You are on page 1of 22

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Brokiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus yang pada umumnya disebabkan oleh virus sehingga menyebabkan gejala gejala obstruksi bronkiolus. Bronkiolitis ditandai oleh batuk, pilek, panas, wheezing pada saat ekspirasi, takipnea, retraksi, dan air trapping/hiperaerasi paru pada foto dada . (Orenstein, 2007).

1.2 Epidemiologi Insidensi pada anak <2 tahun Puncak insidensi antara usia 2-8 bulan 50.000-80.000 anak masuk rumah sakit per tahun karena infeksi RSV, dengan angka kematian 200-500 orang/tahun di USA Makin muda usia makin berat tingkat keparahannya Lebih sering pada bayi laki laki berusia 3- 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI. Pada laki-laki lebih berat dibanding pada perempuan. Insidensi terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim hujan daerah tropis. Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara negara berkembang daripada negara negara maju. Hal ini disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negaa berkembang pada anak anak yang dirawat adalah 1-3%. (Robinson, 2003; Orenstein, 2007; Zain : 2008)

1.3 Etiologi RSV pada >50% kasus Virus influenza Virus parainfluenza 3 Mikoplasma Beberapa adenovirus (dihubungkan dengan komplikasi jangka lama) Rhinovirus Tidak ada bukti yang kuat bahwa bakteri menyebabkan bronkiolitis (Orenstein, 2007; Zain : 2008)

1.4 Faktor Risiko Bayi Laki-Laki Usia 3-6 Bulan Yang Belum Pernah Mendapat ASI Dan Hidup Pada Keadaan Yang Penuh Sesak Terdapat Sumber Infeksi Berupa Anggota Keluarga Dengan Penyakit Pernapasan Yang Minor Bayi Dengan Penurunan Fungsi Paru Bayi Yang Ibunya Merokok. (Orenstein, 2007)

1.5 Patofisiologi

2-5 hari inkubasi

Batuk dan pilek Awalnya di nasofaring bereplikasi

RSV masuk

Silia rusak/ nekrosis

Bronkus dan bronkiolus (replikasi)

n.vagus eferen

edema

mukus

Debris sel

batuk

obstruksi Aliran turbulensi wheezing

Complete/ parah

Mismatch VA/Q

komplikasi

kompensasi

hipoksemia

atelektasis

sianosis

RR & penggunaan otot bantu napas

kelelahan

(Orenstein, 2007)

Hiperkapnea CO2

pada saat terjadi penyempitan bronkiolus karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan 3

kerja sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis, napas. Karena resistensi aliran udara saluran nafas berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat 4, maka penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada aliran udara. Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi aliran udara saluran nafas meningkat pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi. Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total. Anak besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paruparu bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi cumulatif immunity sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV. Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari . Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas dan asma: 1. Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci seringkali disertai wheezing. 2. Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan tes faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat bayi/usia muda. hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal

Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih buruk.

1.6 Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis Bayi Mula-Mula Menderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas Disertai Dengan Ingus Yang Serous Dan Bersin, Keadaan Ini Berlangsung Beberapa Hari Penurunan Nafsu Makan Demam 38,50-390 C Berkembang Menjadi Keadaan Kegawatan Pernapasan Ditandai: Batuk Mengi Paroksismal, Dispnea, Dan Iritabilitas Takipnea (Rr 60-80 X/Menit) Haus Udara Berat Sianosis Cuping Hidung Melebar Penggunaan Otot Bantu Pernapasan Depresi Hati Dan Limpa Krepitasi Halus Yang Tersebar Dapat Terdengar Pada Akhir Inspirasi Dan Awal Ekspirasi (Orenstein, 2007)

1.7 Diagnosis Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: a. wheezing pertama kali b. umur 24 bulan atau kurang 5

c. pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan d. menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.

1. Anamnesis

Anak usia di bawah 2 tahun dengan didahului infeksi saluran nafas akut bagian atas dengan gejala batuk, pilek, biasanya tanpa demam atau hanya subfebris.

2. Pemeriksaan fisis

Sesak nafas makin hebat dengan nafas dangkal dan cepat. Dapat dijumpai demam, dispne dengan expiratory effort dan retraksi. Nafas cepat dangkal disertai dengan nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah. Terdengar ekspirium memanjang atau mengi (wheezing). Pada auskultasi paru dapat terdengar ronki basah halus nyaring pada akhir atau awal inspirasi. Suara perkusi paru hipersonor. Jika obstruksi hebat suara nafas nyaris tidak terdengar, napas cepat dangkal, wheezing berkurang bahkan hilang.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan darah tepi tidak khas. b. Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya

normal. Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang.
c. Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia

akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.


d. Gambaran

radiologik ringan.

mungkin Umumnya

masih

normal

bila

bronkiolitis

terlihat

paru-paru

mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-

bercak yang tersebar, mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau pneumonia (patchy infiltrates). Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hiperaerasi apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar.
e. Untuk

menentukan

penyebab

bronkiolitis,

dibutuhkan

pemeriksaan aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus.
f.

Ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah 80-90%.

1.8 Assessment Dan Tatalaksana Bronkiolitis ( Fitzgerald DA, 2004)

Management bronkiolitis akut


1. Perawatan suportif

a. Monitoring kardiorespiratori dan puse-oximetry b. Berikan oksigen c. Terapi cairan mungkin diperlukan untuk mencegah muntah dan aspirasi
2. Bronkodilator a. Salbutamol masih menjadi kontroversi b. Ipratropium tidak disarankan c. Adrenalin, belum banyak penelitian tentang pemberiannya namun dapat diberikan

dengan nebulizer
d. Steroid masih kontroversial

Pada outpatient bisa diberikan tapi tidak lebih dari 5 hari Pada inpatient jangan diberikan secara rutin Intensive care patient: bisa pada pasien dengan bronkiolitis berat Inhaled steroid ( budesonide dan fluticasone), tidak dianjurkan penggunaan rutin.

e. Ribavirin, tidak dianjurkan

1.9 Perjalanan alamiah dan komplikasi: 1. Perbaikan temuan klinis: dalam 3-4 hari 2. Perbaikan gambaran radiologist: dalam 9 har 3. Obstruksi respirasi persisten: 20% 4. Respiratory failure : 25 % 5. Lung collaps (jarang) 1.10 Faktor terkait severitas penyakit: 1. 2. Prematur infant Pasien dengan displasia bronkopulmoner, gagal jantung konginetal,

imunodefisiensi, pneumonia aspirasi rekuren, fistula trakeoesofageal, fibrosis kistis, kelainan neurologis dan muskuler 3. 4. 5. Bayi usia <6 bulan saat terapar sakit Infant dengan paparan tinggi terhadap polusi udara Infant dengan riwayat lingkungan terpapar asap rokok. 9

BAB 2 LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien Nama Jenis kelamin Umur Tempat, tanggal lahir Alamat Tanggal MRS Tanggal pemeriksaan Diagnosis masuk No. RM : An. Restu : Laki-laki : 9 bulan : Mataram, 21 November 2012 : Kekalik Gerisak, Sekarbela Mataram : 13 Agustus 2013 : 14 Agustus 2013 : Obs. Dyspneu susp. Bronkopneumonia : 084588

2.2 Identitas Keluarga Identitas Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Ibu Ny. N 32 tahun SMP IRT Ayah Tn. I 45 tahun SD Buruh

2.3 Anamnesis (Heteroanamnesis) Keluhan Utama: Sesak napas.

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien rujukan PKM Tanjung Karang dengan pneumonia berat. Pasien dikeluhkan sesak napas sejak 2 hari yang lalu dan memberat sejal 1 hari yang lalu. Sesak napas saat ini tidak disertai dengan bunyi ngik dan grok. Sesak napas dirasakan sering kambuh kambuhan terutama pada musim dingin yang disertai dengan batuk pilek. Sesak napas pada pasien disertai dengan batuk dan pilek sejak 3 hari yang lalu, batuk pada pasien 10

disertai dengan dahak dan dahak berwarna putih kental dan ingus berwarna putih. Selain itu, pasien juga dikeluhkan demam, demam sejak 2 hari yang lalu demam dirasakan tiba tiba tinggi dan berkurang bila dikompres, demam tidak disertai dengan menggigil ataupun kejang. Ibu pasien menyangkal adanya muntah pada pasien. BAB pada pasien lancar frekuensi 1 kali sehari konsistensi padat, darah (-), BAK pada pasien lancar frekuensi 3-4 kali sehari, darah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien sudah sering mengalami sesak napas seperti ini sebelumnya dan didahului oleh batuk pilek. Untuk keluhan ini pasien tidak pernah di bawa kerumah sakit untuk berobat. Menurut ayahnya, sesak napas dapat menghilang dengan sendirinya tanpa diobati.

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak anggota keluarga yang mengeluhkan hal yang sama. Tidak ada anggota keluarga yang batuk pilek. Riwayat asma di keluarga (+) nenek dan kakak pasien.

Riwayat Pengobatan Sebelum ke UGD pasien sebelumnya sempat ke puskesmas terlebih dahulu. Di puskesmas pasien mendapatkan pengobatan dan kemudian dirujuk.

Riwayat Kehamilan Ini Ini merupakan kehamilan yang keempat bagi ibu pasien. Untuk kehamilan ini ibu pasien jarang memeriksakan kehamilannya ke polindes. Usia kehamilan kurang bulan yaitu 8 bulan. Selain itu, selama kehamilan ini ibu tidak pernah menderita penyakit yang berat. Ibu pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan atau jamu saat hamil. Riwayat hipertensi, asma dan kencing manis disangkal.

Riwayat Persalinan Pasien lahir secara spontan ditolong bidan pada tanggal 21 November 2012. Lahir kurang bulan, berat badan lahir 2300 gram. Pasien lahir letak kepala, langsung 11

menangis, tampak lemah namun keluarga pasien menyangkal adanya warna kulit kebiruan pada pasien. Kemudian pasien dirawat di ruangan NICU beberapa hari karena kulitnya berwarna kekuningan. Riwayat air ketuban kehijauan atau keruh (-).

Riwayat Imunisasi Pasien belum mendapatkan imunisasi.

Riwayat Nutrisi Sampai usia 6 bulan pasien hanya mendapatkan ASI dan susu formula. Setelah usia 6 bulan pasien mendapatkan bubur dan susu formula. Sebelum sakit pasien mengkonsumsi susu hingga 4 botol dalam sehari, namun setelah sakit nafsu makannya berkurang dan hanya minum susu saja.

Riwayat Tumbuh Kembang 1. belum bisa duduk 2. lagi belajar tengkurap dan membalikkan badan 3. belum bisa merangkak 4. bisa menggenggam benda kecil 5. mengeluarkan kata kata tanpa arti (+) 6. mengenal muka anggota keluarga (+) 7. belum bisa tepuk tangan

Riwayat Social Dan Lingkungan 1. Orang tua pasien merupakan perokok dan sering merokok 2. Pasien tinggal dengan ketiga saudara lainnya dan diasuh oleh ibu tiri, terkadang pasien sering dititipkan di tetangga jika orang tuanya bekerja.

12

2.4 Pemeriksaan Fisik Status generalis Keadaan umum Kesadaran Aktivitas CRT : sedang : CM/ E4V5M6 : terlihat sesak : <3 detik

Tanda vital HR RR : 126 x/menit, teratur : 56 x/menit, teratur, tipe abdominotorakal

Suhu : 37 oC

Penilaian pertumbuhan Berat badan sekarang Panjang badan Lingkar kepala Status gizi : 1. BB/U 2. BB/PB 3. PB/U : 0 (gizi baik) : - 0,14 (normal) : - 1,8 (normal) : 7900 gr : 68 cm : 43 cm (normocephali)

Pemeriksaan fisik umum a. Kepala Bentuk normocephali, simetris, ubun-ubun besar tertutup, teraba datar. b. Wajah 1. Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), R. pupil (+/+) isokor. 2. Telinga: bentuk dalam batas normal, sekret (-). 3. Hidung: bentuk dalam batas normal, deformitas (-), napas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (+/+). 4. Mulut: sianosis sentral (-), mukosa bibir basah (+), refleks menghisap (-). 5. Tonsil : sulit dievaluasi 13

c. Leher 1. Kaku kuduk (-). 2. Pembesaran KGB (-). d. Thoraks 1. Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris, retraksi dinding dada (+) subkosta, nafas teratur (+), ikterus (-), 2. Palpasi: gerakan dinding dada simetris, krepitasi (-), ictus cordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra. 3. Perkusi: cor sde, pulmo: sonor pada kedua lapang paru. 4. Auskultasi: Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).

Pulmo: bronkovesikuler (+/+), ronki (+/+) basah kasar, wheez (+/+), stridor (-/-) e. Abdomen 1. Inspeksi: distensi (-) 2. Auskultasi: Bising usus (+) dbn 3. Perkusi: timpani (+) di seluruh lapang abdomen 4. Palpasi: turgor kulit normal, massa (-), hepar-lien-renal tidak teraba f. Genitalia: dalam batas normal g. Anus: (+) h. Ekstremitas: 1. Atas: akral hangat (+/+), pucat (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-/-). 2. Bawah: akral hangat (+/+), pucat (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-/-). i. Tulang belakang: dalam batas normal

2.5 Resume Pasien, laki-laki, berusia 9 hari dikeluhkan sesak napas sejak 2 hari yang lalu dan memberat sejal 1 hari yang lalu. Sesak napas saat ini tidak disertai dengan bunyi ngik dan grok.Sesak napas pada pasien disertai dengan batuk dan pilek sejak 3 hari yang lalu, batuk disertai dengan dahak. Selain itu, pasien juga dikeluhkan demam, demam sejak 2 hari yang lalu demam dirasakan tiba tiba tinggi. Ibu pasien menyangkal adanya muntah pada pasien. BAB pada pasien lancar frekuensi 1 kali sehari konsistensi 14

padat, darah (-), BAK pada pasien lancar frekuensi 3-4 kali sehari, darah (-). Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran sopor, aktivitas sangat menurun, HR: 144 x/menit, RR: 56 x/menit, suhu: 37 oC, SD 3. Kepala ; dbn, leher: dbn, retraksi subkosta (+), wheezing (+/+), rhonki basah kasar (+/+) abdomen: dbn, ekstremitas: dbn.

2.6 Pemeriksaan penunjang Darah lengkap Parameter HGB HCT WBC MCV MCH MCHC PLT 11/07/2013 11,9 37,8 16,45 69,9 22,0 31,4 382 Normal 14,9 23,7 g/dL 47 75 [%] 5,0 21,0 [10^3/ L] 82,0 125,0 [fL] 29,0 45,0 [pg] 32,0 37,0 [g/dL] 150 450 [10^3/ L]

GDS : 77 mg/dl Rontgen thoraks

15

Kesan: Tampak gambaran hiperaerasi pada kedua paru sehingga paru tampak lebih lusen. Corakan vaskuler paru terlihat jelas Terdapat infiltrate di sekitar perihiler dan parakardial Kesimpulan : bronkiolitis

2.7 Diagnosis Bronkiolitis akut DD : asma bronkiale

2.8 Rencana terapi Observasi vital sign Pemberian O2 2 lpm IVFD D NS % Inj Ampicilin 20 tts/menit (mikro) 4 x 100 mg (IV)

Inj. Dexamethasone bolus 4 mg ( IV pelan ) selanjutnya 3 x 1,5 mg. Nebu Ventolin 1A/ 8 jam Sirup Paracetamol 3 x 80 mg (3 x cth ) Ambroxol sirup 3 x 1/3 cth

16

2.9 Follow-up Hari/ tgl Kamis, 15/8/2013 07.00 S Sesak (+) Demam (-) Batuk (+) Pilek (+) Muntah (+) Minum (+)kuat BAB encer (-) O KU : sedang Kesadaran : CM RR: 47 x/mnt HR: 124 x/mnt T : 36,8 oC Retraksi subcostal (+) Pulmo : brokoves +/+, Rh -/-, Wh +/+ Akral hangat (+) A Bronkiolitis DD : asma P Observasi vital sign Pemberian O2 2 lpm IVFD DNS% 20 tpm (mikro) Inj Ampicilin 4 x 100 mg (IV) Inj. Dexamethasone 3 x 1,5 mg. Nebu Ventolin 1A/ 8 jam Sirup Paracetamol 3 x 80 mg (3 x cth ) Ambroxol sirup 3 x 1/3 cth Observasi vital sign Pemberian O2 2 lpm IVFD DNS% 20 tpm (mikro) Inj Ampicilin 4 x 100 mg (IV) Inj. Dexamethasone 3 x 1,5 mg. Nebu Ventolin 1A/ 8 jam Sirup Paracetamol 3 x 80 mg (3 x cth ) Ambroxol sirup 3 x 1/3 cth Observasi vital sign Pemberian O2 2 lpm IVFD DNS% 20 tpm (mikro) Inj Ampicilin 4 x 100 mg (IV) Inj. Dexamethasone 3 x 1,5 mg. Nebu Ventolin 1A/ 8 jam 17

Sesak (+) Jumat, Demam (-) 16/8/2013 Batuk (+) Pilek (+) 07.00 Muntah (-) Minum (+)kuat BAB encer (-)

KU : sedang Kesadaran : CM RR: 42 x/mnt HR: 112 x/mnt T : 37 oC Retraksi subcostal (+) minimal Pulmo : brokoves +/+, Rh -/-, Wh +/+ Akral hangat (+)

Bronkiolitis DD : asma

Sabtu , 17/8/2013 07.00

Sesak (+) berkurang Demam (-) Batuk (+) Pilek (+) Muntah (-) Minum (+)kuat BAB encer (-)

KU : sedang Kesadaran : CM RR: 36 x/mnt HR: 116 x/mnt T : 36,6 oC Retraksi subcostal (+) minimal Pulmo : brokoves +/+, Rh -/-, Wh +/+ Akral hangat (+)

Bronkiolitis DD : asma

Sirup Paracetamol 3 x 80 mg (3 x cth ) Ambroxol sirup 3 x 1/3 cth

Sesak (-) Minggu, Demam (-) 15/8/2013 Batuk (+) Pilek (+) 07.00 Muntah (-) Minum (+)kuat BAB encer (-)

KU : baik Bronkiolitis Kesadaran : CM DD : asma RR: 44 x/mnt HR: 130 x/mnt T : 37,1 oC Retraksi subcostal (-) Pulmo : brokoves +/+, Rh -/-, Wh +/+ minimal Akral hangat (+)

BPL

2.10

Prognosis Vitam: dubia ad bonam Sahationem: dubia ad bonam Fungsionam: dubia ad bonam

18

BAB 3 PEMBAHASAN

Daftar Masalah : 1. Sesak napas dan takipnea 2. Demam 3. Batuk pilek 4. Retraksi subkosta 5. Wheezing 6. Ronkhi basah kasar Pembahasan : 1. Sesak napas dan takipnea Dispnea atau sesak napas bisa akibat obstruksi jalan napas, penurunan jaringan paru yang berfungsi, elastisitas paru yang menurun, kerja nafas yang meningkat, gangguan difusi, ventilasi tidak seimbang kaitan dengan perfusi, campuran darah vena, CO tidak memadai, anemia, gangguan kapasitas Hb. Kemungkinan penyebab sesak napas pada pasien ini adalah obstruksi jalan napas akibat infeksi saluran pernapasan akut ataupun hiperreaktivitas bronkus pada asma. Pada pasien ini diagnosis lebih mengarah pada bronkiolitis akut karena disertai dengan ISPA. Walaupun pada pasien ini didapatkan sesak napas yang berulang namun kekambuhannya selalu disertai oleh batuk, pilek, dan demam. Untuk lebih menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang tambahan seperti : Pemeriksaan peak flow meter Uji fungsi paru Uji respon terhadap bronkodilator Uji provokasi bronkus Uji keringat Uji imunologik Pemeriksaan motilitas silia 19

Takipnea merupakan pernapasan yang cepat dan dangkal yang merupakan kompensasi tubuh akibat adanya obstruksi pada paru.

2. Demam Demam adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur panas di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin 1 (IDAI, 2010)

Berdasarkan anamnesis didapatkan pola demam yang tiba tiba tinggi serta demam pada pasien tidak disertai dengan menggigil sehingga lebih mengarahkan pada infeksi yang disebabkan oleh virus. Selain itu, hal ini ditunjang juga oleh hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukan tidak adanya peningkatan leukosit. Fokal infeksi pada pasien ini kemungkinan berasal dari infeksi saluran pernapasan akut yang ditandai oleh batuk dan pilek. Virus tersering penyebab ISPA pada anak adalah RSV, Parainfluenza virus, Adenovirus, Rhinovirus, Influenza virus, dan M. pneumonia

3. Batuk dan rhinore Batuk merupakan suatu keadaan yang normal dan abnormal. Batuk adalah sebuah refleks fisiologi untuk melindungi tubuh dari benda-benda asing yang masuk ke tenggorokan. Jika ada benda asing yang masuk ke tenggorokan, tubuh akan berusaha mengeluarkannya dengan cara batuk. Tapi, batuk juga bisa karena gejala dari suatu 20

penyakit tertentu. Dalam keadaan abnormal, batuk sering diakibatkan karena infeksi akut. Batuk berfungsi untuk mengeluarkan sekret dan partikel-partikel yang ada di faring dan saluran nafas. Batuk yang dirasakan pada pasien ini berdahak dengan dahak yang berwarna putih kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus pada saluran pernapasan. Keadaan ini didahului oleh terjadinya pilek (rhinore) pada pasien. Rhinore merupakan akibat adanya Infeksi virus pada mukosa hidung yang akan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan sekresi kelenjar mukosa.

4. Retraksi subkosta Tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam, tertarik saat anak menarik napas. Terjadi karena adanya obstruksi saluran napas sehingga meningkatkan usaha inspirasi.

5. Wheezing Merupakan suara nafas tambahan yang terjadi akibat udara melewati daerah yang sempit baik akibat ekstraluminer seperti desakan tumor maupun intraluminer seperti spasme bronkus, edema, lendir yang kental dan benda asing. Suara nafas ini lebih jelas terdengar pada fase ekspirasi. Wheezing atau mengi adalah jenis ronki kering yang terdengar lebih nyaring/musikal dibandingkan dengan ronki kering lainnya. Wheezing dapat dijumpai pada serangan asma, bronkiolitis atau benda asing di saluran respiratorik bawah.

6. Ronkhi basah kasar Suara napas tambahan berupa vibrasi terputus-putus (tidak kontinu) akibat getaran yang diakibatkan olah adanya cairan dalam jalan napas yang dilalui udara. Ronci basah dibedakan berdsarkan lokasi suara : ronci basah halus berasal dari ductus alveolus, bronkeolus dan bronkus kecil, sedangkan ronci basah kasar berasal dari bronkus diluar jaringan paru. Ronci basah halus terkadang hanya terdengar pada akhir inspirasi atau pada inspirasi dalam sehingga pada bayi yang menangis, ronci basah halus ini mudah terdengar. Pada asma, bronkiolitis serta aspirasi benda asing ronci basah dapat terdengar pada fase ekspirasi. 21

DAFTAR PUSTAKA Fitzgeral, DA, Kilham, HA. Bronchiolitis: Assessment and Evidence-based Management, 180:399-404,2004 viewed at 25 June 2009. Available in http://www.mja.com.au// Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, edisi kedua. Badan Penerbit IDAI:Jakarta. Ikatan Dokter Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat IDAI. Oenstein, David M. In: Behrman RE, Jenson HB. Nelson Pediatrics 18th ed, WB Saunders, New York, 2007, pp 1173-77 Robinson, M.J, Roberton, D.M. 2003. Practical Paediatric, 5th ed., Churchill Livingstone: Sidney Shah, Binita R, Luchchesi, Michael. Atlas of Pediatric Emergency Medicine. Mc-Graw-Hills. Tam, A et al. Hongkong Journal Pediatrics: Clinical Guidelines on The Management of Acute Bronchiolitis, 11:235-241,2006 viewed at 25 June 2009. available in http://www. hkjpaed.org// WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : Tim Adaptasi Indonesia-WHO Indonesia. Zain, MS. 2008. Bronkiolitis . Dalam: Nastiti N. Rahajoe,dkk (editor). Buku Ajar Respirologi Anak cetakan pertama. IDAI : Jakarta.

22

You might also like