You are on page 1of 48

PROPOSAL KIMIA TERPADU

Analisis Kadar Asam Salisilat dalam Krim Anti Jerawat Kelompok 2 Anggota: Achmad Dwi Saputra Agung Pratama Putra Selly Aulia Soraya Setia Pratama Saputra Siti Hamidatul Fitri

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 13 KOTA BANDUNG PROGRAM KEAHLIAN: ANALIS KIMIA JALAN SOEKARNO-HATTA KM. 10 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda adalah jerawat. Penyakit ini tidak fatal namun merisaukan karena dapat mengurangi kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan wajah si penderita yang dapat menganggu kelancaran jalur komunikasi, baik dengan sesama teman, sesama karyawan, apalagi pacar atau suami. Meskipun kebanyakan jerawat pada masa remaja atau dewasa muda, ditempat peredileksi (muka, leher, lengan atas, dada, dan punggung), tetapi nyatanya jerawat dapat datang kapan saja, dimana saja, dan pada siapa saja. Jerawat dapat timbul sewaktu stress (menghadapi ujian), sesudah makan banyak lemak dan karbohidrat, atau sedang biasa-biasa saja. Dewasa ini terdapat ribuan kosmetik di pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah produk pabrik kosmetika di dalam dan luar negeri yang jumlahnya telah mencapai angka ribuan. Preparat kosmetika yang tidak hanya dapat merawat, membersihkan, memperbaiki daya tarik dan mengubah rupa seperti tercantum dalam defenisi kosmetika, tetapi juga dapat mempengaruhi struktur dan faal kulit seperti pada obat topikal disebut juga kosmetik medik. Dengan adanya kosmetik medik maka ada preparat antara kosmetika medik dan obat topikal (medik) meskipun kemudian dipertanyakan mengenai batas antara ketiganya (kosmetik, kosmedik, dan obat). 2

Untuk jalan keluarnya dilakukanlah pembatasan bahwa kosmetik medik terbatas pada penggunaan zat yang menguntungkan atau memberikan manfaat pada kulit badan si pemakai. Untuk tujuan tersebut dilakukan pemilihan bahan aktif dan pembatasan kadarnya bila dimasukkan dalam kosmetik medik, diantaranya adalah asam salisilat < 2%, sulfur<3%, estrogen <1000 iu/ounce. Namun betapapun rendahnya dosis yang dipakai penggunaan kosmetik medik ini masih selalu harus diperhitungkan karena besarnya dosis kumulatif yang di absorpsi kulit pada pemakaian kosmetik yang terus-menerus, tidak dapat diperkirakan. Ada bahan kosmetik yang sudah dapat diterima sebagai bahan yang aman bagi kosmetika, sebagian lagi masih dianggap perlu perhatian dan diberikan pembatasan pemakaiannya dan sebagian lagi dilarang. (Wasitaatmadja., 1997) Senyawa-senyawa bersifa keratolistik dan antiseptik biasa digunakan untuk mencegah jerawat dan salah satu bahan yang paling sering digunakan adalah asam salisilat. Asam salisilat merupakan zat anti akne sekaligus keratolitik yang lazim diberikan secara topikal. Penggunaanya dalam kosmetika anti akne atau keratolitik (peeling) merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan kosmetik tersebut umpamanya dalam kosmetika perawatan yaitu akan mengurangi ketebalan intraseluler dalam selaput tanduk dengan cara melarutkan semen interseluler dan menyebabkan desintegrasi dan pengelupasan kulit. Asam salisilat dengan dosis yang tepat dapat memberikan efek terapeutik yang di inginkan, namun pada penggunaannya secara terus menurus dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. Penggunaan topikal asam salisilat dengan konsetrasi tinggi, pada daerah kulit yang luas, pada kulit yang rusak dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan keracunan sistemmik akut. Penggunaan kosmetik yang memungkinkan mengandung asam mercury dan asam salisilat , meskipun menjadikan kulit tampak mulus namun membuat kulit lebih sensitif terhadap paparan sinar matahari, pemakaian bertahun-tahun dapat 3

mengendap di kulit dan menyebabkan kulit tampak biru kehitaman dan dapat memicu timbulnya kanker melanocyt atau kanker kulit. Oleh sebab itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan asam salisilat dengan konsetrasi tinggi dalam kosmetik maka BPOM telah menetapkan kadar maksimun yang di izinkan terkandung dalam produk kosmetik, termasuk anti produk jerawat tidak boleh lebih dari 2 %. (Wasitaatmadja M.S, 1997 dan Anief M, 1997 dan City74.wordpress.com, tanggal 15 desember 2008). Info tambahan: kadar asam salisilat sebagai zat aktif dalam sediaan lainnya adalah = 2,0 %) yang telah ditetapkan oleh MA PPOMN No.10/ KO/ 08. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang timbul adalah apakah kosmetik terutama krim anti jerawat yang beredar di pasaran telah memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.HK.00.05.4.1745 tanggal 5 Mei 2003 tentang kosmetika, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai kadar asam salisilat yang terkandung dalam krim anti jerawat, sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan kadar asam salisilat yang terkandung dalam krim anti jerawat yang beredar di kota Bandung 1.2. PERMASALAHAN

Permasalahan yang dapat dijumpai adalah : 1. Apakah kadar asam salisilat yang terkandung didalam produk Krim Anti Jerawat tersebut sudah memenuhi standart (kadar asam salisilat sebagai zat aktif dalam sediaan lainnya adalah = 2,0 %) yang telah ditetapkan oleh MA PPOMN No.10/ KO/ 08. 2. Bagaimana metode yang digunakan dalam analisis kadar asam salisilat dalam Krim Anti Jerawat.

1.3.

TUJUAN Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai kadar asam

salisilat yang terkandung dalam krim anti jerawat yang beredar di kota Bandung. Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah : - Untuk mengetahui apakah kadar asam salisilat dalam sampel produk Krim Anti Jerawat sudah memenuhi standart (kadar asam salisilat sebagai zat aktif dalam sediaan lainnya adalah 2,0 %) yang telah ditetapkan oleh MA PPOMN No. 10/KO/ 08. - Untuk mengetahui kadar asam salisilat dalam sampel produk Krim Anti Jerawat. - Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam analisis kadar asam salisilat dalam sampel produk Krim Anti Jerawat. 1.4. PRINSIP Menentkan kadar asam salisilat dengan membangdingkan serapan/transmisi zat yang dianalisis (asam salisilat) dengan zat murni. Jumlah radiasi yang diserap tergantung pada panjang gelombang radiasi dan struktur senyawa. Hubungan antara kadar dengan intensitas sinar yang diserap oleh sampel yang dianalisis dinyatakan oleh hukum Lambert-Beer. 1.5. MANFAAT Adapun manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah : - Memberikan informasi kepada pembaca tentang kadar asam salisilat dalam produk Krim Anti Jerawat. - Memberikan informasi tentang metode yang digunakan untuk analisis kadar asam salisilat dalam sampel produk Krim Anti Jerawat. - Memberikan informasi apakah kadar asam salisilat dalam sampel produk Krim Anti Jerawat sudah memenuhi standart yang telah ditetapkan oleh MA PPOMN No.10/ KO/ 08. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. URAIAN TENTANG KOSMETIK 2.1.1. Pengertian Kosmetika (Wasitaatmadja M.S, 1997) Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias. Bahan yang dipakai dalam usaha mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan. Kosmetika merupakan komoditi yang mempunyai kesan kurang berbahaya di banding dengan obat sehingga pembuatanya, pemasaran atau pengawasannya mempunyai tata cara yang lebih mudah dibandingkan dengan obat. Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik serta mengubah rupa, karena terjadi kontak antara kosmetik dengan kulit, maka ada kemungkinan kosmetik diserap oleh kulit dan masuk ke bagian yang lebih dalam dari tubuh. Kontak kosmetika dengan kulit menimbulkan akibat positif berupa manfaat kosmetik, dan akibat negatif atau merugikan berupa efek samping kosmetik. 2.2. URAIAN KRIM Krim didefenisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Ada dua tipe krim, krim tipe minyak dalam air (M/A) dan krim tipe air dalam minyak (A/M). Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik. 6

Krim biasa digunakan sebagai emolien atau pemakaian obat pada kulit atau skin care dan perawatan pada rambut atau hair care. (Depkes RI., 1979, Ansel,C,H.,2005 dan Syarifah., 2007). 2.3. URAIAN KRIM ANTI JERAWAT Pada pembuatan krim Anti jerawat digunakan bahan aktif infus daun mimba. Penggunaan Daun Mimba di masyarakat untuk mengobati penyakit infeksi kulit, salah satu diantaranya adalah jerawat. Dari hasil-hasil penelitian, daun mimba mempunyai aktifitas antibakteri dan antifungi. Maka dari itu, daun tanaman ini digunakan dalam krim yang berkhasiat sebagai anti jerawat. Penggunaan jenis basis krim pada krim anti jerawat ini tidak jauh berbeda denga krim tabir surya yaitu, Parafin liquid, spermaceti, cera alba dan adeps lanae. Fungsi dari parafin, spermaceti dan cera alba telah diuraikan pada bagian pembahasan krim tabir surya. Sedangkan Adeps lanae merupakan basis absorbsi anhidrous. Basis ini bersifat hidrofilik yang mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi air yang ditambahkan. Ketika air ditambahkan, maka basis akan menyerap air dan membentuk emulsi tipe w/o. Bila basis ini digunakan dalam kulit dapat merupakan lapisan penutup dan melunakkan kulit. Tetapi banyak yang alergi terhadap adeps lanae. Di samping itu adeps lanae bertendensi menjadi tengik dan baunya kurang menyenangkan Krim yang dihasilkan berwarna coklat krem, tidak hijau sepeti krim tabir surya, karena yang digunakan adalah infus daun mimba, sehingga klorofil tidak telarut dalam pelarut tersebut. Sedangkan viskositasnya kental dan pHnya 6. Krim Berbau agak tengik disebabkan adanya adeps lanae.

Dari hasil analisis diketahui bahwa tidak ada pertumbuhan mikroorganisme pada cream tabir surya yang telah dibuat. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan warna dan bau. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa cream tabir surya dengan bahan aktif infus daun mimba yang telah dibuat mempunyai stabilitas yang cukup baik. Tidak ada permasalahan yang mendasar pada pembuatan krim ini, karena pembuatannya relatif mudah. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah kekuatan pengadukan dan waktu pengadukan emulsi perlu diperhitungkan agar terbentuk krim dengan viskositas yang diharapkan

2.4. URAIAN TENTANG KULIT (Harahap, M., 2000) 2.4.1. Pengertian Kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal ( 6mm ) terdapat ditelapak tangan dan kaki dan paling tipis ( 0,5 mm) terdapat di penis.

2.4.2. Susunan Kulit Manusia Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium dan jaringan subkutan atau subkutis. 2.4.2.1. Epidermis

Epidermis terdiri dari empat lapisan yaitu: 1) Lapisan basal atau stratum germinativum

Lapisan basal terdiri dari satu lapis sel-sel yang kuboid yang tegak lurus terhadap dermis. Lapisan basal merupakan lapisan paling bawah dari epidermis dan berbatas dengan dermis. 2) Lapisan malpighi atau stratum spinosum Lapisan malpighi merupakan lapisan epidermis yang paling tebal dan kuat. 3) Lapisan granular atau stratu granulosum Lapisan granunal terdiri dari satu sampai empat baris sel-sel berbentuk intan, berisi butir-butir (granul) keratohilialin yang basofilik. 4) Lapisan tanduk atau stratum korneum Lapisan tanduk korneumterdiri dari 20-25 lapis sel-sel tanduk tanpa inti, gepeng, tipis dan mati. 2.4.2.2. Dermis Dermis atau korium merupakan lapisan dibawah epidermis dan diatas lapisan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat ( Pars papillaris), Sedangkan dibagian bawahnya terjalin lebih longgar ( pars reticularis ). 2.4.2.3. Jaringan Subkutan (Subkutis atau Hipodermis) Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung di bawah dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah lopisit yang menghasilkan banyak lemak. 2.4.3. Fungsi Kulit Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dengan lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai : a. Pelindung 9

b. c. d. e.

Pengatur suhu Penyerap Indera perasa Faal pergetahan (Faal sekretoris)

2.5. URAIAN JERAWAT ( Wasitaatmadja M.S, 1997 ) Jerawat merupakan salah satu penyakit umum di dunia. Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya erupsi komedo, papul, pustule, nodus dan kista pada tempat predileksi : muka, leher, lengan atas, dada, dan punggung. Jerawat disebabkan oleh aktivitas kelenjar minyak di bawah kulit yang memproduksi minyak secara berlebihan dan bersama sel-sel kulit mati yang menutupi pori-pori. Hal ini mengundang bakteri sehingga mengakibatkan peradangan atau inflamasi. Aktivitas kelenjar minyak meningkat karena adanya rangsangan hormon-hormon yang mulai aktif selama pubertas. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne : a. Kenaikan ekskresi sebum b. Adanya keratenisasi folikel c. Bakteri d. Peradangan (Inflamasi) Usaha pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara topikal, sistemik dan pengobatan bedah bila diperlukan. a. Pengobatan topikal Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan dan mempercepat penyembuhan akne. Obat topikal terdiri dari : 10

1) Bahan iritan/pengelupas, misalnya sulfur (4-8%), resorsinol (1-5%), Asam salisilat (2-5%), Benzoil peroksida (2,5-10%), asam vitamin A (0,025-0,1%), dan asam aseleat (15-20%). Efek samping obat iritan dapat dikurangi dengan pemakaian hati-hati yang dimulai dari konsentrasi yang paling rendah. 2) Bahan lain, misalnya kortikosteroid topikal atau suntukan intralesi dapat dipakai untuk mengurangi radang yang terjadi b. Pengobatan sistemik Pengobatan yang sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad renik di samping dapat juga menekan reaksi radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. (Wasitaatmadja M.S, 1997 dan

www.blogspot.com tanggal 08 februari 2009).

2.6. URAIAN TENTANG ASAM SALISILAT 2.6.1. Sifat Asam Salisilat Secara kimia asam salisilat disintesis pada tahun 1860 dan telah di gunakan secara luas dalam terapi dermotologis sebagai suatu agen keratolitik. Digunakan pada bagian luar tubun yang pada kulit sebagai antiseptik lemah serta keratolitikun (melarutkan sel-sel kulit mati). Agen ini berupa bubuk berwarna putih yang mudah larut dalam alkohol tetapi sukar larut dalam air. Asam salisilat merupakan zat anti akne sekaligus keratolitik yang lazim diberikan secara topikal. Penggunaanya dalam kosmetik anti akne atau karatolitik merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan kosmetika tersebut umpamanya dalam kosmetika perawatan kulit yang berjerawat. Asam salisilat berkhasiat keratolotis dan sering digunakan sebagai obat ampu terhadap kutil kulit, yang berciri penebalan 11

eidermis setempat dan disebabkan oleh infeksi dengan virus papova. Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Derifatnya yang dapat dipakai secara sistemik adalah ester salisilat dan asam organik dengan subtitusi pada gugus hidroksil misalnya asetosal. (Katzung, B. G., 2004, Gennaro, A. R., 1990, Wasitatmadjo M.S.1997 Tjay, H, T., 2005, dan Ganiswara.,S.1995) 2.6.2. Kegunaan Asam Salisilat Asam salisilat dapat digunakan untuk efek keratolitik yaitu akan mengurangi ketebalan interseluler dalam selaput tanduk dengan cara melarutkan semen interseluler dan menyebabkan desintegrasi dan pengelupasana kulit. Asam organis ini berkhasiat fungisit terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3-6% dalam salep. Di samping itu, zat ini juga bekerja keratolitis, yaitu dapat melarutkan lapisan tanduk kulit pada konsentrasi 5-10%. (Anief.,M.,1997 dan Tjay, H, T., 2002)

2.6.3. Toksisitas asam salisilat Salisilat sering digunakan untuk mengobati segala keluhan ringan dan tidak berarti sehingga banyak terjadi penggunasalahan atau penyalahgunaan obat bebas ini. Keracunan salisilat yang berat dapat menyebabkan kematian, tetapi umumnya keracunan salisilat bersifat ringan. Gejala saluran cerna lebih menonjol pada intoksikasi asam salisilat. Efek terhadap saluran cerna, perdarahan lambung yang berat dapat terjadi pada dosis besar dan pemberian contoh kronik. Salisilisme dan kematian terjadi setelah pemakaian secara topikal. Gejala keracunan sistemik akut dapat terjadi setelah

penggunaan berlebihan asam salisilat di daerah yang luas pada kulit, bahkan sudah terjadi 12

beberapa kematian. Pemakaian asam salisilat secara topikal pada konsetrasi tinggi juga sering mengakibatkan iritasi lokal, peradangan akut, bahkan ulserasi. Untuk mengurangi absorpsinya pada penggunaan topikal maka asam salisilat tidak digunakan dalam penggunaan jangka lama dalam konsentrasi tinggi, pada daerah yang luas pada kulit dan pada kulit rusak. (Katzung, B. G., 2004, Gennaro, A. R., 1990, Ganiswara, S., 1995) Persyaratan kadar asam salisilat dalam krim anti jerawat berdasarkan Surat keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.4.1745 tanggal 5 Mei 2003 yaitu tidak boleh lebih dari 2%.

2.7. URAIAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS Spektrofotometri adalah cabang analisis instrumental yang mencakup seluruh metoda pengukuran berdasarkan interaksi antara suatu spektrum sinar (Radiasi Elektro

Magnetik/REM) dengan larutan molekul atau atom. Spektrofotometri uv-vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri uv-vis lebih banyak dipakai untuk analisis, sehinga spektrofotometri uv-vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibanding kualitatif. ( Suharman, 1995 dan Depkes RI, 1995) 2.7.1. Prinsip Dasar Apabila radiasi elektromagnetik pada daerah ultraviolet dan sinar tampak melalui senyawa yang memiliki ikatan-ikatan rangkap, sebagian dari radiasi biasanya diserap oleh senyawa. Jumlah radiasi yang diserap tergantung pada panjang gelombang radiasi dan struktur senyawa. Penyerapan seinar radisi disebabkan oleh pengurangan energi dari

13

sinar radiasi pada saat elektron-elektron dalam orbital berenergi rendah tereksitasi ke orbital berenergi lebih tinggi. Ada empat kemungkinan radiasi elektromagnetik pada molekul atau atom akan mengalami perubahan energi eksitasi yang dikenakan dengan : energi translasi, energi rotasi, energi vibrasi, dan energi elektronik. Radiasi cahaya UV-Vis pada molekul atau atom akan menyebabkan energi elektronik, oleh sebab itu spektra UV-Vis disebut juga spektra elektronik sebagai akibat transisi antara dua tingkat energi elektron dari molekul atau atom. (Mulia, M., Achmad S., 1990). Hubungan antara kadar dengan intensitas sinar yang diserap oleh sampel yang di analisis dinyatakan oleh hukum Lambert-Berr dalam bentuk persamaan sebagai berikut : (Sediaoetama, 1987) Log Io/I = A=a.b.C

Dimana: Io= intensitas sinar sebelum melewati sampel I = intensitas sinar setelah melewati sampel A= absorban a = absopsifitas molekul b = ketebalan kuvet C = konsentrasi larutan Oleh karena a dan b nilainya tetap (wadah yang dipakai spesifik), maka A berbanding llurus dengan C (konsentrasi larutan). Dalam penurunan hukum ini dianggap 14

bahwa, (1) radiasi yang masuk adalah monokromatik, (2) spesies penyerap berkelakuan tidak tergantung satu terhadap lainnya dalam proses penyerapan, (3) penyerapan terjadi dalam volume yang mempunyai luas penampang yang sama, (4) dengan radiasi tenaga adalah cepat (tidak terjadi fluorosensi), dan (5) indeks bias tak tergantung pada konsentrasi (tidak berlaku pada konsentrasi yang tinggi). (Sastrohamidjojo, H., 1985 ) Spektrofotometer UV-Vis mempunyai keuntungan yaitu mengadakan interaksi (serapan) yang selektif dan karakteristik terhadap gugus-gugus dalam molekul-molekul yang sangat kompleks.

2.7.2. Serapan oleh Senyawa Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan terlihat tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra ultraviolet dan visible dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Oleh karena itu, serapan radiasi ultraviolet/visible sering dikenal sebagai spektroskopi elektron. Transisi-transisi biasanya antara orbital ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan. Panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga dari orbital-orbital yang bersangkutan. Pemisahan tenaga yang paling tinggi diperileh bila elektron-elektron dalam ikatan- tereksitasi yang menimbulkan serapan dala daerah dari 120 sampai 200 nm. Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet vakum dan relatif tidak kebanyakan memberikan keterangan. Diatas 200 nm, eksitasi elektron dari orbital-orbital p dan d dan orbital terutama sistem terkonjugasi - segera dapat diukur dan spektrum 15

yang diperoleh memberikan banyak keterangan. Meskipun demikian, terd apat keuntungan yang selektif dari serapan ultraviolet yaitu gugus-gugus karasteristik dapat dikenal dalam molekul yang relatif kompleks. Sebagian besar dari molekul-molekul yang sangat kompleks mungkin transparan dalam ultraviolet sehingga kita mungkin memperoleh spektrum yang semacam dari molekul yang sederhana. (Mulia, M.,Achmad S.,1990) Spektrum ultaviolet adalah gambar antara panjang gelombang atau transisi serapan lawan intensitas serapan (transmitasi atau absorbansi). Sering juga data ditunjukkan sebagai gambar grafik atau tabel yang menyatakan panjang gelombang lawan serapan molar atau log dari serapan molar. (Mulia, M.,Achmad S.,1990) 2.7.3. Tahapan-tahapan Untuk Analisis Kuantitatif 2.7.3.1. Pemilihan Pelarut Pelarut yang digunakan pada spektofotometer UV-Vis harus memenuhi persyaratan yaitu tidak mengabsorpsi radiasi pada panjang gelombang pengukuran sampel. Oleh sebab itu, pelarut harus memenuhi persyaratan : a. Tidak mengandung sistem terkonjugasi pada struktur molekulnya atau tidak berwarna.

b. Tidak berinteraksi dengan molekul senyawa yang diukur. c. Harus mempunyai kemurnian yang tinggi

2.7.3.2.

Pemilihan Panjang Gelombang Pengukuran absorpsi pada analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometer

baik zat tunggal maupun zat campur pada prinsipnya harus dilakukan pada panjang

16

gelombang maksimum ( maks). Alasan dilakukan pengukuran absorpsi pada panjang gelombang maksimum adalah: a. Perubahan absorpsi untuk setiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimal akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal. b. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva serapannya adalah datar, sehingga hukum Lambert-Beer akan dipenuhi dengan baik. c. Panjang gelombang maksimal dapat dicari dengan membuat kurva serapan dengan berbagai panjang gelombang pada sistem koordinat Cartesian pada konsentrasi yang tetap. Panjang gelombang masimum adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. 2.7.4. Peralatan Spektrofofmeter Komponen-komponen pokok dari Spektrofotometer meliputi : 1. Sumber tenaga radiasi yang stabil 2. Sistem yang tediri atas lensa-lensa, cermin, cela-cela, dll. 3. Monokromator untuk mengubah radiasi menjadi komponen-komponen panjang gelombang tunggal. 4. Tempat cuplikan yang transparan 5. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat.

17

Diagram sederhana dari Spektrofotometer UV-Vis adalah sebagai berikut: (Satrohamidjojo, H, 1985)

sampel

Sumber radiasi

Monokromator

Detektor

Meter atau pencatat

Blanko

Uraian bagan spektrofotometri UV-Vis (Satrohamidjojo, H, 1985) yaitu sebagai berikut : 1. Sumber radiasi Sumber-sumber radiasi ultraviolet kebanyakan digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium. Sumber radiasi cahaya tampak yang paling umum dipakai adalah lampu pijar tungsten. Lampu tungsten merupakan campuran dari filament tungstein dan gas iodine (halogen). Sumber radiasi ini dapat memancarkan radiasi kontinyu antara 380-780 nm. 2. Monokromator Monokromator merupakan serangkaian alat optic yang menguraikan radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif atau panjang gelombang-gelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang-gelombang tersebut menjadi jalur-jalur yang sangat sempit. 3. Tempat cuplikan 18

Culipkan yang dipakai pada daerah ultraviolet atau terlihat yang biasa berupa gas atau larutan ditempatkan dalam sel atau cuvet. Untuk daerah ultraviolet biasanya digunakan quartz atau sel dari silika yang lebur, sedangkan untuk daerah terlihat digunakan gelas biasa atau quarzt. Sel yang digunakan untuk cuplikan yang berupa gas mempunyai panjang lintasan dari 0,1 hingga 100 nm, sedangkan sel untuk larutan mempunyai panjang lintasan tertentu dari 1 hingga 10 cm. 4. Detektor atau pencatat Setiap detektor menyerap tenaga foton yang mengenainya dan mengubah tenaga tersebut untuk dapat diukur secara kualitatif seperti sebagai arus listrik atau perubahanperubahan panas. Kebanyakan detektor menghasilkan sinyal listrik yang dapat

mengaktifkan meteran atau pencatat, setiap pencatat harus menghasilkan yang secara kualitatif berkaitan dengan tenaga cahaya yang mengenainya. 2.7.5. Penetapan Kadar Dengan Spektrofotometri Ada empat cara menentukan kadar zat tunggal dengan metode spektrofotometri: a. Membandingkan serapan atau transmisi zat yang dianalisis dengan zat murni. Dalam hal ini dilakukan pengukuran serapan zat (A X) serapan zat standar (A S), pada panjang gelombang yang sama yaitu maks, sehingga kadar zat X sebagai: CX =

Persyaratan diusahakan pembacaan A x dan A s tidak berbeda jauh. b. Dengan membuat kurva baku. Kurva baku dibuat pada sistem koordinat Carstein dimana sebagai absis adalah konsentrasizat standar, dan sebagai ordinat adalah serapannya. Pengamatan serapan dilakukan pada maks. 19

c. Dengan memakai sostem ekstingsi spesifik

. cara ini sebagai salah satu

usaha analisis kuantitatif zat tunggal dengan metode spektrofotometri yang dalam hal ini tidak mempunyai zat standar. Dengan jalan membandingkan tertera dalam pustaka, maka kadar zat tersebut akan dapat diketahui. d. Dengan memakai nilai ekstingsi molar(). Cara ini akan memberikan hasil yang lebih tepat dan pada prinsipnya sama dengan cara ketiga. Harga sebagai: 2.7.6. Kesalahan Pengukuran Secara Spektrofotometri Pengukuran secara spektrofotometri dari konsentrasi zat berwarna didasarkan pada validitas hukum Lambert-Beer. Dampak praktek, hasil pengukuran memperlihatkan beberapa penyimpangan, diantaranya penyimpangan nyata dan aktual (sebenarnya). Penyimpangan nyata pada prinsipnya berasal dari ketidaksempurnaan. Penyimpangan ini disebabkan oleh ketidakmampuan monokromator untuk memberikan cahaya yang benarbenar monokromatis sehingga menyebabkan peristiwa seperti transmisi, pemantulan, dan serapan pada medium. Penyimpangan yang disebabkan oleh ketidaksemprnaannya caha monokromatik pada prinsipnya disebabkan oleh absorpsifitas yang berbeda sesuai dengan panjang gelombang dari sumber cahaya yang diserap atau tergantung dari spektrum serapannya. Sedangkan penyimpanan sebenarnya disebabkan oleh perubahan konsentrasi zat pengabsorpsi cahaya yang berlangsung akibat tercapainya kesetimbangan kimia dibawah pengaruh gaya interion atau intermolekul. Tetapi, ada kalanya dipengaruhi oleh rasio konsentrasi komponen berwarna dan tak berwarna dari larutan yang dianalisis. dapat dinyatakan dari zat yang

20

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri uv-vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel, karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna. Berikut ini adalah tahap-tahap yang harus diperhatikan : a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar uv-vis b .Waktu operasional c. Pemilihan panjang gelombang d. Pembuatan kurva baku e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan ( Gholib Gandjar, 2007) Beberapa perbedaan yang juga merupakan keunggulan dari spektrofotometer uvvis dibanding dengan spektrofotometer uv-vis yang lainnya adalah : 1. Memakai sumber radiasi tunggal yaitu lampu D2 (Dauterium) 2. Radiasi yang diukur adalah radiasi polikromatis, sehingga sampel kompartemen benda dalam keadaan terbuka 3. Wavelenght reproducibility karena tidak ada gerakan mekanisme untuk mengatur panjang gelombang. 4. Kecepatan scanning, keseluruhan daerah pengukuran panjang gelombang sangat tinggi. Pada spektrofotometer uv-vis ada beberapa macam sumber radiasi yang dipakai yakni lampu deuterium, lampu tungsten dan lampu merkuri. Setiap bagian peralatan optik dari spektrofotometer uv-vis memegang fungsi dan peranan tersendiri yang saling terkait fungsi dan peranannya. Setiap fungsi da peranan tiap bagian dituntut ketelitian dan ketepatan yang optimal, sehingga akan diperoleh hasil pengukuran yang tinggi tingkat ketelitian dan ketepatannya. ( Suharman, 1995). 21

2.8.

URAIAN TITRIMETRI Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung Hidrogen yang bereaksi dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung ion OH- atau menghasilkan OHketika bereaksi dengan air. Basa bereaksi dengan asam untuk menghasilkan garam dan air. (Golberg, 2002) Teori Bronsted memperluas definisi asam dan basa dengan menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan kimia. Misalnya, teori Bronsted menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan amonium klorida bersifat asam dan larutan natrium asetat bersifat basa. Dalam teori Bronsted, asam didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan proton kepada zat yang lain . Dalam hali ini , proton adalah atom hidrogen yang kehilangan elektronnya. Basa adalah zat yang menerima proton dari zat lain. Reaksi asam dan basa menghasilkan menghasilkan asam dan basa yang lain. (Golberg, 2002) Menurut Arrhenius asam adalah zat yang bila dilarutkan dalam air terionisasi menghasilkan ion H+ dalam larutannya. Sedangkan basa adalah zat yang bila dilarutkan dalam air terionisasi menghasilkan ion OH-. (Anonim, 2008) Menurut lewis, asam adalah suatu spesies yang dapat menerima pasangan elektron bebas (akseptor pasangan elektron) dalam suatu reaksi kimia. Basa adalah suatu spesies yang dapat memberikan pasangan elektron bebas (donor pasangan

elektron). (Anonim, 2008) Dalam analisis kuantitatif, indikator digunakan untuk menentukan titik ekuivalen dari titrasi asam-basa. Karena indikator mempunyai interval pH yang berbeda-beda dan karena titik ekuivalen dari titrasi asam-basa berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam basanya, maka pemilihan indikator merupakan hal terpenting. (Sukardjo, 1984) 22

Titik ekuivalen titrasi ini dapat dicapai setelah penambahan 100 ml basa, pada saat ini pH larutan besarnya 7. Titik ekuivalen ini disebut titik akhir teoritis. Problemnya sekarang adalah kita inngin menetapkan titik akhir ini dengan pertolongan indikator. Titik akhir yang dinyatakan oleh indikator disebut titik akhir titrasi. Indikator yang dipakai harus dipilih agar titik akhir titrasi dan teoritis berhimpit atau sangat berdekatan. Untuk itu harus dipilih indikator yang memiliki trayek perubahan warnanya di sekitar titik akhir teoritis. (Sukardjo, 1984) Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan basa diantaranya : (1) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat, (2) titrasi yang melibatkan asam lemah dan basa kuat, dan (3) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa leamah. Titrasi asam lemah dan basa lemah dirumitkan oleh terhidrolisisnya kation dan anion dari garam yang terbentuk (Raymond. 2004). Titik ekuivalen, sebagaimana kita ketahui, ialah titik pada saat sajumlah mol ion OH- yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah mol ion H+ yang semula ada. Jadi untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam dalam labu. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menambahkan beberapa tetes indikator asambasa ke larutan asam saat awal titrasi (Raymond. 2004). Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik lemah yang menunjukkan warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan bentuk terionisasinya. Kedua bentuk ini berikatan dengan pH larutan tersebut (Raymond. 2004). yang melarutkan indikator

23

Titik akhir titrasi terjadi bila indikator berubah warna. Namun, tidak semua indikator berubah warna pada pH yang sama, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apkah mereka kuat atau lemah). Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi, kita dapat menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen (Raymond. 2004).

24

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian observasi laboratorik yang merupakan penelitian laboratorium dengan menggunakan rancangan eksperimental sederhana, yakni untuk menganalisis kadar asam salisilat dalam krim anti jerawat yang beredar di kota Bandung secara Kromatografi Lapis Tipis dan spektrofotometri UV-Vis dan juga dengan metode Titrimetri. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Rencana penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2013. Penelitian akan dilakukan di Laboratorium SMKN 13 Bandung. 3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat-alat yang digunakan Metode Spektrofotometri UV-VIS: a. Corong pendek b. Gelas kimia 500 mL c. Labu takar 25 mL, 50mL, 100 mL d. Neraca analitik e. Pipet tetes f. Spektrofotometer UV-VIS

25

Metode Titrimetri: a. Timbangan analitik b. Buret 50 mL c. Labu Erlenmeyer 250 mL d. Klem e. Statif 3.3.2 Bahan-bahan yang digunakan a. Aquadest 5L b. Asam asetat glasial 500 mL c. Asam salisilat murni 2 g d. Etanol absolut 500 mL e. Etanol 95 % 1 L f. Lempeng silika gel F 254 g. Natrium Hidroksida 0,5 N 400 mL h. Natrium Hidroksida 0,1 N 500 mL i. Sampel krim anti jerawat 3 produk j. Toluene 500 mL k. Indikator Phenol Merah l. Indikator Phenolphtalein

26

3.4 Prosedur kerja 1. Pengambilan Sampel Sampel penelitian adalah krim anti jerawat, diambil dari swalayan di kota Bandung, lalu dilakukan pengumpulan data semua merek krim anti jerawat kemudian diambil sebanyak 2 merek sampel yang dilakukan secara acak yaitu sampel A, dan sampel B.

2. Pembuatan pereaksi NaOH 0,5 N Natrium Hidroksida (NaOH) ditimbang sebanyak 2,5 gram, kemudian dilarutkan dengan aquadest, diaduk sampai NaOH larut kemudian dicukupkan volumenya hingga 200 ml dengan aquadest. 3. Pembuatan larutan uji Sejumlah cuplikan setara dengan lebih kurang 25 mg asam salisilat ditimbang seksama, ditambah etanol, diaduk, dan dibiarkan, lalu disaring dan filtratnya ditampung dalam labu ukur 25 ml. Endapan ditambah etanol 95 %, kemudian diaduk lalu disaring dan filtratnya dimasukkan kedalam labu ukur sampai tanda batas. (Larutan A). 4. Identifikasi asam salisilat dalam krim anti jerawat secara KLT a. Pembuatan larutan baku Dibuat larutan dari 25 mg baku pembanding asam salisilat yang dilarutkan dalam 25 ml etanol 95 %. (Larutan B ) b. Pembuatan eluen Cairan pengelusi atau eluen yang digunakan adalah asam asetat glasial : toulene (80:20) dibuat sebanyak 100 ml dengan mencampur 80 ml asam asetat glasial dengan 20 ml toulene dalam botol, lalu dokocok hingga homongen. 27

c. Penjenuhan chamber Cairan pengelusi yang akan digunakan sebagai fase gerak dimasukkan kedalam chamber yang tertutup. Kedalam eluen tersebut kemudian dimasukkan potongan kertas saring. Jika semua bagian kertas saring sudah basah, maka itu menunjukkan bahwa chamber tersebut sudah jenuh dan siap digunakan. 5. Analisis kadar asam salisilat secara Spektrofotometri UV-VIS a. Analisis kualitatif Analisis kualitatif adanya asam salisilat, dilakukan secara kromatografi lapis tipis. Larutan uji (larutan A) dan larutan baku pembanding (larutan B) masing-masing ditotolkan secara terpisah ada lempeng KLT, kemudian dielusi dengan cairan pengelusi toluene dan asam asetat glasial (80 : 20) dan noda dihasilkan dengan penampak noda cahaya lampu UV 254 nm. b. Analisis kuantitatif Noda baku dan noda senyawa yang dihasilkan yang mempunyai harga Rf sama, ditandai dan dikerok. Hasil kerokan dikocok secara terpisah dengan 5 ml NaOH 0,5 N sampai tanda batas, dan diukur secara spektrofometri UV-Vis pada panjang gelombang 300 nm.

28

6. Analisis kadar asam salisilat secara Titrimetri a. Pembuatan Etanol Netral Tambahkan 1 tetes fenol merah ke dalam 15 ml etanol 95% kemudian tambahkan bertetes-tetes NaOH 0,1 N hingga larutan berubah menjadi merah muda. b. Penetapan kadar asam salisilat secara Titrimetri 250 mg bahan ditimbang secara teliti, kemudian larutkan dalam 15 ml etanol 95% netral. Tambahkan 20 ml aquades. Titrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator phenolphtalein. Hitung kadar asam salisilat dalam sampel. 7. Prosedur penentuan kadar asam salisilat metode spektrofotometri UV-VIS a. Pembuatan sampel Sejumlah cuplikan setara dengan lebih kurang 25 mg asam salisilat ditimbang seksama, ditambah etanol, diaduk, dan dibiarkan, lalu disaring dan filtratnya ditampung dalam labu ukur 25 ml. Endapan ditambah etanol 95 %, kemudian diaduk lalu disaring dan filtratnya dimasukkan kedalam labu ukur kemudian tambahkan larutan Fe3+ satu tetes lalu tambahkan pelarut sampai tanda batas. (Larutan A). b. Pembuatan deret standar Timbang standar asam sailsilat 0,1 g. Larutkan ke dalam labu ukur 100 m L

dengan etanol 95% sampai tanda batas. Siapkan labu ukur 25 mL dan di buat larutan standar kerja dengan konsentrasi masing- masing 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm dengan penambahan satu tetes larutan Fe3+ di setiap labu ukur.

29

c. Analisis kadar asam salisilat metode spektrofotometri UV-VIS Ditentukan panjang gelombang maksimum antara 200-400 nm. Ukur absorban standar dan sampel pada panjang gelombang maksimum yang di dapat. Tentukan kadar dalam sampel.

30

3.5

Data dan Pengamatan

3.5.1 Persamaan Reaksi Metode Titrimetri: H2C2O4 (aq) + 2NaOH (aq) Na2C2O4 (aq) + 2H2O (l) Asam Salisilat (aq) + NaOH (aq) Natrium Salisilat (aq) + H2O (l) Metode Spekrofotometri UV-VIS:

3.5.2 Gambar alat dan bahan yang digunakan pada penentuan % Asam Salisilat dalam Krim Anti Jerawat metode Titrimetri No Gambar Keterangan

1.

Sampel Krim Anti Jerawat A (Verile)

2.

Sampel Krim Anti Jerawat B (Acnes)

31

3.

Proses Titrasi menggunakan Buret 50 mL.

Pembuatan deret standar (Sampel A) dari 4. standar induk (1000 ppm)

Pembuatan deret standar (Sampel B) dari 5. standar induk (1000 ppm)

3.5.3 Pembuatan Pereaksi Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,1N Data Penimbangan Asam Oksalat 1,5750 g Massa Alat + Zat Massa Alat Massa Zat = 22,7044 g = 21,1297 g = 1,5747 g

32

Tabel Penentuan [NaOH] 0,1N: Titrasi ke3 Volume Akhir (mL) Awal (mL) Pemakaian (mL) Keterangan warna 23,80 0,00 23,80 Merah sgt muda 23,80 0,00 23,80 Merah sgt muda 23,80 0,00 23,80 Merah sgt muda 4 5

Perhitungan: [H2C2O4 . 6H2O] =

= = 0,099980952 N EK NaOH (V x N) NaOH N NaOH = EK H2C2O4 . 6H2O = (V x N) H2C2O4 . 6H2O =

= = 0,1050 N

33

3.5.4 Data Validasi Prosedur Penentuan % Asam Salisilat Metode Titrimetri Validasi Prosedur metode Titrimetri Data Penimbangan Standar Asam Salisilat 0,25 g (I) Massa Alat + Zat Massa Alat Massa Zat = 106,5914 g = 106,3412 g = 0,2502 g

Data Penimbangan Standar Asam Salisilat 0,25 g (II) Massa Alat + Zat Massa Alat Massa Zat = 136,6019 g = 136,3457 g = 0,2562 g

Tabel Titrasi Penentuan % Asam Salisilat (Standar) Titrasi ke1 Volume Akhir (mL) Awal (mL) Pemakaian (mL) Keterangan Warna Perhitungan: BM Asam Salisilat C7H6O3 = 138,12 => 138 mg/mek 1. % Asam Salisilat = x 100% 18,34 0,00 18,34 Merah sangat muda 18,72 0,00 18,72 Merah sangat muda 2

x 100% 34

= 106,3060288 % = 106,31 % 2. % Asam Salisilat = x 100%

= = 105,9674754% = 105,97%

x 100%

3.5.5 Data Validasi Prosedur Penentuan % Asam Salisilat Metode Spektrofotometri UV-VIS

Gambar 1.0 Hasil Pengukuran Validasi Prosedur.

35

3.5.6 Penentuan % Asam Salisilat Metode Titrimetri A. Penentuan % Asam Salisilat Metode Titrimetri (Sampel A) Data penimbangan Sampel A: 1. Penimbangan Sampel A (Verile) 0,25 g untuk analisa metode Titrimetri (Penimbangan pertama) Massa Alat + Zat Massa Alat Massa Zat = 106,5907 g = 106,3399 g = 0,2508 g

2. Penimbangan Sampel A (Verile) 0,25 g untuk analisa metode Titrimetri (Penimbangan kedua) Massa Alat + Zat Massa Alat Massa Zat = 136,5974 g = 136,3469 g = 0,2505 g

Tabel Titrasi Pengamatan Penentuan kadar Asam Salisilat Sampel A Titrasi ke1 Skala Skala Akhir Skala Awal Volume Pemakaian Keterangan Warna 0,99 mL 0,00 mL 0,99 mL Merah Sangat Muda 0,93 mL 0,00 mL 0,93 mL Merah Sangat Muda 2

Perhitungan: 1. ( ) x 100%

36

) x 100%

2.

( ( ) x 100%

) x 100%

Data penimbangan Sampel B: 1. Penimbangan Sampel B (Acnes) 0,25 g untuk analisa metode Titrimetri (Penimbangan pertama) Massa Alat + Zat Massa Alat Massa Zat = 106,6091 g = 106,3581 g = 0,2510 g

2. Penimbangan Sampel B (Acnes) 0,25 g untuk analisa metode Titrimetri (Penimbangan kedua) Massa Alat + Zat Massa Alat Massa Zat = 136,6019 g = 136,3510 g = 0,2509 g

Tabel Titrasi Pengamatan Penentuan kadar Asam Salisilat Sampel B Titrasi ke1 Skala Skala Akhir Skala Awal 0,38 mL 0,00 mL 0,39 mL 0,00 mL 2

37

Volume Pemakaian Keterangan Warna

0,38 mL Merah Sangat Muda

0,39 mL Merah Sangat Muda

Perhitungan: 1. ( ( ) x 100% ) x 100%

2.

( ( ) x 100%

) x 100%

3.5.7 Penentuan % Asam Salisilat Metode Spektrofotometri UV-VIS Data penimbangan Sampel A: Standar Asam salisilat yang harus ditimbang: 1000 ppm x mg xg = = = 100 mg 0,1 g

Penimbangan Standar Asam Salisilat Massa Alat + Zat Massa Alat Massa Zat = 17,6938 g = 17,5926 g = 0,1012 g 38

Penimbangan Sampel A (Verile) 0,025 g untuk analisa metode UV-VIS Massa Alat + Zat Massa Alat Massa Zat = 17,6215 g = 17,5958 g = 0,0257 g

Pembuatan Deret Standar Standar Asam Salisilat = 1000 ppm 1. Standar 10 ppm V1 x N1 V1 x 1000 ppm V1 2. Standar 20 ppm V1 x N1 V1 x 1000 ppm V1 3. Standar 30 ppm V1 x N1 V1 x 1000 ppm V1 4. Standar 40 ppm V1 x N1 V1 x 1000 ppm V1 5. Standar 50 ppm V1 x N1 V1 x 1000 ppm V1 = = = V2 x N2 25 mL x 50 ppm 1,25 mL 39 = = = V2 x N2 25 mL x 40 ppm 1,00 mL = = = V2 x N2 25 mL x 30 ppm 0,75 mL = = = V2 x N2 25 mL x 20 ppm 0,50 mL = = = V2 x N2 25 mL x 10 ppm 0,25 mL

Gambar 1.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Gambar 1.2 Hasil Pengukuran (A)

Perhitungan % Asam Salisilat Sampel A Ppm sampel Ppm mg Asam Salisilat = = = = % Asam Salisilat = = = 0,33275 mg = x 100% 1,294747082 % 1,29 % 40 x 100% 13,31 ppm %

Data penimbangan Sampel B: Standar Asam salisilat yang harus ditimbang: 1000 ppm x mg xg = = = 100 mg 0,1 g

Penimbangan Standar Asam Salisilat Massa Alat + Zat Massa Alat Massa Zat = 17,6946 g = 17,5941 g = 0,1005 g

Penimbangan Sampel B (Acnes) 0,1 g untuk analisa metode UV-VIS Massa Alat + Zat Massa Alat Massa Zat = 21,3971 g = 21,3458 g = 0,1516 g

Pembuatan Deret Standar Standar Asam Salisilat = 1000 ppm 1. Standar 2 ppm V1 x N1 V1 x 1000 ppm V1 2. Standar 4 ppm V1 x N1 V1 x 1000 ppm V1 3. Standar 6 ppm V1 x N1 = V2 x N2 41 = = = V2 x N2 50 mL x 4 ppm 0,2 mL = = = V2 x N2 50 mL x 2 ppm 0,1 mL

V1 x 1000 ppm V1 4. Standar 8 ppm V1 x N1 V1 x 1000 ppm V1 5. Standar 10 ppm V1 x N1 V1 x 1000 ppm V1

= =

50 mL x 6 ppm 0,3 mL

= = =

V2 x N2 50 mL x 8 ppm 0,4 mL

= = =

V2 x N2 50 mL x 10 ppm 0,5 mL

Gambar 1.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Gambar 1.4 Hasil Pengukuran (B)

42

Perhitungan % Asam Salisilat Sampel B Ppm sampel Ppm mg Asam Salisilat = = = = % Asam Salisilat = = = 0,6265 mg = x 100% 0,413258575 % 0,41 % x 100% 12,53 ppm %

3.6 Pembahasan Hasil Penelitian Analisis kadar Asam Salisilat dalam sampel Krim Anti Jerawat digunakan 2 jenis merk krim anti jerawat yaitu Verile dan Acnes dan dilakukan dengan metode analisis Titrimetri dan Spektrofotometri UV-VIS. Asam salisilat merupakan zat organik yang tidak larut dalam air tetapi larut dengan baik dalam alkohol. Pada penentuan kadar asam salisilat digunakan pelarut etanol 95%. Validasi prosedur digunakan untuk menentukan metode mana yang digunakan atau mengecek apakah suatu prosdeur itu layak digunakan dalam proses analisis. Validasi yaitu suatu prosedur analisis dilakukan dengan zat standar sebagai sampel, dengan kata lain baik zat baku standar atau sampel menggunakan bahan yang sama dan telah diketahui kadar ataupun konsentrasinya. Validasi prosedur metode Titrimetri didapatkan kadar lebih dari 100% yaitu sekitar 105106% ini dikarenakan karena asam salisilat sebagai standar ataupun sampel adalah asam salisilat teknis sehingga diduga ada pengotor yang ikut bereaksi. Tetapi range toleransi yang 43

di gunakan adalah 10% untuk bahan-bahan farmasi, maka dengan itu kadar tersebut masuk kedalam toleransi. Sebaiknya ketika validasi digunakan bahan yang p.a atau murni untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Validasi prosedur metode Spektrofotometri UV-VIS yang dilakukan tidak menggunakan deret standar dan zat pengompleks warna dengan panjang gelombang 300 nm dan di dapat hasil yang kurang maksimal. Pada prosedur seperti itu di khawatirkan ada zat lain yang ikut larut dalam alkohol dan memiliki absorban yang sama. Oleh karena itu ketika penentuan kadar dalam sampel di gunakan prosedur yang menggunakan deret standar dan larutan Fe3+ sebagai zat pengompleks warna agar di dapat hasil yang lebih kuantitatif karena larutan Fe3+ akan membentuk kompleks dengan asam salisilat yang berwarna ungu. Penentuan kadar asam salisilat dalam sampel metode titrimetri ketika pelarutan sampel haruslah larut sempurna agar asam salisilat yang terkandung dalam sampel dapat ikut larut dan bereaksi sempurna dengan peniter dan di kocok dengan perlahan agar tidak ada busa yang keluar yang dapat mengganggu warna TA. Penentuan kadar asam salisilat dalam sampel Verrilie (sampel A) di dapat kadar lebih dari 5% sedangkan kadar asam salisilat sebagai zat aktif adalah 2,0 % yang telah ditetapkan oleh MA PPOMN No.10/ KO/ 08. Tetapi setelah kita cek ulang kandungan dalam sampel tersebut terdapat Asam Borat, dimana asam borat ini larut baik dalam etanol dan merupakan asam lemah sama halnya dengan asam salisilat sehingga dapat bereaksi dengan NaOH dan menjadikan kadar asam salisilat lebih dari seharusnya. Penentuan kadar asam salisilat dalam sampel Acnes (sampel B) di dapat kadar 2% oleh karena itu kandungan asam salisilat sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh MA PPOMN No.10/ KO/ 08.

44

Penentuan kadar asam salisilat dalam sampel metode Spektrofotometri UV-VIS menggunakan deret standar dan yang paling penting adalah penambahan larutan Fe3+ sebagai zat pengompleks warna dengan asam salisilat yang berwarna ungu. Larutan Fe3+ ini bereaksi spesifik dengan asam salisilat sehingga tak ada zat lain yang ikut bereaksi dan senyawa kompleks antara Fe3+ dan asam salisilat memiliki panjang gelombang antara 200-400 nm oleh karena itu penentuan kadar metode ini sangat kuantitatif di bandingkan dengan titrimetri. Pada sampel Verrilie (sampel A) di dapat kadar 1,29% karena tak adanya pengotor (asam borat) yang pada titrimetri sangat mengganggu analisis karena larutan Fe3+ tidak dapat bereaks dengan asam borat dan hanya bereaksi spesifik dengan asam salisilat. Pada sampel Acnes (sampel B) deret standar yang di gunakan adalah 2,4,6,8,10 ppm tetapi konsentrasi sampel menunjukan konsentrasi 12,53 ppm ini karena kontras warna yang kita lihat berbeda dengan hasil pengukuran instrumen. Dugaan awal kita mengira warna yang di hasilkan yang menunjukan konsentrasi asam salisilat dalam sampel itu berada dalam deret standar yang telah di buat, tetapi hasil pengukuran instrumen berbeda dengan yang kita lihat. Kadar asam salisilat yang di dapat dari sampel B adalah 0,41 % berbeda dengan titrimetric yang di dapat kadar 2% ini karena pada metode titrimetric masih terdapat asam-asam lemah yang tidak di ketahui ikut larut dalam etanol sehingga didapat hasil yang berbeda dengan metode spektrofotometi UV-VIS yang sangat kuantitatif. Analisis kualitatif tidak di kerjakan karena tidak adanya alat yang di butuhkan yaitu lampu UV.

45

3.7 Pengambilan Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan, didapat kesimpulan sebagai berikut: 1. Setelah melakukan validasi prosedur penentuan % Asam Salisilat Metode Titrimetri, didapat kadar Asam Salisilat sebagai berikut: % Asam Salisilat I % Asam Salisilat II = 106,31 % = 105,97 %

2. Setelah melakukan validasi prosedur penentuan % Asam Salisilat Metode Spektrofotometri UV-VIS, didapat kadar Asam Salisilat sebagai berikut: ppm Asam Salisilat = 990,3 ppm

3. Setelah melakukan penentuan % Asam Salisilat Metode Titrimetri, didapat kadar Asam Salisilat sebagai berikut: Sampel A (Verile) % Asam Salisilat I % Asam Salisilat II Sampel B (Acnes) % Asam Salisilat I % Asam Salisilat II = 2,19 % = 2,25 % = 5,72 % = 5,38 %

4. Setelah melakukan penentuan % Asam Salisilat Metode Spektrofotometri UV-VIS, didapat kadar Asam Salisilat sebagai berikut: Sampel A (Verile) Sampel B (Acnes) = 13,31 ppm (1,29 %) = 12,53 ppm (0,41 %)

5. Penentuan % Asam Salisilat Metode Titrimetri kurang akurat. Lebih baik menggunakan Metode Spektrofotometri UV-VIS. 46

6. Berdasarkan hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa % Asam Salisilat dalam Sampel A (Verile) dan Sampel B (Acnes) aman untuk digunakan sebagai Krim Anti Jerawat, karena tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan (kadar Asam Salisilat sebagai zat aktif adalah 2,0 % yang telah ditetapkan oleh MA PPOMN No.10/ KO/ 08.)

47

DAFTAR PUSTAKA 1. http://tugas2kuliah.files.wordpress.com/2011/12/skripsi-fmipa-analisis-kadar-asam-salisilatdalam-krim-anti-jerawat-yang-beredar-secara-spektrofotometri-uv-vis.docx 2. http://fadliyanur.blogspot.com/2010/12/penetapan-kadar-asam-salisilat.html 3. http://www.scribd.com/doc/77458767/Asam-salisilat

48

You might also like