You are on page 1of 33

REFERAT MANAGEMENT DIARE

Oleh Ana Kurniawati Fitriana Sistyaningtyas Rahmat Agung (J 5000 90008 (J 5000 900 19 ( J 5000 900.

Pembimbing dr. Eko J Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD DR HARJONO PONOROGO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia, dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun.1,2 Hasil Riskesda 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.1 Dari daftar urutan penyebab kunjungan Puskesmas/ Balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama ke puskesmas. Diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah umur 5 tahun (+40 juta kematian). Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh dalam dehidrasi dan jika tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal.3 Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi. Diare karena virus umunya bersifat self limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin nutrisi untuk mencegah virus mengganggu pertumbuhan akibat diare.1 Episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anorexia dan berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila
1

episodenya

berkepanjangan akan berdampak pada pertumbuhan dan kesehatan anak.

Lebih dari 1,5 juta anak di bawah lima tahun meninggal tiap tahun akibat diare akut. Jumlah ini dapat dikurangi secara drastis melalui terapi seperti pencegahan dan penatalaksanaan dehidrasi dengan Cairan Rehidrasi Oral (CRO) dan penyediaan cairan yang didapatkan dari rumah, pemberian ASI, makanan berkelanjutan, penggunaan antibiotic selektif dan suplementasi zinc selama 10-14 hari. Namun secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah

/menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara secara komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional. Secara

umum terapi rasional adalah terapi yang : 1) tepat indikasi, 2) tepat dosis, 3) tepat penderita, 4) tepat obat, 5) waspada terhadap efek samping. Jadi penatalaksanaan terapi diare yang menyangkut berbagai aspek didasarkan pada terapi yang rasional yang mencakup kelima hal tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasnya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja(menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir.3 Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare , tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya

perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadangkadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.1

B.

Cara penularan dan faktor resiko. Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (4F= field, flies, fingers, fluid).1 Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain : tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik. 1

C.

Etiologi Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-inflamatory dan inflammatory.1 Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.1,4

Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur 5

D.

Manifestasi klinis Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala

gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1 Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.1

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik pathogen antara lain :vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot. Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seprti: enteric virus, bakteri yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perutperiumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.

Rotavirus
Gejala klinis : Masa Tunas Panas Mual, muntah Nyeri perut Nyeri kepala lamanya sakit 17-72 jam + Sering Tenesmus 5-7 hari

Shigella

Salmonella

ETEC

EIEC

Kolera

24-48 jam ++ Jarang Tenesmus, kramp + >7hari

6-72 jam ++ Sering Tenesmus,kolik + 3-7 hari

6-72 jam + 2-3 hari

6-72 jam ++ Tenesmus, kramp variasi

48-72 jam Sering Kramp 3 hari

Sifat tinja: Volume Frekuensi Konsistensi Darah Bau Warna Leukosit Lain-lain Sedang 5-10x/hari Cair Langu Kuning hijau anorexia Sedikit >10x/hari Lembek + Merah-hijau + Kejang+ Sedikit Sering Lembek Kadang Busuk Kehijauan + Sepsis + Banyak Sering Cair Tak berwarna Meteorismus Sedikit Sering Lembek + Merah-hijau Infeksi sistemik+ Banyak Terus menerus Cair Amis khas Seperti air cucuian beras -

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab

E.

Diagnosis 1. Anamnesis Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.1 2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan lainya : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.1 Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan MMWR.1
Symptom Minimal atau tanpa dehidrasi, kehilangan BB<3% Kesadaran Denyut jantung Baik Normal Dehidrasi ringan sedang, Dehidrasi berat, kehilangan BB>9% Apatis, letargi, idak sadar Takikardi, berat) Kualitas nadi Pernapasan Mata Air mata Mulut dan lidah Cubitan kulit Cappilary refill Ekstremitas Kencing Normal Normal Normal Ada Basah Segera kembali Normal Hangat Normal Normal melemah Normal-cepat Sedikit cowong Berkurang Kering Kembali<2 detik Memanjang Dingin Berkurang Lemah, kecil tidak teraba Dalam Sangat cowong Tidak ada Sangat kering Kembali>2detik Memanjang, minimal Dingin,mottled, sianotik Minimal bradikardi, (kasus kehilangan BB 3%-9% Normal, lelah, gelisah, irritable Normal meningkat

Tabel.6 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Penilaian Lihat: Keadaan umum Mata Air mata Mulut dan lidah Rasa haus

Baik,sadar Normal Ada Basah Minum biasa,tidak haus

*Gelisah,rewel Cekung Tidak ada Kering *haus ingin minum banyak

*lesu,lunglai/tidak sadar Sangat cekung Kering Sangat kering *malas minum atau tidak bias minum

Periksa: turgor kulit Hasil pemeriksaan

Kembali cepat Tanpa dehidrasi

*kembali lambat Dehidrasi ringan/sedang Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih tanda lain

*kembali sangat lambat Dehidrasi berat Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih tanda lain Rencana terapi C

Terapi

Rencana terapi A

Rencana terapi B

Tabel 7. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995 Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:3
Gejala Rasa haus Berat badan Turgor kulit Kulit/ selaput lender Gejala SSP Sirkulasi Nadi Tekanan darah Banyaknya kasus

dehidrasu isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L
Hipotonik Menurun sekali Menurun sekali Basah Apatis Jelek sekali Sangat lemah Sangat rendah 20-30% Isotonik + Menurun Menurun Kering Koma Jelek Cepat dan lemah Rendah 70% Hipertonik + Menurun Tidak jelas Kering sekali Irritable, apatis, hiperfleksi Relatif masih baik Cepat, dan keras Rendah 10-20%

Tabel 8. Gejala dehidrasi menurut tonisitas 3. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:1 darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika tinja

F.

Tata laksana Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan nutrisi, pemberian obat sesuaiindikasi dan edukasi pada orang tua. Tujuan pengobatan:6 1. 2. 3. Mencegah dehidrasi Mengatasi dehidrasi yang telah ada Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare 4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan memberikan suplemen zinc Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:7 1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah Bila terdapat dua tanda atau lebih Keadaan umum baik, sadar Mata tidak cekung Minum biasa, tidak haus Turgor kulit kembali segera

Terapi diare di rumah a. Beri cairan lebih banyak dari biasanya Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama. Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan. Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan. Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan sedikit demi sedikit. Umur < 1 tahun beri 50 100 ml setiap kali berak Umur > 1 tahun beri 100 200 ml setiap kali berak

Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila: Telah diobati dengan rencana terapi B atau C Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk

Ajari ibu cara mencampur dan member oralit

b. Beri obat Zinc Beri zinc 10 hari berturut- turut walaupun diare sudah berhenti. Pemberian diberi dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air atau ASI Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari

c. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat Tambahkan 1-2 sendok the minyak sayur setiap porsi makan Beri makanan kaya kalium Beri makanan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 34 jam) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu d. Antibiotic hanya diberikan sesuai indikasi, misalnya disentri, kolera. e. Nasehati ibu atau pengasuh Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila: Berak cair lebih sering Muntah berulang Sangat haus Makan dan minum sangat sedikit Timbul demam Berak berdarah Tidak membaik dalam 3 hari

2.

Rencana terapi B Bila terdapat dua tanda atau lebih: Gelisah, rewel Mata cekung Ingin minum terus, ada rasa haus Turgor kulit lambat

a. Untuk terapi diare dehidrasi ringan/ sedang, jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan: Oralit yang diberikan= 75 ml x BB anak

Bila BB tidak diketahui, berikan oralit sesuai table dibawah ini: Umur BB Jumlah cairan 4 bln < 6kg 200-400 4-12 bln 6-10 kg 400-700 12-24 bln 10-12 kg 700-900 2-5 th 12-19 kg 900-1400

Berikan bila anak menginginkan lebih banyak oralit Edukasi ibu untuk meneruskan ASI Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI berikan 100-200 ml air Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan oralit

Beri obat zinc selama 10 hari berturut- turut

b. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan Berikan sedikit demi sedikit tapi sering Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air atau ASI. Beri oralit sesuai rencana terapi A bila pembengkakan hilang c. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana terapi A, B, atau C untuk melanjutkan terapi. Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana terapi A. bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur Bila anak menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi rancana terap B Anak mulai diberi makanan, susu, dan sari buah Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana terapi C

d. Bila ibu harus pulang sebelum rencana terapi B Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam dirumah Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah Jelaskan 5 langkah rencana terapi A untuk mengobati anak di rumah

3.

Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat) Bila terdapat dua tanda atau lebih Lesu, lunglai/ tidak sadar Mata cekung

Malas minum Turgor kulit kembali sangat lambat - Beri cairan intravena segera RL atau NaCl 0,9% 100ml/kgBB dibagi: Bayi <1tahun 30ml/kgBB selama 1jam dilanjutkan 70ml/kgBB selama 5jam Anak >1tahun 30ml/kgBB selama 30 menit, kemuadian 70ml/kgBB selama 2,5jam - Diulang bila nadi masih lemah atau tidak teraba Nilai tiap 15-30 menit, bila nadi belum teraba beri tetesan lebih cepat Beri oralit (5ml/kg/jam) bila anak bias minum, biasanya setelah 3-4jam (bayi) atau 1-2jam (anak) Beri zinc selama 10 hari berturut-turut Setelah 6jam (bayi) atau 3jam (anak) nilai kembali derajat dehidrasi. Kemudian

Dapatkah Pemberian Ya cairan intravena?

lanjutkan terapi dengan rencana terapi yang sesuai

Apakah

terapi Ya

- Rujuk penderita untuk terapi intravena - Bila penderita bias minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara pemberiannya

adekuat (dalam 30 menit)? Apakah dapat Ya

- Rehidrasi dengan oralit melalui NGT, berikan sedikit demi sedikit 20 ml/kgBB/jam selama 6jam - Nilai setiap 1-2jam: Bila muntah dan perut kembung beri cairan lebih lambat Bila rehidrasi tidak tercapai dalam 3jam, rujuk untuk terapi intravena - Setelah 6jam, nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai

menggunakan NGT untuk rehidrasi?

Apakah

penderita Ya

- Mulai rehidrasi dengan oralit peroral, berikan sedikit demi sedikit 20ml.kgBB selama 6jam - Nilai setiap 1-2jam: Bila muntah dan perut kembung beri cairan lebih lambat Bila rehidrasi tidak tercapai dalam 3jam, rujuk untuk terapi intravena - Setelah 6jam, nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai

dapat minum?

Rujuk anak untuk rehidrasi via NGT atau iv

- Amati minimal 6jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu dapat menjaga rehidrasi sengan member oralit - Bila umur anak > 2 tahun dan sedang ada wabah kolera, pikirkan kemungkinan kolera dan beri antibiotic yang tepat secara oral begitu anak sadar

Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun berperan dalam menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun karena diare. WHO dan UNICEF berusaha mengembangkan oralit yang sesuai dan lebih bermanfaat. Telah dikembangkan oralit baru dengan osmolalitas lebih rendah. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang lama, namun efektifitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolalitas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan WHO dan UNICEF untuk diare akut non kolera pada anak.1,8

Mencegah dan menanggulangi Dehidrasi. Adapun tujuan dari pada pemberian cairan adalah : 1. 2. 3. Memperbaiki dinamika sirkulasi (bila ada syok). Mengganti defisit yang terjadi. Rumatan (maintenance) untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit yang sedang berlangsung (ongoing losses).

Pelaksanaan pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parenteral. Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang, bila diare profus 3 dengan pengeluaran air tinja yang hebat (> 100 ml/kg/hari) atau muntah hebat (severe vomiting) dimana penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi panenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi. 1. Dehidrasi Ringan Sedang a. Tahap rehidrasi Mengganti defisit. Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oralit sesuai dengan defisit yang terjadi4: Dehidrasi ringan ( 5% ) ( 3% ) : 50 ml/kg ( 4 6 jam pada bayi ) : 30 ml/kg ( 4 6 jam pada anak besar ) : 60 ml/kg ( 4 6 jam pada anak besar )

Dehidrasi sedang ( 5 10% ) : 50 100 ml /kg ( 4 6 jam pada bayi ) ( 6% ) b. Tahap rumatan Dalam tahap rumatan ini meliputi untuk memenuhi kebutuhan cairan rumatan dan kebutuhan perubahan cairan rumatan yang disebabkan oleh kehilangan cairan yang sedangberjalan (ongoing losses) Terdapat beberapa model untuk menghitung kebutuhan cairan rumatan : berdasarkan berat badan, luas permukaan, atau pengeluaran kalori yang seperti kita ketahui bahwa 1 ml air diperlukan setiap 24 jam bagi setiap kalori yang dikeluarkan dan bahwa kebutuhan metabolik menentukan penggunaannya dari cadangan tubuh. Kalori yang dikonsumsi setiap kesatuan berat badan, atau tingkat metabolik menurun dengan bertambah besarnya dan usia anak ( Tabel 1,2 ). Tabel 1. Kebutuhan Rumatan Kalori dan air per kesatuan berat badan Rumatan Berat badan 10 kg pertama 10 kg ke-dua Setiap kg penambahan BB K cal/kg/24 jam 100 50 20 Rumatan ml air/kg/24jam 100 50 20

Untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berjalan (ongoing losses) karena diare : 10 ml/kg bb (untuk diare infantile) dan 25 ml/kg bb (untuk kholera) untuk setiap diare cair yang terjadi disamping pemberian makanan dan minuman sebagaimana biasanya sebelum diare. Oralit merupakan cairan elektrolitglukosa yang sangat esensial dalam pencegahan dan rehidrasi penderita dengan dehidrasi ringansedang

Tabel 2. Perubahan dari Kebutuhan Rumatan (ongoing abnormal losses). Faktor Panas Hiperventilasi Keringat Diare Lustig JV,1993 dengan modifikasi9 Perubahan dari kebutuhan 12% per 0 C 10-60 ml/100 K cal 10- 25 ml/100 K cal 10- 25 ml/100 K cal

2.

Dehidrasi Berat Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Terapi rehidrasi parenteral memerlukan 3 tahap : a. Terapi awal Bertujuan untuk memperbaiki dinamik sirkulasi dan fungsi ginjal dengan cara re-ekspansi dengan cepat volume cairan ekstraseluler. Idealnya adalah bahwa seluruh cairan yang diberikan hendaknya tetap berada didalam ruang vaskuler. Untuk itu larutan elektrolit dengan kadar Na yang sama dengan darah lebih dianjurkan. Perlu penambahan glukosa dalam cairan, karena penderita yang sakit peka untuk terjadinya hipoglikemi dan penambahan basa untuk koreksi asidosis. b. Terapi lanjutan Segera setelah sirkulasi dapat dipulihkan kembali, terapi cairan berikutnya untuk mengkoreksi secara menyeluruh sisa defisit air dan Na serta mengganti kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berjalan (ongoing

losses) serta kehilangan obligatorik (kebutuhan rumatan). Walaupun pemberian K sudah dapat dimulai, namun hal ini tidak esensial, dan biasanya tidak diberikan sebelum 24 jam. Perkecualian dalam hal ini adalah bila didapatkan hipokalemia yang berat dan nyata. Pada saat tercapainya tahap ini, kadang perlu diketahui nilai elektrolit serum sehingga terapi cairan dapat dimodifikasi sesuai dengan kadar Na yang ada (isonatremi, hiponatremi atau hipernatremi). 1) Dehidrasi Isonatremi ( Na 130 149 mEq/l ) Pada gangguan elektrolit ini tidak saja terdapat kehilangan eksternal Na dari cairan ekstraseluler tetapi juga Na dari cairan ekstraseluler yang masuk kedalam cairan intraseluler sebagai kompensasi dari kehilangan K intraseluler. Dengan demikian pemberian Na dalam jumlah yang sama dengan kehilangannya Na dari cairan ekstraseluler akan berlebihan dan akan menghasilkan kenaikan dari Na tubuh total dari penderita; Na intraseluler yang berlebihan kelak akan kembali ke dalam cairan ekstraseluler apabila diberikan K, dengan akibat terjadinya ekspansi ke ruang ekstraseluler. Untuk menghindari hal ini, hanya 2/3 dari perkiraan hilangnya Na dan air dari cairan ekstraseluler yang perlu diganti pada 24 jam pertama pemberian cairan. Pada tahap ini disamping mengganti defisit, keseluruhan cairan dan elektrolit yang diberikan perlu mencakup pula penggantian kehilangan cairan yang normal (ongoing normal losses) maupun yang abnormal (ongoing abnormal losses) yang terjadi melalui diare ataupun muntah. Sesudah tahap penggantian defisit (sesudah 3-24 jam) tahap berikutnya adalah tahap rumatan yang bertujuan untuk mengganti sisa kehilangan cairan dan elektrolit secara menyeluruh dan dimulainya pemberian K. Kebutuhan Na dan air pada tahap ini dapat diperkirakan dengan menambah 25% pada kebutuhan rumatan normal yang diperkirakan dan dengan menambah kebutuhan bagi kehilangan abnormal yang sedang berjalan (ongoing abnormal losses). Kehilangan K mungkin sama dengan kehilangan Na namun hampir keseluruhan K yang hilang

adalah berasal dari cairan ekstraseluler dan harus diganti dengan memberikannya ke dalam ruang ekstraseluler. Apabila K diberikan dengan kecepatan sebanding dengan pemberian Na, maka dapat dipastikan bahwa akan terjadi hiperkalemi. Dengan demikian biasanya penggantian K dilakukan dalam waktu 3 - 4 hari. K juga jangan diberikan apabila terdapat kenaikan K serum atau sampai ginjal berfungsi dengan baik, dalam keadaan asidosis berat pemberian K harus berhati-hati. Kecuali pada keadaan yang hipokalemia berat, kadar K yang diberikan hendaknya tidak melebihi 40 m Eq/L dan kecepatan pemberiannya tidak melebihi 3 m Eq/kg/24 jam.

2) Dehidrasi Hiponatremi ( Na < 130mEq/l ) Keadaan ini timbul karena hilangnya Na yang relatif lebih besar dari pada air. Kehilangan (defisit) Na ekstraseluler dapat dihitung dengan formula berikut :

Defisit Na (mEq) = (nilai Na normal - nilai Na yang diperiksa) X total cairan tubuh (dalam L).

Karena pasien mengalami dehidrasi, keseluruhan cairan tubuh yang diperkirakan adalah 50 - 55% dari berat badan waktu masuk dan bukan 60% seperti nilai biasanya. Walaupun Na pada prinsipnya merupakan kation ekstraseluler, cairan tubuh keseluruhan (total) adalah yang dipakai untuk menghitung defisit Na. Hal ini memungkinkan bagi penggantian Na yang hilang dari cairan ekstraseluler, untuk ekspansi cairan ekstraseluler yang terjadi pada saat penggantian dan untuk mengganti hilangnya Na dari tempat penimbunan pertukaran Na seperti pada tulang. Terapi dehidrasi hiponatremi adalah sama seperti pada dehidrasi isonatremi, kecuali pada kehilangan natrium yang berlebihan pemberian Na perlu diperhitungkan adanya kehilangan ekstra dari ion tsb. Pemberian jumlah ekstra dari Na yang diperlukan untuk mengganti kehilangan ekstra dapat dibagi rata dalam beberapa hari sehingga

koreksi bertahap dari hiponatremi dapat tercapai pada saat volume telah bertambah. Kadar Na seyogyanya tidak dinaikkan secara mendadak dengan pemberian larutan garam hipertonis kecuali bila terlihat gejala keracunan air seperti kejang. Gejala jarang timbul kecuali bila serum Na berkurang dibawah 120 m Eq/L dan hal ini biasanya cepat dikontrol dengan pemberian larutan Nacl 3% pada kecepatan 1 ml/menit sampai maksimum 12 ml/kg berat badan. Larutan hipotonis perlu dihindarkan terutama pada tahap awal pemberian cairan karena adanya resiko terjadinya hiponatremi simptomatik.

3) Dehidrasi hipertonis ( Na > 150 mEq/l ) Hiperosmolalitas yang berat dapat mengakibatkan kerusakan otak, dengan perdarahan yang tersebar luas dan trombosis atau efusi subdural. Kerusakan serebral ini dapat mengakibatkan kerusakan syaraf yang menetap. Bahkan tanpa kerusakan tersebut yang nyata, sering pula timbul kejang pada pasien dengan hipernatremi. Diagnosis dari kerusakan serebral sekunder karena hipernatremi di topang dengan ditemukan kenaikan kadar protein dalam cairan serebrospinal. Kejang sering pula timbul pada saat pemberian cairan karena kembalinya Na serum menjadi normal. Hal ini dapat terjadi oleh kenaikan jumlah Na dalam sel otak pada saat terjadinya dehidrasi, yang dalam gilirannya akan menimbulkan perpindahan yang berlebihan dari air ke dalam sel otak pada saat rehidrasi sebelum kelebihan Na sempat dikeluarkan, kejadian ini dapat dihindari dengan melakukan koreks hipernatremi secara pelan dalam waktu beberapa hari. Itulah sebabnya terapi cairan perlu disesuaikan agar Na serum kembali normal tidak melebihi 10 m Eq/24 jam. Defisit Na pada dehidrasi hipernatremi adalah relatif kecil dan volume cairan ekstraseluler relatif masih tetap tak berubah sehingga jumlah air dan Na yang diberikan pada tahap ini perlu dikurangi bila dibandingkan pada dehidrasi hipo-isonatremi. Jumlah yang sesuai adalah pemberian 60 - 75 ml/kg/24 jam dari larutan 5% dektrosa yang mengandung kombinasi bikarbonat dan khlorida.

Jumlah dari cairan dan Na rumatan perlu dikurangi dengan sekitar 25% pada tahap ini karena penderita dengan hipernatremi mempunyai ADH (antidiuretic hormone) berkurangnya volume urin. Penggantian dan kehilangan abnormal yang sedang berjalan (ongoing abnormal losses) tidak memerlukan modifikasi. Apabila timbul kejang, dapat diberikan Nacl 3% 3 - 5 ml/kg intravena atau manitol hipertonik. Pada pengobatan dehidrasi hipertonis dengan memberikan sejumlah besar air, dengan atau tanpa garam, sering menimbulkan ekspansi volume cairan ekstraseluler sebelum terjadi ekskresi Cl yang nyata atau koreksi dari asidosis. Sebagai akibatnya dapat terjadi sembab dan gagal jantung yang memerlukan digitalisasi. Hipokalsemia kadang terlihat pula selama pengobatan dehidrasi hipernatremi, hal ini dapat dicegah dengan memberikan jumlah yang cukup kalium. Tetapi sekali timbul diperlukan pemberian kalsium (0,5 ml/kg kalsium glukonat 10%) intravena. Komplikasi lain adalah terjadinya kerusakan tubulus ginjal dengan gejala azotemia dan berkurangnya kemampuan konsentrasi ginjal, sehingga memerlukan modifikasi cara pemberian terapi cairan. Walaupun dehidrasi hipernatremi dapat secara berhasil ditangani, pengelolaannya tetap sulit dan sering terjadi kejang, meskipun cara pemberian terapi yang terencana dengan baik. yang tinggi yang menimbulkan

c.

Terapi akhir (pencegahan dan terapi defisiensi nutrisi) Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan kalori , namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya, segala kekurangan tubuh akan lemak, protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan/minuman sebagai mana biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan (continued feeding).

Pengobatan Dietetik Memuasakan penderita diare (hanya memberi air teh) sudah tidak dilakukan lagi karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Sebagai pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetic dipakai singkatan O-B-E-S-E, sebagai singkatan Oralit, Breast feeding, Early Feeding, Simultaneously with Education.3 Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh. Tujuanya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makanya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat.1 Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Peranan ASI selain memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat 0,05 SIgA/hari yang berperan memberikan perlindungan terhadap kuman pathogen. Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH<6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja>0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari.10 Gejala klinis menghilang (hari) Ke 1 Ke 2 Ke 3 Ke 4 150 100 50 0 50 100 150 200 Susu rendah laktosa (ml) Susu normal (ml)

Tabel 9. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)

Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada umunya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Makanan padat memiliki keuntungan, yakni memperlambat pengosongan lambung pada bayi yang minum ASI atau susu formula, jadi memperkecil jumlah laktosa pada usus halus per satuan waktu. Pemberian makanan lebih sering dalam jumlah kecil juga memberikan keuntungan yang sama dalam mencernakan laktosa dan penyerapanya. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok setempat misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus karena kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu,tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya dihindari.

ZINC Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbs air dan elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok ditetapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang memadai.

Pemberian zinc dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak: anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun angka telah sembuh dari diare. Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk anak lebih besar, zinx dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.1,11

PROBIOTIK Probiotik (Lactic acid bacteria) merupakan mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya

keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Kemungkinan efek probiotik dalam pencegahan diare melalui perubahan lingkungan mikrolumen usus, kompetisi nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi. Pemberian makanan selama diare harus diteruskan dan ditingkatkan setelah sembuh, tujuanya adalah memberikan makanan yang kaya nutrient sebanyak anka mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi. Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan mneunjukan adanya kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen. Lactobacillus strain pada manusia mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet HT 29-MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3 mempunyai kemampuan melekat yang kuat, tidak tergantung pada calcium, sedangkan Lactobacillus strain LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah. Kemampuan perlekatan tersebut dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain LA1 mempunyai kemampuan untuk

mencegah perlekatan diarrheagenic Eschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti Salmonella typhymurium, Yersinia tuberculosis. Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1 lebih efektif bila diberikan sebelum atau bersamaan dengan infeksi E coli daripada setelah infeksi E coli. Disamping mekanisme perlekatan dengan reseptor pada epitel usus untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri probiotik memberi manfaat pada pejamu oleh karena produksi substansi antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin, microcin, reuterin, volatile fatty acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen.1,12

Terapi medikamentosa Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut. 1. Antibiotik

Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli, Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya,1 Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta berulang atau yang menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau gejala sepsis12.

Penyebab Kolera

Antibiotik pilihan Tetracycline 12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari

Alternatif Erythromycin 12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari Furasolidon 5mg/kg/hari Dibagi 4 dosis selama 3 hari

Shigella Disentri

Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari

Pivmecillinam 20 mg/kg BB 4x sehari selama 3 hari

Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari Trimetoprim Sulfametoksasol 50mg/kg/hari dibagi 2 dosis selama 5 hari Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 dosis selama 5 hari Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat) Atau Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg ( maks 90mg ) (im) s/d 5 hari tergantung reaksi Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari 5-10mg/kg/hari 25-

2.

Obat antidiare Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Bila diberikan bersamaan dengan cairan rehidrasi akan memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya memberikan cairan rehidrasi saja Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:1,3 a. Adsorben Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine). Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar

kemampuanya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak. b. Antimotilitas Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opiii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare

pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal. Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare. c. Bismuth subsalicylate Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dengan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan. obat-obat lain: d. e. Anti muntah Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi

Mencegah / Menanggulangi Gangguan Gizi Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama diare, terutama pada anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup. Bila tidak maka hal ini akan merupakan faktor yang memudahkan terjadinya diare kronik1. Pemberian kembali makanan atau minuman (refeeding) secara cepat sangatlah penting bagi anak dengan gizi kurang yang mengalami diare akut dan hal ini akan mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat kesembuhan. Air susu ibu dan susu formula serta makanan pada umumnya harus dilanjutkan pemberiannya selama diare13 Penelitian yang dilakukan oleh Lama More RA dkk menunjukkan bahwa suplemen nukleotida pada susu formula secara signifikan mengurangi lama dan beratnya diare pada anak oleh karena nucleotide adalah bahan yang sangat diperlukan untuk replikasi sel teramsuk sel epitel usus dan sel imunokompeten14. Pemberian susu rendah laktosa, formula medium laktosa atau bebas laktosa diberikan pada penderita yang menunjukkan gejala klinik dan laboratorium intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa berspektrum dari yang ringan sampai yang berat dan

kebanyakan adalah tipe yang ringan sehingga cukup memberikan formula susu yang biasanya diminum dengan pengenceran oleh karena intoleransi laktosa ringan bersifat sementara dan dalam waktu 2-3 hari akan sembuh terutama pada anak dengan gizi yang baik. Namun bila terdapat intoleransi laktosa yang berat dan berkepanjangan tetap diperlukan susu formula bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama. Untuk intoleansi laktosa ringan dan sedang sebaiknya diberikan formula susu rendah laktosa15. Penulis lain memberikan formula bebas laktosa atau formula soya untuk penderita intoleransi laktosa sekunder oleh karena gastroenteritis, malnutrisi protein-kalori dan lain penyebab dari kerusakan mukosa usus. Pada keadaan ini ASI tetap diberikan; namun menurut Sullivan PB, tidak perlu memberikan susu rendah laktosa / pengenceran susu pada anak dengan diare, khususnya untuk usia di atas 1 tahun atau yang sudah makan makanan padat. Sebagaimana halnya intoleransi laktosa, maka intoleransi lemak pada diare akut sifatnya sementara dan biasanya tidak terlalu berat sehingga tidak memerlukan formula khusus. Pada situasi yang memerlukan banyak enersi seperti pada fase penyembuhan diare, diet rendah lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan dapat menimbulkan diare kronik.

Menanggulangi Penyakit Penyerta. Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit lain. Sehingga dalam menangani diarenya juga perlu diperhatikan penyekit penyerta yang ada. Beberapa penyakit penyerta yang sering terjadi bersamaan dengan diare antara lain : infeksi saluran nafas, infeksi susunan saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lain (sepsis, campak) , kurang gizi, penyakit jantung dan penyakit ginjal. Komplikasi1,3 1. Gangguan elektrolit a. Hipernatremia Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan

G.

cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.1 b. Hiponatremia Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia ( Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai Ringer Laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.1 c. Hiperkalemia Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB I.V pelan-pelan dalam 510 menit dengan monitor detak jantung.1

d.

Hipokalemia Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K. Jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukur x BB x 0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan

kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti1 2. Demam Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan: kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.3 3. Edema/overhidrasi Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi larutan garan faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3 4. Asidosis metabolik Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull). pemberian oralit yang cukup mengandung bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki asidosis. 5. 6. Ileus paralitik Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut kembung, muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.3 7. Kejang3 a. Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika IV, dengan dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali. b. c. Kejang demam Hipernatremia dan hiponatremia

d.

Penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsi.

8.

Malasorbsi dan intoleransi laktosa Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula selama diare dapat menyebabkan:3 a. b. c. Volume tinja bertambah Berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.

Tindakan: a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar laktosa dan menghidari efek bolus b. Mengencerkan susu jadi -1/3 selama 24-48 jan. Untuk mangatasi kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti makanan padat, perlu diberikan. c. Pemberian yogurt atau susu ynag telah mengalami fermentasi untuk mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus. d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau ganti dengan susu kedelai. 9. Malabsorbsi glukosa Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan cairan intravena3 10. Muntah Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetik sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan penurunan kesadaran.3 11. Akut kidney injury Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok. Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12 jam setelah hidrasi cukup.3

H.

Pencegahan 1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi: a. b. c. d. Pemberian ASI yang benar Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI Menggunakan air bersih yang cukup Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan e. f. 2. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga Membuang tinja bayi yang benar

Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain: a. b. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status, gizi anak. c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi umumnya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita.1,3 d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi

alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi diare. Ada beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberian dengan interval 4-6 minggu. 1

I.

Prognosis Dubia ad bonam Bila penatalaksanaan diare sesuai dengan pilar diare, sebagian besar (90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan

melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5% akan menjadi diare persisten16. Kematian kebanyakan disebabkan karena dehidrasi berat dan septikemia. Mudahnya bayi berusia muda (< 2 bulan) menderita sepsis diperkirakan karena integritas mukosa usus dan daya tahan intestinal bayi belum sebaik anak yang besar (Santosa, 2007). Pada bayi pun lebih mudah terjadi dehidrasi akibat kehilangan cairan karena permukaan area usus per kg BB lebih luas, peran ginjal belum sempurna dan meningkatnya kecepatan metabolisme tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare Akut dalam Buku Ajar GastroenterologiHepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010:87-110 2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http://www.who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index%20html.

3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:1-24 4. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson Textbook of Pediatrics 19th edition. United Stated of Amrica, Lippincot wiliams 5. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008. 6. Firmansyah A dkk. Modul Pelatihan Tata Laksana Diare pada Anak. Jakarta: Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005. 7. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO Indonesia.2009. 8. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality Formulation. Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002. 9. Lustig JV. Fluid & Electrolyte Therapy. In : WER Hathaway,WW Hay Jr,JR Groothuis,JW Paisley. Current Pediatric Diagnosis & Treatment 11nd. Prentice-Hall International Inc 1993; 1129 1140. 10. Suandi IKG. Manajemen Nutrisi pada Gastroenteritis dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100. 11. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood Diarrhea and Respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007 ;119:1120. 12. Arimbawa dkk. Peranan Probiotik pada Keseimbangan Flora Normal Usus Dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-111 13. Ziyane IS. The Relationship Between Infant Feeding Practices and Diarrhoeal Infections. J Adv Nurs 1999 Mar;29(3): 721-6.

14. Lama More RA; Gil-Alberdi Gonzalez B. Effect of Nucleotides as Dietary Supplement on Diarrhea in Healthy Infants. An Esp Pediatri 1998 Apr;48(4):371-5. 15. Suharyono. Terapi Nutrisi Diare Kronik Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak ke. XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1994. 16. Firmansyah A dkk. Modul Pelatihan Tata Laksana Diare pada Anak. Jakarta: Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.

You might also like