You are on page 1of 29

Referat Miokard Infark (MCI)

Disusun oleh: Hafizah Bt Jasmi 11-2009-206 Pembimbing : dr. Arief Wardoyo SpPD

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Periode Augustus 2010 Rumah Sakit Simpangan Depok Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Page | 1

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah yang maha Esa atas rahmat dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan refrat ini.

Saya menyadari masih banyak kekurangan baik dalam cara dan bentuk penulisan maupun isinya. Oleh karena itu, saya sangat berharap saran dari semua pihak agar saya bisa memperbaiki di kesempatan berikut. Kami ucapkan banyak terima kasih kami sampaikan untuk dr Arief Wardoyo SpPD atas bimbingan yang diberikan selama ini. Semoga refrat ini bisa menjadi tambahan pengetahuan dan juga wawasan serta bermanfaat bagi rekan sejawat dalam mengerti miokard infark

Depok, 29 Augustus 2010

Penyusun

Hafizah Bt Jasmi 11-2009-206

Page | 2

Infark Miokardium (MCI) Infark miokardium adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung. Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumnya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan. Infark miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner, prosesnya mula-mula berawal dari rupturnya plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya infark miokard tergantung pada jenis arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral.1 Epidemiologi Insiden dari IMA tidak diketahui, namun sekitar 150.000 kematian akibat PJK terjadi di Inggris tahun 1995. Insiden dan mortalitas infark miokard akut (IMA) membaik seiring waktu sebagai hasil dari usaha-usaha yang ditargetkan pada pencegahan primer dan pengurangan factor risiko, kesadaran pasien, tenaga paramedik ambulans, unit perawatan koroner, terapi obat, trombolisis, rehabiltasi, stratifikasi pasca infark dan revaskularisasi.2 Penyakit Jantung Arteriosklerotik Pembuluh arteri mengikuti proses penuaan yang karakterisktik seperti penebalan tunika intima, berkurangnya elastisitas, penumpukan kalsium terutama di arteri-arteri besar menyebabkan fibrosis merata menyebabkan aliran darah lambat laun berkurang. Iskemi yang relatif ringan tetapi

berlangsung lama dapat pula menyebabkan kelainan katup jantung. Manifestasi penyakit jantung koroner disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masuknya. Masuknya oksigen untuk miokardium sebetulnya tergantung dari oksigen dalam darah dan arteri koronaria. Oksigen dalam darah tergantung oksigen yang dapat diambil oleh darah, jadi dipengaruhi oleh Hb, paru-paru, dan oksigen dalam udara pernapasan. Dikenal dua keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan oksigen yaitu : 3 Hipoksemia (iskemi) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskular Hipoksia (anoksi) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah Perbedaannya ialah pada iskemi terdapat kelainan vaskuler sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan eliminasi metabolit yang ditimbulkannya menurun juga, sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul. Ada beberapa hipotesis mengenai apa yang pertama kali menyebabkan kerusakan sel endotel dan mencetuskan rangkaian proses arteriosklerotik yaitu 1. Kolestrol serum yang tinggi

Page | 3

Kadar kolestrol serum dan trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan arteriosklerosis. Pada pengidap arteriosklerosis, pengedapan lemak ditemukan di seluruh kedalaman tunika intima, meluas ke tunika media. Kolestrol dan trigliserid dalam darah terbungkus dalam protein pengangkut lemak yang disebut lipoprotein. Lipoprotein yang berdensitas tinggi (HDL) membawa lemak ke luar sel untuk diuraikan dan diketahui bersifat protektif melawan arteriosklerosis. Namun lipoprotein berdensitas rendah (LDL) dan berdensitas sangat rendah (VLDL) membawa lemak ke sel tubuh, termasuk sel endotel arteri, oksidasi kolestrol dan trigliserid menyebabkan pembentukan radikal bebas yang diketahui merusak sel-sel endotel.

2. Tekanan darah tinggi Tekanan darah yang tinggi secara kronis menimbulkan daya regang atau potong yang merobek lapisan endotel arteri dan arteriol. Gaya regang terutama timbul di tempat-tempat arteri bercabang atau membelok khas untuk arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebrum.
Page | 4

Dengan robeknya lapisan endotel, timbul kerusakan berulang sehingga terjadi siklus peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan.Setiap trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga menjadi embolus di bagian hilir. 3. Infeksi virus Infeksi menimbulkan siklus peradangan, leukosit dan trobosit datang ke daerah tersebut dan terbentuklah bekuan dan jaringan parut. Virus spesifik yang diduga berperan dalam teori ini adalah sitomegalovirus, anggota dari famili herpes. 4. Kadar besi darah yang tinggi Kadar besi serum yang tinggi dapat merusak arteri koroner atau mempengaruhi kerusakan yang disebabkan oleh hal lain. Teori ini diajukan oleh sebagian orang untuk menjelaskan perbedaan yang mencolok dalam insidens penyakit arteri koroner antara pria dan wanita pramenopause. Pria biasanya mempunyai kadar besi yang jauh lebih tinggi dari wanita haid. Diagnosis 4 Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle. Anamnesis Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko lain antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. 4 Nyeri dada

Page | 5

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :4,5 Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan rasa dipelintir Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan Nyeri membaik/menghilang dengan istirehat, atau obat nitrat Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas

Diagnosa Banding Perikarditis akut Emboli paru Diseksi aorta akut Kostokondritis Gangguan gastrointestinal

Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes mellitus dan usia lanjut. Pemeriksaan fisis Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirehat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark anterior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik
Page | 6

atau late sistolik dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI. Elektrokardiogram Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi segmen ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyatanya tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/non transmural. 6 Laboratorium Petanda (biomarker) kerusakkan jantung Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac spesific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skelet, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi

Page | 7

diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard). CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB. cTn : ada 2 jenis yaitu cTn dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu : mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. Creatinin kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. 6 Penatalaksanaan

Page | 8

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian anti trombotik dan terapi anti platelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Tatalaksana awal (pra rumah sakit) Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrik (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar rumah sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih separuhnya terjadi dalam jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain : Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi Transportasi pasien ke RS yang ada ICU/ICCU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih Melakukan terapi reperfusi

Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedis di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterprestasi EKG dan tatalaksana STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggungjawab pada pemberian terapi. Tatalaksana di ruang emergensi Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien berisiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

Page | 9

Tatalaksana Umum 4 Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. Nitrogliserin (NTG) : dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafir dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat
Page | 10

Mengurangkan/menghilangkan nyeri dada : berkaitan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung. Morfin : efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tertinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5mg IV.

Aspirin : tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162mg.

Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari diafragma.

Terapi reperfusi : reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikuler yang maligna.

Page | 11

Seleksi Strategi Reperfusi Beberapa hal harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi antara lain : Waktu onset gejala Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting luas infark dan outcome. Efektivitas obat fibrinolisis dalam menghancurkan trombus sangat penting tergantung waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis menurunkan angka kematian. Resiko perdarahan Pemilihan terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika terapi reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolisis, resiko tinggi perdarahan dengan fibrinolisis berbanding dengan PCI. Jika PCI tak tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan resiko. Percutaneous Coronary Intervention (PCI) Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan
Page | 12

jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilh jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), resiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana hanya di beberapa rumah sakit. Reperfusi Farmakologis Fibrinolisis Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle time <30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik yang bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu : i) golongan spesifik fibrin (seperti tPA), ii) non spesifik fibrin (seperti streptokinase). Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang terlibat (culprit) digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) grading system : Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang terkena infark Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal tetapi dengan aliran darah yang melambat dibandingkan aliran arteri normal Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan aliran normal

Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan jangka panjang. Obat fibrinolitik Streptokinase (SK) : Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Manfaat mencakup harganya yang murah, dan insidens perdarahan intrakranial yang rendah.
Page | 13

Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase) : Penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA dibandingkan SK. Namun tPA harganya lebih mahal daripada SK dan resiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.

Reteplase (Retavase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.

Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-I)

Indikasi terapi fibrinolitik Klas I : i) Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12jam dan elevasi ST>0,1mV pada sekurang-kurangnya 2 sandapan prekordial atau sekurang-kurangya 2 sandapan ekstremitas. ii) Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan LBBB baru atau diduga baru. Klas II a : i) Jika tidak ada kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik pada pasien dengan gejala STEMI mulai dari <12 jam sampai 24 jam yang mengalami gejala iskemia yang terus berlanjut dan elevasi ST 0,1mV pada sekurang-kurangnya 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau sekurang-kurangnya 2 sandapan ekstremitas. Trombolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi ST>50% dalam 90 menit pemberian trombolitik. Trombolitik tidak menunjukkkan hasil pada graft vena, sehingga jika pasien pasca CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI. Tatalaksana di rumah sakit Aktivitas : Pasien harus istirehat dalam 12 jam pertama Diet : Karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak <30% kalori total dan kandungan kolestrol <300mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan yang kaya serat, kalium, magnesium, dan rendah natrium. Bowels : Istirehat di tempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan nyeri sering mengakibatkan konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi komod di samping tempat tidur,
Page | 14

diet tinggi serat dan penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200mg/hari). Sedasi : Pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30 menit, atau lorazepam 0,5-2mg, diberikan kali sehari biasanya efektif. Kontraindikasi terapi fibrinolitik pada STEMI4 1) Kontraindikasi absolut Setiap riwayat perdarahan intraserebral Terdapat lesi vaskuler serebral struktural (malformasi AV) Terdapat neoplasma intrakranial ganas (primer atau metastasis) Stroke iskemik dalam 3 bulan kecuali stroke iskemik akut dalam 3 jam Dicurigai diseksi aorta Perdarahan aktif atau diatesis berdarah (kecuali mens) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

2) Kontraindikasi relatif Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali Hipertensi berat tak terkendali saat masuk (TDS>180 mmHg atau TDD>110 mmHg) Riwayat stroke iskemik sebelumnya >3 bulan, demensia, atau diketahui patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10 menit) atau operasi besar (<3 minggu) Perdarahan internal baru (dalam 2-4 minggu) Pungsi vaskular yang tak terkompresi Untuk streptase/anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya atau reaksi allergi sebelumnya terhadap obat ini Kehamilan Ulkus peptikum aktif Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi resiko perdarahan TDS : tekanan darah sistolik TDD : tekanan darah diastolik Terapi farmakologis7 Antitrombotik

Page | 15

Penggunaan terapi anti platelet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan bukti klinis dan laboratoris bahwa trombosis mempunyai peran penting dalam patogenesis. Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi trombosis. Aspirin merupakan anti platelet standar pada STEMI. Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractionated heparin. Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA atau TNK) membantu trombolisis dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infus inisial 12U/kg perjam (maksimum 1000U/jam). Activated partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali. Antikoagulan alternatif pada pasien STEMI adalah low molecular weight heparin (LMWH).

Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2dimensi atau fibrilasi atrial merupakan resiko tinggi tromboemboli paru sistemik. Pada keadaan ini harus mendapat terapi anti trombin kadar terapeutik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi warfarin sekurang-kurangnya 3 bulan. Penyekat Beta

Page | 16

Manfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian beta akut IV memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan menurunkan resiko kejadian aritmia ventrikel yang serius. Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali dengan pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat asma). Inhibitor ACE Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Manfaat maksimal tampak pada pasien dengan resiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan/atau fungsi ventrikel kiri menurun global) namun bukti menunjukkan manfaat jangka pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil pada pasien STEMI dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg). Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan penurunan resiko gagal jantung. Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark. Komplikasi STEMI Disfungsi ventrikular Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Gangguan hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di RS pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru. Tatalaksana edema paru akut7 Terapi O2 untuk mempertahankan saturasi oksigen >90%
Page | 17

Morfin sulfat : diberikan 2,5 mg (2-4 mg) iv dapat diulang tiap 5-10 menit sampai dosis total 20 mg Inhibitor ACE, mulai dengan titrasi inhibitor ACE jangka pendek dengan dosis awal rendah (6,25 mg captopril) diberikan pada pasien edema paru kecuali tekanan darah sistolik <100 mmHg atau >30 mmHg di bawah baseline. Pasien dengan edema paru dan tekanan darah rendah sering membutuhkan support sirkulasi dengan inotropik dan dan vasopressor dan/atau intra aortic ballonon counterpulsation untuk menghilangkan edema paru dan

mempertahankan perfusi adekuat. Nitrogliserin sublingual atau iv : diberikan peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit, kemudian iv 10-20 ug/menit kecuali tekanan darah sistolik <100 mmHg atau >30 mmHg di bawah baseline. Diuretik : Furosemid 40-80 mg bolus iv, dapat diulang atau dosis ditingkatkan setelah 4 jam, atau dilanjutkan dengan drip kontinu sampai mencapai produksi urin 1ml/kgBB/jam. Penyekat beta harus diberikan sebelum pulang untuk pencegahan sekunder. Pada pasien yang tetap mengalami gagal jantung selama perawatan, dosis kecil dapat dimulai, dengan titrasi bertahap pada saat rawat jalan Antagonis aldosteron jangka panjang harus diberikan pada pasien STEMI tanpa disfungsi ginjal bermakna (kreatinin <2,5 mg/dl pada pria dan < 2 mg/dl pada perempuan) atau hiperkalemia (K+ harus < 5 mEq/l) yang sudah mendapat inhibitor ACE dosis terapi, mempunyai fraksi ejeksi ventrikel kiri <40% dan mengalami gagal jantung simtomatik atau diabetes. Ekokardiografi harus dilakukan dengan segera untuk memperkirakan fungsi ventrikel kiri dan ventrikel kanan dan menyingkirkan komplikasi mekanis. Syok kardiogenik Hanya 10% pasien syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk, sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel. Tatalaksana syok kardiogenik Terapi O2 Jika tekanan darah sistolik < 70 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan norepinefrin Jika tekanan darah sistolik < 90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20ug/kgBB/menit
Page | 18

Jika tekanan darah sistolik < 90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.

Terapi trombolitik diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak ideal untuk terapi invasif dan tidak mempunyai kontraindikasi trombolisis. Intra aortic ballon pump (IABP) direkomendasikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dengan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.

Infark ventrikel kanan Sekitar 1/3 pasien dengan infark inferoposterior menunjukkan sekurang-kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada sandapan EKG sisi kanan, terutama sandapan V4R, sering dijumpai dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dari ekspansi volume untuk mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat dan upaya untuk meningkatkan tampilan dengan reduksi Pulmonary Capillary Wedge (PCW) dan tekanan arteri pulmonalis. Tatalaksana infark ventrikel kanan Pertahankan preload ventrikel kanan Loading volume (infus NaCl 0,9%): 1-2 liter cairan jam selanjutnya 200ml/jam (target tekanan atrium kanan >10 mmHg (13,6 cm H20) Hindari penggunaan nitrat dan diuretik Pertahankan sinkroni AV dan bradikardia harus dikoreksi Pacu jantung sekuensi AV pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak respons dengan atropin Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume Kurangi after load ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri Pompa balon intra aortik

Page | 19

Vasodilator arteri (nitroprusid, hidralazin) Penghambat ACE Reperfusi Obat trombolitik PCI primer CABG (pada pasien tertentu dengan penyakit multivessel)

Aritmia pasca STEMI Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemia, dan perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.4 Ekstrasistol ventrikel Depolarisasi prematur ventrikel sporadis yang tidak sering, dapat terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI dan pencegahan fibrilasi ventrikel, dan harus diberikan rutin kecuali terdapat kontraindikasi. Hipokalemia dan hipomagnesimia merupakan faktor fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI, konsentrasi kalium serum diupayakan mencapai 4,5 mmol/l dan magnesium 2,0 mmol/l.4 Takikardia dan fibrilasi ventrikel Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventrikular dapat terjadi tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.4 Takikardia Ventrikel (Ventricular tachycardia =VT)4 Takikardia ventrikel (VT) polimorfik yang menetap (lebih dari 30 detik atau menyebabkan kolaps hemodinamik)harus diterapi dengan DC shock unsynchoronized menggunakan energi awal 200 J. Jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J, dan jika perlu shock ketiga 360 J. Takikardia ventrikel (VT) monomorfik yang menetap yang diikuti dengan angina, edema paru atau hipotensi (tekanan darah < 90 mmHg) harus diterapi dengan DC shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal. Takikardia ventrikel (VT) monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru atau hipotensi (tekanan darah <90 mmHg) diterapi dengan salah satu regimen berikut.

Page | 20

1) Lidokain : bolus 1-1,5 mg/kg. Bolus tambahan 0,5-0,75 mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis loading total maksimal 3mg/kg. Kemudian loading dilanjutkan dengan infus 24mg/menit (30-50 ug/kg/menit). 2) Disopiramid : bolus 1-2mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1mg/kg/jam. 3) Amiodaron : 150 mg infus selama 10-20 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit. 4) Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J (anestesi sebelumnya). Fibrilasi ventrikel Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J (klas I). Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refrakter terhadap syok elektrik diberikan terapi amiodaron 300mg atau 5 mg/kg iv bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized klas II a. Fibrilasi atrium Fibrilasi atrial sustained dan fluter atrial pada pasien dengan gangguan hemodinamik atau ongoing iskemik harus diterapi dengan 1 atau lebih cara berikut : Kardioversi synchoronized dengan shock 200 J untuk fibrilasi atrial dan 50 J untuk flutter atrial, didahului dengan anestesi umum singkat atau sedasi jika memungkinkan. Fibrilasi atrial yang tak respons terhadap kardioversi elektrik atau berulang setelah periode ritme sinus, dianjurkan penggunaan terapi anti aritmia yang ditujukan untuk menurunkan respons ventrikel. Satu atau lebih obat farmakologi berikut dapat dipakai 1) Amiodaron iv 2) Digoksin iv untuk pengendalian laju respons ventrikel (rate control) terutama untuk pasien dengan disfungsi ventrikel kiri berat dan gagal jantung. 3) Fibrilasi atrial sustained dan fluter atrial pada pasien ongoing iskemia tetapi tanpa gangguan hemodinamik diberikan terapi dengan satu atau lebih obat berikut: - Penyekat beta lebih disukai, kecuali ada kontraindikasi - diltiazem atau verapamil iv

Page | 21

- kardioversi synchoronized dengan shock 200 J untuk fibrilasi atrial dan 50 J untuk flutter, didahului anestesi umum singkat atau sedasi jika memungkinkan. Fibrilasi atrial atau fluter sustained tanpa gangguan hemodinamik atau iskemia, diindikasikan rate control. Pasien dengan fibrilasi atrial atau fluter sustained harus diberikan antikoagulan.

Aritmia supraventrikel

Takikardia supraventikuler reentrant diberikan terapi menurut urutan berikut : 1) Massage sinus karotis. 2) Adenosin iv 6 mg dalam 1-2 detik, jika tak respons setelah 1-2 menit dapat diberikan 12 mg iv, diulang 12 mg jika diperlukan. 3) Penyekat beta iv dengan metoprolol 2,5-5 mg tiap 2-5 menit sampai dosis total 15 mg lebih dari 10-15 menit atau atenolol 2,5-5 mg lebih dari menit sampai dosis total 10 mg dalam 10-15 menit 4) Diltiazem iv 20 mg (0,25mg/kg) lebih dari menit dilanjutkan infus 10 mg/jam. 5) Digoksin iv, mungkin ada perlambatan sekurang-kurangnya 1 jam sebelum efek farmakologis muncul (8-15mcg/kg (0,6-1 mg pada pasien dengan berat badan 70 kg). Asistol ventrikel Resusitasi segera mencakup kompresi dada, atropin, vasopressin, epinefrin, dan pacu jantung sementara harus diberikan pada asistol ventrikel. Bradiaritmia dan blok Bradikardia sinus simtomatik, sinus pauses lebih 3 detik atau bradikardia dengan frekuensi jantung <40 kali/menit disertai hipotensi dan tanda gangguan hemodinamik sistemik diberikan terapi atropin 0,5-1 mg. Jika bradikardia menetap dan dosis atropin sudah mencapai 2 mg, harus diberikan pacu jantung transkutaneus atau transvenous. Komplikasi mekanik Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel. Penatalaksanaan : operasi.

Perikarditis
Page | 22

Aspirin 160-325 mg/hari. Indometasin, ibuprofen Kortikosteroid

Prognosis Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA Tabel 1 : Klasifikasi Killip pada Infark miokard akut Klas I Definisi Tak ada tanda gagal jantung 6 kongestif II III IV +S3 dan/atau ronki basah Edema paru Syok kardiogenik 17 30-40 60-80 Mortalitas (%)

Tabel 2 : Klasifikasi Forrester untuk Infark miokard akut Klas Indeks Kardiak (L/min/m2) I II III IV 2,2 2,2 < 2,2 < 2,2 < 18 18 < 18 18 3 9 23 51 PCWP (mmHg) Mortalitas (%)

PCWP : pulmonary capillary wedge pressure Tabel 3 : Risk score untuk infark miokard dengan elevasi ST Faktor Resiko (bobot) Skor risiko/Mortalitas 30 hari (%) Usia 65-74 tahun (2 poin) Usia lebih 75 tahun (3 poin) Diabetes mellitus/ hipertensi atau angina (1 poin) Tekanan darah sistolik <100 mmHg (3 poin) 0 (0,8) 1 (1,6) 2 (2,2) 3 (4,4)
Page | 23

Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin) Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) Berat < 67 kg (1 poin) Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) Skor resiko = total point (0-14)

4 (7,3) 5 (12,4) 6 (16,1) 7 (23,4) 8 (26,8) >8 (35,9)

Klasifikasi Killip : berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana: S3 gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik. Klasifikasi Forrester : berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan PCWP. TIMI risk score : Sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik. Infark miokard akut tanpa elevasi ST Angina pektoris tak stabil (unstable angina=UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction=NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda.2 Diagnosis NSTEMI Jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.2 Patofisiologi NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali oleh adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolestrol dengan proposi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses

Page | 24

inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati. Evaluasi klinis Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis sering menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirehat. Walaupun gejala khas rasa yang tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam, kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. EKG Gambaran EKG secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting untuk menentukan resiko pada pasien. Pada TIMI III registry adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mv merupakan prediktor outcome yang buruk.

Biomarker kerusakan miokard

Page | 25

Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu. Tabel 4 : Skor resiko TIMI Usia 65 tahun 3 faktor resiko PJK Stenosis sebelumnya 50% Deviasi ST 2 kejadian angina 24 jam Aspirin dalam 7 hari terakhir Peningkatan petanda jantung

Biomarker untuk penilaian resiko Penggunaan mioglobin, creatinin kinase-MB, dan troponin I menunjukkan stratifikasi resiko yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium. Terdapat 3 faktor patofisiologi yang terjadi pada UA/NSTEMI yaitu :3 1) Ketidakstabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi 2) Inflamasi vaskuler 3) Kerusakan ventrikel kiri Penatalaksanaan Pasien NSTEMI harus rehat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu : Terapi anti iskemia Terapi anti platelet/anti koagulan Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi) Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS

Klopidogrel

Page | 26

Thienopyridine ini memblok reseptor adenosine diphosphate P2Y12 pada permukaan platelet dan demikian menginhibisi aktivasi platelet. Berdasarkan hasil-hasil penelitian, klopidogrel direkomendasikan sebagai obat lini pertama (first line drug) pada UA/NSTEMI dan ditambahkan aspirin pada pasien dengan UA/NSTEMI kecuali mereka dengan resiko tinggi perdarahan dan pasien yang memerlukan CABG segera. Klopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien dengan UA/NSTEMI pada pasien-pasien : Yang direncanakan untuk mendapat pendekatan non invasif dini Yang diketahui tidak merupakan kandidat operasi koroner segera berdasarkan pengetahuan sebelumnya tentang anatomi koroner/memiliki kontraindikasi untuk operasi Kateterisasi ditunda/ditangguhkan selama > 24-36 jam

Klopidogrel (seperti aspirin) adalah inhibitor fungsi platelet yang irreversibel, maka direkomendasikan juga agar obat ini dihentikan selama 5 atau lebih disukai 7 hari sebelum operasi elektif, termasuk CABG. Perawatan untuk pasien resiko rendah Tes stress non invasif sebaiknya dilakukan pada pasien resiko rendah dan pasien yang hasil tesnya menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya segera menjalani arteriografi koroner dan berdasarkan temuan anatomis revaskularisasi dapat dilakukan. Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien dengan tes positif tapi tanpa temuan risiko tinggi. Tatalaksana predischarge dan pencegahan sekunder Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain mencapai berat badan optimal, nasehat diet, menghentikan merokok, olahraga, dan pengontrolan hipertensi dan tatalaksana intensif diabetes mellitus, dan deteksi adanya diabetes yang tidak dikenali sebelumnya. Tabel 4 : Rekomendasi klas 1 untuk penggunaan strategi invasif dini Indikasi klas 1(level of evidence : A) Angina rekuren saat istirehat/aktivitas tingkat rendah walaupun mendapat terapi Peninggian troponin I atau T Depresi segmen ST baru Angina/iskemia rekuren baru dengan gejala gagal jantung kongestif, ronki, regurgitasi mitral Tes stress positif Fraksi ejeksi kurang dari 40%
Page | 27

Penurunan tekanan darah Takikardia ventrikel sustained PCI <6 bulan, CABG sebelumnya

Page | 28

Daftar Pustaka : 1.Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran No 47, 2005 2.Christopher P. Cannon, Eugene Braunwald. Unstable Angina and NSTEMI Myocardial Infarction. Harrisonss Principles and Internal Medicine 16 ed: Mc Graw Hill 2005. P :1444-8 3.Elliott M. Antman, Eugene Braunwald. STEMI Myocardial Infarction. Harrisonss Principles and Internal Medicine 16 ed: Mc Graw Hill 2005. P :1448-1459 4.Mardi Santoso, Standar Pelayanan Medis RSUD Koja. Jakarta : RSUD Koja 1992, hal. 252-6 5.Kapita Selekta FKUI 2001, hal. 437-41 6,Hanafi, Muin Rahman, Harun. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: FKUI 2006, hal 1082-108 7.Harun Alwi, Rasyidi. Infark Mioard Akut. Dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam Jakarta: FKUI, 2001 hal 165-72

Page | 29

You might also like