You are on page 1of 4

Khutbah Jum'at

mencegah perpecahan
DRS H APRIZALDI / BENDAHARA PDM REJANG LEBONG BENGKULU
Kaum Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah. Para ulama memberikan pedoman bagaimana menyikapi perbedaan pendapat dalam masalah ijtihadiyah di antaranya adalah: 1. Tidak Menganggap Sesat Pihak Lain Yang Berbeda Pendapat Artinya: Yahudi terpecah menjadi 71 atau 72 golongan Nasrani terpecah menjadi 71 atau 72 golongan dan umatku akan berpecah belah menjadi 73 golongan. Sudah menjadi kecenderungan manusia, bahwa tiap golongan/ kelompok merasa bangga dengan apa yang mereka miliki. Dengan harapan akan mendapatkan kemenangan, padahal dalam surat al-Anfal 45-47 ditegaskan bahwa teguh di hadapan musuh, menjalin hubungan dengan Allah dengan banyak berzikir, taat pada Allah dan Rasul-Nya, tidak berbantah-bantahan, dan sabar terhadap konsekuensi perjuangan adalah sumber kemenangan. Seandai Allah menghendaki umat ini bersatu dan tidak terjadi perpecahan tentu itu mudah bagiNya sebagaimana firman Allah: Dalam masalah ijtihadiyah, masing-masing pihak sebenarnya berangkat dari niat luhur yang sama, yaitu ketaatan pada Allah. Bukan membidahkan, menganggap fasiq, atau mengafirkan pihak lain yang berbeda pendapat. Nabi saw pernah mencontohkan sikap ini. Ibnu Umar menceritakan, bahwa sehabis Perang Ahzab, Rasulullah memerintahkan sahabat untuk menyerang Yahudi Bani Quraizhah yang melanggar perjanjian damai. Sebelum berangkat, Nabi berpesan, Tidak ada yang boleh shalat Asyar kecuali di tempat Bani Quraizhah. Dalam perjalanan, waktu shalat Asyar masuk. Sahabat berbeda pendapat, antara shalat di jalan atau shalat di tempat tujuan. Akhirnya, masing-masing kelompok shalat dengan ijtihadnya sendiri. Sekelompok melakukan shalat Asyar di jalan, sementara yang lain melakukan shalat di tempat Bani Quraizhah. Ketika perang usai, peristiwa tersebut diceritakan kepada Nabi. Bagaimana sikap Rasul? Beliau tidak mencela seorang pun dari sahabat. (HR. Bukhari-Muslim) Pendapat kedua kelompok sahabat itu tentu ada yang benar dan ada yang salah. Namun, Rasulullah sama sekali tidak mencela mereka. Dalam Al-Qur'an Allah berfirman:
31

Kaum Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah. Islam adalah agama yang dibina di atas persatuan Akidah Islamiyah yang kokoh, seyogianya kita tidak terjebak dengan perbedaan bangsa dan suku. Dalam ayat di atas Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan aku adalah Tuhanmu. Maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (AlMuminum: 52 53). Rasulullah bersabda:

Artinya: Seandai Tuhanmu menginginkan, niscaya Dia menjadikan manusia umat yang satu. (Hud: 118) Untuk mempersatukan umat yang diperlukan bukanlah dengan cara menghapus perbedaan pendapat, tapi bagaimana memenej perbedaan tersebut ke arah positif dan mashlahat.

SUARA MUHAMMADIYAH 19 / 96 | 1 - 15 OKTOBER 2011

Khutbah Jum'at
Artinya: Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka (Ali Imran: 105). 2. Melakukan Dialog Yang Sehat dan Saling Pengertian Perbedaan pendapat kerap tidak bisa dihindari. Baik karena dalil yang memang berpeluang untuk ditafsirkan berbeda, atau karena tingkat pemahaman yang tidak sama. Namun, bukan berarti perbedaan pendapat kemudian dibiarkan. Usaha untuk memperkecil ruang perbedaan di antara umat tetap harus dilakukan. Caranya, dialog yang sehat dengan saling menghargai antara pihak-pihak yang berbeda. Syekhul Islam Ibnu Taimiyah menulis, Tidak seorang pun yang boleh memaksa orang lain untuk mengikuti pendapatnya. Yang bisa dia lakukan adalah mengemukakan dalilnya. (Majmu Fatawa, XXX/80) Kaum Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah. 3. Tidak Memaksakan Pendapat Seseorang tidak mungkin memaksakan pendapatnya kepada orang lain, semua orang selain Nabi dan Rasul dapat diterima atau ditolak pendapatnya. Tidak ada seorang pun yang wajib ditaati dalam setiap perkataannya kecuali para Nabi dan Rasul, tidak pula wajib bagi manusia untuk mengikutinya. Yang mutlak ditaati sebagaimana mana firman Allah: telah jelas keliru. Karena bertentangan dengan dalil-dalil syariat. Tapi, pengikut-pengikut orang itu bersikukuh bahwa pendapat itu benar. Sikap ini disebut fanatik buta atau taasshub. Ulama dahulu memperingatkan pengikutnya agar tidak terjebak kepada sikap fanatik ini karena Al-Quran telah menegaskan: Khutbah Kedua

Artinya: Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (Al Araf: 3) Kaum Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah 5. Menghindari Pendapat Yang Keliru Tidak semua perkara setiap mujtahid bebas untuk memilih pendapat yang ada. Kenyataannya, beberapa masalah ijtihadiyah telah final. Artinya, pendapat yang benar dan salah dalam persoalan tersebut telah jelas. Sehingga ruang untuk berbeda pendapat tidak ada lagi. Seperti riba fadhl hukumnya haram. Pendapat yang jelas keliru tersebut dikenal sebagai pendapat syadz atau disebut sebagai zallah (ketergelinciran) ulama. Ulama tetap manusia. Kekeliruan yang tidak disengaja tetaplah hal yang wajar terjadi. Di sinilah umat dituntut untuk tetap bijak dalam bersikap terhadap ulama mereka. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada semua. Amin.

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya," (An-Nisa': 59) 4. Tidak Fanatik Buta Pendapat seseorang boleh jadi
32

SUARA MUHAMMADIYAH 19 / 96 | 3 - 17 ZULKAIDAH 1432 H

Khutbah Jum'at
jalan menuju takwa
H SUGENG KARJITO, SPD
yang ada pada diri kita selalu menuju pada jalan takwa kepada Allah SwT. Di antara faktor untuk meraih takwa kepada Allah SwT adalah: 1. Menghadirkan rasa takut kepada Allah, baik secara sembunyi maupun terangterangan. Salah satu sifat yang harus dimiliki seorang Muslim adalah takut kepada Allah. Sifat ini akan menjaga pemiliknya untuk tidak berbuat maksiat kepada-Nya. Allah SwT berfirman: Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah. 2. Mengamalkan hal-hal yang wajib Dalam Qs. Al-Baqarah: 177, Allah menyifati orang-orang yang benar (imannya) dan orang-orang yang bertakwa yang artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, Malaikat-Malaikat, Kitab-Kitab, Nabi-Nabi. Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Ayat diatas menggambarkan secara rinci dan jelas yang menjadi ciri-ciri dari orang yang beriman dan bertakwa. Orang yang memiliki keinginan untuk bertakwa kepada Allah, harus mau dan mampu secara bertahap melaksanakan amalanamalan seperti yang dimaksud ayat diatas. Menanamkan prinsip bahwa, melaksanakan amalan wajib menjadi kebutuhan adalah suatu pemahaman yang mulia. Hadirin jamaah Jum at Rahimakumullah. 3. Banyak berdoa Berdoa merupakan kebutuhan
33

Segala puji bagi Allah SwT, Rabb yang Maha Kuasa, kasih sayang dan nikmat-Nya menyertai semua makhluk dan hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasul mulia yang diutus sebagai rahmat sekalian alam, pembawa kabar gembira dan peringatan, yakni Rasul Muhammad saw, keluarga dan sahabatnya. Amien. Ma asyiral Muslimin rahimakumullah, Sebagai Muslim yang yakin akan adanya Kampung Akhirat, marilah kita selalu bermuhasabah, mengoreksi diri dan selalu berusaha memperingatkan sesama Muslim, agar umat Islam senantiasa berikhtiar meningkatkan ketakwaannya kepada Allah SwT. Di dunia yang fana ini memang akan menemui, melihat berbagai kejadian dan tingkah laku manusia beraneka ragam yang dapat mengantarkan kepada ketakwaan dan kemaksiatan. Banyak jalan yang harus kita tempuh untuk menuju takwa, untuk itu kita harus dapat memilih agar pemikiran, ucapan, dan tingkah laku

Sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan kepada yang jelek, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. (Yusuf: 53). Di sinilah letak pentingnya rasa takut yang harus menghiasi perjuangan kita. Yang akan membentengi diri kita dari terjatuh ke lubang yang penuh dengan duri dan mengokohkan kita agar tidak terseret hawa nafsu yang dikendarai oleh iblis dan tentara-tentaranya. Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan ra. dalam kitabnya Fathul Majid mengatakan: Takut, berkedudukan mulia dan tinggi dalam agama dan termasuk jenis ibadah yang banyak cakupannya yang wajib hanya diberikan kepada Allah SwT. Lebih dari itu, bahwa perasaan takut haruslah diiringi dengan penghinaan diri, pengagungan dan ketundukan diri kepada Allah. Jangan sampai kita memberikan rasa takut kepada selain Allah.

SUARA MUHAMMADIYAH 19 / 96 | 1 - 15 OKTOBER 2011

Khutbah Jum'at
makhluk kepada sang Khalik. Dapat disimpulkan bahwa orang yang berdoa pada hakikatnya sedang beribadah, sebaliknya orang yang tidak pernah berdoa berarti orang itu tidak beribadah kepada Allah SwT. Allah SwT dalam firman-Nya menyatakan bahwa doa itu adalah ibadah. perkataan dan perbuatan selalu mengarah kepada sesuatu yang baik. Lebih lanjut, Allah SwT dalam akhir surat Al-Baqarah, 172 menyebutkan:

Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (Al-Mukmin: 60) Dari segi penamaan doa dengan ibadah sangatlah jelas, karena terkandung di dalamnya pengakuan dari seorang hamba akan ketidakberdayaan dan ketidakmampuannya. Sedangkan segala kekuasaan dan kekuatan hanyalah milik Allah, yang demikian itulah ketundukan dan kepatuhan yang sempurna. Banyak berdoa itulah, orang yang selalu membutuhkan sandaran dan mengadukan permasalahan hidup kepada Allah SwT Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. 4. Tidak berinteraksi dengan halhal yang haram ataupun syubhat. Dari Abu Hurairah ra Ia berkata, Rasulullah saw pernah bersabda: 'Sesungguhnya Allah itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orangorang Mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para Rasul. Itulah pesan dari Rasul Muhammad saw, agar supaya kita selalu mengambil dan memberikan sesuatu yang baik. Pesan ini harus kita ingat selalu, agar setiap pikiran,
34

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa, Wahai Rabbku, wahai rabbku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti itu dikabulkan doanya. (HR. Muslim). Makanan yang halal maupun yang haram, tidak hanya berpengaruh pada hati individu dan perangainya saja, yang berpotensi memperbaiki atau menyimpangkannya.

Ma asyiral Muslimin rahimakumullah,. Jalan untuk menuju takwa memang tidak mudah, namun sesulit apa pun dan banyak tantangannya kita harus tetap berikhtiar. Sepantasnya kita harus menyadari, bahwa sikap berhati-hati dalam mengarungi kehidupan di dunia ini merupakan langkah yang bijaksana dan perlu dipertahankan. Selanjutnya marilah kita panjatkan doa kehadirat-Nya, semoga Allah selalu memberi jalan untuk meraih takwa, Amien.

KHUTBAHKEDUA

SUARA MUHAMMADIYAH 19 / 96 | 3 - 17 ZULKAIDAH 1432 H

You might also like