You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

Tumor giant cell (TGC) tulang merupakan sebuah lesi yang bersifat jinak tetapi secara lokal dapat bersifat agresif dan destruktif yang ditandai dengan adanya vaskularisasi yang banyak pada jaringan penyambung termasuk proliferasi sel-sel mononuklear pada stroma dan banyaknya sel datia yang tersebar serupa osteoklas. Cooper merupakan orang yang pertama kali melaporkan kasus TGC pada abad kedelapan belas. TGC pada tulang sangat jarang terjadi, biasanya berbentuk jinak, angka kejadian baik jinak maupun ganas hanya 4,5% dari seluruh tumor tulang pada penelitian di Mayo Clinic. Angka kejadian dari TGC sekitar 45% dari seluruh tumor tulang dan 18,2% dari tumor tulang yang jinak. Tumor ini umumnya jinak, walaupun demikian 5 10% pasien dapat berubah menjadi ganas. Tumor ganas ini umumnya disebabkan dari perubahan maligna sekunder setelah radioterapi. Tumor ini dapat terjadi pada seluruh ras, namun angka kejadian yang tertinggi didapatkan di Cina, di mana angka kejadiannya sekitar 20% dari seluruh tumor tulang.Tumor ini sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 2:1. Biasanya tumor ini terjadi pada pasien dengan usia 2040 tahun, karena tumor ini terjadi tulang yang sudah matur. Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo

(RSUPNCM) dalam kurun waktu 1990 -1997 tercatat angka kejadian TGC dari keseluruhan tumor tulang baik jinak maupun ganas sebesar 13%, dengan penderita pria lebih banyak dibandingkan wanita dengan perbandingan 5:3. Usia yang paling banyak didapat pada golongan umur 21 40 tahun. Pasien TGC yang datang ke RSUPNCM (1990 1997) sering pada stadium ke-2 dengan keluhan di daerah lesi. Rekurensi TGC biasanya dalam kurun waktu 3 tahun setelah tindakan terapi.

TGC diidentifikasika n sebagai suatu komponen histologis dari adanya reaksi tubuh akibat rangsangan benda asing, materi kristalin (seperti penyebab infeksi (bakteri dan jamur), monosodium urat), agen hor mona l

ketidakseimbangan

( hi per parat hyroidi sme) ,

dan neoplasma; namun penyebabnya belum dapat

ditentukan. (7) Menurut pendapat yang baru, TGC berasal dari unsur selular sumsum tulang, di mana sel raksasanya merupakan fusi dari sel mononuklear.(8) Berbagai modalit as pencit raan dan histopatologis akan sangat membantu dalam mendiagnosis TGC dan membedakannya dari tumor jinak tulang lainnya. Dalam makalah ini kami akan mengemukakan TGC dalam berbagai pencit raan sert a kl asifi kasi ny a unt u k membedakan dengan tumor jinak tulang lainnya.

BAB II PEMBAHASAN

I.

Insiden Dari 568 kasus giant cell tumor 22,7% merupakan tumor jinak. a. Jenis kelamin Wanita lebih sering dibandingkan laki-laki. Pada Mayo Clinic Series, terdapat 319 wanita dan 249 laki-laki. b. Usia Tumor ini, 84% terjadi pada usia lebih dari 19 tahun, dengan puncak insiden pada dekade ketiga. Hanya tiga pasien yang kurang dari 10 tahun dan paling muda usia 8 tahun. 10 pasien antara usia 10 dan 14 tahun. Hanya 9.49 % pasien pada usia lebih dari 50 tahun dan paling tua usia 74 tahun. Sistem rangka dapat dibagi menjadi dua bagian menurut fungsinya, yaitu pertama kerangka aksial yang terdiri dari tulang kepala (cranium atau tulang tengkorak), leher (tulang hyoid dan vertebra), dan tulang rusuk, tulang dada, tulang belakang dan sakrum. Kedua kerangka appendikular yang terdiri dari tulang limbs, termasuk tulang bahu dan tulang pubis.(17) Kerangka terdiri dari tulang rawan dan tulang. Tulang rawan adalah bentuk dari jaringan ikat yang membentuk bagian dari kerangka dimana lebih fleksibel. Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat dalam tubuh, permukaan tubuh, metabolisme kalsium dan mineral dan organ hemopoetik. Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis yang selalu diperbarui melalui proses remodeling yang terdiri dari proses resorpsi formasi. Dengan proses resorpsi, bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan diganti oleh tulang yang baru melalui proses formasi. Proses resorpsi dan formasi selalu berpasangan. Dalam keadaan normal, massa tulang yang diresoprsi akan sama dengan massa tulang yang diformasi, sehingga terjadi keseimbangan. Pada pasien osteoporosis, proses lebih aktif dibandingkan formasi, sehingga terjadi defisit massa tulang dan tulang menjadi semakin tipis dan perforasi.(12,13,17)

Kebanyakan tulang mulai keluar sebagai tulang rawan. Tubuh kemudian meletakkan kalsium turun ke tulang rawan untuk membentuk tulang. Setelah tulang terbentuk, tulang rawan beberapa mungkin tetap berada di ujungnya untuk bertindak sebagai bantalan antara tulang. Tulang rawan ini, bersama dengan ligamen dan beberapa jaringan lain terhubung untuk membentuk tulang sendi. Pada orang dewasa, tulang rawan terutama ditemukan pada akhir beberapa tulang sebagai bagian dari sendi. Hal ini juga terlihat di tempat di dada di mana tulang rusuk memenuhi sternum (tulang dada) dan di bagian wajah. Trakea (tenggorokan), laring (kotak suara), dan bagian luar telinga adalah struktur lain yang mengandung tulang rawan.(4) Dalam beberapa tulang sumsum hanya jaringan lemak. Sumsum di tulang lainnya adalah campuran dari sel-sel lemak dan darah pembentuk sel. Darah pembentuk sel menghasilkan sel darah merah, sel darah putih, dan platelet darah. Sel-sel lain dalam sumsum termasuk sel-sel plasma, fibroblas, dan sel-sel retikuloendotelial.Sel dari salah satu jaringan dapat berkembang menjadi kanker(4)

Gambar 4 . Anatomi Tulang Panjang . (dikutip dari kepustakaan 4)

Pada Giant Cell Tumor sebagian besar terjadi ditulang panjang, misalnya tibia proksimal, distal femur, radius distal, dan humerus bagian proksimal. Femur adalah tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh. Itu mengirimkan berat badan dari tulang pinggul untuk tibia ketika seseorang berdiri. Panjangnya sekitar

seperempat dari tinggi orang tersubur. Femur terdiri dari poros (tubuh) dengan dua ujung. Bagian proksimal dari femur terdiri dari kepala, leher dan dua trochanters.
LOKASI Lokasi yang tepat dari TGC masih menjadi kontroversi, dan menurut beberapa ahli lesi tumor muncul di metafisis dari tulang skeletal yang matur dan meluas ke epifisis. Enam puluh persen dari tumor ini terjadi pada tulang panjang, dan hampir seluruhnya terletak pada ujung tulang di persendian. Umumnya tumor ini terjadi pada proksimal tibia, distal femur, distal radius, dan proksimal humerus. Didapatkan juga kasus TGC pada tulang pubis, kalkaneus, dan tulang-tulang kaki. T GC dapa t terj adi di tul ang-t ul an g vertebra, sebagian besar terjadi di sakrum. Tumor ini kadang meluas sampai meliputi sendi sakroiliaka dan juga dapat mengenai diskus intervertebralis L5 S1 bahkan sampai pada posterior dari L5. Kadang-kadang tumor ini terdapat di tulang rahang, proksimal humerus, proksimal femur, proksimal fibula, distal tibia, patela, ujung tulang metakarpal, dan juga tulang jari-jari. TGC dapat juga terjadi multisentrik/ lebih dari satu dan biasanya bersifat agresif secara klinis. Pada beberapa kasus TGC terjadi di metafisis skeletal tulang yang belum matur dan sering meluas ke diafisis daripada ke epifisis karena adanya lempeng epifisis yang bertindak sebagai barrier terhadap pertumbuhan tumor. Di RSUPNCM, lokasi terjadinya TGC terbanyak secara berurutan pada proksimal tibia, distal radius, distal femur, distal ulna, proksimal humerus, distal humerus, vertebra servikal, proksimal femur.

PATOFISIOLOGI Giant cell tumor pada tulang terjadi secara spontan. Mereka tidak diketahui apakah terkait dengan trauma, faktor lingkungan, atau diet. Pada kasus-kasus yang jarang, mereka mungkin berhubungan dengan hiperparatiroidisme.(9) Dalam Beberapa penelitian pembentukan GCT ada beberapa faktor yang menetukan, pertama yaitu adanya perubahan siklin, dimana siklin memainkan peran penting dalam mengatur perjalanan membagi sel melalui pos pemeriksaan penting dalam siklus sel. Karena perubahan dari beberapa siklin, terutama siklin D1, telah terlibat dalam perkembangan neoplasma, para peneliti memeriksa 32 kasus GCT

pada tulang panjang untuk amplifikasi gen siklin D1 dan overekspresi protein menggunakan diferensial polymerase chain reaction dan imunohistokimia, masingmasing.(11) Kedua, adanya evaluasi Immunohistokimia yang terkait dengan ekspresi microphtalmia yang merupakan faktor transkripsi dalam lesi giant cell. Microphtalmia terkait dengan faktor transkripsi (Mitf), anggota subfamili heliksloop-helix faktor transkripsi, biasanya dinyatakan dalam oesteoklas mononuklear dan multinuklear, terlibat dalam differensiasi terminal oesteoklas. Disfungsi aktivitas oesteoklas yang menghasilkan ekspresi Mitf yang abnormal serta telah terlibat oesteoporosis. Sejumlah sel giant lainnya dari berbagai jenis termasuk oesteoklas seperti sel-sel giant terlihat dalam berbagai tumor, secara tradisional dianggap berasal monosit, terlihat dalam berbagai tulang dan lesi extraosseus (11) Ketiga adalah sel stroma. Sel stroma Fibroblastlike, yang selalu hadir sebagai komponen dari tumor sel raksasa pada tulang (GCT), dapat diamati dikedua sampel in vivo dan kultur. Meskipun mereka diasumsikan untuk memicu proses kanker di GCT, histogenesis sel stroma GCT adalah kurang diketahui. Hal ini diketahui bahwa sel batang mesenchymal (MSC) dapat berkembang ke oesteoblas. Bukti telah disajikan bahwa sel-sel stroma GCT juga dapat mengembangkan untuk oesteoblas. Sebuah koneksi antara MSC dan sel stroma GCT dicari dengan

menggunakan 2 pendekatan laboratorium yang berbeda V DIAGNOSIS Untuk menetapkan diagnosis tumor tulang diperlukan beberapa hal, yaitu : Va. Anamnesis Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelainan atau trauma sebelumnya. Perlu pula ditanyakan riwayat keluarga apakah ada yang menderita penyakit yang sejenis misalnya diafisial yang bersifat herediter. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalan anamnesis adalah : 1. Umur : Umur pendertita sangat penting untuk diketahui karena banyak tumor tulang yang mempunyai kekhasan dalam umur terjadinya, misalnya giant cell tumor jarang ditemukan dibawah umur 20 tahun. 2. Lama dan perkembangan (progresifitas) tumor : tumor jinak biasanya

berkembang secara perlahan dan apabila terjadi perkembangan yang cepat dalam waktu singkat atau suatu tumor yang jinak tiba-tiba menjadi besar maka perlu dicurigai adanya keganasan. 3. Nyeri : nyeri merupakan keluhan utama pada tumor ganas. adanya nyeri menunjukkan tanda ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan atau degenerasi. 4. Pembengkakan : kadang-kadang penderita mengeluhkan adanya suatu pembengkakan dimana pembengkakan ini bisa timbul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang lama dan bisa juga secara tiba-tiba.
GEJALA KLINIS Pada umumnya non-spesifik dan tergantung dari beratnya penyakit. Yang sering dikeluhkan adalah rasa nyeri yang biasanya berkurang bila pasien beristirahat, bengkak lokal, dan gerakan yang terbatas pada sendinya. Bila lesi tumor terletak di tulang-tulang vertebra dapat timbul gej al a ner ol ogis . Nyeri teka n pada pemeriksaan palpasi juga didapatkan pada pasien. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan atrofi otot dan menurunnya pergerakan sendi. TGC pada sakrum sering menimbulkan gejala low back pain yang meluas di kedua ekstremitas bagia n bawa h dan dapat di serta i gej ala neurologis, gangguan berkemih atau buang air besar. Fraktur patologis ditemukan sekitar 11 37% pasien. HISTOPATOLOGI

TGC tulang mempunyai gambaran yang khusus denga n mi kr oskopis , dan unt u k menegakkan diagnosis biasanya tidak sulit. Tumor ini secara makroskopis biasanya terlihat sebagai massa yang coklat dan lunak (Gambar1). Pada daerah pembuluh darah terlihat gambaran merah gelap, dan daerah kolagen terlihat gambaran warna ungu. Pada pemotongan tumor, biasanya terlihat gambaran nekrosis dan ruang yang berisi darah.

Gambar 1. Gambaran makroskopis dari giant cell tumor pada distal radius. Tumornya didomonasi oleh foam cells , yang menyebabkan warna kuning terang Secara mikroskopik TGC terdiri dari sel mononuklear yang bulat sampai oval yang biasanya bercampur dengan banyak osteoklas yang menyerupai sel datia yang berukuran besar dan mempunyai inti 50 100 (Gambar 2). Terlihat adanya sedikit atau beberapa mitosis disertai adanya sel datia dengan pembentukan kolagen, kadang berbentuk atypia (Gambar 3).Osteoid sering ditemukan pada tumor di mana terdapat fraktur patologis. Nekrosis fokal sering pula terjadi. Beberapa TGC dapat rekuren dan menjadi ganas yang secara histologis mempunyai gambaran serupa dengan lesi primer tulang. KLASIFIKASI Enneking mengemukakan suatu sistem klasifikasi stadium TGC berdasarkan klinisradiologis-histopatologis sebagai berikut: Stage 1: Stage inaktif/laten: (i) klinis, tidak memberikan keluhan, jadi ditemukan secara kebetulan, bersifat menetap/tidak ada proses pertumbuhan; (ii) radiologis, lesi berbatas tegas t anp a kel aina n kor teks t ulang: dan ( iii ) histopatologi, didapat gambaran sitologi yang jinak, rasio sel terhadap matriks rendah. Stage 2: stage aktif: (i) klinis: didapat keluhan,ada proses pertumbuhan; (ii) radiologis: lesi berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, ada gambaran septa di dalam tumor. Didapati adanya bulging korteks tulang; dan (iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak, rasio sel tehadap matriks berimbang. Stage 3: stage agresif: (i) klinis: ada keluhan, dengan tumor yang tumbuh cepat; (ii) radiologis: didapatkan destruksi korteks tulang, sehingga tumor keluar dari tulang dan tumbuh ke arah jaringan lunak secara cepat; didapati reaksi periosteal segitiga Codman, kemungkinan ada fraktur patologis; dan (iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak dengan rasio sel terhadap matriks yang tinggi, bisa didapat nukleus yang hiperkromatik, kadang didapat proses mitosis. RADIOLOGIS

Dengan foto polos TGC sudah dapat diketahui karena mempunyai gambaran yang sangat khas. Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk mendeteksi adanya perubahan pada jaringan lunak, perluasan ke

Gambar 3. Gambaran tumor giant cell dengan aktivitas mitosis dan bentuk sel atypia yang jarang intra-artikular, dan adanya perubahan sumsum tulang. MRI merupakan metode yang terbaik untuk mencari adanya perluasan ke subkondral dan perluasan tumor ke jaringan sekitar sendi. Dengan MRI, ketepatan diagnostiknya sangat baik, terutama bila diinterpertasikan bersama dengan foto polos. Kekurangan dari MRI adalah harganya yang relatif mahal, kadang diperlukan sedasi pada pasien yang claustrophobia , dan MRI kontraindikasi pada pasien dengan cardiac pacemakers , orbital foreign bodies .

Gambar 2. Gambaran patologis yang khas dari TGC. (a) Foto dengan potongan coronal dengan pewarnaan ( hematoxylin-eosin [H-E] stain) memperlihatkan gambaran TGC yang menggantikan sumsum tulang dari tulang radius distal (*) dan meluas ke subkondral (panah besar). Lesinya berupa zona lancip antara batas tumor dengan trabekula tulang yang normal (panah kecil). (b) Dengan pembesaran (x250; H-E stain) terlihat multinucleated giant cells (panah)

Gambar 4. Giant cell tumor. Foto polos pasien wanita 19 tahun memperlihatkan lesi geographic yang radiolusen dengan batas sklerotik (panah) pada metafise dan epifise tibia proksimal

F ot o p ol o s s an ga t p ent i n g u nt u k menemukan lokasi lesi, keadaan matriks tulang, tepi lesi, reaksi periosteal , dan keadaan jaringan lunak. Gambaran radiologis dari T G C t ul a n g p ad a f ot o p ol o s me nur u t Campanacci mempunyai gambaran yang sangat khas, yaitu: (i) stadium I: lesi osteolitik berbatas tegas tanpa deformasi korteks tulang dan dapat disertai reaksi sklerotik di sekitar lesi; (ii) stadium II: lesi osteolitik berbatas tegas disertai gambaran septa/trabekulasi di dalam tumor yang terlihat membagi lesi tumor d al a m b e ber ap a ko mp ar t e me n di ser t a i deformitas korteks tulang berupa bulging / ekspansif dan penipisan/erosi korteks serta terlihat perluasan lesi tumor ke subartikular dan ke metafisis (Gambar 4 dan 5); (iii) stadium III: telah didapatkan adanya erosi dan destruksi korteks tulang disertai perluasan tumor ke metafisis, subartikular dan keluar dari tulang masuk ke jaringan lunak secara cepat yang terlihat sebagai soft tissue mass (massa jaringan lunak). Dapat terlihat reaksi periosteal berupa segitiga Codman bila terdapat fraktur patologis (Gambar 6). Septa mungkin dapat dilihat di lesi pada 3 3 5 7% p asi e n ; seb ena r n y a sept a i ni merupakan pertumbuhan nonuniform dari tumor tersebut. Tumor ini biasanya sudah membesar pada waktu ditemukan, dengan diameter kurang lebih 5 7 cm.

Gambar 5. Terlihat gambaran TGC yang khas pada tulang radius

Gambar 6. TGC pada radius distal dengan pseudotrabeculation pada pria 25 tahun. Foto AP dari pergelangan tangan terlihat sebuah lesi litik di metaepiphyseal yang meluas ke subkondral dengan sebuah fraktur patologis (panah) dan terlihat trabekulasi internal

S eb an ya k 8 5% T G C t u l an g ya n g didiagnosis melalui foto polos terdapat di bagian akhir dari tulang panjang; dan kurang lebih 50% terjadi pada tulang sekitar lutut. Lokasi dari tumor ini sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Kebanyakan letaknya eksentrik dan biasanya sampai ke subartikular. TGC yang didiagnosis pada vertebra sangatlah jarang terjadi (5%). Sakrum adalah tulang belakang yang sering terkena. Tumor ini biasanya sampai meliputi korpus vertebra. Pada foto polos daerah destruksi TGC pada korpus vertebra terlihat di bagian posterior dan tumor ini dapat menyebabkan hancurnya korpus vertebra dan kompresi saraf-saraf tulang belakang. Ketepatan untuk diagnosis TGC pada tulang-tulang ekstremitas dengan menggunakan foto polos sangat tinggi. Pada tulang belakang ketepatan diagnosis tidak terlalu tinggi karena TGC sulit dibedakan dengan tumor tipe lain.

Computed tomography (CT) Scan Pada CT Scan dapat ditemukan gambaran- gambaran karakteristik yang sama dengan foto polos. Marginal sklerosis, destruksi korteks, dan massa jaringan lunak dapat terlihat lebih jelas pada CT Scan dibandingkan foto polos. Gambaran dari fluid-fluid level kadang-kadang dapat terlihat. Pada CT Scan akan terlihat adanya lesi heterogen dengan area berukuran kecil, berbentuk bulat dengan densitas yang rendah di dalamnya. Tepi lesi tumor licin dikelilingi oleh expanded shell yaitu berupa lapisan tipis dari tulang atau periosteum, disertai gambaran trabekulasi di dalam tumor disertai kelainan korteks tulang berupa bulging/ ekspansif dengan penipisan/erosi korteks dan terlihat perluasan lesi tumor ke metafisis dan subartikular dan bila dibiarkan lesi akan meluas ke intraartikular disertai adanya erosi dan destruksi korteks tulang ( blow out) dan pertumbuhan jaringan tumor ke luar dari tulang masuk ke jaringan lunak dengan batas tumor yang suram (karena sudah bercampur dengan jaringan lunak) yang disebut sebagai massa ekstraosseus (Gambar 7).

Gambar 7. TGC pada tibia proksimal wanita 30 tahun. Pada CT scan terlihat mild ekspansi dan sclerosis yang ringan sekitar TGC (panah) tapi tidak ada massa jaringan lunak

Densitas jaringan lesi tumor terlihat heter oge n denga n f okal ar ea yan g t ida k mengalami penyangatan dengan kontras bila su da h t er d apa t n e kr o si s , ki s t a , mau pu n perdarahan di dalamnya. Pada jaringan tumor sendiri bila diberikan kontras akan t ampa k penyan gat a n denga n t er l i hat nya peningkatan nilai atenuasi sebesar 20 60 H akibat adanya hipervaskularisasi. Ketepatan diagnosis dari CT Scan sangat tinggi bila dipakai sebagai tambahan dengan foto polos. CT Scan akan lebih berguna dipakai pada bentuk tulang yang kompleks, seperti vertebra atau tulang pelvis, dimana gambaran lesi tidak dapat terlihat jelas pada foto polos. CT Scan juga sangat berguna untuk rencana tindakan operasi. Magnetic Resonance Imaging (MR I) TGC pada MRI memberikan gambaran yang tidak spesifik, dari yang hipo, iso, dan hiper intensitasnya dibandingkan dengan otot pada T1-weighted image dan meningkat secara heterogen pada T2-weighted image. Pada lesi tumor yang terletak intraosseus dan tanpa disertai adanya kelainan korteks akan terlihat pada T1-weighted image adanya lesi hipointens berbatas tegas sedangkan pada T2w ei g ht e d i ma g e me n unj u ka n a dan y a peningkatan intensitas signal yang homogen

(hiperintens).Bila lesi telah meluas disertai kelainan korteks berupa bulging serta penipisan ko r t e k s da n ada n y a ar e a ne kr o si s da n perdarahan di dalam lesi tumor, maka pada T1weighted image tampak lesi tumor dengan intensitas heterogen (isohipo intens hingga hiperintens) serta terlihat pula perluasan tumor ke daerah metafisis dan subartikular, pada T2weighted image tampak adanya intensitas lesi yang meningkat heterogen. Bila telah terdapat perluasan lesi tumor ke jaringan lunak akan tampak pada T1-weighted image lesi dengan intensitas heterogen (dengan lebih luasnya area nekrosis dan perdarahan) disertai adanya destruksi korteks dan perluasan lesi tumor ke metafisis, intraartikular dan jaringan lunak sebagai massa ekstraosseus. Destruksi korteks dapat terlihat dengan jelas karena adanya intensitas yang heterogen dari lesi tumor sedangkan korteks tulang mempunyai intensitas yang rendah (yang terlihat hitam). Pada T2-weighted image tampak intensitas lesi meningkat (Gambar8). heterogen (rendah sampai sedang yang terlihat pada daerah solid tumor)

T1

T2

Gambar 8. Sagittal T1-weighted dari MRI terlihat sebuah giant cell tumor dengan intensitas signal rendah. Sagittal T2-weighted dari MRI terlihat giant cell tumor dengan intensitas signal menengah tinggi Pada pemberian kontras akan tampak penyangatan lesi tumor, kecuali pada daerah

ya n g t el a h me n gal a mi n e kr osi s ma upu n perdarahan. Signal intensitas perdarahan pada TGC tinggi/hiper baik pada T1 maupun T2 wei g ht e d i ma g e . D aer a h d en ga n si gn a l intensitas rendah dapat pula disebabkan adanya nekrosis dan hemosiderin yang dapat dilihat bai k di T 1 maupu n T 2 wei ght e d i mag e . Hemosiderin didapatkan pada lebih dari 63% kasus giant cell tumor yang mungkin ada akibat ekstravasasi sel darah merah bersama dengan sel fagosit dari sel tumor. Daerah kistik umumnya terlihat sebagai daerah yang signal intesitasnya rendah pada T1 weighted image dan tinggi pada T2-weighted image . Gambara n fluid - fluid level dapat terlihat. Oedema peritumoral jarang didapat bila tidak ada fraktur. Dengan MRI dapat ditemukan TGC pada lower spine yang dapat o verl a p den ga n t u mo r l a i nn y a se per t i aneurysmal bone cyst . MRI sangat sensitif untuk mendeteksi kelainan jaringan lunak, penyebara n i ntr a -arti kular, dan kel aina n sumsum tulang. MRI merupakan cara yang t er bai k u nt u k me l i ha t sub ar t i kul a r da n perluasan tumor pada intraartikular.Untuk diagnostik, MRI akurasinya sangat tinggi terutama bila digabungkan dengan gambaran foto polos Kedokteran Nuklir P ad a pe me r i ks aa n s ki nt i gr af i ya n g bi a san y a me n ggu na ka n t e chn et i u m -9 9 m methylene diphosponate terdapat peningkatan uptake radiofarmaka pada fase perfusi dan blood pool serta terlihat lebih tinggi pada late fase dengan peningkatan uptake yang lebih banyak di daerah perifer sedangkan di daerah sent r a l f ot op eni / l ebi h s edi ki t u pt a k e radiofarmaka ( doughnut sign ). Uptake /ambilan pada TGC biasanya difus pada seluruh fase dan berhubungan dengan adanya hipervaskularisasi dan aktivitas reaksi dari osteoblastik. Tak terlihat adanya korelasi yang signifikan antara intensitas uptake 99 M Tc -M D P d en ga n st a di u m t u mo r kar en a menunjukan intensitas uptake radiofarmaka yang sama.Peningkatan uptake radiofarmaka pada T GC seri n g memberi ka n gambar a n doughnut di mana terdapat peningkatan uptake di perifer dari lesi dan lebih rendah di daerah sentral.Peningkatan uptake di daerah perifer bi asa n y a b er h ubu n ga n d en ga n r e a ks i osteoblastik pembentukan tulang baru pada t u l an g ya n g t e r ke n a t umo r da n t i da k terdapatnya osifikasi pada jaringan tumor sendiri. Bila terdapat fraktur patologis pada TGC dengan tipe agresif maka akan terlihat peningkatan uptake radiofarmaka, namun bila sudah terjadi nekrosis avaskular misalnya pada TGC di daerah proksimal femur dan terjadi fraktur patologis di daerah kolum femur maka peningkatan uptake radiofarmaka akan lebih sedikit luasnya/ukurannya daripada anatomi l e s i t u mo r ya n g ses un ggu hn ya . Bon e scanning biasanya diperlukan pada pasien yang dicurigai TGC multisentri k namun tidak digunakan untuk memperlihatkan ekstensi lesi tumor ke ekstraosseus. Angiografi Pada angiografi terlihat neovaskularisasi pada 80% kasus TGC, bersamaan dengan kapile r yan g t ampa k meni ngka t dan nonhomogen. Pada angiografi akan terlihat adanya gambaran hipervaskularisasi dari arteri dan vena serta terlihat densitas lesi tumor yang kemerahan akibat banyaknya pembuluh darah yang berukuran kecil/berukuran kapiler dalam tumor. Pada fase arteri dan vena akan terlihat displacemen t arteri dan ven a aki ba t pendorongan oleh massa tumor. Tampak adanya area hipervaskular baik pada fase arteri maupun vena, sedangkan pada fase parenkim terlihat adanya area tumor densitas blush (Gambar 9).

Gambar 9. TGC pada femur distal pria 35 tahun. Angiogram mengisi daerah tumor (*) menggambarkan hypervaskularitas dari lesi dan lesi yang eksentrik pada medial condilus Pada area di mana terdapat kista, nekrosis maupun perdarahan terlihat sebagai area yang nonblushing .Angiografi tidak dilakukan untuk menegakan diagnosis TGC namun dapat digunakan untuk melihat perluasan dari tumor baik secara intraosseus dan ekstraosseus yang di gu na ka n un t u k r e nca n a p e mbe dah an . Embolisasi preoperasi dapat dilakukan sebagai tindakan tambahan dalam pembedahan untuk meringankan pendarahan dan awal untuk reseksi pada tumor yang vaskularisasinya meningkat. Pembedahan biasanya dilakukan s e ger a set el a h e mb ol i s as i da n s ebel u m terbentuknya pembuluh darah kolateral. Arteri ya n g me mp e r d ar ah i t u mo r j u ga dap a t diembolisasi pada pasien yang akan melakukan pembedahan, tujuannya untuk meringankan rasa nyeri postoperasi.

Diagnosis Banding 1. Brown tumor pada Hiperparatiroidisme 2. Granuloma yang sudah sembuh

Kedua kelainan ini dapat membingungkan oleh karena terdapat perdarahan, sel-sel raksasa serta dekstruksi tulang.
PENGOBATAN Intervensi pembedahan adalah terapi pri me r dar i T GC, tindaka n pembedaha n tergantung dari stadium (berdasarkan Eneking) dan lokasi lesi tumor. ke arah keganasan terjadi pada 35 kasus dari 568 kasus pada penelitian di Mayo klinik. Tumor/lesi TGC dengan stroma yang malignan lebih mengarah keganasan dan 5% pasien TGC ditemukan adanya metastase ke paru.

Prognosis

Penting untuk melakukan follow up jangka panjang agar dapat menilai hasil terapi, karena perubahan menjadi ganas diketahui terjadi sekitar 40 tahun setelah terapi primer. Beberapa penelitian lama menyatakan bahwa rekurensi terjadi 50% setelah kuretase. Dengan modalitas terapi yang modern angka rekurensi sekitar 20%. Rekurensi dapat terjadi pada 2 sampai 7 tahun setelah terapi.

BABIII KESIMPULAN TGC tulang merupakan tumor tulang primer yang bersifat jinak tetapi secara lokal d apa t ber si f a t a gr esi f d a n dest r u kt i f . Penyebabnya belum dapat ditentukan. Tumor ini sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan usia 20-40 tahun, karena biasanya tumor ini terjadi tulang yang sudah matur. Enam puluh persen dari tumor ini terjadi pada tulang panjang, dan hampir seluruhnya terletak pada ujung tulang di persendian. Umumnya tumor ini terjadi pada proksimal tibia, distal femur, distal radius, dan proksimal humerus. Berbagai modalitas pencitraan akan sangat me mb ant u u nt u k di a gnosi s TGC d a n membedakannya dari tumor jinak tulang lainnya. Dengan foto polos TGC sudah dapat dikenali karena mempunyai gambaran yang sangat khas. MRI digunakan untuk deteksi perubahan pada jaringan lunak, perluasan ke intra-artikular dan adanya perubahan sumsum tulang. Dengan MRI, ketepatan diagnostiknya sangat baik, terutama bila diinterpertasikan bersama dengan foto polos. CT Scan dipakai pada bentuk tulang yang kompleks, seperti vertebra atau tulang pelvis, di mana gambaran lesi tidak dapat terlihat jelas pada foto polos. CT Scan juga sangat berguna untuk rencana tindakan operasi. Ketepatan diagnosis dari CT Sca n sanga t t i nggi bi l a di paka i sebaga i tambahan foto polos. Intervensi pembedahan mer upaka n terapi pri me r dari T GC, da n t i nd a ka n p e mbe dah a n ya n g di l a ku ka n tergantung dari stadium (berdasarkan Eneking) serta lokasi lesi tumor

DAFTAR PUSTAKA

http://en.wikipedia.org/wiki/Giantcell_tumor_of_bone

You might also like