You are on page 1of 33

ULKUS KORNEA

Oleh : Cytra Mellysa (0292346) Dian Permata Sari (0712031)

Pembimbing : Dr. Kemala Sayuti, Sp. M (K) Dr.Andrini Ariesti, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RS Dr. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda beda, yaitu lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. 1

Gambar 1. Anatomi Kornea

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam, yaitu:2

Lapisan epitel Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

Membran Bowman Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

Jaringan Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

Membran Descement Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.

Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 mm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.

Gambar 2. Potongan Melintang Kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.2 Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea.2 Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh - pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfer. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.1

1.2

Definisi Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang.2

1.3

Epidemiologi

Menurut Suharjo dan Fatah Widodo, penelitian di RS Sardjito, Yogyakarta, terhadap 57 kasus ulkus kornea dengan tingkat keparahan ringan (43,9%), sedang (31,6%), dan berat (24,7%). Faktor predisposisi terbanyak adalah trauma (68,4%). Gambaran mikroskopik dan kultur dari hasil scraping didapatkan basil gram (26,8%), coccus gram (16,7%), jamur (13,6%), coccus gram + (7,8%), basil gram + (3%), dan yang tidak terdeteksi (33,4%). Komplikasi yang terjadi perforasi 6 kasus, desmetocel 2 kasus, dan endopthalmitis 1 kasus. Keberhasilan terapi yang dinilai dari visus didapatkan visus baik > 6/18 (21,1%), visus rendah <6/18 (17,5%), buta < 3/60 (33,3%), dan tidak terdeteksi 16 (28,1%).3

1.4

Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.3 Kornea mempunyai banyak serabut saraf, maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.1

1.5

Etiologi

Infeksi Infeksi Bakteri

P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.

Infeksi Jamur

Disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

Infeksi Virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah

akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).

Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.

Noninfeksi Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.

Radiasi atau suhu Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak epitel kornea.

Defisiensi vitamin A Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma. Pajanan (exposure) Neurotropik Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas) Granulomatosa wagener Rheumathoid arthritis

1.6

Klasifikasi

Ulkus kornea dibagi atas : 1. 2. Ulkus kornea sentral Ulkus kornea perifer

1.

Ulkus kornea sentral

Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel. Lesi terletak disentral, jauh dari limbus vascular. Hipopion biasanya menyertai ulkus (tidak selalu). Hipopion adalah pengumpulan sel-sel radang yang tampak sebagai lapis pucat dibawah kamera anterior dan khas untuk ulkus kornea bakteri dan fungi. Meskipun hipopion itu steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali terjadi robekan pada membrane descement, pada ulkus fungi lesi ini mungkin mengandung unsur fungus. Etiologi ulkus kornea sentral biasanya bakteri (pseudomonas, pneumokok, moraxela liquefaciens, streptokok beta hemolitik, klebsiella pneumoni, e.coli, proteus), virus (herpes simpleks, herpes zoster), jamur (kandida albican, fusarium solani, species nokardia, sefalosforium dan aspergillus), acanthamoeba.

1.

Ulkus Serpens Akut

Ulkus serpens atau ulkus serpenginosa akut menjalar dengan bentuk khusus seperti binatang melata pada kornea yang kebanyakan disebabkan oleh kuman pneumokokkus. Penyakit ini biasa didapatkan pada petani, buruh tambang, orang-orang dengan hygiene buruk, orang jompo, penderita glaucoma, pecandu alkohol dan obat bius. Biasanya ulkus ini didahului oleh trauma yang merusak epitel kornea dan akibat cacat kornea maka mudah terjadi invasi ke dalam kornea.

2.

Ulkus kornea pseudomonas aerugenosa

Infeksi pseudomonas merupakan infeksi yang paling sering terjadi dan paling berat dari infeksi kuman patogen gram negatif pada kornea. Kuman ini mengeluarkan endotoksin dan sejumlah enzik ekstraseluler. Lesi ulkus yang disebkan pseudomonas aerugenosa mulai di daerah central kornea. Ulkus central ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.

3.

Keratomikosis

Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur. Biasanya dimulai dengan rudapaksa pada kornea oleh ranting pohon, daun, dan bagian tumbuhtumbuhan. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang tidak tepat. Pasien akan merasa sakit hebat pada mata dan silau. Ulkus terlihat menonjol di tengah kornea dan bercabang-cabang dengan endothelium plaque. Pada kornea terdapat lesi gambaran satelit dan lipatan descement disertai hipopion.

4.

Ulkus ateromatosis

Ulkus ateromatosis adalah ulkus yang terjadi pada jaringan parut kornea. Jaringan parut kornea atau sikatrik pada kornea sangat rentan terhadap serangan infeksi. Ulkus ateromatosis berkembang secara cepat kesegala arah. Pada ulkus ateromatosis sering terjadi perforasi dan diikuti panoftalmitis. Ulkus ateromatosis biasanya terjadi pada orang yang telah menderita leukoma sebelumnya. Oleh karena itu kornea menjadi lemah dan tidak sensitif lagi, inilah yang nanti rentan menjadi infeksi. Keratoplasty merupakan tindakan yang tepat bila mata dan pengelihatan masih dapat diselamatkan.

5.

Kertitis Herpes Simpleks

Keratitis adalah ulkus kornea paling umum dan penyebab kebutaan kornea paling umum di Amerika. Bentuk keratitis epitelialnya merupakan kelainan mata yang sebanding dengan herpes labialis, yang memiliki ciri-ciri imunologik dan patologik yang samainfeksi okular Herpes Simplex Virus (HSV) pada pejamu imunokompeten biasanya sembuh sendiri, pada pejamu yang lemah imun, termasuk pasien yang diobati dengan kortikosteroid topikal, perjalannannya dapat kronik dan merusak.

1.

Ulkus kornea perifer

Ulkus perifer merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat kelainannya. Diduga dasar kelainannya adalah suatu reaksi hipersensitifitas terhadap eksotoksin bakteri. Ulkus yang terutama terdapat pada bagian perifer kornea, biasanya terjadi akibat alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen vascular. Biasanya bersifat rekuren, dengan kemungkinan terdapatnya Streptococcus pneumoniae, Hemophillus aegepty, Moraxella lacunata dan Esrichia. Ulkus kornea perifer antara lain berupa:

1.

Ulkus dan infiltrate marginal

Ulkus marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat kelainannya. Sumbu memenjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan limbus kornea. Diduga dasar kelainanya adalah suatu reaksi hipersensitivitas terhadap eksotoksin stafilokokkus. Penyakit infeksi lokal dapat menyebabkan keratitis kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis. Ulkus yang terdapat terutama dibagian perifer kornea, yang biasanya terjadi akibat alergi, toksik, infeksi, dan penyakit kolagen vaskuler. Ulkus marginal merupakan ulkus kornea yang didapatkan pada orang tua yang sering dihubungkan dengan reumatik dan debilitas. Hampir 50% kelainan ini berhubungan dengan infeksi stafilokokkus.

1. Ulkus Mooren Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea dengan bagian tepinya bergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini mengenai seluruh kornea. Penyebab ulkus Mooren sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan diduga penyebabnya hipersensitivitas terhadap protein tuberkulosis, virus, autoimun, dan alergi terhadap toksin ankilostoma.

1.

Manifestasi Klinis

Gejala Subjektif

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva Sekret mukopurulen Merasa ada benda asing di mata Pandangan kabur Mata berair Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus Fotofobia Nyeri

Gejala Objektif

Injeksi siliar Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat Hipopion

1.8

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi. Adanya riwayat penyakit kornea yang sebelumnya, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik, seperti: diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.1

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :


Ketajaman penglihatan Tes refraksi Tes air mata Pemeriksaan slit-lamp Keratometri (pengukuran kornea) Respon reflek pupil Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

1.9

Penatalaksanaan

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik. Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik - baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan. Infeksi pada mata harus diberikan :

Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine :

Sedatif, menghilangkan rasa sakit. Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang. Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru

Skopolamin sebagai midriatika. Analgetik.

Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.

Antibiotik

Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.

Anti jamur

Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi : 1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg / ml, Thiomerosal 10 mg / ml, Natamycin > 10 mg / ml, golongan Imidazole 2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol 3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol 4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti biotic

Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi. Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer. Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu : 1. 2. 3. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

1.10 Komplikasi Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat

Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis Prolaps iris Sikatrik kornea Katarak Glaukoma sekunder

1.11 Prognosis Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika, maka dapat menimbulkan resistensi

BAB II LAPORAN KASUS

Identitas Pasien Nama MR Umur Pekerjaan : Ny. J : 793980 : 39 tahun : Ibu Rumah Tangga

Suku Bangsa Alamat

: Minangkabau

: Timbulun, Bungus Timur, Padang

Anamnesis (tanggal 10 Agustus 2012) Keluhan Utama : Mata kanan merah dan penglihatan kabur sejak 2 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Mata kanan merah dan penglihatan kabur sejak 2 bulan yang lalu Gejala mata merah ini dirasakan oleh pasien sejak 2 bulan yang lalu. Namun sejak 1 bulan belakangan, penglihatan pasien mulai terasa kabur dan terasa sakit dan tampak warna putih di mata. Penglihatan kabur pada mata kanan seperti ada benda yang menghalangi dan terjadi secara berangsur-angsur. Riwayat mata kanan berair sejak 2 bulan yang lalu, warna bening. Kadang mata kanan terasa nyeri dan silau jika melihat cahaya terang Riwayat mata kanan terasa gatal disangkal Riwayat ada sakit mata merah pada mata kanan dalam beberapa waktu belakangan disangkal Riwayat trauma pada mata kanan disangkal Riwayat pasien menggosok-gosok mata ada dengan tangan dan kain Riwayat kontak dengan penderita sakit mata tidak ada. Pasien pernah berobat ke bidan dan diberikan obat tetes bewarna putih, namun pasien lupa nama obatnya, dan pasien merassakan tidak ada perubahan. Lalu pasien melanjutkan pengobatan ke puskesmas dan diberikan obat tablet, namun pasien tidak merasakan ada perubahan. Kemudian pasien dirujuk ke RS Dr. M. Djamil Padang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Ketika berumur sekitar 5 tahun, pasien pernah mengalami mata merah. Ibu pasien memberikan obat berupa air perasan daun yang diteteskan pada matanya yang merah tersebut.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini.

Pemeriksaan Fisik Status Oftalmikus STATUS OFTALMIKUS Visus tanpa koreksi Visus dengan koreksi Refleks fundus

OD 5/60 -

OS 5/5 +

Silia / supersilia

Trichiasis (-) , Madarosis (-)

Trichiasis (-) , Madarosis (-)

Palpebra superior

Ptosis (-), Edema (-), Tanda Radang(-)

Ptosis (-) , Edema (-), Tanda Radang (-)

Palpebra inferior Aparat lakrimalis Konjungtiva Tarsalis Konjungtiva Forniks

Edema (-) , Tanda Radang (-) Dalam batas normal

Edema (-) , Tanda Radang (-) Dalam batas normal Hiperemis (-), Papil (-), folikel (-)

Hiperemis (-), Papil (-), folikel (-)

Hiperemis (-) Injeksi siliar (-)

Hiperemis (-) Injeksi siliar (-) Injeksi konjunktiva (-) Hemoragik subkonjunktiva (-

Konjungtiva Bulbii

Injeksi konjunktiva (-) Hemoragik subkonjunktiva (-)

Hiperemis (-)

) Hiperemis (-)

Sklera

Injeksi (-) , warna putih

Injeksi (-), warna putih

Kornea

Ulkus di sentral ukuran 8 x 8 mm, menggaung ke dalam 1/3 stroma, perlunakan kornea (+).

Bening

Kamera Okuli Anterior Iris

Cukup dalam

Cukup dalam

Coklat , Rugae (+)

Coklat , Rugae (+)

Pupil

Semi Midriasis (SA)

Refleks cahaya langsung (+), Refleks cahaya tidak langsung (+), d = 2-3 mm

Lensa

Lensa sulit dinilai

Bening

Korpus vitreum

Sulit dinilai

Bening

Fundus :

Sulit dinilai

- Media

- Media bening

- Papil bulat, batas tegas. - Papil optikus c/d = 0,3-0,4 - Makula - Refleks fovea (+)

- aa/vv retina

- aa : vv = 2 : 3

- Retina

- Eksudat (-), perdarahan (-)

Tekanan bulbus okuli Posisi bulbus okuli Gerakan bulbus okuli

Tidak dilakukan Ortho

Normal palpasi Ortho

Bebas

Bebas

Gambar

Pemeriksaan Penunjang : 1. Laboratorium Pewarnaan Giemsa Larutan KOH 1. PCR

Diagnosis Kerja : Ulkus Kornea sentral OD

Diagnosis Banding : 1. 2. 3. 4. Ulkus Ateromatosus Ulkus Serpens Keratomikosis Ulkus infeksi virus

Rencana Terapi : Topical :


Ulcori ed 6 x 1 OD Sulfat Atropin ed 2 x 1 OD Cendo Lyteers ed 6 x 1 OD Repithel ed 4 x 1 OD

Oral :

Ciprofloxacin 2 x 500

BAB III DISKUSI

Pasien perempuan usia 39 tahun di rawat di bangsal mata RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 1 Agustus 2012. Dari anamnesa di dapatkan bahwa pasien merasakan mata kanan merah, terasa sangat nyeri penglihatan kabur sejak 2 bulan yang lalu. Namun sejak 1 bulan belakangan ini, pasien menyadari bahwa penglihatannya semakin kabur, dan terlihat bintik putih di mata. Pasien juga mengeluhkan ada riwayat mata kanan berair sejak 2 bulan yang lalu. Kadang mata kanan terasa nyeri dan silau jika melihat cahaya terang. Riwayat trauma dan gatal pada mata kanan disangkal. Riwayat menggosok-gosok mata dengan tangan dan kain ada. Riwayat ada bintik putih sebelumnya disangkal. Dan pada umur 5 tahun, pasien pernah sakit mata di mata kanan dan diberikan perasan dedaunan di mata yang sakit sampai mata kanan tersebut sembuh. Hanya saja pasien menyangkal setelah diberikan perasan dedaunan, mata pasien pernah sakit lagi. Dari pemeriksaan fisik pada mata kanan ditemukan visus pada mata kanan 5/60, reflek fundus (-), injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (-) ini di karenakan pasien telah mendapatkan pengobatan selama 1 hari. Dari pemeriksaan slit lamp, ditemukan ulkus di sentral ukuran 8x8 mm, menggaung ke dalam 1/3 stroma, dan ada perlunakan kornea. Pupil semi midriasis setelah pemberian sulfat atropine. Lensa sulit dinilai, korpus vitreus sulit dinilai dan pemeriksaan fundus juga sulit dinilai Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik tersebut dapat disimpulkan berbagai kemungkinan :

Ulkus ateromatosus

Adalah ulkus yang terjadi pada jaringan parut kornea. Jaringan parut ini sangat rentan terhadap serangan infeki apabila pertumbuhan sikatrik tersebut tidak intak. Ulkus ateromatosus ini berkembang secara cepat ke segala arah. Dan biasanya terjadi pada orang yang pernah menderita leukoma (sikatrik) sebelumnya. Ini disebabkan kornea menjadi lemah dan tidak sensitive lagi dan menyebabkan rentan terhadap infeksi. Gejala yang ditimbulkan adalah mata terasa sakit dan merah, ini disebabkan peradangan yang terjadi pada kornea. Kemudian penurunan tajam penglihatan yang disebabkan gangguan pada kornea yang menyebabkan kornea tidak dapat meneruskan cahaya ke belakang tepat diretina. Sikatrik yang ada pada kornea, membuat pasien merasa silau jika terkena cahaya. Pada pasien ini, saat usia 5 tahun pasien pernah sakit mata dan diberikan perasan dedaunan, namun pasien menyangkal sakit mata kanan kambuh lagi. Pasien juga menyangkal riwayat mata terdapat bintik putih setelah di berikan perasan dedaunan ataupun muncul bercak putih dalam 2 tahun belakangan ini. Pasien baru mengeluhkan bintik putih muncul sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Dalam hal ini, ulkus ateromatosus belum dapat ditegakkan. Namun, masih diperlukan pemeriksaan penunjang seperti tes fluorescent untuk melihat defek terhadap epitel kornea. Selain itu, juga dapat melihat apakah proses penyembuhan telah berlangsung. Dengan tes fluorescent dapat dilihat apakah masih ada defek pada epitel kornea, atau melihat keraguan apakah pada pasien ini,benar benar sudah sembuh dan terbentuk sikatrik yang intak,sehingga tidak lagi menimbulkan infeksi di kemudian hari.

Ulkus serpent

Ulkus serpent juga merupakan ulkus kornea sentral yang kebanyakan disebabkan oleh kuman pneumokokkus. Penyakit ini biasa didapatkan pada petani, orang-orang hygiene buruk, pecandu alcohol dan obat bius. Biasanya di dahului oleh trauma yang merusak epitel kornea dan akibat cacat kornea maka mudah terjadi invasi ke dalam kornea. Pasien akan merasakan nyeri pada kelopak mata dan mata, silau, lakrimasi dan tajam penglihatan menurun. Pada pasien akan terlihat kekeruhan kornea dimulai dari sentral yang mempunyai ciri khas berupa ulkus yang berbats teggas pada sisi sisi yang paling aktif, disertai infiltrate bewarna kuning yang mudah pecah dan menyebabkan pembentukan ulkus. Ulkus ini juga ditandai dengan gejala khas berupa adqnya hipopion steril yang terjadi akibat rangsangan toksin kuman pada badan siliar. Pada konjungtiva terdapat tanda-tanda peradangan yang berat berupa injeksi konjungtiva dan injeksi siliar yang berat. Pada pasien ini, didapatkan beberapa gejala yang mengarah ke ulkus serpent seperti nyeri pada kelopak mata dan mata, silau, lakrimasi dan tajam penglihatan menurun,namun tidak ditemukan adanya sekret yang mukopurulen seperti khasnya ulkus padda bakteri. Tetapi untuk menilai gambaran ulkus, tidak ditemukan yang khas. Ini mungkin dikarenakan pasien telah mendapat pengobatan sebelumnya. Sehingga tanda peradangan yang berat tidak jelas terlihat. Maka dari itu ulkus serpent masih bisa ditegakkan dan di jadikan diagnose banding. Perlu juga dilakukan pemeriksaan kultur untuk menilai sensitivitas terhadap obat.

Keratomikosis

Adalah infeksi kornea karena jamur. Biasanya dimulai dengan adanya trauma oleh ranting pohon, daun, dan bagian-bagian tumbuhan. Tapi pada saat sekarang infeksi jamur bertambah

dengan pesat dan dianggap sampingan pemakaian antibiotic dan kortikosteroid yang tidak tepat. Pasien akan merasakan sakit mata yang hebat, dan silau pada mata. Ulkus terlihat menonjol di tengah kornea dan bercabang cabang dengan endothelium plaque. Permukaan ulkus menonjol dengan infiltrate yang bewarna putih keabu-abuan. Ulkus pada jamur yang berpigmen akaan bewarna coklat atau hitam; menonjol, kering kasar pada permukaan kornea. Pada kornea terdapat lesi gambaran satelit dan lipatan descement disertai hipopion. Pada kasus pasien ini, pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Namun terkadang, pasien membantu suami yang bekerja sebagai tani. Hanya saja pasien tidak rutin pergi ke sawah. Ini bisa sebagai factor predisposisi terjadina keratomikosis. Akan tetapi pasien menyangkal, mata kanan pasien tidak pernah terkena trauma akibat dahan pohon, dedaunan atau tanah. Dalam hal ini, keratomikosis belum bisa ditegakkan. Perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kornea menunjukkan adanya hifa. Bahkan pada agar Sabourd dilakukan dengan kerokan pada pinggir ulkus kornea sesudah diberikan obat anastesi, kemudian dibilas bersih dan dibiakkan dlam suhu 37 C

Ulkus herpes simplek

Gejala pertama infeksi HSV biasanya adalah iritasi, fotofobia, dan berair mata. Bila kornea bagian sentral terkena, juga terjadi gangguan penglihatan. Karena anastesi kornea timbul pada awal infeksi, gejalanya mungkin minimal dan pasien mungkin tidak datang berobat. Sering ada riwayat epuh-lepuh, demam, dan riwayat infeksi herpes lain. Tetapi ulkus kornea terkadang merupakan satu-satunya gejala pada infeksi herpes rekuren. Pada pasien ini, gejala tersebut didapatkan, hanya saja infeksi herpes sebelumnya disangkal oelh pasien. Dan juga pemakaian obat-obat imunospresan, disangkal oleh pasien. Ulkus HSV, lesi paling khas adalah ulkus dendritik. Ini terjadi pada epitel kornea, memiliki pola percabangan linear yang khas dengan tepi kabur dan memiliki bulbus terminalis pada ujungnya. Pada pasien ini didapatkan bahwa ulkus yang tampak, telihat bercabang (ulkus dendritik). Oleh karena itu dianjurkan pemeriksaan tes skimer, karena seperti yang diketahui bahwa iinfeksi virus herpes dapat menyebabkna penurunan sensibilitas kornea. Dengan tes skimer,dapat meelihat apakah terjadi penurunan sensibiltas kornea atau tidak.

Pada pasien ini dianjurkan untuk operasi, yang mana prosedur pembedahan pada ulkus kornea sebagai berikut : 1. Debridement / superficial keratectomy

Tindakan pembedahan untuk membuang epitel kornea tanpa mencederaibasement membrane dari kornea tersebut. Indikasi: keratitis herpes simpleks, erosi kornea rekuren, untuk mendiagnosis keratitis infeksi superfisial 2. Superficial keratectomy

Tindakan pembedahan untuk membuang epitel kornea termasuk membran bowman dan stroma anterior dari kornea yang sakit. Indikasi: biopsi pada non-healing corneal ulcer, dan debulking infective material. 3. Conjunctival flap dan ulkus kornea perifer

Indikasi: non-healing superficial ulcer, dengandescementocele atau perforasi kecil. 4. Patch graft

Indikasi: descementocele atau perforasi kecil. 5. Penetrating keratoplasty

Indikasi: non-healing corneal ulcer dengan berbagai tindakan pengobatan yang telah dilakukan, dan impending atau actual perforation.

Khusus untuk pasien ini, keratopalsti merupakan pilihan terakhir. Jika pasien mau dioperasi maka akan dilakukan conjunctival flap atau amnion flap. Akan tetapi jika pasien tidak mau di operasi, maka pasien harus di rawat sampai gejala klinis menghilang, tanda radang menghilang. Untuk pengobatan yang diberikan kepada pasien, diberikan

Ulcorid eye drop

Ulcorid adaah merek dagang yang berisi ciprofloksasin tetes. Diberkan secara topikal, teteskan di mata yang sakit sebanyak 6 kali 1 tetes . Ulcorid diberikan karena dicurigai ada infeksi bakteri pada mata pasien.

Sulfat atropin

Diberikan untuk paralisis M. Siliaris dan M. Konstriktor pupil. Lumpuhnya M. Siliaris menyebabkan mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. Konstriktor pupil, terjadi midriasis sehingga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru.juga dapat berfungsi sebagai dekongestan untuk menurunkan tanda peradangan dan sedative untuk menghilangkan rasa sakit. Diberikan 2 kali sehari 1 tetes di tetskan di mata yang sakit.

Repithel

Karena pada ulkus kornea, epitel kornea mengalami kerusakan, maka fungsi repithel adalah sebagai epitelisasi untuk defek pada epitel kornea. Diberikan 4 kali sehari 1 tetes di mata yang sakit.

Cendo lyteers

Berfungsi sebagai teats film, yang digunakan untuk melindungi kornea pada mata yang sakit, sehingga bola mata tidak kering. Diberikan 4 kali sehari 1 tetes di mata yang sakit. DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan dkk. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FKUI Suharjo, Fatah Widodo. 2007. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dariwww.tempo.co.id Wijaya, Nana. 1989. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-4 WHO. 2004. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary, Secondary, and Tertiary Care health facilities in the South-East Asia Region.

Referat
Kamis, 28 Oktober 2010

Case Report-Glaukoma Sudut Tertutup Primer


LAPORAN KASUS

IDENTITAS Nama : Ny.UZ Umur : 59 tahun JK : Perempuan

Agama : Islam Bangsa : Indonesia

II.

ANAMNESIS Keluhan utama : Nyeri pada bola mata kiri

Anamnesis terpimpin: Dialami sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu dan memberat dalam 1 minggu terakhir disertai dengan penglihatan yang bertambah kabur secara perlahan-lahan. Mata merah (+),sakit kepala (+), mual (-), muntah (-), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-). Riwayat penglihatan menurun pada mata kanan dialami pada tahun 2004 dansejak tahun 2009 mata kanan pasien tidak bisa melihat sama sekali. Riwayat menggunakan kaca mata (-). Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-).Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama (+).Riwayat trauma pada kedua bola mata (-).

III.

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI Inspeksi Pemeriksaan Palpebra Apparatus lakrimalis Silia Konjungtiva Kornea BMD Iris OD Edema (-) Lakrimasi (-) Normal Hiperemis (-) Jernih Dangkal Coklat OS Edema (-) Lakrimasi (-) Normal Hiperemis (-) Jernih Kesan agak dangkal Coklat Bulat, Pupil Tidak bulat, mid dilatasi Middilatasi Lensa Gerakan bola mata Keruh Ke segala arah Jernih Ke segala arah

Palpasi PALPASI Tensi okuler Nyeri tekan Massa tumor Pembesaran kelenjar preaurikuler OD Tn-2 Tidak ada Tidak ada Tidak ada OS Tn+2 Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tonometri Non contact tonometri OD : tidak dapat terukur OS : 63 Visus VOD VOS :0 : 20/200

Campus visual OS : central 30-2 Treshold Ditemukan : sensitivitas yang menurun pada daerah 1. Perifovea nasal <0,5% 2. Infero-temporal < 0,5% 3. Temporal < 1% 4. Perifovea temporal < 2%

5. Paramakula < 5% Color sense Tidak dilakukan pemeriksaan Light sense Tidak dilakukan pemeriksaan Penyinaran oblik PENYINARAN OBLIK PEMERIKSAAN Konjungtiva Kornea BMD Iris Pupil Lensa OD Hiperemis (-) Jernih Dangkal Coklat Tidak bulat, mid dilatasi Keruh OS Hiperemis (-) Injeksi perikornea Kesan agak dangkal Coklat, kripte (+) Bulat, middilatasi, RC (+) melambat Jernih

Diafanoskopi Tidak dilakukan pemeriksaan Slit lamp SLOD : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan dangkal, iris menempel di endotel kornea, coklat, pupil tidak bulat, mid dilatasi, lensa keruh total. SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), injeksi perikornea, BMD agak dangkal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, middilatasi, RC (+) melambat, lensajernih Gonioskopi

OS : superior : hanya terlihat Schwalbe line (SL) ditemukan pula Peripheral anterior synechia (PAS) Kuadran inferior : hanya terlihat Schwalbe line ( SL )

Kuadran temporal : hanya terlihat Schwalbe line ( SL )

n nasal : hanya terlihat Schwalbe line (SL) ditemukan pula Peripheral anterior synechia (PAS)

Oftalmoskopi FOS : refleks fundus (+), papil N. II batas tegas, a/v = 2/3, CDR = 0,8 makula :refleks fovea (+), retina perifer kesan normal. Laboratorium GDS :108 mg/dl IV. RESUME Seorang wanita, 59 tahun datang ke klinik ORBITA dengan nyeri pada bola mata kiri yang dialami sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu dan memberat dalam 1 minggu terakhir disertai dengan penurunan penglihatan yang terjadi seara perlahan-lahan. Mata merah (+), sakit kepala (+), mual (-), muntah (-), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-). Riwayat penglihatan menurun pada mata kanan dialami pada tahun 2004 dan sejak tahun 2009 mata kanan pasien tidak bisa melihat sama sekali. Riwayat menggunakan kaca mata (-). Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus ().Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama (+).Riwayat trauma pada kedua bola mata Pada pemeriksaan slit lamp OD didapatkan konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan dangkal, iris menempel di endotel kornea, coklat, pupil tidak bulat, mid dilatasi, lensa keruh total, pada OS (-), injeksi perikornea, BMD agak dangkal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat,middilatasi, RC (+) melambat, lensa jernih. Palpasi OD didapatkan Tn-2, OS didapatkan Tn+2. Pemeriksaan dengan contact tonometry didapatkan tekanan OD tidak terukur, tekanan OS 63. Visus pada OD O dan OS 20/200. Pada pemeriksaan permietri Humprey didapatkan sensitivitas yang menurun pada daerah perifovea nasal <0,5%, infero-temporal < 0,5%, temporal < 1%, perifovea temporal < 2%, Paramakula < 5%. Pada pemeriksaan gonioskopi OS hanya terlihat Schwalbe Line (SL) pada semua kuadran dan terdapat peripheral anterior sinechia (PAS) pada kuadran superior dan nasal. Pada pemeriksaan oftalmoskopi didapatkan reflex fundus (+), papil N.II batas tegas, a/v =2/3, CDR =0,8, macula: reflex fovea (+), retina perifer kesan normal

V.

DIAGNOSIS ODS Glaukoma Primer Sudut Tertutup + OD Atrofi Bulbi

VI.

PENGOBATAN : 1. Topikal C. Timol 0,5%, 2 x 1 gtt OS 2. Sistemik Glaucon tab 3 x 250 mg KSR 1x1 RG Cholin 2 x 1000 mg

VII.

ANJURAN OD : USG B Scan

VIII.

DISKUSI Pasien ini didiagnosa dengan ODS glaukoma primer sudut tertutup + OD Atrofi Bulbi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan nyeri pada bola mata kiri yang disertai penurunan penglihatan sejak 1 bulan yang lalu yang memberat 1 minggu terakhir disertai nyeri pada bola mata dan sakit kepala. Pada pemeriksaan slit lamp OD didapatkan konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan dangkal, iris menempel di endotel kornea, coklat, pupil tidak bulat, mid dilatasi, lensa keruh total, pada OS (-), injeksi perikornea, BMD agak dangkal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, middilatasi, RC (+) melambat, lensa jernih. Palpasi OD didapatkan Tn-2, OS didapatkan Tn+2. Pemeriksaan dengan contact tonometry didapatkan tekanan OD tidak terukur, tekanan OS 63. Visus pada OD O dan OS 20/200. Pada pemeriksaan perimetri Humprey didapatkan sensitivitas yang menurun pada daerah perifovea nasal <0,5%, infero-temporal < 0,5%, temporal < 1%, perifovea temporal < 2%, Paramakula < 5%. Pada pemeriksaan gonioskopi OS hanya terlihat Schwalbe Line (SL) pada semua kuadran dan terdapat peripheral anterior sinechia (PAS) pada kuadran superior dan nasal. Pada pemeriksaan oftalmoskopi didapatkan reflex fundus (+), papil N.II batas tegas, a/v =2/3, CDR =0,8, macula: reflex

fovea (+), retina perifer kesan normal. Dari gejala klinis, didapatkan adanya gejala mata merah yang disertai dengan penurunan penglihatan, pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya peningkatan tekanan intraocular, penurunan sensitivitas penglihatan, dan pembesaran rasio cekungan diskus optikus. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan oftalmologi yang dilakukan maka pasien ini dapat didiagnosa sebagai glaukoma. Yang mana glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan intraokuler. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik yang dapat berakhir dengan kebutaan. Pada pasien ini tidak ditemukan kelainan lain pada mata sehingga dapat disimpulkan bahwa ini merupakan suatu glaukoma primer. Hasil pemeriksaan gonioskopi menunjukkan bahwa glaukoma ini merupakan glaukoma sudut tertutup. Pengobatan glaukoma pada pasien ini ditujukan untuk menurunkan tekanan bola mata dimana peningkatan tekanan ini secara berangsur-angsur dapat mengakibatkan rusaknya papil nervus optik. Pada pasien ini diberikan topikal timol yang merupakan golongan beta blocker yang bekerja menurunkan TIO dengan cara menginhibisi produksi humor akueous . Onset kerja dari beta blocker ini terhadap produksi humor akueous mulai satu jam setelah pemberian sampai empat minggu setelah pengobatan. Glaukagon termasuk golongan karbonik anhidrase yang bekerja menurunkan produksi humor akueous secara langsung dengan mengantagoniskan aktifitas dari epitel siliar karbonik anhidrase sehingga menurunkan produksi humor akueous dan menurunkan TIO. Pemberian KSR pada pasien ini untuk mengatasi efek samping dari glukagon yang menyebabkan hipokalemia. Selain itu, pasien ini juga diberikan RG. Cholin yang merupakan suatu neuroprotektor untuk melindungi nervus optic terhadap kerusakan lebih lanjut sehubungan dengan peningkatan tekanan intra okular. Pada pasien ini juga dianjurkan untuk melakukan USG B scan pada OD, yang merupakan tindakan melihat dan memotret alat atau jaringan dalam mata dengan menggunakan gelombang tidak terdengar. Alat ini sangat penting untuk melihat susunan jaringan intraokular.

Diposkan oleh Ayu Angelina di 04.41 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Tidak ada komentar: Poskan Komentar


Posting Lebih BaruBeranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut Arsip Blog


2010 (4) o November (1) o Oktober (3) Katarak Glaukoma Primer Sudut Terbuka Case Report-Glaukoma Sudut Tertutup Primer

Mengenai Saya
Ayu Angelina Lihat profil lengkapku Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like