You are on page 1of 20

PENATALAKSANAAN PENYAKIT CROHN PADA PEROKOK: APAKAH DIBUTUHKAN PENDEKATAN ALTERNATIF?

ABSTRAK Penyakit radang usus (IBD) adalah suatu kondisi kronis dengan latar belakang patogen yang melibatkan kedua faktor genetik dan lingkungan. Meskipun kemajuan penting telah dibuat dalam dekade terakhir ini, masih ada pengetahuan langka yang tersedia untuk keduanya. Dalam hal ini, merokok tetap menjadi faktor lingkungan yang paling penting dalam IBD . Merokok aktif meningkatkan risiko berkembangnya penyakit Crohn (CD) . Selain itu, pasien CD yang memulai atau melanjutkan merokok setelah diagnosis penyakit beresiko untuk hasil yang lebih buruk seperti persyaratan terapi yang lebih tinggi dan komplikasi yang berhubungan dengan penyakit, dibandingkan dengan pasien yang berhenti merokok atau yang tidak pernah merokok . Namun, efek berbahaya dari merokok aktif tidak seragam pada semua pasien atau semua kasus klinis. Intervensi dirancang untuk memudahkan menghentikan merokok yang dapat mempengaruhi perjalanan penyakit . Pada artikel ini , bukti yang tersedia dari efek buruk dari merokok pada CD ditinjau secara rinci dan pendekatan terapi alternatif untuk CD pada perokok yang diusulkan. PENDAHULUAN CD adalah suatu penyakit inflamasi usus kronik yang tidak diketahui penyebabnya. Patogenesis CD bersifat multifaktorial, dan beberapa faktor telah dilibatkan dalam perkembangan penyakit ini yaitu genetik dan faktor lingkungan(1). Perbedaan dalam laju kejadian penyakit berdasarkan umur, waktu, dan daerah geografi menunjukkan bahwa faktor lingkungan terlibat dalam penyakit inflamasi usus, tetapi merokok dan appendektomi telah diidentifikasi sebagai faktor resiko, merupakan salah satu faktor yang berpengaruh kuat pada perkembangan CD. Penyakit ini lebih sering terkena pada perokok aktif dibanding dengan tidak merokok,(2,3) dan merokok dapat mengubah perjalanan penyakit CD sejak semakin aktif untuk merokok

maka dapat mengembangkan komplikasi dan kambuhnya penyakit kembali dan membutuhkan terapi operasi(4). Ada bukti bahwa intervensi disusun untuk memfasilitasi penghentian merokok yang dapat menyembuhkan penyakit ini
(5)

. Artikel ini meninjau data yang ada pada perokok dan efek

rokok pada pasien dengan diagnosis CD.

KLINIS DAN PROGNOSIS CD PADA PEROKOK Sangat bagus untuk diketahui bahwa CD lebih sering terkena pada perokok. Hubungan antara perokok dan buruknya klinis dari penyakit CD telah ditegakkan, melalui mekanisme dasar yang kompleks tetapi masih diteliti. Kenyataannya pada kasus ulcerative colitis, efek dari rokok berlawanan dengan yang tampak pada kasus CD. Mekanisme yang menjelaskan keadaan berlawanan tersebut meliputi perbedaan efek merokok yang mengaktifkan sel dan fungsi imun humoral pada kedua kasus, sitokin-sitokin dan motilitas dan permeabilitas dinding usus(6). Diantara semua kandungan yang terdapat pada asap tembakau, tampak dengan jelas nikotin memiliki dampak terbesar pada CD(7). Bagaimanapun, telah ditegakkan bahwa glikoprotein yang terdapat pada tembakau dapat merespon untuk mengaktifkan sel Th1(8), sementara nikotin dipertahankan sebagai penyebab aksi anti inflamasi pada UC(9). Perokok menunjukkan peningkatan produksi reaktif oksigen dan berkurangnya kapasitas dari anti oksidan(10); pada gilirannya dapat bekerja sinergis dengan stress oksidatif pada CD(11). Selain itu, faktor lingkungan juga berhubungan dengan faktor genetik. Dalam hal ini, penelitian baru telah mendemostrasikan bahwa rokok dapat berpengaruh pada ekspresi profil gen di mukosa kolon pada pasien CD(12). Merokok telah dikaitkan dengan prognosis yang buruk pada CD dan kualitas hidup yang buruk(13). Holdstock et al
(14)

melaporkan untuk pertama kalinya bahwa pasien CD yang

merupakan perokok aktif memiliki angka kejadian relaps meningkat dan lebih menderita nyeri; hal ini dikaitkan dengan menigkatnya kemungkinan pengakuan rumah sakit dan reseksi intestinal pada pasien dengan keterlibatan pada kasus penyakit usus. Peningkatan angka kejadian relaps diestimasikan menjadi dua kali lipat pada perokok di studi prospektif Canadian yang melibatkan 152 pasien CD(15). Beberapa faktor epidemiologi seperti jenis kelamin atau letak lokasi penyakit juga berpengaruh dari dampak kebiasaan merokok pada CD. Sebagian besar data didapatkan dampak merokok pada pasien CD, hasil studi Saint Anton Hospital di Paris(16-18). Salah satu dari studi mereka meliputi 400 pasien CD berturutan yang di interview untuk menilai efek rokok dalam penyebab CD dalam jangka panjang(16). Kebutuhan kortikosteroid dan immunodulator lebih

besar pada perokok, tetapi tidak ditemukan perbedaan kebutuhan reseksi intertinal kecuali pasien yang mulai merokok setelah didiagnosis CD. Sebagai tambahan, pengaruh pengganggu dari merokok ditemukan ketergantungan dosis dan ditandai lebih pada wanita. Studi terakhir, penulis yang sama menggaris bawahi prognosis buruk pada wanita yang merokok(18). Secara tidak langsung pada CD, keterlibatan kolon dalam jumlah yang sedikit pada pasien perokok dibandingkan dengan pasien tidak merokok. Dalam studi lain diterbitkan oleh kelompok yang sama dari Paris, melibatkan 622 pasien CD, ditemukan cukup lebih besar resiko relaps dengan penyakit tidak aktif dan tanpa keterilibatan colon(17). Sebuah survey multicenter melibatkan 457 pasien CD dari 19 negara Eropa mengevaluasi beberapa parameter klinis pada saat didiagnosis. Resep kortikosteroid atau immunodulator- sebagai tanda pengganti kurangnya kasus- pembuktiannya lebih besar pada perokok dalam satu tahun pertama sejak didiagnosis(19). Kelompok individu dengan keterlibatan ileum juga secara signifikan lebih besar pada perokok, dalam persetujuan dengan penelitian yang diatur sendiri
(20)

. Bahkan, kebutuhan pembedahan

lebih tinggi pada perokok dapat dihubungkan pada keterlibatan ileal yang berkali-kali(21). Efek negatif dari merokok tampak dari ketergantungan dosis, dengan resiko penyakit yang buruk terutama pada perokok berat. Lindberg et al(22), dalam series 231 pasien CD, melaporkan perokok berat (lebih 10 batang rokok/hari) menerangkan adanya peningkatan resiko pembedahan pada 5 dan 10 tahun sejak didiagnosis, sebagai perbandingan dengan pasien yang tidak merokok (OR 1.14 dan 1.24, berturut-turut). Resiko untuk operasi selanjutnya bahkan lebih besar, dengan OR 1.79 pada 10 tahun. Dalam penelitian lain, perbandingan waktu pada perkembangan inflamasi instestinal selama diikuti dilaporkan 37% pada pasien tidak merokok, 46% pasien yang merokok 10 batang/hari, dan 48% pasien perokok berat(23). Sangat mengherankan, pada studi terakhir dilaporkan bahwa tidak ada keuntungan klinis pada perokok, meskipun perokok pasif tidak menunjukkan kasus yang buruk(24). Merokok telah dikaitkan dengan prevalensi yang rendah pada kasus inflamasi (tidak striktur-tidak menjalar) penyakit, kemudian menyarankan bahwa konsumsi tembakau berpengaruh pada kenaikan penyakit fistulizing atau penyakit striktur(22,25-27). Data yang ada bertentangan ketika penilaian resiko penyakit perianal, sejak dimasukkan definisi bentuk fistel pasien CD dalam klasifikasi awal Vienna Phenotypic CD(28), tetapi tidak dalam adaptasi Montreal(29). Kenyataannya, karakteristik phenotypik dapat berbeda sangat besar berdasarkan

studi populasi asal etnis. Kemudian, untuk populasi French Canadian, bentuk phenotypik telah dibedakan dari populasi Caucasian, dengan kecenderungan yang mengarah pada fistelisasi(30). Pada populasi ini, gabungan antara pasien CD perokok cukup kuat untuk kemungkinan terlibat. Kekurangan dari gabungan antara perokok dan CD telah ditegakkan sekarang pada pasien Jewish di Israel. Genetik terkuat cenderung pada CD yang menyumbangkan ketidaksesuaian ini. PASCA PEMBEDAHAN ULANG PADA PEROKOK Reseksi intestinal masih digunakan dalam penatalaksanaan pasien CD meskipun terdapatnya agen biologik dan penyebaran penggunaan immunodilator. Baru ini, dua studi melaporkan kemungkinan kumulatif menjalani pembedahan abdominal sekitar 40% dan 60% dalam 5-10 tahun sejak didiagnosis, berturut-turut, pada populasi perawatan dewasa dan anak berdasarkan cohort studi pasien CD(32,33). Bagaimanapun, kekambuhan penyakit hampir setelah reseksi curative dan untuk alasan ini, algoritma pencegahan diulang untuk direncanakan(34,35). Meskipun hal ini masih ditegakkan apakah semua pasien seharusnya mulai mengonsumsi immunodulator setelah operasi atau tidak, semua penulis setuju mendukung dengan kuat untuk penghentian merokok. Pada nyatanya, banyak studi ditemukan bahwa perokok berat terkait dengan peningkatan resiko CD pasca pembedahan berulang(36). Ini telah dikonfirmasi terakhir dalam dua penelitian besar bahwa merokok menjadi sebuah faktor resiko yang berdiri sendiri untuk diadakan pembedahan kembali (re-operation)(37,38). Pasca pembedahan ulang biasanya terjadi pada pasien yang dioperasi karena penyakit ileal, dan memiliki dampak berbahaya dari tembakau yang terlihat lebih besar pada pasien dengan keterlibatan ileal(17). Bagaimanapun, hasil dari sebagian besar studi ini cacat karena aspek metodelogi. Pertama, sebagian besar bersifat retrospektif; kebiasaan merokok berbeda menurut waktu dan ini tidak selalu didaftar pada rekam medis. Kedua, efek dari tembakau dapat berpengaruh oleh beberapa confounding factor seperti umur(39,40), jumlah batang rokok per hari(41), atau bahkan etnis(41,42). Terakhir, definisi dari perokok aktif atau mantan perokok bersifat heterogen dalam penelitian; ini sangat penting ketika mengevaluasi penghentian merokok, sejak dampak dari merokok terlihat relevan dengan klinis dari satu tahun aktif(43). Cottone et al(44) melaporkan hasil dari penelitian retrospective dimana melibatkan 182 pasien CD yang menjalani reseksi instestinal, 109 pasien yang memiliki riwayat endoskopi untuk kekambuhan mukosa pada satu tahun setelah pembedahan. Penulis menemukan, untuk pertama

kalinya, perokok aktif adalah faktor resiko yang berdiri sendiri untuk endoskopi, gejala klinis, dan pembedahan ulang. Selain itu, efek yang mengganggu dari tembakau pada gejala klinis pada saat kambuh menjadi tetap. Kekurangan yang utama pada penelitian ini yang tidak dimasukkan adalah tidak akuratnya dalam penilaian berat lesi endoskopi dan pencegahan. Cortes et al(45) terakhir melaporkan hasil dari prospektif awal menilai faktor yang berkaitan dengan endoskopi yang berulang. Penelitian ini melibatkan 152 pasien dalam tiga prospektif percobaan yang mengevaluasi keefektifan prosedur diagnostik atau strategi perbedaan pencegahan untuk pasca pembedahan berulang dan dalam hal endoskopi dan monitoring klinis dilakukan dengan sistematis. Rokok dan thiopurin digunakan hanya mengira dari pasca pembedahan berulang yang didefinisikan dalam terjadinya gejala klinis yang berulang dan atau Rutgeerts grade 3 atau 4 dari kekambuhan endoskopi (figure 1). Sekali lagi resiko lebih terdapat perokok berat (pasien yang merokok 10 batang rokok/hari). Catatan lain, meskipun arahan tentang efek berbahaya dari tembakau pada CD mungkin dapat dinetralisasi dengan menggunakan immunodulator(16), ini tidak terlihat pada semua kasus; sebagai awal dari pasca pembedahan berulang, dua penelitian berbeda yang diidentifikasi keduanya, penggunaan azathipurin dan perokok aktif sebagai faktor yang berdiri sendiri dikaitkan dengan endoskopi dan pembedahan yang berulang(38,45). MEROKOK MEMPENGARUHI RESPON TERAPI Meskipun telah dibuktikan bahwa merokok akan meningkatkan kebutuhan terapi pada pasien CD (steroid, immunodulator, pembedahan), hanya sedikit penelitian yang mengarah pada pengaruh rokok pada kemanjuran obat yang digunakan.

Beberapa penelitian telah dicoba untuk menilai pengaruh kebiasaan merokok pada respon infliximab. Parsi et al(46) mengarah pada identifikasi demografi dan klinis yang dikaitkan pada respon infliximab di 59 pasien dengan luminal CD. Analisis regresi logistik menemukan bukan hanya rokok dan pengunaan immunodulator secara bersamaan diprediksikan respon obat satusatunya. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian berikutnya dalam 60 pasien yang diterapi dengan dosis infliximab tunggal untuk luminal CD yang sulit disembuhkan(47). Bagaimanapun, penelitian Eropa terbesar yang melibatkan 137 pasien yang diterapi untuk penyakit luminal ditemukan umur, lokasi penyakit, dan penggunaan bersamaan immunodulator, tetapi tidak memiliki kebiasaan merokok, hanya factor itu yang terkait dengan respon klinis dalam analisis yang bervariasi(48). Penelitian di America Utara(49) dengan 122 pasien yang menerima dosis tunggal infliximab untuk luminal CD yang sulit disembuhkan tidak ditemukan ramalan respon beberapa demografi dan factor klinis, termasuk kebiasaan merokok. Terakhir, studi multicenter Italian melibatkan 382 pasien yang menerima infliximab untuk pelantikan penyembuhan pada luminal CD (137 dari mereka denga dosis tunggal dan 245 dengan jadwal tiga dosis)(50); sementara beberapa parameter klinis, hanya diterapi denga dosis tunggal dan pembedahan yang lalu dikaitkan dengan respon yang kemungkinan kecil pada kedua penelitian baik satu variasi maupun multi variasi. Semua penelitian yang disebutkan diatas juga memasukkan pasien dengan fistel CD, tetapi ramalan respon (termasuk kebiasaan merokok) ditemukan dari mereka. Secara ringkas,meskipun data awal dimana disarankan untuk perokok aktif dikurangi sama juga halnya untuk respon dari dosis tunggal obat pada pasien dengan CD luminal, penelitian besar mengulangi bahwa tidak ditemukan hubungan merokok dengan respon infliximab; bagaimanapun, itu telah dikatakan bahwa sebagian besar dari penelitian ini tidak dipertimbangkan untuk dosis tembakau. Pengaruh merokok pada penyakit IBD lain- hubungannya dengan obat kurang jelas. Keadaan ini, Penelitian Spanish untuk pertama kali mengevaluasi hubungan antara merokok dan respon thipurin(51). Penelitian ini melibatkan 163 pasien IBD (103 pasien CD dan 60 pasien UC) yang memulai terapi thiopurin karena ketergantungantungan steroid dan dan mereka di pantau oleh pusat Catalonian. Kebiasaan merokok pada saat mengonsumsi thiopurin sangat dibutuhkan ketelitian saat penilaian. Tidak perbedaan dari responder temukan, baik pada pasien CD maupun pada pasien UC, menunjukkan bahwa sekali lagi tembakau tidak berpengaruh pada keefesiensian

terapi obat pada IBD. Hasilnya tetap sama ketika beberapa pencarian sub-analisis digabungkan dengan jenis kelamin, lokasi penyakit (keterlibatan colon atau ileum) dan kebiasaan merokok (tidak merokok, perokok, perokok berat yang mengonsumsi 10 batang/hari) di tampilkan. Sebagai catatan, tanggapan pasien Cd yang melanjutkan merokok dengan berat yang kambuh selama dipantau, meskipun ini tidak mudah untuk kebutuhan agen biologi yang tinggi atau pembedahan. Sangat mengagetkan, penulis menemukan terapi yang terputus karena hubungan efek samping thiopurin yang tidak terikat dengan perokok aktif dalam analisis multivariasi. Kepastian ini untuk mengurangi keefisiensian terapi pada pasien CD (sebagai perbandingan pada UC)ketika dievaluasi oleh analisis untuk terapi. Dengan cara yang sama, survey yang besar dari toksisitas thiopurin pada pasien IBD dilaporkan, dimana melibatkan 3900 pasien IBD yang diterapi denga thiopurine dari ENEIDA Register Spanish (sebuah pendaftaran nasional pada pasien IBD yang dipromosikan oleh Spanish Working Group pada IBD (GETECCU)) menemukan bahwa hepatotoksik dan pankreatitis akut sudah pasti lebih sering pada pasien CD dibandingkan dengan pasien UC, meskipun informasi status merokok dimulai ketika thiopurin tidak cocok(52). Kesimpulannya, itu terlihat jelas pada perokok aktif yang meningkatkan resiko memperburuk keadaan CD, sebagian pasien dengan penyakit ileum, wanita, dan perokok berat. Efek ini berbahaya bisa terjadi karena genetic, yang telah terlihat jelas pada beberapa etnik. Sekali lagi populasi yang teridentifikasi, pengukuran untuk penghentian merokok

dipertimbangkan (Gambar 2). Jika pasien gagal merokok, strategi penanganan intensif pada pasien CD lebih awal menggunakan immunomudulator dan atau agen biological seharusnya dilaporkan untuk antisipasi komplikasi.

CAMPUR TANGAN UNTUK PENGHENTIAN MEROKOK: APAKAH ITU EFEKTIF? Bukti yang paling kuat dari efek buruk dari konsumsi tembakau pada pasien CD yang tepat konsekuensi yang menguntungkan dari penghentian tembakau(5). Pada penelitian cohort studi yang diterbitkan oleh Cosnes et al(17), pasien yang dipantau sampai 12-18 bulan dan resiko kekambuhan yang rendah diobservasi selama pasien berhenti merokok setidaknya 6 bulan. Pada pasien mantan perokok, kasusnya hampir sama terlihat pada pasien yang tidak pernah merokok.

Tidak ada yang tidak mungkin yang mengarah pada dampak yang menguntungkan untuk penghentian merokok pada pasien CD. Keuntungan yang bahkan lebih besar dibandingkan usaha yang menggunakan thiopurin sebagai terapi pemeliharaan. Hanya penelitian interventional yang pasien CD yang menawarkan program penghentian merokok(18). Pasien yang berhenti merokok untuk lebih satu tahun dimasukkan dalam calon pemantauan penelitian dibandingkan dengan kasus dan kebutuhan terapi dengan dua kelompok control- perokok yang aktif dan tidak merokok- dipasangkan dengan umur, jenis kelamin, lokasi penyakit, dan aktif. 59 pasien yang dapat meninggalkan merokok (12%). Setelah pertengahan pemantauan dari 29 bulan, resiko pada pasien yang berhenti merokok, tidak berbeda dengan pasien yang tidak merokok, dan lebih bawah daripada pasien yang merokok (Gambar 4). Penggunaan dari steroid dan immunodulator sama dengan pasien yang berhenti merokok dan yang tidak merokok, tetapi lebih besar pada pasien yang merokok. Terakhir, resiko dari pembedahan memberikan perbedaan yang jelas dari ketiga kelompok. Hal yang menarik, penulis menemukan bahwa pergantian dokter, pembedahan intestinal sebelumnya, status sosial ekonomi yang tinggi, dan pada wanita, penggunaan kontrasepsi oral, yang meramalkan berhentinya konsumsi tembakau. Meskipun dampak negative merokok pada kesehatan, dan kasus tertentu pada pasien CD, penghentian CD, bukan bahan yang mudah. Terapi pada pasien merokok berdasarkan dua intervensi yang seimbang: sikap dan terapi obat. Dokter semestinya mengingat four As dibutuhkan arahan yang benar: (1) keseringan merokok, (2) menasehati untuk berhenti merokok, (3) menilai pasien dengan metode yang ada; (4) melaksanakan pemantauan. Hal penting untuk menekan penghentian merokok, sejak pasien sadar akan dampak negatif kebiasaan merokok yang akan memunculkan gejala penyakit ini lebih mudah jika berhenti merokok. Buruknya, pasien CD yang juga tidak sadar akam resiko dari kebiasaan merokok, akan mengindikasikan peningkatan kebutuhan informasi pasien dengan memperhatikan efek dari merokok pada pasien CD(53,54). Baru-baru ini, sebuah penelitian yang menarik disusun untuk meningkatkan motivasi agar pasien berhenti merokok yang melibatkan 140 perokok tanpa penyakit CD(55). Setiap individu memberikan informasi tentang karakteristik dari pasien CD dan menjalani penelitian genetik (mutasi NOD2/CARDS15) agar mengklasifikasikan mereka menurut resiko perkembangan penyakit. Hasil konfirmasi hipotesis bahwa informasi ditingkatkan pada gangguan genetik pasien

CD dapat dimodifikasi dengan tujuan untuk menghentikan kebiasaan merokok, dan memberitahukan bahwa setiap individu akan memiliki resiko yang tinggi jika mereka bersedia untuk berhenti merokok. Sikap didesain untuk menghentikan merokok Intervensi perilaku dirancang untuk memudahkan pemberhentian merokok yaitu peringatan khusus dari dokter umum, saran yang intensif atau konseling oleh spesialis pada risiko penyakit terkait, dan langkah-langkah dukungan dilakukan dalam bentuk tertulis atau lisan(5). Peringatan sederhana oleh dokter untuk berhenti merokok telah menunjukkan beberapa manfaat dalam penelitian yang dilakukan oleh Cochrane Tobacco Addiction Review Group (Kelompok Pengamat Ketergantungan Tembakau Cochrane(56), meskipun efeknya relatif sedikit(57), dengan asumsi tingkat pemberhentian merokok tanpa bantuan sekitar 2% -3%, pemberhentian merokok dengan bantuan berupa saran sekitar 1% -3%. Perbandingan langsung antara saran yang intensif dengan saran minimal telah menunjukkan keuntungan [risiko relatif (RR) 1,37, 95% confidence interval (95% CI): 1,20-1,56]. Komponen tambahan tampaknya memiliki efek yang kecil, meskipun manfaat dari tambahan yang kecil berasal dari intervensi yang lebih intensif dibandingkan dengan intervensi yang sangat singkat. Intervensi perilaku berguna, terutama bila dikombinasikan dengan terapi obat, terutama dalam jangka pendek. Wawancara motivasi adalah gaya berpusat yang terarah pada pasien konseling dirancang untuk membantu orang untuk mengeksplorasi dan menyelesaikan pertentangan tentang perubahan perilaku. Ini dikembangkan sebagai pengobatan untuk penyalahgunaan alkohol, tetapi dapat membantu perokok untuk membuat keberhasilan upaya untuk berhenti merokok(58). Intervensi penghentian merokok yang efektif dan inovatif diperlukan untuk menarik mereka agar tidak mengunakan pengobatan tradisional. Penggunaan ponsel banyak digunakan pada saat ini yang terintegrasi dengan baik ke dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kalangan orang dewasa muda - karena kebanyakan pasien CD berada pada umur tersebut. Ponsel adalah media potensial untuk pelaksanaan program kesehatan seperti yang dirancang untuk memfasilitasi program pemberhentian merokok, namun bukti saat ini menunjukkan tidak ada pengaruh intervensi berhenti merokok yang berasal dari ponsel dalam

jangka panjang(59). Data yang diperoleh dari internet dan program ponsel menunjukkan peningkatan signifikan secara statistik dalam jangka pendek dan jangka panjang (RR 2,03, 95% CI: 1,40-2,94). Sementara hasil jangka pendek positif, penelitian dari efek jangka panjang dari intervensi pemberhentian merokok berbasis ponsel diperlukan. Banyak pusat kesehatan di Eropa memiliki klinik rawat jalan khusus ditujukan untuk membantu berhenti merokok dengan cara pendekatan multidisiplin (dengan perawat, psikolog, pneumologists dan dokter umum), tetapi terapi obat hampir secara universal digunakan di klinik ini sebagai pelengkap intervensi perilaku. Terapi Obat Bantuan Farmakologi untuk penghentian merokok yang direkomendasikan untuk semua perokok yang mencoba untuk berhenti, kecuali kontraindikasi. Obat-obatan yang tersedia antara lain sebagai berikut.

Terapi Pengganti Nikotin (NRT). Produk tersebut menawarkan cara untuk mengelola nikotin tanpa merokok. Mereka dapat digunakan dalam bentuk patch, permen karet, atau spray hidung. Tujuan dari terapi penggantian nikotin (NRT) adalah untuk sementara mengganti banyak nikotin dari rokok untuk mengurangi motivasi untuk asap dan gejala penarikan diri dari nikotin, sehingga meringankan transisi dari merokok untuk menyelesaikan pantang. Sebuah tinjauan Cochrane baru-baru ini
(60)

mengidentifikasi 132 percobaan pada penggunaan NRT pada orang

bersedia untuk berhenti merokok. Dari jumlah tersebut, 111 percobaan yang melibatkan lebih dari 40 000 peserta berkontribusi pada perbandingan utama antara jenis NRT dan plasebo atau kelompok kontrol non-NRT. RR pantang untuk segala bentuk NRT relatif terhadap kontrol adalah 1,58 (95% CI: 1,50-1,66). Pengumpulan RR untuk setiap jenis adalah 1,43 (95% CI: 1,331,53, 53 percobaan) untuk permen karet nikotin, 1,66 (95% CI: 1,53-1,81, 41 percobaan) untuk patch nikotin, 1,90 (95% CI: 1,36-2,67 , 4 percobaan) untuk inhaler nikotin, 2 (95% CI: 1,632,45, 6 percobaan) untuk tablet lisan / lozenges, dan 2,02 (95% CI: 1,49-3,73, 4 percobaan) untuk semprot hidung nikotin. Efek yang sebagian besar tergantung pada durasi terapi, dimana intensitas memberikan dukungan, atau pengaturan NRT yang ditawarkan. Efeknya adalah serupa dalam kelompok kecil studi yang bertujuan untuk menilai penggunaan NRT diperoleh tanpa

resep dokter. Pada pasien yang sangat tergantung pada rokok ada manfaat yang signifikan dari 4 mg permen dibandingkan dengan 2 mg permen, namun bukti lemah dari manfaat dari dosis yang lebih tinggi dalam bentuk patch. Ada bukti bahwa menggabungkan patch nikotin dengan bentuk NRT lainnya lebih efektif daripada satu jenis NRT. Hanya satu studi secara langsung membandingkan NRT dengan obat lain sebagai modalitas terapi obat. Bupropion. Meskipun tidak digunakan sebagai pengganti nikotin, obat ini mengurangi kecemasan terkait halnya dengan tidak merokok. Bupropion adalah obat antidepresi atipikal yang bertindak sebagai norepinefrin dan dopamin reuptake inhibitor. Awalnya diteliti dan dipasarkan sebagai antidepresan, kemudian bupropion ditemukan efektif sebagai alat bantu untuk menghentikan kebiasan merokok. Sebaliknya untuk selective serotonin reuptake inhibitor (misalnya fluoxetine), antidepresan bupropion dan nortriptyline berkontribusi untuk

menghentikan kebiasaan merokok jangka panjang. Ia telah mengemukakan bahwa bupropion dan nortriptyline bisa dengan efek antidepresan, dan efektif juga sebagai pengganti nikotin (61). Verenicline. Agen dishabituation rokok ini bertindak dengan menghalangi reseptor nikotinin dan menginduksi efek yang mirip dengan nikotin, menahan keinginan untuk merokok, mengurangi ketertarikan, dan mengurangi efek memuaskan merokok. Varenicline dikembangkan sebagai reseptor nikotin agonis parsial dari cytisine, obat yang banyak digunakan di Eropa Tengah dan Timur untuk menghentikan kebiasaan merokok. Nikotin reseptor agonis parsial dapat membantu orang untuk berhenti merokok dengan kombinasi mempertahankan tingkat dopamin untuk mengatasi gejala ketertarikan (bertindak sebagai agonis) dan mengurangi kepuasan merokok (bertindak sebagai antagonis). Laporan pertama pengadilan dengan Varenicline yang diterbitkan pada tahun 2006
(62)

. Obat ini menawarkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi (berhenti


(63)

merokok) dibandingkan alternatif yang ada

. Varenicline meningkat sebesar 2 - 3 kali lipat

yang kemungkinan akan sukses menghentikan kebiasaan merokok jangka panjang dibandingkan dengan upaya pemberhentian merokok dengan farmakologi tanpa bantuan. Ada kebutuhan untuk percobaan berbasis masyarakat independen, Varenicline untuk menguji keefektifan dan keamanan pada perokok dengan berbagai co-morbiditas dan pola risiko. Demikian juga, ada kebutuhan untuk percobaan lebih lanjut tentang keefektifan pengobatan melampaui 12 minggu. Pada bulan Februari 2008, Amerika Serikat Food and Drug Administration mengeluarkan catatan peringatan kesehatan masyarakat, melaporkan bahwa hubungan yang

mungkin antara Varenicline dan peningkatan risiko perubahan perilaku, agitasi, mood depresi, dan keinginan bunuh diri dan perilaku (64). Kemungkinan resiko efek samping serius yang terjadi saat menggunakan Varenicline atau bupropion harus selalu dipertimbangkan terhadap manfaat kesehatan yang tertentu dari berhenti merokok yang tidak hanya mencakup prognosis baik untuk pasien CD tetapi juga mengurangi resiko untuk berkembangnya penyakit paru-paru, penyakit jantung, dan kanker. TERAPI PEROKOK YANG KAMBUH Kurang dari 10% dari semua pasien yang berhenti merokok tanpa bantuan medis mampu mempertahankan untuk tidak merokok dalam jangka panjang
(65)

. Intervensinya, baik

farmakologis atau bedah, laju peningkatan penghentian merokok jangka panjang dibandingkan dengan kontrol intervensi, meskipun ada pengurangan tetap dalam keberhasilan umum yang mengarah pada proporsi individu yang awalnya mampu berhenti merokok tetapi kambuh dengan seiringnya waktu. Saat ini ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan intervensi perilaku dalam membantu perokok yang telah berhasil berhenti untuk waktu yang singkat dan menghindari kekambuhan(66). Vonis paling kuat untuk intervensi terfokus pada mengidentifikasi dan memecahkan situasi yang menarik, karena kebanyakan para peneliti telah peduli dengan hal ini. Ada penelitian yang tersedia mengenai pendekatan perilaku lainnya. Pengobatan dengan Varenicline dalam jangka waktu tertentu dapat mencegah kekambuhan, meskipun pengobatan dengan bupropion tidak memiliki efek klinis. Studi pengobatan diperpanjang dengan NRT diperlukan. PENDEKATAN BERBEDA UNTUK PASIEN CD YANG LANJUT MEROKOK Bila dibandingkan dengan data sama untuk populasi umum, pasien CD tidak ditemukan lebih tahan untuk berhenti merokok
(67)

. Pasien CD harus diberitahu tentang pentingnya berhenti

merokok untuk perjalanan penyakit mereka, dan intervensi medis individual harus ditetapkan untuk mencapai tujuan ini. Hal ini sangat penting wanita perokok dengan penyakit CD. Terapi pengganti nikotin selama 6-12 minggu pertama anti pada perokok berat dan pada perokok dengan tingkat ketergantungan yang tinggi tembakau. Meskipun nasihat medis diperkuat, pasien tidak dapat berhenti merokok, rujukan ke klinik khusus untuk pemberhentian merokok

dianjurkan. Jika hal ini tidak mungkin, maka dokter harus memberikan dukungan pengobatan perilaku dan obat. Varenicline secara klinis dan ekonomis untuk penghentian merokok, dengan asumsi bahwa setiap pengguna memiliki usaha sendiri untuk berhenti merokok. Pedoman yang diterbitkan oleh Institut Nasional untuk Kesehatan dan Clinical Excellence pada bulan Juli 2007 menyatakan bahwa Varenicline dianjurkan untuk indikasi berijin sebagai pilihan bagi perokok yang telah menyatakan keinginan mereka untuk berhenti merokok, dan Varenicline yang biasanya harus diresepkan hanya sebagai bagian dari perilaku Program dukungan(68,69). Dengan adanya gejala depresi atau kontraindikasi lain dengan penggunaan obat ini, NRT dapat digunakan. Setiap kali seorang pasien CD tidak mampu berhenti merokok, pemantauan dekat (klinis dan / atau bahkan endoskopi) dianjurkan dan pengenalan awal strategi terapi yang lebih intensif (imunomodulator dan / atau agen hayati) harus dipertimbangkan, terutama pada wanita dengan keterlibatan ileum.

REFERENSI
1.

Lakatos PL, Fischer S, Lakatos L, Gal I, Papp J. Current concept on the pathogenesis of inflammatory bowel disease-crosstalk between genetic and microbial factors: pathogenic bacteria and altered bacterial sensing or changes in mucosalI integrity take "toll" World J Gastroenterol 2006; 12: 1829-1841

2.

Calkins BM. A meta-analysis of the role of smoking in inflammatory bowel disease. Dig Dis Sci 1989; 34: 1841-1854

3.

Mahid SS, Minor KS, Soto RE, Hornung CA, Galandiuk S. Smoking and inflammatory bowel disease: a meta-analysis. Mayo Clin Proc 2006; 81: 1462-1471

4.

Karban A, Eliakim R. Effect of smoking on inflammatory bowel disease: Is it disease or organ specific? World J Gastroenterol 2007; 13: 2150-2152

5.

Johnson GJ, Cosnes J, Mansfield JC. Review article: smoking cessation as primary therapy to modify the course of Crohn's disease. Aliment Pharmacol Ther 2005; 21: 921931

6.

Birrenbach T, Bcker U. Inflammatory bowel disease and smoking: a review of epidemiology, pathophysiology, and therapeutic implications. Inflamm Bowel Dis 2004; 10: 848-859

7.

Galeazzi F, Blennerhassett PA, Qiu B, O'Byrne PM, Collins SM. Cigarette smoke aggravates experimental colitis in rats. Gastroenterology 1999; 117: 877-883

8.

Francus T, Romano PM, Manzo G, Fonacier L, Arango N, Szabo P. IL-1, IL-6, and PDGF mRNA expression in alveolar cells following stimulation with a tobacco-derived antigen. Cell Immunol 1992; 145: 156-174

9.

McGilligan VE, Wallace JM, Heavey PM, Ridley DL, Rowland IR. Hypothesis about mechanisms through which nicotine might exert its effect on the interdependence of inflammation and gut barrier function in ulcerative colitis. Inflamm Bowel Dis 2007; 13: 108-115

10.

Kalra J, Chaudhary AK, Prasad K. Increased production of oxygen free radicals in cigarette smokers. Int J Exp Pathol 1991; 72: 1-7

11.

Beltrn B, Nos P, Das F, Iborra M, Bastida G, Martnez M, O'Connor JE, Sez G, Moret I, Ponce J. Mitochondrial dysfunction, persistent oxidative damage, and catalase inhibition in immune cells of nave and treated Crohn's disease. Inflamm Bowel Dis 2010; 16: 76-86

12.

Nielsen OH, Bjerrum JT, Csillag C, Nielsen FC, Olsen J. Influence of smoking on colonic gene expression profile in Crohn's disease. PLoS One 2009; 4: e6210

13.

Cosnes J. Smoking, physical activity, nutrition and lifestyle: environmental factors and their impact on IBD. Dig Dis 2010; 28: 411-417

14.

Holdstock G, Savage D, Harman M, Wright R. Should patients with inflammatory bowel disease smoke? Br Med J (Clin Res Ed) 1984; 288: 362

15.

Timmer A, Sutherland LR, Martin F. Oral contraceptive use and smoking are risk factors for relapse in Crohn's disease. The Canadian Mesalamine for Remission of Crohn's Disease Study Group. Gastroenterology 1998; 114: 1143-1150

16.

Cosnes J, Carbonnel F, Beaugerie L, Le Quintrec Y, Gendre JP. Effects of cigarette smoking on the long-term course of Crohn's disease. Gastroenterology 1996; 110: 424431

17.

Cosnes J, Carbonnel F, Carrat F, Beaugerie L, Cattan S, Gendre J. Effects of current and former cigarette smoking on the clinical course of Crohn's disease. Aliment Pharmacol Ther 1999; 13: 1403-1411

18.

Cosnes J, Beaugerie L, Carbonnel F, Gendre JP. Smoking cessation and the course of Crohn's disease: an intervention study. Gastroenterology 2001; 120: 1093-1099

19.

Russel MG, Volovics A, Schoon EJ, van Wijlick EH, Logan RF, Shivananda S, Stockbrgger RW. Inflammatory bowel disease: is there any relation between smoking status and disease presentation? European Collaborative IBD Study Group. Inflamm Bowel Dis 1998; 4: 182-186

20.

Bustamante M, Nos P, Hoyos M, Hinojosa J, Mols JR, Garca-Herola A, Berenguer J. Relationship between smoking and colonic involvement in inflammatory bowel disease. Rev Esp Enferm Dig 1998; 90: 833-840

21.

Aldhous MC, Drummond HE, Anderson N, Smith LA, Arnott ID, Satsangi J. Does cigarette smoking influence the phenotype of Crohn's disease? Analysis using the Montreal classification. Am J Gastroenterol 2007; 102: 577-588

22.

Lindberg E, Jrnerot G, Huitfeldt B. Smoking in Crohn's disease: effect on localisation and clinical course. Gut 1992; 33: 779-782

23.

Seksik P, Nion-Larmurier I, Sokol H, Beaugerie L, Cosnes J. Effects of light smoking consumption on the clinical course of Crohn's disease. Inflamm Bowel Dis 2009; 15: 734741

24.

Van der Heide F, Dijkstra A, Weersma RK, Albersnagel FA, van der Logt EM, Faber KN, Sluiter WJ, Kleibeuker JH, Dijkstra G. Effects of active and passive smoking on

disease course of Crohn's disease and ulcerative colitis. Inflamm Bowel Dis 2009; 15: 1199-1207
25.

Picco MF, Bayless TM. Tobacco consumption and disease duration are associated with fistulizing and stricturing behaviors in the first 8 years of Crohn's disease. Am J Gastroenterol 2003; 98: 363-368

26.

Louis E, Michel V, Hugot JP, Reenaers C, Fontaine F, Delforge M, El Yafi F, Colombel JF, Belaiche J. Early development of stricturing or penetrating pattern in Crohn's disease is influenced by disease location, number of flares, and smoking but not by NOD2/CARD15 genotype. Gut 2003; 52: 552-557

27.

Lakatos PL, Czegledi Z, Szamosi T, Banai J, David G, Zsigmond F, Pandur T, Erdelyi Z, Gemela O, Papp J, Lakatos L. Perianal disease, small bowel disease, smoking, prior steroid or early azathioprine/biological therapy are predictors of disease behavior change in patients with Crohn's disease. World J Gastroenterol 2009; 15: 3504-3510

28.

Gasche C, Scholmerich J, Brynskov J, D'Haens G, Hanauer SB, Irvine EJ, Jewell DP, Rachmilewitz D, Sachar DB, Sandborn WJ, Sutherland LR. A simple classification of Crohn's disease: report of the Working Party for the World Congresses of Gastroenterology, Vienna 1998. Inflamm Bowel Dis 2000; 6: 8-15

29.

Silverberg MS, Satsangi J, Ahmad T, Arnott ID, Bernstein CN, Brant SR, Caprilli R, Colombel JF, Gasche C, Geboes K, Jewell DP, Karban A, Loftus Jr EV, Pea AS, Riddell RH, Sachar DB, Schreiber S, Steinhart AH, Targan SR, Vermeire S, Warren BF. Toward an integrated clinical, molecular and serological classification of inflammatory bowel disease: Report of a Working Party of the 2005 Montreal World Congress of Gastroenterology. Can J Gastroenterol 2005; 19 Suppl A: 5-36

30.

Bhat M, Nguyen GC, Pare P, Lahaie R, Deslandres C, Bernard EJ, Aumais G, Jobin G, Wild G, Cohen A, Langelier D, Brant S, Dassopoulos T, McGovern D, Torres E, Duerr R, Regueiro M, Silverberg MS, Steinhart H, Griffiths AM, Elkadri A, Cho J, Proctor D, Goyette P, Rioux J, Bitton A. Phenotypic and genotypic characteristics of inflammatory bowel disease in French Canadians: comparison with a large North American repository. Am J Gastroenterol 2009; 104: 2233-2240

31.

Ben-Horin S, Avidan B, Yanai H, Lang A, Chowers Y, Bar-Meir S. Familial clustering of Crohn's disease in Israel: prevalence and association with disease severity. Inflamm Bowel Dis 2009; 15: 171-175

32.

Veloso FT, Ferreira JT, Barros L, Almeida S. Clinical outcome of Crohn's disease: analysis according to the vienna classification and clinical activity. Inflamm Bowel Dis 2001; 7: 306-313

33.

Romberg-Camps MJ, Dagnelie PC, Kester AD, Hesselink-van de Kruijs MA, Cilissen M, Engels LG, Van Deursen C, Hameeteman WH, Wolters FL, Russel MG, Stockbrgger RW. Influence of phenotype at diagnosis and of other potential prognostic factors on the course of inflammatory bowel disease. Am J Gastroenterol 2009; 104: 371383

34.

Lmann M. Review article: can post-operative recurrence in Crohn's disease be prevented? Aliment Pharmacol Ther 2006; 24 Suppl 3: 22-28

35.

Regueiro M. Management and prevention of postoperative Crohn's disease. Inflamm Bowel Dis 2009; 15: 1583-1590

36.

Yamamoto T. Factors affecting recurrence after surgery for Crohn's disease. World J Gastroenterol 2005; 11: 3971-397

37.

Renda MC, Orlando A, Civitavecchia G, Criscuoli V, Maggio A, Mocciaro F, Rossi F, Scimeca D, Modesto I, Oliva L, Cottone M. The role of CARD15 mutations and smoking in the course of Crohn's disease in a Mediterranean area. Am JGastroenterol 2008; 103: 649-655

38.

Papay P, Reinisch W, Ho E, Gratzer C, Lissner D, Herkner H, Riss S, Dejaco C, Miehsler W, Vogelsang H, Novacek G. The impact of thiopurines on the risk of surgical recurrence in patients with Crohn's disease after first intestinal surgery. Am J Gastroenterol 2010; 105: 1158-1164

39.

Sutherland LR, Ramcharan S, Bryant H, Fick G. Effect of cigarette smoking on recurrence of Crohn's disease. Gastroenterology 1990; 98: 1123-1128

40.

Cosnes J, Nion-Larmurier I, Afchain P, Beaugerie L, Gendre JP. Gender differences in the response of colitis to smoking. Clin Gastroenterol Hepatol 2004; 2: 41-48

41.

Reif S, Lavy A, Keter D, Fich A, Eliakim R, Halak A, Broide E, Niv Y, Ron Y, Patz J, Odes S, Villa Y, Gilat T. Lack of association between smoking and Crohn's disease but

the usual association with ulcerative colitis in Jewish patients in Israel: a multicenter study. Am J Gastroenterol 2000; 95: 474-478
42.

Jang JY, Kim HJ, Jung JH, Chae MJ, Kim NH, Lee SK, Joo KR, Dong SH, Kim BH, Chang YW, Lee JI, Chang R. [The role of smoking as a risk factor in inflammatory bowel diseases: single center study in Korea]. Korean J Gastroenterol 2006; 47: 198-204

43.

Agret F, Cosnes J, Hassani Z, Gornet JM, Gendre JP, Lmann M, Beaugerie L. Impact of pregnancy on the clinical activity of Crohn's disease. Aliment Pharmacol Ther 2005; 21: 509-513

44.

Cottone M, Rosselli M, Orlando A, Oliva L, Puleo A, Cappello M, Traina M, Tonelli F, Pagliaro L. Smoking habits and recurrence in Crohn's disease. Gastroenterology 1994; 106: 643-64

45.

Corts X, Zabana Y, Paredes JM, Maosa M, Boix J, Moreno-Osset E, Cabr E, Domnech E. Azathioprine and smoking habits are the only predictors of severe endoscopic postoperative recurrence in Crohns disease: results of a prospective study. J Crohn Colitis 2010; 1: S64 (abstract)

46.

Parsi MA, Achkar JP, Richardson S, Katz J, Hammel JP, Lashner BA, Brzezinski A. Predictors of response to infliximab in patients with Crohn's disease. Gastroenterology 2002; 123: 707-713

47.

Arnott ID, McNeill G, Satsangi J. An analysis of factors influencing short-term and sustained response to infliximab treatment for Crohn's disease. Aliment Pharmacol Ther 2003; 17: 1451-1457

48.

Vermeire S, Louis E, Carbonez A, Van Assche G, Noman M, Belaiche J, De Vos M, Van Gossum A, Pescatore P, Fiasse R, Pelckmans P, Reynaert H, D'Haens G, Rutgeerts P. Demographic and clinical parameters influencing the short-term outcome of anti-tumor necrosis factor (infliximab) treatment in Crohn's disease. Am J Gastroenterol 2002; 97: 2357-2363

49.

Fefferman DS, Lodhavia PJ, Alsahli M, Falchuk KR, Peppercorn MA, Shah SA, Farrell RJ. Smoking and immunomodulators do not influence the response or duration of response to infliximab in Crohn's disease. Inflamm Bowel Dis 2004; 10: 346-351

50.

Orlando A, Colombo E, Kohn A, Biancone L, Rizzello F, Viscido A, Sostegni R, Benazzato L, Castiglione F, Papi C, Meucci G, Riegler G, Mocciaro F, Cassinotti A,

Cosintino R, Geremia A, Morselli C, Angelucci E, Lavagna A, Rispo A, Bossa F, Scimeca D, Cottone M. Infliximab in the treatment of Crohn's disease: predictors of response in an Italian multicentric open study. Dig Liver Dis 2005; 37: 577-583
51.

51 Maosa M, Garcia-Planella E, Carrin S, Gordillo J, Cabr E, Poca M, Guarner C, Domnech E. Influence of smoking on azathioprine efficacy in steroid-dependent inflammatory bowel disease. Gut 2009; 58 (Suppl II): A323 (abstract)

52.

Chaparro M, Ords i, Cabr E, Garca V, Bastida G, Pealva M, Gomolln F, GarcaPlanella E, Merino O, Gutirrez A, Esteve M, Andreu M, Vzquez N, Hinojosa J, Vera I, Muoz F, Mendoza JL, Cabriada JL, Montoro M, Barreiro M, Cea G, Saro C, Aldeguer X, Barrio J, Mat J, Gisbert JP. Safety of thiopurine therapy in inflammatory bowel disease: Long-term follow-up study of 3,900 patients. J Crohn Colitis 2010; 1: S85 (abstract)

53.

Ryan WR, Ley C, Allan RN, Keighley MR. Patients with Crohn's disease are unaware of the risks that smoking has on their disease. J Gastrointest Surg 2003; 7: 706-711

54.

Shields PL, Low-Beer TS. Patients' awareness of adverse relation between Crohn's disease and their smoking: questionnaire survey. BMJ 1996; 313: 265-266

55.

Wright AJ, Takeichi C, Whitwell SC, Hankins M, Marteau TM. The impact of genetic testing for Crohn's disease, risk magnitude and graphical format on motivation to stop smoking: an experimental analogue study. Clin Genet 2008; 73: 306-314

56.

Lancaster T, Stead L. Physician advice for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2004; CD000165

57.

Stead LF, Bergson G, Lancaster T. Physician advice for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2008; CD000165

58.

Lai DT, Cahill K, Qin Y, Tang JL. Motivational interviewing for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2010; CD006936

59.

Whittaker R, Borland R, Bullen C, Lin RB, McRobbie H, Rodgers A. Mobile phonebased interventions for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2009; CD006611

60.

Stead LF, Perera R, Bullen C, Mant D, Lancaster T. Nicotine replacement therapy for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2008; CD000146

61.

Hughes JR, Stead LF, Lancaster T. Antidepressants for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2007; CD000031

62.

Jorenby DE, Hays JT, Rigotti NA, Azoulay S, Watsky EJ, Williams KE, Billing CB, Gong J, Reeves KR. Efficacy of varenicline, an alpha4beta2 nicotinic acetylcholine receptor partial agonist, vs placebo or sustained-release bupropion for smoking cessation: a randomized controlled trial. JAMA 2006; 296: 56-63

63.

Cahill K, Stead LF, Lancaster T. Nicotine receptor partial agonists for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2008; CD00610

64.

Cahill K, Stead L, Lancaster T. A preliminary benefit-risk assessment of varenicline in smoking cessation. Drug Saf 2009; 32: 119-135

65.

A clinical practice guideline for treating tobacco use and dependence: A US Public Health Service report. The Tobacco Use and Dependence Clinical Practice Guideline Panel, Staff, and Consortium Representatives. JAMA 2000; 283: 3244-3254

66.

Hajek P, Stead LF, West R, Jarvis M, Lancaster T. Relapse prevention interventions for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2009; CD003999

67.

Hilsden RJ, Hodgins D, Czechowsky D, Verhoef MJ, Sutherland LR. Attitudes toward smoking and smoking behaviors of patients with Crohn's disease. Am J Gastroenterol 2001; 96: 1849-1853

68.

Doggrell SA. Which is the best primary medication for long-term smoking cessation-nicotine replacement therapy, bupropion or varenicline? Expert Opin Pharmacother 2007; 8: 2903-2915

69.

Hind D, Tappenden P, Peters J, Kenjegalieva K. Varenicline in the management of smoking cessation: a single technology appraisal. Health Technol Assess 2009; 13 Suppl 2: 9-13

You might also like