You are on page 1of 11

Peranan Faktor Host, Agent dan Lingkungan Pada Penyakit Flu Burung

Oleh: I Komang Candra Wiguna (candrawgn@gmail.com)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Selama beberapa tahun terakhir ini banyak kasus penyakit menular yang terjadi di seluruh dunia. Dari berbagai penyakit menular tersebut, salah satu penyakit yang pernah menjadi sorotan dunia adalah avian influenza atau yang lebih dikenal sebagai flu burung. Flu burung ini sempat membuat banyak orang panik karena penyakit ini dapat menular dengan sangat cepat, hal ini disebabkan karena penularannya dapat melalui udara, selain itu virus penyebab penyakit ini dapat bermutasi dengan cepat. Dampak yang ditimbulkan dari flu burung ini sangatlah luas selain di bidang kesehatan juga di bidang ekonomi, karena dengan adanya penyakit ini orang-orang menjadi takut untuk mengonsumsi daging ayam sehingga permintaan pasar terhadap ayam juga semakin menurun, bahkan banyak diantaranya yang bangkrut karena harus merelakan ternak unggas mereka dimusnahkan agar tidak sampai menulari masyarakat. Selain itu dengan adanya penyakit ini orang-orang menjadi takut untuk berpergian terutama ke daerah yang dinyatakan endemi flu burung, bahkan beberapa Negara sampai harus mengeluarkan travel warning sehingga melumpuhkan stabilitas ekonomi Negara yang bersangkutan. Walaupun orang-orang sudah banyak yang tahu akan bahaya penyakit ini, namun masih banyak juga yang kurang paham atau tidak tahu sama sekali bagaimana proses penularan penyakit ini, sehingga kadang timbul pandangan yang salah mengenai flu burung di kalangan masyarakat, misalnya bahwa mengonsumsi daging ayam ternak lebih berisiko flu burung dibandingkan dengan ayam kampung, padahal baik ayam kampung maupun ayam ternak memiliki risiko yang sama menularkan flu burung. Karena ketidaktahuan akan bagaimana proses penyebaran penyakitnya, maka masyarakat juga banyak yang tidak tahu langkah-langkah apa yang harus dilakukan agar mereka terhindar dari penularan penyakit ini. Maka dari itu melalui paper ini, penulis berharap agar wawasan pembaca akan flu burung menjadi lebih luas dan

pembaca tahu apa tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya flu burung ini.

Rumusan Masalah
1. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya flu burung? 2. Bagaimana perjalanan alamiah penyakit flu burung? 3. Bagaimana upaya pencegahan serta penanggulangan penyakit flu burung?

Tujuan
1. Mengetahui sejarah perkembangan flu burung. 2. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya flu burung. 3. Mengetahui perjalanan alamiah penyakit flu burung. 4. Mengetahui upaya-upaya pencegahan serta penanggulangan penyakit flu burung.

Manfaat penulisan
Manfaat yang dapat diharapkan dalam pembuatan paper ini adalah: 1. Pembaca mendapat informasi tentang faktor-faktor penularan flu burung. 2. Pembaca mendapat informasi tentang perjalanan alamiah penyakit flu burung. 3. Pembaca mendapat informasi tentang berbagai upaya pencegahan serta penanggulangan penyakit flu burung

BAB II PEMBAHASAN

Sejarah Flu Burung


Flu burung sebenarnya bukanlah penyakit yang baru, penyakit ini pertama kali ditemukan di Italia pada tahun 1878 oleh Perroncito. Saat itu Perroncito melaporkan adanya suatu penyakit menular yang menyerang unggas dengan kemampuan menyebar sangat cepat dan mengakibatkan jumlah kematian yang tinggi. Selanjutnya pada tahun 1880 Rivolto dan Dalpatro menyebutkannya sebagai fowl plaque dan mereka menggunakan istilah typhus exudation gallinarum yang dalam

perkembangannya kini disebut dengan istilah highly pathogenic aviant influenza (HPAI) atau yang dikenal sebagai penyakit flu burung. Sebutan fowl plaque adalah salah satu terminology yang digunakan secara historis sewaktu awal mulanya penyakit ini ditemukan pada unggas piara species Gallus gallus domesticus, sedangkan HPAI merupakan sebutan yang lebih tepat secara ilmiah untuk semua jenis burung yang berarti penyakit influenza yang sangat pathogen pada jenis avian. Selain fowl plaque ada juga istilah peste aviarie, geflugelpest, brunswick bird plaque, brunswick disease, fowl grippe, atau bird grippe. Penyakit flu burung diketahui menyebar ke berbagai belahan dunia terutama Eropa sejak awal 1900-an, dimana awal penularannya terjadi malalui penyelenggaraan pemeran unggas, kemudian bersifat endemi pada unggas peliharaan sampai tahun 1930, sejak saat itu terjadi penyebaran yang semakin meluas sampai ke benua lain seperti Amerika, Afrika Utara, Timur Tengah, sampai Rusia. Penyebarannya yang luas membuat orang semakin serius mendalami penyakit ini, begitu pula dengan laporan-laporan penyakit yang ada, namun orang belum begitu peduli dengan ancaman virus ini hingga pada tahun 2002 virus ini menjangkit banyak orang di Hongkong-Cina dan menelan banyak korban jiwa. Flu burung merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh virus avian influenza (H5N1) yang tergolong dalam kategori virus flu A yang artinya virus ini dapat menjangkit baik

manusia maupun hewan serta memiliki kemampuan mutasi gen yang tinggi, hal itulah yang membuat virus ini sangat mudah menyebar dan sulit diberantas, bahkan oleh Office International des Epizooties (OIE), flu burung dimasukkan sebagai salah satu dari 15 penyakit hewan menular yang paling berbahaya. Hingga kini diketahui diketahui bahwa virus dapat menginfeksi manusia melalui aves, kucing dan manusia. Wabah flu burung sangat merugikan masyarakat, selain dari segi kesehatan terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini disebabkan karena wabah flu burung membuat orang menjadi takut mengnsumsi daging ayam serta takut berpergian di daerah yang dinyatakan positif endemi flu burung, sehingga secara tidak langsung melumpuhkan sektor peternakan dan pariwisata di Negara tersebut, padahal jika dilihat dari data FAO pada tahun 2003 Asia tenggara termasuk Indonesia merupakan tempat peternakan unggas terbesar kedua terbesar didunia, sehingga bias dibayangkan berapa banyak kerugian yang akan diderita apabila sektor peternakan unggas ini lumpuh. Di Indonesia flu burung muncul pada tahun akhir tahun 2003, dimana virus ini diduga masuk ke Indonesia melalui impor daging ayam yang dilakukan secara illegal. Hingga tahun 2005 tercatat temuan kasus flu burung sebanyak 310 kasus dengan 189 kematian pada manusia dimana di Indonesia ditemukan 99 kasus dengan 79 kematian.

Faktor Penyebab Terjadinya Flu Burung


Secara umum, faktor penyebab terjadinya flu burung dibagi menjadi dua, yaitu faktor intristik dan faktor ekstrinsik.

A. Faktor intrinsik (host) Yang dimaksud dengan faktor intristik adalah faktor yang berasal dari host. Host sendiri merupakan adalah organisme tempat hidup agent tertentu yang dalam suatu keadaan menimbulkan penyakit pada organisme tersebut. Jika membicarakan masalah penyakit flu burung pada manusia maka host yang dimaksud adalah manusia. Faktor intristik pada flu burung diantaranya kekebalan tubuh (imunitas) dan pola pikir seseorang.

Flu burung sebenarnya tidak mudah menular dari hewan yang telah terinfeksi, namun jalan untuk penularan itu akan semakin mudah apabila seseorang itu berada dalam kondisi yang lemah dan tidak memiliki system imun yang baik, begitu pula dengan pola pikir orang yang masih tidak percaya dan terkesan meremehkan bahaya penyakit ini. B. Faktor ekstrinsik Faktor ekstrinsik atau faktor lingkungan merupakan faktor diluar dari host itu sendiri. Faktor lingkungan ini dibagi menjadi tiga: 1. Lingkungan Biologis Faktor lingkungan biologis pada penyakit flu burung yaitu agent. Agent merupakan sesuatu yang merupakan sumber terjadinya penyakit yang dalam hal ini adalah virus aviant influenza (H5N1). Sifat virus ini adalah mampu menular melalui udara dan mudah bermutasi. Daerah yang diserang oleh virus ini adalah organ pernafasan dalam, hal itulah yang membuat angka kematian akibat penyakit ini sangat tinggi. 2. Lingkungan Fisik a. Suhu Pada suhu lingkungan yang tidak optimal baik suhu yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh seseorang pada saat itu sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap mudah tidaknya virus menjangkiti seseorang. Selain itu virus flu burung juga memerlukan suhu yang optimal agar dapat bertahan hidup. b. Musim Faktor musim pada penyakit flu burung terjadi karena adanya faktor kebiasaan burung untuk bermigrasi ke daerah yang lebih hangat pada saat musim dingin. Misalkan burung-burung yang tinggal di pesisir utara Cina akan bermigrasi ke Australia dan Asia Tenggara pada musim dingin, burung-burung yang telah terjangkit tersebut akan berperan menularkan flu burung pada hewan yang tinggal di daerah musim panas atau daerah tropis tempat burung tersebut migrasi

c. Tempat Tinggal Faktor tempat tinggal pada penyakit flu burung misalnya apakah tempat tinggal seseorang dekat dengan peternakan unggas atau tidak, di tempat tinggalnya apakah ada orang yang sedang menderita flu burung atau tidak, 3. Lingkungan sosial Faktor lingkungan sosial meliputi kebiasaan sosial, norma serta hukum yang membuat seseorang berisiko untuk tertular penyakit. Misalnya kebiasaan masyarakat Bali yang menggunakan daging mentah yang belum dimasak terlebih dahulu untuk dijadikan sebagai makanan tradisional. Begitu pula dengan orang-orang di eropa yang terbiasa mengonsumsit daging panggang yang setengah matang atau bahkan hanya seper-empat matang. Selain itu juga pada tradisi sabung ayam akan membuat risiko penyakit menular pada pemilik ayam semakin besar.

Perjalanan Alamiah Penyakit Flu Burung


A. Fase Suseptibel Adalah fase dimana seseorang belum terjangkit suatu penyakit namun memiliki faktor-faktor pendukung yang kuat untuk menimbulkan penyakit. Pada penyakit flu burung misalnya fase suseptibelnya adalah dimana seseorang atau sekelompok orang yang tinggal bersama dengan hewan yang telah terjangkit flu burung serta menunjukkan perilaku berisiko untuk tertular seperti tidak menggunakan masker saat bersama hewan tersebut, tidak mencuci tangan sebelum makan setelah bersentuhan dengan hewan yang terjangkit, atau mengkonsumsi daging ayam yang tidak matang sempurna. B. Fase Presimptomatis Fase presimptomatis adalah keadaan dimana seseorang telah terjangkit suatu penyakit yang dalam hal ini adalah flu burung, telah mengalami perubahan secara patologis, namun orang tersebut belum menunjukkan gejala-gejala klinis. Pada fase ini terjadi fase inkubasi dari virus yaitu fase dimana agent telah masuk ke tubuh host sampai sejak terjadinya gejala pertama.

C. Fase Klinis Fase klinis adalah keadaan dimana seseorang telah mengalami perubahan anatomis dan fungsional tubuh dengan munculnya gejala-gejala klinis. Adapun gejala-gejala dari host yang terjangkit flu burung adalah: 1. Pada unggas/burung: Pada betina yang sedang bertelur, telurnya memiliki cangkang yang tipis kemudian berhenti bertelur dengan cepat. Nafsu makan berkurang Diare dan sering minum Terjadi perubahan warna pada jenger menjadi kebiru-biruan Nafas cepat dan berbunyi Pendarahan terlihat pada daerah yang tidak ditumbuhi bulu terutama tulang kering pada kaki 2. Pada manusia Demam dimana suhu badan sekitar atau di atas 38C Sesak nafas Batuk dan nyeri tenggorokan Radang paru Infeksi mata Pusing Mual dan nyeri perut Muntah Diare Keluar lendir dari hidung Tidak ada nafsu makan D. Fase Ketidakmampuan Fase ketidakmampuan adalah fase dimana telah muncul komplikasi-komplikasi akibat adanya penyakit flu burung. Pada fase ini orang akan memiliki dua kemungkinan, kemungkinan pertama yaitu sembuh, dan kemungkinan yang kedua adalah orang tersebut meninggal.

Upaya Pencegahan Serta Penanggulangan


Dalam menanggulangi flu burung ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain: A. Pencegahan primer Pencegahan primer adalah pencegahan yang dilakukan pada orang orang yang berisiko terjangkit flu burung, seperti: 1. Melakukan promosi kesehatan (promkes) terhadap masyarakat luas, terutama mereka yang berisiko terjangkit flu burung seperti peternak unggas. 2. Melakukan biosekuriti yaitu upaya untuk menghindari terjadinya kontak antara hewan dengan mikroorganisme yang dalam hal ini adalah virus flu burung, seperti dengan melakukan desinfeksi serta sterilisasi pada peralatan ternak yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme pada peralatan ternak sehingga tidak menjangkiti hewan. 3. Melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak untuk meningkatkan kekebalannya. Vaksinasi dilakukan dengan menggunakan HPAI (H5H2) inaktif dan vaksin rekombinan cacar ayam atau fowlpox dengan memasukan gen virus avian influenza H5 ke dalam virus cacar. 4. Menjauhkan kandang ternak unggas dengan tempat tinggal. 5. Menggunakan alat pelindung diri seperti masker, topi, baju lengan panjang, celana panjang dan sepatu boot saat memasuki kawasan peternakan. 6. Memasak dengan matang daging sebelum dikonsumsi. Hal ini bertujuan untuk membunuh virus yang terdapat dalam daging ayam, karena dari hasil penelitian virus flu burung mati pada pemanasan 60C selama 30 menit. 7. Melakukan pemusnahan hewan secara massal pada peternakan yang positif ditemukan virus flu burung pada ternak dalam jumlah yang banyak. 8. Melakukan karantina terhadap orang-orang yang dicurigai maupun sedah positif terjangkit flu burung. 9. Melakukan surveilans dan monitoring yang bertujuan untuk mengumpulkan laporan mengenai morbilitas dan mortalitas, laporan penyidikan lapangan, isolasi dan identifikasi agen infeksi oleh laboratorium, efektifitas vaksinasi dalam populasi, serta data lain yang gayut untuk kajian epedemiologi.

B. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan dengan tujuan untuk mencegah dan menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan pengobatan tepat. Dengan melakukan deteksi dini maka penanggulangan penyakit dapat diberikan lebih awal sehingga mencegah komplikasi, menghambat perjalanannya, serta membatasi ketidakmampuan yang dapat terjadi. Pencegahan ini dapat dilakukan pada fase presimptomatis dan fase klinis. Pada flu burung pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan screening yaitu upaya untuk menemukan penyakit secara aktif pada orang yang belum menunjukkan gejala klinis. Screening terhadap flu burung misalnya dilakukan pada bandara dengan memasang alat detektor panas tubuh sehingga orang yang dicurigai terjangkit flu burung bias segera diobati dan dikarantina sehingga tidak menular pada orang lain. C. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah segala usaha yang dilakukan untuk membatasi ketidakmampuan. Pada flu burung upaya pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengobatan intensif dan rehabilitasi.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa flu burung merupakan salah satu jenis penyakit yang disebabkan oleh virus dimana virus ini dapat menular antar hewan aeperti unggas dan kucing, antar hewan dengan manusia, maupun antar manusia. Flu burung dapat menular melalui udara maupun melalui kotoran serta cairan tubuh sehingga penularannya sangat cepat, selain itu virus avian influenza tergolong virus yang sangat mudah mengalami mutasi sahingga tidak jarang antar virus flu burung daerah satu dengan daerah lain terdapat perbedaan. Faktor penyakit flu burung secara garis besar dibagi dua yaitu faktor intrinsik yaitu host, dan faktor lingkungan seperti agent, lingkungan fisik, serta sosial. Dalam perjalanannya flu burung mengalami empat fase yaitu fase suseptibel, presimptomatis, klinis, dan ketidakmampuan Untuk menanggulangi flu burung dapat dilakukan dengan 3 tahap pencegahan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

Saran
Flu burung merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena penularannya yang sangat cepatbdan memiliki angka kematian yang tinggi, namun sebenarnya kita tidak perlu terlalu takut, karena sebenarnya flu burung dapat dengan mudah dicegah hanya dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), karena itu mari budayakan PHBS mulai dari diri sendiri, keluarga sampai masyarakat.

You might also like