. Infeksi Mulut Komplikasi lain ada penderita gagal ginjal adalah penurunan repons imun. Intoksikasi uremik ditambah dengan malnutrisi protein dan kalori akan menyebabkan respons imun menurun baik respons seluler maupun humoral serta rapuhnya barier mukokutan. Ulserasi yang terjadi merupakan port dentree mikroorganisme opportunistik dalam flora normal mulut dan jamur sehingga penderita mempunyai risiko terpapar infeksi yang tinggi. Infeksi yang paling sering terjadi adalah infeksi kandida dan virus herpes simpleks. c. Kepucatan Mukosa Mulut Disebabkan oleh anemia yang timbul pada penderita gagal ginjal.. Anemia yang timbul pada penderita gagal ginjal kronik adalah anemia normokrom normositer. Anemia akan timbul apabila kreatinin serum lebih besar dari 3,5 mg/dl atau laju filtrasi glomerulus turun 30% dari normal. Kepucatan mukosa mulut ini bersifat menyeluruh sehingga batas gingiva dengan mukosa vestibular tidak jelas. d. Pendarahan Perdarahan dapat terjadi di dalam mulut terutama pada gusi. Trauma pada mukosa mulut dapat menyebabkan perembesan dan terbetuknya hematoma. Pada keadaan ini akan terjadi perdarahan

33

spontan dari gusi. Penggunaan heparin pada hemodialisis akan menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan yang lebih besar beberapa jam setelah hemodialisis tersebut. e. Gangguan Pada Indra Pengecap Gangguan ini disebabkan karena defisiensi seng ( Zn) atau gangguan fungsi neurologis. Penderita umumnya mengeluh rasa logam ( Metallic taste). f. Xerostomia Akibat dari menurunnya output pada penderita gagal ginjal maka untuk menjaga agar keseimbangan cairan tetap terjaga perlu intake cairan dibatasi. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan menurunnya menimbulkan aliran saliva. Saliva akan menjadi kental dan xerostomia. Xerostomia ini akan menyebabkan

mukositis bertambah parah. Asupan cairan yang terbatas juga akan menimbulkan parositis infeksiosa yang retrograde. g. Halitosis Urea yang berlebihan di dalam saliva akan diubah oleh bakteri mulut menjadi amonia sehingga napas berbau amonia. 2. Sistemik a. Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metaboslime protein dalam usus. b. Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur. c. Cegukan (hiccup) d. Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik Pemeriksaan

34

1. Pemeriksaan laboratorium

Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, kalium meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun, protein menurun, 2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa. 3. Ultrasonografi (USG) Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut. 4. Foto Polos Abdomen Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.

3.1.3.1 Nephrotic Syndrom Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas

35

Etiologi Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Sindrom nefrotik primer Sindrom nefrotik primer faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.4

2. Sindrom nefrotik sekunder

36

Sindrom nefrotik sekunder timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah : a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.I b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS. c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular. d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus

sistemik, purpura Henoch-Schnlein, sarkoidosis. e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal. Patofisiologi Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dariproteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.7 Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya -glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal,

37

baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.8 Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial. Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill.3 Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.

38

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3 Gambaran Klinis 1. Proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m 2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain. 2. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. 3. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
4. Hiperlipidemi, kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL),

low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah.
5. Lipiduri, lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen

urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeable.

39

6. Edema, edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium ( teori underfill). Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas rennin plasma yang rendah serta peningkatan ANP.
7. Hiperkoagulabilitas

Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotelserta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI)

Pemeriksaan 1. Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan. 2. Pemeriksaan fisis Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi. 3. Pemeriksaan penunjang Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5
40

g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. Dianosis Banding 1. Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema Quincke. 2. Glomerulonefritis akut 3. Lupus sistemik eritematosus

3.2 Penatalaksanaan di Bidang Kedokteran Gigi 3.2.1 Penyakit Gastrointestinal A. Chrons Disease Karena pada chrons disease terdapat ulser maka diberi steroid topical untuk menghilangkan ulser. B. Gastritis / Peptik Ulser C. Peutz Jegher Syndrom Penatalaksanaan pada bidang kedokteran gigi pada penyakit ini yaitu ini. dengan mengevaluasi riwayat kesehatan umum, tetapi sebenarnya tidak ada perawatan yang khusus untuk penderita penyakit

3.2.2 Penyakit Liver

41

A. Hepatitis 1. Tidak boleh dilakukan pencabutan Hal ini dikarenakan pada kelainan fungsi hati ( hepatitis ) pembentukan zat-zat yang digunakan pada proses koagulasi meliputi fibrinogen, protrombin, dan beberapa factor koagulasi penting lain yang dihasilkan oleh hati berkurang sehingga perdarahan akan sulit dihentikan. 2. Tidak boleh sembarangan memberi obat-obatan Hal ini dikarenakan hati tidak dapat menetralkan obat-obatan tersebut sehingga obat-obatan tersebut akan memperparah keadaan hati. 3. Waspada terhadap penularan virus Tenaga medis harus waspada terhadap penularan virus pada dirinya sendiri maupun antara pasien yang satu dengan pasien yang lain dengan cara : a. Memakai handskun dan masker b. Memakai jarum suntik yang baru karena penularan virus dapat melalui jarum suntik yang terkena infeksi virus. c. Alat-alat kedokteran gigi harus steril.

3.2.3 Penyakit Urogenital A. Gagal Ginjal 1. Memotivasi penderita untuk meningkatkan kebersihan mulut seoptimal mungkin dengan memberikan penyuluhan bahwa infeksi yang berasal dari gigi dan mulut dapat menyebabkan timbulnya
42

komplikasi yang dapat berakibat fatal dan penderita harus sesering mungkin control ke dokter gigi agar kelainan-kelainan dapat dideteksi sedini mungkin. 2. Mengurangi rasa sakit akibat ulserasi dan xerostomianya yaitu dengan mengoleskan lidokain HCL atau benzokian 4% dalam boraks gliserin 2 menit sebelum makan. 3. Menambal gigi dan memperbaiki semua keadaan yang dapat mengiritasi mukosa mulut seperti misalnnya, pinggiran gigi, tumpatan atau karies yang tajam. Pada penderita yang memakai gigi tiruan, geligi tiruan tersebut harus stabil dan artikulasinya baik agar iritasi agar irrtasi pada mukosa seminimal mungkin. Pembersihan karang gigi dapat dilakukan bertahap. Bila penderita memakai pesawat ortodonti cekat, sebaiknya pesawat tersebut dilepas. 4. Infeksi kandida dapat ditanggulangi dengan memberikan obat-obat anti jamur seperti suspense nistatin, tablet isap amofeterisin B. Pada pemakai gigi tiruan, waktu terbaik untuk memakai tablet isap antijamur ialah pada saat geligi tiruan dibuka, agar obat bisa mencapai mukosa di bawah geligi tiruan tersebut. 5. Infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme oportunistik dapat ditanggulangi dengan pemberian antibiotika yang tidak bersifat nefrotoksik. Penentuan antibiotika yang tepat dapat dilakukan dengan berdasar identifikasi kuman melalui pembuatan kultur dan tes sensitivitas. B. Nephrotic Syndrom Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi

43

spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.

44

BAB IV KESIMPULAN

45

DAFTAR PUSTAKA

Bayle, T.J. 1995. Ilmu Penyakit Dalam untuk Profesi Kedokteran Gigi . Alih Bahasa : dr Iyan Darmawan. Jakarta : EGC Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Sibuea, Herdin W., 2005. Ilmu Penyakit Dalam . Jakarta : Rineka Cipta Geo V Brooks, Janet S. Butel, Stephen A Morse.2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, and Adelberg. The McGraw-Hill Company. Sidabutar,R.P,dkk. 1992. Penyakit Ginjal dan Hipertensi Berkaitan dengan Perawatan Gigi dan Mulut. Jakarta : EGC www.infeksi.com http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/gagal-ginjal-kronik/ http://ezcobar.com/

46

You might also like