You are on page 1of 28

URETEROLITHIASIS I. LAPORAN KASUS Nama Pasien / Umur No. Rekam Medik Perawatan Bagian A.

Anamnesis : Keluhan Utama : Nyeri Pinggang sebelah kiri : Ny.N / 30 tahun : 629779 : Palem Atas

Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri pinggang sebelah kiri, dialami sejak 3 tahun yang lalu, memberat dalam 1 bulan terakhir. Nyeri dirasakan hilang timbul terutama saat beraktivitas. Nyeri pinggang terlokalisir di pinggang kiri, tidak menjalar. Pasien juga mengeluh nyeri saat berkemih sejak 1 bulan terakhir. BAK sedikit-sedikit berwarna keruh dan berpasir. Pasien juga mengeluh sering tidak tuntas saat BAK, Pancaran miksi melemah.

Riwayat Penyakit dahulu: -Riwayat nyeri pinggang sejak 3 tahun yang lalu -Riwayat DM disangkal -Riwayat Hipertensi tidak diketahui -Riwayat Stroke disangkal -Riwayat Asma, Alergi disangkal

Riwayat Penyakit keluarga : (-)

B. Pemeriksaan fisis Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital : Sakit Sedang, Gizi Cukup : Kompos Mentis : TD : 120/80 mmHg Nadi : 88 x/m Suhu : 36, 5C Status Generalis Kepala Mulut Thoraks : RR : 20 x/m

: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), DVS R-1 : Hiperemis (+), Stomatitis (+), Lidah : Hiperemis (-) : Rh -/-, Wh -/BJ I/II murni reguler

Abdomen Ekstremitas

: Peristaltik (+) Normal : Edema Pretibial (-/-)

Status Urologi : Costovertebra dextra o I : Tampak alignment tulang baik, gibbus (-), hematom (-) o P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), ballotement ginjal (-) o P : Nyeri ketuk (-) Costovertebra sinistra o I : Tampak alignment tulang baik, gibbus (-), hematom (-) o P : Nyeri tekan (+), massa tumor (-), ballotement ginjal (+)

o P : Nyeri ketuk (+) Suprapubik o I : Bulging (+), hematom (-) o P : Nyeri ketuk (-), massa tumor (-), buli-buli kesan penuh

C. Laboratorium PEMERIKSAAN Warna pH Bj Protein Glukosa Bilirubine Urobilirunogen Keton Nitrit Blood Leukosit Vit C Sedimen Leukosit Sedimen Eritrosit Sedimen Torak Sedimen kristal Sedimen Lain-lain HASIL Kuning Muda 8,5 1,015 Negatif Negatif Negatif Normal Negatif Negatif 25/+ 25/+ Negatif 8 lpb 2 Ca Oxalat 5 Negatif Negatif Negatif Negatif Normal Negatif Negatif Negatif 1,005-1,035 Negatif NILAI RUJUKAN Kuning muda 4,5-8,0

Glukosa Sewaktu 75 mg/dl 140 mg/dl

Ureum Kreatinin GOT GPT Asam Urat Elektrolit o Natrium o Kalium o Klorida

22 mg/dl 0,7 mg/dl 19 U/L 28 U/L 3,8 mg/dl

10-50 mg/dl L(<1,3),P(<1,1) mg/dl <38 U/L <41 U/L P(2,4-5,7) L(3,4-7,0) mg/dl

142 mmol 3,4 mmol 110 mmol

136-145 mmol 3,5-5,1 mmol 97-111 mmol

Darah Rutin WBC RBC HB HCT MCV MCH MCHC PLT 81 fL 27,2,7 pg 33,5 g/dl 259 x 103/uL 7,4 x 103/uL 5,14 x 106/uL 14,0 g/dl

4-10 x 103/uL 4-6 x 106/uL 12-16 g/dl 37-48 % 41,7 % 80-97 fL 26,5-33,5 pg 31,5-35 g/dl 150-400 x 103/uL

D. Radiologi

Gambar 1 : Hasil pemeriksaan BNO Hasil Pemeriksaan BNO : Udara usus terdistribusi sampai ke distal Tidak tampak dilatasi loop-loop usus dan gambaran herring bone Kedua psoas line dan pre peritoneal fat line intak Tampak bayangan opak, berbatas tegas ukuran 1,5 x 0,7 cm di dalam rongga pelvis Tulang-tulang yang tervisualisasi intak

Gambar 2 : Hasil pemeriksaan IVP (5-30 menit)

Gambar 3 : Hasil pemeriksaan IVP (60 menit)

Gambar 4 : Gambaran BNO Post Miksi


7

Hasil Pemeriksaan IVU: Fungsi ekskresi kedua ginjal baik PCS: Ujung-ujung calyx minor ginjal kiri clubbing disertai pembesaran contour ginjal dan penipisan cortex, calyx minor ginjal kanan capping Ureter: Lintasan ureter ginjal kiri baik, ureter ginjal kanan tervisualisasi pada menit ke 60 disertai dilatasi dari ureter, Tampak bayangan batu opak pada distal ureter ginjal kiri. Buli-buli: Mukosa regular, tidak tampak filling defect dan Additional shadow Kesan: Hydronefrosis grade III-IV disertai Hydroureter sinistra Ureterolith Sinistra PM: Tampak sedikit sisa kontras di dalam buli-buli

Hasil USG Abdomen Hepar : Tidak membesar, permukaan regular, ujung tajam, echo parenkim normal, tidak tampak SOL system vascular dan biliaris tidak dilatasi. GB : Dinding tidak menebal, mukosa regular, tidak tampak echo batu

maupun mass.

Pankreas : Bentuk dan ukuran dalam batas normal, tidak tampak SOL. Ductus panckreaticus tidak dilatasi.

Lien : Tidak membesar, echo parenkim dalam batas normal, tidak tampak SOL.

Ginjal kanan : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal, tidak tampak echo batu maupun SOL Pelvyocalyceal system tidak dilatasi.

Ginjal kiri

: Ukuran dalam batas normal, tidak tampak echo batu

maupun SOL, Pelvyocalyceal system dilatasi disertai penipisan kortex. VU : Mukosa regular dan tidak menebal, tidak tampak echo batu

maupun mass. Kesan : Hydronefrosis kiri

Gambar 5 : Gambaran USG Abdomen

E. Diagnosis Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis kasus ini adalah Ureterolithiasis disertai Hydroureter sinistra F. Terapi o IVFD RL 24 tpm o Ketorolac amp 1 gr/ 8 jam/ IV o Ranitidin amp/ 8 jam/IV o Kalnex 2 gr/ 24 Jam / IV Rencana Op. Ureteroscopy + Ekstracorporeal Shock Wave Lithitripsy

10

Gambar 6 : Gambaran Foto Polos Abdomen Post Operasi Gambaran Foto Polos Abdomen Post Operasi: Tampak DJ Stent terpasang pada lintasan traktus urinarius kiri dengan ujung proximal bergelung setinggi paravertebral CV-L3 dan ujung distal bergelung dalam rongga pelvis. Udara dalam usus terdistribusi hingga ke distal Kedua psoas line intak dan kedua pre peritoneal fat line tidak tervisualisasi dengan baik. Tidak tampak bayangan batu radiopak pada kedua traktur urinarius Tulang-tulang intak.

11

II. Diskusi A. Pendahuluan Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal mempermudah timbulnya batu saluran kemih. (1) Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis. (1, 2)

B. EPIDEMIOLOGI Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Sekitar 1 di antara 1000 pria dan 1 dari 3000 wanita datang dengan keluhan utama batu ginjal yang pertama dalam satu tahun. Lima belas persen mengalami batu rekuren dalam waktu setahun setelah keluhan pertama, 30% dalam 5 tahun. (3) C. ETIOLOGI Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya

12

membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil) dan multifaktor. 1. Gangguan aliran urin a. Fimosis b. Hipertrofi prostate c. Refluks vesiko-uretral d. Striktur meatus e. Ureterokele f. Konstriksi hubungan ureteropelvik 2. Gangguan metabolisme Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu a. Hiperkalsiuria b. Hiperuresemia c. Hiperparatiroidisme 3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease 4. Dehidrasi a. Kurang minum, suhu lingkungan tinggi 5. Benda asing a. Fragmen kateter, telur sistosoma 6. Jaringan mati (nekrosis papil) 7. Multifaktor a. Anak di negara berkembang b. Penderita multitrauma 8. Batu idiopatik Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran kemih pada seseorang, yaitu : Beberapa faktor ekstrinsik adalah : 1. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal

13

sebagai daerah stone belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih. 2. Iklim dan temperatur 3. Asupan air kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium pada air yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih 4. Diet diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih 5. Pekerjaan penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama pada penderita cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang menyebabkan dekalsfikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium dan stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi. Faktor intrinsik antara lain adalah : 1. Umur penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun 2. Jenis kelamin jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan pasien perempuan 3. Herediter penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.(3)

D. Patogenesis Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin)., yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang mempermudahkan terjadinya pembentukan batu. (3)

14

Komposisi batu a. Batu kalsium Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium plasma yang terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari 95% kalsium terfiltrasi di glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal maupun distal, dan dalam jumlah yang terbatas dalam tubulus pengumpul. Kurang dari 2% diekskresikan dalam urin. Banyak faktor yang mempengaruhi availibilitas kalsium dalam larutan, termasuk kompleksasi dengan sitrat, fosfat, dan sulfat. Peningkatan monosodium urat dan penurunan pH urin mengganggu kompleksasi ini, dan oleh karena itu menginduksi agregasi kristal.(2) Batu ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 80 % dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi kejadian hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 300 mg / 24 jam), menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab : a. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus. b. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal. c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada

hiperparatiriodisme primer atau pada tumor paratiriod.

b.

Batu oksalat Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif tidak terlarut. Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan dalam urin berasal dari diet.

15

Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi bakteri. Diet, bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan dalam urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak dimetabolisme dan diekskresikan

hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Adanya kalsium dalam lumen usus merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah oksalat yang diabsorbsi. Pengaturan oksalat dalam urin memainkan peran penting dalam pembentukan batu kalsium oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari dan tidak berubah secara signifikan menurut usia. Perubahan kecil pada level oksalat dalam urin dapat menyebabkan dampak dramatis terhadap supersaturasi kalsium oksalat. Prekursor utama oksalat adalah glisin dan asam askorbat, namun dampak masuknya vitamin C (<2 g/hari) diabaikan. Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 g/hari) dapat terjadi pada pasien dengan gangguan usus, terutama inflammatory bowel disease, reseksi usus halus, bypass usus dan pasien yang banyak mengonsumsi makanan yang kaya dengan oksalat, diantaranya adalah : teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.. Batu ginjal terjadi pada 5-10% pasien dengan kondisi ini. Kalsium intralumen berikatan dengan lemak sehingga menjadi tidak tersedia untuk mengikat oksalat. Oksalat yang tidak berikatan mudah diserap. Oksalat yang berlebihan dapat terjadi pencernaan ethylene glycol (oksidasi parsial oksalat). Hal ini dapat mengakibatkan deposit kristal kalsium oksalat yang difus dan masif dan kadang-kadang dapat menyebabkan gagal ginjal.
(2)

c.

Fosfat Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsium dalam urin. Ini adalah komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium magnesium fosfat. Ekskresi fosfat urin pada orang dewasa normal berkaitan dengan jumlah diet fosfat (terutama pada daging, produk susu, dan sayuran). Sejumlah kecil fosfat yang difiltrasi oleh glomerulus secara dominan diserap

16

kembali oleh tubulus proksimal. Hormon paratiroid menghambat reabsorpsi ini. Kristal utama yang ditemukan pada mereka yang hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam bentuk hidroksiapatit, amorf kalsium fosfat, dan karbonat apatit.(2) d. Asam urat Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin. Sekitar 5 10 % dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien pasien penyakit gout, penyakit

mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini. (2) Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1) urin yang terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin yang jumlahnya terlalu sedikit (< 2 liter / hari), (3) hiperurikosuri atau kadar asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam). (2) Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah, bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic shadowing). (3)

17

e.

Batu struvit Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2 + H20 2NH3 + CO2 Suasana basa ini yang memudahkan garam garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP). Kuman pemecah fosfat anatranya adalah: Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus. (3)

f.

Batu jenis lain Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat. (3)

Keadaan lain yang menyebabkan terjadinya batu saluran kemih adalah : I. Hipositraturia di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia terjadi pada: penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu
18

lama. Estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan dapat menjadi faktor yang mengurangi timbulnya batu pada wanita, terutama selama kehamilan. Alkalosis juga meningkatkan sitrat ekskresi. (Emil, 2008, Jack W, 2008) II. Hipomagnesuria Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu oksalat, karena dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi. (3)

E. Gambaran Klinis Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang, bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis, akan terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang ulang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat.(3) Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis. (3) Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik. (3) Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tandatanda gagal ginjal, retensi urin. (3)

19

Gambar 2.7. Batu saluran kemih

F. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross hematuria. Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 85 % pasien dengan batu ginjal didapatkan hematuria maksoskopik dan mikroskopik. Namun, tidak ditemukannya hematuria tidak berarti menghilangkan kemungkinan menderita batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria adalah kondisi abnormal dimana urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan protein terlalu besar untuk melewati filter ginjal ke dalam urin. Namun, protein dari darah dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak. Proteinuria merupakan tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat disebabkan oleh diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit yang

20

menyebabkan peradangan pada ginjal. Sebagai akibat fungsi ginjal menurun, jumlah albumin dalam urin akan meningkat. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat. Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin

yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di ureter. b. Radiologis Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak, sedangkan batu asam urat bersifat radio lusen. Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi atau dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya, dari yang paling opak hingga yang paling bersifat radiolusen, kalsium fosfat(opak), kalsium oxalat(opak), Magnesium (semi opak),

amonium fosfat (semi opak), sistin(non opak), asam urat (non opak), Pielografi Intravena (IVP) Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal. Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang, tidak terlihat oleh foto polos abdomen. Ullrasonografi

21

USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan

IVP

yaitu pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic shadow jika terdapat batu.(4) CT-scan Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya obstruksi.(5)

G. DIAGNOSIS BANDING(6) Beberapa diagnosa banding dari batu kandung kemih antara lain ialah: 1. 2. Kolik Ginjal dan Ureter Hematuria Bila terjadi hematuri perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu batu saluran kemih yang bertahun-tahun, dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. 3. Tumor ginjal Pcrlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz, bila ada batu ginjal dengan hidronefrosis. 4. Tumor ureter Pada batu ureter, terutama dari jenis radiolusent, bila disertai hematuria yang tidak disertai dengan kolik, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ureter walaupun tumor ini jarang ditemukan. 5. Tumor kandung kemih Perlu dibandingkan dengan tumor kandung kemih terutama bila batu yang terdapat dari jenis radiolusen.

22

Resume Klinis Seorang wanita 60 tahun mengeluh nyeri pinggang sebelah kiri, dialami sejak 3 tahun yang lalu, memberat dalam 1 bulan terakhir. Nyeri dirasakan hilang timbul terutama saat beraktivitas. Nyeri pinggang terlokalisir di pinggang kiri, tidak menjalar. Pasien juga mengeluh nyeri saat berkemih sejak 1 bulan terakhir. BAK sedikit-sedikit berwarna keruh dan berpasir. Pasien juga mengeluh sering tidak tuntas saat BAK, Pancaran miksi melemah. Demam (-) Nyeri kepala (-) Mual (-) Muntah (-) Nyeri Ulu Hati (-). Riwayat nyeri pinggang sejak 3 tahun yang lalu, Riw. DM (-) Riw. HT (-) Riw.Stroke (-) Riw Asma dan Alergi (-).

Diagnosis Hasil pemeriksaan BNO IVU Kesan : Hydronefrosis grade III-IV disertai Hydroureter sinistra Ureterolith Sinistra

23

Grade Hydronefrosis(7)

Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk blunting, alias tumpul. Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk flattening, alias mendatar.

Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk clubbing, alias menonjol.

Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk ballooning, alias menggembung.(7)

24

Pembahasan: Pada hasil pemeriksaan BNO, tampak bayangan opak, berbatas tegas ukuran 1,5 x 0,7 cm di dalam rongga pelvis. Hal ini sesuai dengan gambaran Ureterolithiasis. Pada pemeriksaan IVP pada menit ke lima tampak kontras mengisi calyx ginjal kanan dengan baik, sedangkan ginjal kiri tampak lebih banyak terisi kontras dan calyx yang ireguler. Sedangkan pada menit ke-15, ureter pada ginjal kanan tampak dengan jelas, sedangkan ureter pada ginjal kiri belum terlihat dengan jelas, Hal ini menunjukkan adanya kelainan pada ginjal kiri.

H. PENATALAKSANAAN(2, 8) Medikamentosa Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti batu asam urat yang dapat dilarutkan dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai makanan alkalis. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi) Alat ESWL adalah pemecah batu yang yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Prinsip dari ESWL adalah memecah batu menjadi fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh, sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.

25

Komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya kalsium oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga pada orang gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

Gambar 9: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi Endourologi

Gambar ESWL

1. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini. 2. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu. 3. Litotripsi : yaitu memecah batu bull-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.

26

4. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan keranjang Dormia. (2)

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Sja'bani M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. II J, editor. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2009. 2. 2003. 3. A.Tanagho E, W.McAninch J. Smith'sgy General Urolo. San Fransisco: Lange;

Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Malang: CV. Infomedika; 2007.

4. Mos C, Holt G, Iuhasz S. The Sensitivity of Transabdominal Ultrasound in the Diagnosis of Uretherolithiasis. Journal of Medical Ultrasonography. 2010;Vol.12:18897. 5. Henry K.Pancoast M, Sidney Lange M. Diagnosis and Management of Acute Ureterolithiasis. American Roentgen Ray Society Journal. 2000. 6. 7. Ahuja AT. Case Studies in Medical Imaging. Cambridge: University Press. Hospital MCs. Hydronephrosis.

8. Paula Ed. Case Report : Acute onset of Renal Colic from Bilateral Ureterolithiasis Cases Journal. 2009.

28

You might also like